Kelebihan jumlah komoditas ini menjadi insentif tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan volume kopi yang dapat
diekspor ke negara lain menjadi lebih banyak sehingga akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar.
5.4.4 PDB per Kapita GDP
Penggunaan Produk Domestik Bruto PDB per kapita ini dilakukan sebagai pendekatan dari pendapatan masyarakat Indonesia. Variabel PDB per
kapita berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen 0.0000 0.0500.
Berdasarkan hasil estimasi model dapat diketahui koefisien regresi pada data panel adalah sebesar -4.53. Hal tersebut menunjukkan nilai elastisitas pada
variabel tersebut adalah sebesar 4.53. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan PDB per kapita sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume
ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 4.53 persen cateris paribus. Hal ini sesuai
dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa pendapatan suatu negara berhubungan negatif dengan volume ekspor kopi.
Peningkatan PDB per kapita menyebabkan insentif bagi Indonesia untuk mengekspor kopinya semakin menurun. Hal itu disebabkan pendapatan PDB per
kapita yang meningkat menunjukkan semakin meningkat pula daya beli konsumen, sehingga jumlah konsumsi juga akan meningkat. Jumlah konsumsi di
dalam negeri yang meningkat akan mendorong peningkatan harga, sehingga para eksportir akan mengalihkan penjualan produknya di dalam negeri. Hal ini
diharapkan akan lebih memberikan keuntungan yang jauh lebih besar bila penawaran kopi di pasar domestik ditingkatkan.
5.4.5 Nilai Tukar ER
Penggunaan nilai tukar ini dilakukan sebagai pendekatan dari nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika dunia. Variabel nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen 0.0116 0.0500.
Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa koefisien regresi pada data panel adalah sebesar 2.68. Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitasnya adalah
sebesar 2.68. Ini artinya jika terjadi peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor kopi
Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 2.68 persen cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis
awal yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhubungan positif dengan volume ekspor kopi.
Apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terdepresiasi maka insentif bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan
akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar. Hal tersebut terjadi dikarenakan saat mata uang suatu negara bernilai tinggi terhadap mata uang
negara lain, berarti harga barang-barang domestik di pasar internasional relatif meningkat. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Mankiw 2001, jika
kurs tinggi maka barang-barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan barang-barang luar negeri. Harga di pasar internasional yang lebih mahal ini akan
mendorong para eksportir untuk meningkatkan volume ekspornya ke negara lain.
5.4.6 Kebijakan Early Harvest Programme DEHP
Penggunaan kebijakan EHP dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan 2 kondisi yang berbeda yaitu sebelum diberlakukannya kebijakan
EHP dan setelah diberlakukannya kebijakan EHP. Kebijakan EHP berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China,
Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf
nyata 5 persen 0.0024 0.0500. Berdasarkan hasil regresi pada data panel, diperoleh hasil koefisien
dummy EHP adalah sebesar 0.56 sehingga rata-rata perbedaan volume penawaran
ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand sebelum dan sesudah diberlakukannya EHP adalah
sebesar 0.56 persen. Hasil pengujian terhadap koefisien dummy EHP ini menunjukkan bahwa volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei
Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand akan meningkat sebesar 0.56 persen dengan diberlakukannya kebijakan EHP cateris paribus. Hal ini
sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa kebijakan EHP berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi.
Kebijakan EHP menyebabkan insentif bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan dengan semakin berkurangnya hambatan tarif
impor ke negara-negara ASEAN dan China akan memberikan margin keuntungan yang jauh lebih besar. Disepakatinya EHP memberikan peluang bagi produsen
dan eksportir Indonesia, karena perdagangan kopi Indonesia ke China dan negara- negara ASEAN akan meningkat secara signifikan. Pemberlakuan tarif 0 persen
berarti akan mengurangi hambatan perdagangan yang sebelumnya membebani komoditas kopi Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori Salvatore 1997 yang
menyatakan bahwa dengan dihapuskannya tarif impor maka akan meningkatkan ekspornya. Oleh karena itu daya saing kopi Indonesia maupun ekspornya akan
semakin meningkat. Pembentukan EHP sebagai bagian dari liberalisasi dini perdagangan bebas
antara negara ASEAN dan China memunculkan peluang peningkatan ekspor ke negara-negara anggotanya tidak hanya ke Indonesia. Sehingga pemberlakuan
ACFTA melalui program EHP untuk mengurangi hambatan perdagangan terutama penghapusan tarif impor yang dikenakan pada suatu komoditas, juga
mengakibatkan harga kopi Indonesia menjadi semakin kompetitif terutama di pasar China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan