Usahatani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Usahatani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang

Budidaya rumput laut yang dilakukan di Kecamatan Mangarabombang cukup bervariasi sesuai dengan luas kepemilikan lahan dan lokasi budidaya. Periode penanaman sampai panen relatif singkat hanya 30-40 hari, sehingga pengembalian modal usaha dapat berjalan cukup cepat. Teknologi yang digunakan untuk menjalankan usaha budidaya rumput laut eucheuma cottoni cukup sederhana. Salah satu indikator kelangsungan usaha adalah mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha atas modal investasi yang dikeluarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak dilaksanakan. Hasil pengamatan dan wawancara responden, budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dilakukan 4-6 siklus panen dalam setahun, dengan pelaksanaan kegiatan selama 7 bulan. Sejumlah 55.90 persen nelayanpetani rumput laut melakukan budidaya rumput laut 4 siklus dalam setahun. Sistem budidaya yang diterapkan adalah sistim longline tali panjang dengan komponen yang meliputi tali utama, tali ris tempat mengikat rumput laut, tali pengikat rumput laut tali anaktali rafia, pelampung besar jergen, pelampung kecil botol plastik dan tali jangkar untuk menahan sytem pada posisi yang tetap. Setiap unit sistem longline memiliki 160–440 tali ris, panjang tali ris berkisar antara 10–30 dengan jarak antar tali ris berkisar antara 0.5–1.0 meter. Mengingat adanya perbedaan luas lahan, maka dalam melakukan usahanya, terutama dalam pengadaan komponen investasi dan penanganan rumput laut juga mengalami perbeda. Dengan demikian keragaan usahatani rumput laut juga bervariasi. Budidaya rumput laut dengan cara long line disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottoni dengan Metode Long line rawai Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya rumput laut hanya terdiri dari anggota keluarga. Sistem kerja yang dilakukan adalah dengan menanam bibit sesuai dengan kemampuan anggota keluarga setiap hari, sehingga pada saat panen tidak dilakukan panen secara keseluruhan tetapi berdasarkan hari tanam rumput laut. Begitu pula dengan pekerjaan lainnya dikerjakan sepenuhnya oleh anggota keluarga. Pemeliharaan rumput laut dilakukan 2–3 kali dalam seminggu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, panen dilakukan 30 hari setelah tanam, dengan cara melepas ikatan rumput laut di sepanjang bentangan, kemudian langsung dijemur di atas para-para bambu atau waring. Seluruh pelaksanaan kegiatan penjemuran ini dilakukan oleh anggota keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya Eucheuma cottoni adalah tenaga kerja langsung terdiri dari bapak, ibu dan anak 1 KK sebanyak 5 orang. Kegiatan yang dilakukan adalah 1 penyedia bibit 1 orang, 2 Penyedia pelampung 1orang, 3 pengikat bibit 3 orang, 4 pemasang 3 orang, 5 panen 2 orang, dan 6 pasca panen 2 orang. Usahatani rumput laut Eucheuma cottoni cukup prospektif untuk dikembangkan, hal ini didasarkan pada hasil analisis usahatani yang dilakukan terhadap pada 150 renponden petani rumput laut di Kecamatan Mangarabombang berdasarkan variasi jumlah bentangan yang ada saat penelitian dilaksanakan. Usahatani rumput laut ini merupakan usaha rumah tangga dengan melibatkan partisipasi perempuan di pedesaan, terutama pada kegiatan pembibitan mengikat bibit pada tali bentangan. Pada seluruh desa yang dikunjungi, tidak semua nelayanpetani rumput laut bergabung dalam Kelompok Usaha Bersama KUB. Hasil pengamatan dari seluruh responden menunjukkan bahwa tidak ada nelayanpetani rumput laut yang menjual hasil panen dalam bentuk basah . Dari sisi nelayanpetani rumput laut, penjualan rumput laut dalam bentuk kering tersebut tergantung permintaan dari pedagangpembeli dan persyaratan. Keragaan analisis usahatani rumput laut yang dilaksanakan di Kecamatan Mangarabombang pada tahun 2009, disajikan pada Lampiran 1. Dari data yang diperoleh, keuntungan usahatani rumput laut dengan jumlah bentangan yang bervariasi menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi diperoleh pada jumlah bentangan 400 dan 440. Namun, usahatani rumput dengan jumlah bentangan tersebut hanya mampu diusahakan oleh nelayanpetani rumput laut yang memiliki modal besar. