3. Produk Stearic Acid telah masuk dalam EHP dan mulai berlaku penurunan tarifnya pada tanggal 1 Januari 2005 dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 09PMK.0102005 tanggal 31 Januari 2005 Bustami 2010.
4.1.2 Normal Track
Hampir seluruh komoditas masuk dalam program ini, kecuali dimintakan pengecualian oleh negara yang bersangkutan dengan demikian masuk ke dalam
Sensitive Track . Program penurunan dan penghapusan tingkat tarif bea masuk
Normal Track untuk ASEAN-6 dan China berlaku efektif mulai tanggal 20 Juli
2005 dengan jadwal penurunan tarif seperti disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Normal Track ASEAN-6 dan China
Tingkat Tarif Bea Masuk 2005
2007 2009
2010 X 20
20 12
5 15 X 20
15 8
5 10 X 15
10 8
5 5 X 10
5 5
X 5 5
5
Sumber: Sekretariat ASEAN 2009.
Sedangkan untuk negara-negara CLMV, agenda penurunan dan penghapusan tingkat tarif bea masuknya berbeda-beda dan ditargetkan pada tahun
2015 tingkat tarifnya sudah 0 persen. Program Normal Track ini terdiri dari Normal Track I
dan Normal Track II. Sedangkan landasan hukum penurunan dan penghapusan tarif untuk Normal Track telah dilakukan melalui :
Keputusan MENKEU Nomor: 56PMK.0102005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Jadwal Penurunan Tarif dalam Kerangka ACFTA.
Keputusan MENKEU Nomor: 57PMK.0102005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam ACFTA Bustami 2010.
4.1.3 Sensitive Track
Program ini dibagi menjadi 2, yaitu Sensitive List dan Highly Sensitive List dengan penurunan tarif bea masuk dimulai tahun 2012. Untuk produk-produk
Sensitive tarif bea masuk maksimum pada tahun 2012 adalah 20 persen.
Selanjutnya dilakukan penghapusan bertahap atas bea masuk produk-produk yang dimaksud, sehingga mulai tahun 2018 ditargetkan tarif bea masuknya menjadi 0
persen sampai dengan 5 persen. Program penurunan tarif bea masuk untuk produk-produk Highly Sensitive dimulai pada tahun 2015, dengan penjadwalan
bahwa pada tahun 2015 tarif bea masuk maksimum 50 persen. Cakupan produk-produk dalam Sensitive List adalah sebesar 304 Pos Tarif
HS 6 digit, antara lain terdiri dari barang jadi kulit, alas kaki, kacamata, alat musik, mainan, alat olah raga, alat tulis, besi dan baja, spare part, alat angkut,
glokasida dan alkaloid nabati, senyawa organik, antibiotik, kaca, dan barang- barang plastik. Sedangkan cakupan yang termasuk produk-produk dalam Highly
Sensitive List
adalah sebesar 47 Pos Tarif HS 6 digit, antara lain terdiri dari produk pertanian, produk industri tekstil dan produk tekstil ITPT, produk
otomotif, dan produk ceramic tableware Bustami 2010.
4.2 Gambaran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia 4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi suatu negara secara tidak langsung dapat memengaruhi kegiatan ekspor suatu komoditas. Pertumbuhan ekonomi dapat
digambarkan dari perkembangan pendapatan per kapita dan keadaan nilai tukar mata uang suatu negara yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Sumber: World Bank 2012.
Gambar 4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto PDB per Kapita Indonesia Periode Tahun 1999-2011 US
200 400
600 800
1000 1200
1400
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa produk Domestik Bruto PDB per kapita Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-
rata pertumbuhan sebesar 3.73 persen per tahunnya pada periode tahun 1999 sampai 2011. Pada tahun 1999 PDB per kapita Indonesia yaitu sebesar US746.79
dan terus meningkat sampai pada tahun 2011 mencapai US1 206.99.
Sumber: World Bank 2012.
Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Periode Tahun 1999-2011 RpUS
Sedangkan perkembangan nilai tukar kurs Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dengan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
yang menguat sebesar 0.42 persen per tahunnya seperti terlihat pada Gambar 4.2. Selama periode tahun 1999 sampai 2011 nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika berada pada titik terendah tahun 1999 sebesar Rp7 855.15 per dolar. Titik tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berada pada tahun 2009
yaitu nilainya sebesar Rp10 389.94 per dolar, peningkatan drastis ini disebabkan karena tingginya inflasi akibat krisis global yang melanda dunia.
4.2.2 Perkembangan Produksi Kopi Indonesia