Perumusan Masalah Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema Early Harvest Programmer

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas regional ASEAN-China. Untuk mengkonkretkan gagasan tersebut, maka disepakati Early Harvest Programme EHP yaitu program liberalisasi dini untuk produk-produk pertanian yang mulai berlaku pada 1 Januari 2004. Dimana komoditas didalamnya adalah Harmonized System HS Chapter 01 sampai Chapter 08 dan produk spesifik yang disepakati secara bilateral antara negara China dengan negara- negara ASEAN antara lain kopi, minyak kelapa sawit CPO, coklat kakao, barang dari karet, dan perabotan. Produk-produk yang tidak masuk dalam skema EHP dimasukkan ke skema jalur normal dan jalur sensitif. Setelah diberlakukannya EHP volume penawaran ekspor kopi Indonesia secara keseluruhan ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand lebih besar dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya EHP. Penawaran ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China tersebut dalam perkembangannya mengalami berbagai kendala. Hal ini diduga akibat fluktuasi beberapa faktor seperti harga domestik, harga internasional, produksi domestik, pendapatan per kapita Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan pemberlakuan kebijakan EHP. Produksi kopi Indonesia mengalami fluktuasi dengan trend meningkat selama 13 tahun terakhir, akibatnya harga domestik mengalami penurunan karena pasokan dalam negeri meningkat. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan penawaran ekspor kopi Indonesia. Sedangkan peningkatan harga internasional akan memberikan pengaruh yang berbanding lurus terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar juga memberikan pengaruh terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pada tahun 2008 sebesar Rp9 698.96 per dolar dengan jumlah ekspor kopi Indonesia ke Singapura sebesar 7.26 ribu ton. Pada tahun 2009 nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp10 389.90 per dolar dengan jumlah ekspor kopi Indonesia ke Singapura sebesar 7.40 ribu ton WITS 20012. Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terdepresiasi akan membuat harga kopi domestik menjadi lebih mahal di luar negeri sehingga penawaran relatif meningkat. Sedangkan pendapatan per kapita pada negara pengekspor berhubungan terbalik dengan penawaran ekspornya. Pemberlakuan kebijakan EHP terhadap komoditas kopi, membuat pola perdagangan kopi di Indonesia mengalami banyak perubahan. Semakin berkurangnya hambatan tarif dan non-tarif yang selama ini menjadi hambatan perdagangan, mengakibatkan kecenderungan ekspor kopi ke suatu negara meningkat. Oleh karena itu, pemberlakuan EHP memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan dengan memperbanyak ekspor kopinya ke negara-negara di ASEAN dan China. Namun peluang tersebut tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, tentunya negara lain juga akan berpikir hal yang sama untuk memanfaatkan peluang besar dari kawasan ASEAN-China itu sendiri, seperti Vietnam yang juga merupakan negara pengekspor kopi terbesar ke-2 setelah Brazil. Hal ini memberikan kekhawatiran akan ancaman terhadap daya saing kopi Indonesia, kawasan perdagangan bebas kalau tidak pandai memanfaatkannya hanya akan memberikan keuntungan bagi negara pesaing saja. Sedangkan dari sisi pengadaan pasokan dalam negeri, dikhawatirkan terlalu terlena pada orientasi ekspor akan menyebabkan kurangnya pasokan kopi di Indonesia. Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka pertanyaan relevan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China? 2. Bagaimana dampak pemberlakuan Early Harvest Programme terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China?

1.3 Tujuan Penelitian