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaku usahatani yang mampu melaksanakan usahatani dengan jumlah bentangan 400 dan 440 adalah nelayanpetani rumput laut yang sekaligus juga menjadi pedagang pengumpul. Analisis penerimaan dan komposisi biaya usahatani rumput laut di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produksi rumput laut yang dihasilkan dari usahatani rumput laut tersebut bervariasi, yaitu produksi tertinggi terdapat pada jumlah bentangan 440 ganda sebanyak 19 736 kg dalam setahun dengan 4 siklus panen. Nilai produksi yang diperoleh sebesar Rp 95 784 503 dan keuntungan yang diperoleh dalam setahun sebesar Rp 65 515 630 dengan BC rasio sebesar 2.16 persen. Proporsi pengeluaran terbesar pada kegiatan usahatani budidaya rumput laut adalah pada biaya pembelian bibit sebesar 32.71 persen, diikuti biaya panen 22.56 persen, biaya ikat bibit 16.92 persen, biaya perawatan 11.28 persen, biaya penyusutan 9.63 persen, biaya karung 3.80 persen dan biaya terkecil terdapat pada biaya bahan bakar minyak BBM sejumlah 3.10 persen. Produksi rumput laut terendah diperoleh pada jumlah bentangan 200 tunggal, dimana produksi yang dicapai hanya 4 487 kg dalam setahun4 siklus panen dengan nilai produksi sebesar Rp 21 777 714 dan keuntungan sebesar Rp 12 472 437. Nilai BC rasio pada usahatani tersebut hanya sebesar 1.34 persen dan waktu pengembalian investasi payback period kurang dari setahun. Proporsi pengeluaran terbesar pada usahatani rumput laut dengan jumlah bentangan 200 tunggal terdapat pada biaya pembelian bibit sebesar 24.18 persen dan biaya penyusutan 16.70 persen. Sementara itu biaya panen dan biaya perawatan memiliki proporsi yang sama yaitu masing-masing 16.68 persen, biaya ikat bibit 12.51 persen, biaya BBM 10.8 persen, dan proporsi terkecil terdapat pada biaya wadah penyimpanan karung sebesar 3.09 persen. Nelayanpetani rumput laut juga ada yang hanya membudidayakan dengan jumlah bentangan 160 ganda. Dari segi produktivitas dan keuntungan yang tinggi pada usahatani rumput laut diperoleh pada jumlah bentangan 440 ganda, namun karena biaya operasional yang cukup tinggi tidak dapat dilaksanakan oleh para nelayanpetani rumput laut yang kurang mampu. Namun demikian, usahatani dengan jumlah bentangan 160 ganda dengan luas areal budidaya 2 500m 2 masih menguntungkan dan layak diterapkan oleh nelayanpetani. Hal tersebut disebabkan produksi rumput laut pada bentangan 160 cukup tinggi yaitu sebesar 7 149 kg dengan nilai produksi Rp 34 694 582 dan keuntungannya dapat mencapai Rp 21 983 266, dengan nilai BC 1.73 masih lebih tinggi dibanding dengan jumlah bentangan 200 dan 240. Nilai Payback Period yang diperoleh juga tidak berbeda dibanding jumlah bentangan 200 dan 240. Jumlah nelayanpetani responden yang melaksanakan 160 bentang sejumlah 37 responden atau 24.67 persen dari 150 nelayanpetani responden. Proporsi pengeluaran terbesar pada bentangan 160 terdapat pada biaya pembelian bibit yaitu 33.04 persen dan yang terkecil adalah biaya karung 3.62 persen. Sementara itu, biaya panen 19.54 persen, biaya ikat bibit 14.65 persen, biaya penyusutan 12.01 persen, dan biaya perawatan 9.77 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, usahatani yang dilakukan lebih menguntungkan dengan pengeluaran biaya-biaya operasional yang lebih kecil dengan perolehan keuntungan yang cukup besar. Hasil analisis usahatani tersebut menunjukkan bahwa, usahatani rumput laut dapat memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para nelayanpetani rumput laut yang berada di Kecamatan Mangarabombang. Namun demikian, pendapatan usahatani rumput laut yang diperoleh selalu fluktuatif tergantung dari kondisi lokasi budidaya rumput laut. Salah satu penyebab terjadinya penurunan produksi adalah kualitas bibit dan stok bibit yang terbatas, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memenuhi stok bibit yang diperlukan minimal 1 kali periode panen. Sementara itu periode produksi yang optimal dibatasi oleh musim dimana pengaruh terbesar adalah kondisi iklim yaitu kondisi perairan yang fluktuatif sehingga pada musim tertentu saat ombak besar beberapa lahan usahatani ada yang ditinggalkan sambil menunggu cuaca yang baik untuk melakukan kembali kegiatan usahatani tersebut. Setiap lokasi pengembangan usahatani rumput laut membutuhkan pelaksanaan kegiatan yang tepat agar dapat terhindar dari deraan ombak.

6.2. Rantai Pemasaran Rumput Laut