Tinjauan Studi Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di perairan Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut, hanya genus-genus Eucheuma dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan. Rumput laut Eucheuma sp. mulai dibudidayakan secara masal pada tahun 1984 di Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Cening, Bali, serta Lombok Timur NTB. Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Eucheuma spinosum dengan bibit lokal dan Eucheuma cottoni dengan bibit asal Filipina. Sesuai dengan perkembangan pasar, saat ini yang lebih banyak dibudidayakan adalah Eucheuma cottoni. Keberhasilan budidaya rumput laut Eucheuma sp. sangat ditentukan oleh kondisi perairan yang berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang, dengan kondisi substrat dasar seperti ini menunjukkan adanya pergerakan air yang baik sehingga cocok untuk budidaya. Sedangkan Gracilaria sp. Merupakan jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan di muara sungai atau di tambak, meski habitat awalnya berasal dari laut. Hal ini terjadi karena tingkat toleransi hidup yang tinggi. Jenis rumput laut ini dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng dan atau udang karena ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya.

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu

Berbagai kajian yang menggunakan pendekatan struktur, perilaku, dan keragaan pasar telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya peran Pendekatan SCP dalam menganalisis produk-produk yang dipasarkan, diantaranya adalah hasil penelitian Kurniawan 2003. Secara umum penelitian Kurniawan mengemukakan bahwa bentuk karakteristik kelembagaan pemasaran gaharu yang diterapkan adalah sistem patron-klien, struktur pasar gaharu baik ditingkat kelembagaan pengumpul, maupun pedagang kota adalah oligopsoni. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard. Sementara itu dengan masalah yang sama yaitu kelembagaan, Slameto 2003, menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran yang menyatakan bahwa struktur pasar pemasaran kakao cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar yang cenderung terjadi transaksi pada pedagang yang sama, dimana harga ditentukan oleh para pedagang karena belum dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Hukama 2003, dalam penelitiannya tentang pemasaran jambu mete menjelaskan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan alternatif kepada petani, banyaknya pelaku pasar yang terlibat menyebabkan hambatan untuk masuk dan keluar pasar sangat besar, dimana praktek penentuan harganya didominasi oleh pedagang besar. Struktur pasarnya oligopsoni yang mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Margin pemasarannya sangat besar diakibatkan oleh banyaknya tambahan perlakuan-perlakuan pada produk. Penelitian Harsoyo 1999, tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan farmer s share . Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah efisien. Dari analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen. Penelitian tentang pemasaran rumput laut yang telah dilakukan oleh Hikmayani et al. 1997, menjelaskan tentang struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di beberapa wilayah potensial di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey dan analisis data yang dilakukan adalah analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar serta efisiensi pemasaran rumput laut. Hasil analisis pemasaran yang dilakukan adalah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar serta industri ataupun eksportir dan struktur pasar rumput laut bersifat oligopoli. Penelitian Zamroni 2005, tentang keragaan sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di Bulukumba dan Palopo. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan social dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan menggunakan analisis usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta RC ratio antara dua macam budidaya rumput laut. Hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya Eucheuma sp dilakukan oleh masyarakat pesisir dengan menggunakan metode longline, sedangkan budidaya Gracilaria sp dilakukan di lahan tambak. Pelaku pemasaran pada Eucheuma sp dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pedagang tingkat 1, pedagang tingkat 2 dan pedagang besar. sedangkan untuk Gracilaria sp terdiri dari dua pelaku, yaitu pedagang tingkat 1 dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai tersebut digunakan sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan pengepakan. Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya tersebut layak untuk dikembangkan karena mempunyai nilai kelayakan lebih dari satu. Dan penelitian Yusuf 2005, tentang potensi pasar rumput laut di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif tabulasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumput laut memiliki potensi pasar yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan rumput laut, dimana industri rumput laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri 14 000 ton dan pasar luar negeri 25 000 ton. Sedangkan di pasar internasional ternyata rumput laut Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen, ini berarti Indonesia berada pada posisi nomor dua setelah Philipina yang memasok hampir 80 persen kebutuhan pasar dunia. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia. Rumput laut Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar sehingga perlu adanya upaya peningkatan volume produksi rumput laut yang dibarengi dengan kualitasmutu sesuai standar yang diinginkan oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri.

III. KERANGKA KONSEPTUAL