Inflasi Pengangguran Perkembangan Perekonomian Jawa Timur

26 persen, 3 industri kulit dan produk kulit, 4 industri makanan dan minuman dan 5 industri aromatik. Untuk industri kulit, produk yang menonjol antara lain penyamakan kulit, alas kaki, tas, jaket, dan hasil kerajinan, misalnya wayang. Lokasi untuk produk alas kaki sandal adalah di Wedoro, Sidoarjo. Sedangkan untuk produk tas di kecamatan Tanggulangin kabupaten Sidoarjo dan produk sepatu di Mojokerto dan Magetan. Produk industri makanan dan minuman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah produk olahan pertanian yaitu aneka kripik umbi-umbian dan buah-buahan, sari mengkudu dan kopi jahe serta produk olahan hasil laut yaitu krupuk udang, petis, terasi, teripang dan ikan asin. Jumlah industri makanan dan minuman tersebut berkisar 40 970 unit usaha yang tersebar di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Malang, Batu, Jombang, Pasuruan, Gresik, Lamongan, Banyuwangi, Pacitan, Jember dan Lumajang. Tenaga kerja yang terserap pada tahun 2004 sebesar 102 500 jiwa BPM Jatim dan UNAIR, 2004. Selain itu dengan upah minimum provinsi yang relatif lebih rendah daripada Bandung dan Tangerang serta adanya pelaksanaan pelayanan satu atap dalam satu hari one day service sebagai akibat adanya otonomi daerah diharapkan dapat menambah daya tarik Jawa Timur sebagai wilayah investasi.

2.2.4. Inflasi

Laju inflasi di Jawa Timur sejak tahun 1980-2006 berfluktuatif. Pada saat puncak krisis pada tahun 1998, inflasi melonjak mencapai 87.60 yang merupakan inflasi tertinggi pada kurun waktu 27 tahun tersebut. Bahkan lebih tinggi daripada inflasi nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar 77.50 persen Gambar 4. 27 Gambar 4. Laju Inflasi Jawa Timur Tahun 1980-2006 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur Berbagai Tahun Terbit Inflasi pada tahun 1998, terutama bersumber dari terganggunya kegiatan produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok. Khususnya kelompok bahan makanan. Nilai tukar yang lemah sebesar Rp 9 804.30 per Dollar AS telah mengakibatkan mahalnya harga barang impor yang kemudian mendorong kanaikan harga secara umum. Apalagi cukup banyak industri yang menggunakan bahan baku impor. Kerusuhan Mei tahun 1998 juga telah mengakibatkan rusaknya sentra-sentra perdagangan dan terganggunya jalur distrbusi. Di samping ekspansi moneter yang sangat besar juga ikut memberikan tekanan terhadap inflasi Yudhoyono, 2004. Walaupun kejadian kerusuhan tersebut terjadi di Jakarta tetapi dampaknya terasa sampai di daerah terutama Jawa Timur. Setelah sempat menurun pada tahun 1999 dan 2000, pada tahun 2001 inflasi di Jawa Timur meningkat kembali mencapai 14.10 persen. Meningkatnya tekanan inflasi ini bersumber dari semakin kuatnya pengaruh kebijakan pemerintah pusat di bidang harga dan pendapatan yang meliputi kenaikan beberapa jenis bahan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Tahun P ers en Inflasi 28 bakar minyak BBM, angkutan, listrik, air, minuman, rokok, serta kenaikan upah minimum provinsi dan gaji pegawai negeri. Selanjutnya, pada tahun 2002 dan 2003 inflasi menurun menjadi 9.38 persen dan 3.59 persen. Kemudian naik kembali pada tahun 2004 dan bahkan pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi 15.89. Kenaikan inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga-harga di kelompok pendidikan, trasportasi dan kesehatan.

2.2.5. Pengangguran

Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Timur antara tahun 1882-1992 relatif konstan pada angka 300 ribu jiwa. Pada tahun 1994 dan 1995 sempat terjadi lonjakan jumlah pengangguran, tetapi pada tahun 1996 dan 1997 jumlah pengangguran berhasil ditekan. Hal tersebut tidak berlangsung lama, sebab sejak tahun 1998 jumlah pengangguran terus meningkat hingga pada tahun 2005 yang jumlahnya mencapai 1.6 juta jiwa. Pada tahun 2006 jumlah pengangguran mengalami penurunan menjadi 1.5 juta jiwa. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 menyebabkan lumpuhnya dunia usaha. Kenaikan biaya produksi akibat penggunaan bahan baku impor di satu sisi, serta melemahnya daya serap pasar di sisi lain, telah memaksa berbagai sektor mengurangi skala usahanya. Akibatnya banyak terjadi pemutusan hubungan kerja PHK sehingga jumlah pengangguran meningkat. Jumlah pengangguran yang sempat menurun pada tahun 1996 dan 1997 meningkat kembali pada tahun 1998. Pada tahun yang sama pengangguran mencapai 720 ribu jiwa atau 4.10 persen dari total angkatan kerja lebih besar daripada jumlah peengangguran pada tahun 1997, yaitu 569 ribu jiwa atau 3.32 29 persen. Perkembangan jumlah pengangguran terbuka dan tingkat pengangguran terbuka di Jawa Timur tahun 1980-2006 dapat dilihat dalam Gambar 5 dan 6.

0.0 0.2

0.4 0.6

0.8 1.0

1.2 1.4

1.6 1.8

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Tahun Ju ta J iw a Jumlah Pengangguran Terbuka Gambar 5. Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa Timur Tahun 1980-2006 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur Berbagai Tahun Terbit Pada tahun 2000 perekonomian Indonesia menunjukkan sedikit penguatan. Situasi ekonomi dunia membaik disertai dengan permintaan domestik yang meningkat telah memungkinkan sejumlah sektor ekonomi, termasuk usaha kecil dan menengah meningkatkan kegiatan usaha mereka. Akan tetapi dampak positif peningkatan perekonomian Indonesia tersebut kurang dirasakan di Jawa Timur terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah pengangguran terbuka dari tahun 2000-2006. Pada tahun 2003, jumlah persentase jumlah pengangguran mencapai angka yang tertinggi yaitu 8.68 persen dari total angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5.83 persen belum mampu menciptakan tambahan lapangan kerja, lapangan kerja atau kesempatan kerja malah menurun menjadi 485 814 jiwa. Walaupun pada tahun yang sama jumlah angkatan kerja juga menurun sekitar 179 973 jiwa. Oleh