Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN-China

diberlakukannya EHP. Akibat krisis tersebut harga domestik kopi Indonesia mencapai titik terendah pada tahun 2001 sebesar US0.81 per kilogram. Sejak diberlakukannya EHP setelah tahun 2004, harga kopi di dunia dan domestik mulai mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2008 ke tahun 2009 harga kopi dunia mengalami penurunan yaitu dari US2.48 per kilogram menjadi US2.31 per kilogram akibat inflasi yang tinggi dari krisis global, namun kemudian terus mengalami peningkatan sampai menyentuh harga tertinggi dengan nilai sebesar US4.21 per kilogram pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2004 harga domestik sebesar US1.04 per kilogram terus meningkat mencapai titik tertinggi di tahun 2011 yaitu sebesar US2.78 per kilogram.

4.3 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN-China

Selama periode tahun 1999 sampai 2011 pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China memiliki pola yang berbeda masing- masing negara, seperti terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China Tahun Ekspor Kopi Indonesi ke- kg Brunei Darussalam China Malaysia Filipina Singapura Thailand 1999 104 839 771 750 9 618 010 2 837 000 14 404 318 28 2000 18 016 174 247 7 658 008 13 190 516 12 974 306 2001 97 239 366 710 9 131 715 562 113 10 205 091 35 739 2002 17 452 542 036 10 061 170 1 984 289 12 642 732 35 337 2003 9 735 971 345 6 466 856 2 138 275 8 935 468 131 053 2004 30 382 914 168 7 573 596 606 739 10 561 785 176 144 2005 18 049 3 153 746 7 924 381 3 704 325 13 312 159 45 186 2006 33 764 1 395 114 10 072 202 5 932 854 14 617 843 7 730 2007 9 723 1 438 513 12 830 514 8 921 220 12 704 999 39 933 2008 1 666 283 17 427 808 9 888 518 7 260 519 10 700 2009 1 633 781 17 821 174 18 657 103 7 400 110 1 627 717 2010 3 033 726 26 431 323 5 974 194 6 098 328 1 406 400 2011 2 990 628 26 413 811 1 635 639 6 268 218 3 187 947 Sumber: WITS 2012. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke China selama periode tahun 1999 sampai 2003 sebelum EHP mengalami fluktuasi, namun volume ekspornya tidak terlalu besar dengan rata-rata sebesar 565.22 ton per tahun. Ekspor yang masih rendah ini disebabkan oleh tingkat kebutuhan China atas kopi baik untuk konsumsi maupun industri masih rendah, selain itu diberlakukannya tarif masuk impor untuk komoditas kopi Indonesia masih sangat tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke China. Setelah diberlakukannya program EHP, fluktuasi volume ekspor ke China terjadi peningkatan yang cukup besar dengan rata-rata ekspor 2.03 ribu ton per tahun pada periode 2004 sampai 2011. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di China yang meningkat. Pola trend positif dari jumlah ekspor kopi Indonesia ke China menggambarkan dampak positif setelah diberlakukannya kebijakan EHP bagi ekspor kopi Indonesia terutama ke China. Indonesia memang masih kalah bersaing dengan kopi Brazil dimana Brazil merupakan pemasok kopi terbesar di China sampai saat ini, namun dengan diberlakukannya EHP memberikan peluang untuk kopi Indonesia agar lebih kompetitif di pasar China. Ekspor kopi Indonesia ke Malaysia selama periode tahun 1999 sampai 2011 cenderung mengalami fluktuasi, namun mulai tahun 2003 volume ekspornya memberikan perubahan signifikan yang terus meningkat dengan rata-rata sebesar 13.03 ribu ton per tahun. Peningkatan tersebut menjadikan ekspor kopi Indonesia ke Malaysia sebagai yang tertinggi di ASEAN selama 2 tahun terakhir. Kondisi ekspor ke Malaysia sebelum diberlakukannya EHP mengalami fluktuasi, namun volume ekspornya masih tergolong tidak terlalu besar dengan rata-rata sebesar 8.59 ribu ton per tahun pada periode tahun 1999 sampai 2003. Pada tahun 2002 volume ekspor ke Malaysia melonjak sebesar 10.06 ribu ton, namun kemudian langsung turun sampai titik terendah selama 1 dekade terakhir pada tahun 2003 sebesar 6.47 ribu ton. Hal ini karena permintaan kopi dari masyarakat negara tersebut menurun drastis akibat isu akan diterapkannya program EHP. Setelah diberlakukannya program EHP, volume ekspor kopi Indonesia ke Malaysia terjadi peningkatan yang sangat besar dengan rata-rata ekspor 13.03 ribu ton per tahun pada periode tahun 2004 sampai 2011. Awal mula diberlakukannya EHP ekspor kopi Indonesia ke Malaysia sebesar 7.57 ribu ton, kemudian terus meningkat sampai pada tahun 2011 nilai ekspor ke Malaysia menjadi sebesar 26.41 ribu ton. Hal ini sekaligus menjadikan ekspor ke Malaysia sebagai yang terbesar di ASEAN pada tahun 2007, 2008, 2010, dan 2011. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan meningkatnya jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Malaysia. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Singapura selama periode 1999 sampai 2011 mengalami fluktuasi yang menurun. Namun bila melihat dari sejarah ekspor kopi Indonesia ke ASEAN, Singapura masih merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia dengan rata-rata ekspor sebesar 10.57 ribu ton per tahun. Trend penurunan ekspor tersebut mengakibatkan produsen kopi Indonesia mengalihkan kiriman ekspornya ke negara lain, hal ini yang menyebabkan penawaran ekspor kopi Indonesia terbesar di ASEAN saat ini beralih ke Malaysia. Faktor utama yang menyebabkan trend penurunan ekspor ke Singapura karena kopi Indonesia masih kalah bersaing dengan kopi Brazil, dimana Brazil merupakan pemasok kopi terbesar di Singapura sampai saat ini. Sebelum diberlakukannya EHP kondisi ekspor kopi Indonesia ke Singapura pada periode tahun 1999 sampai 2003 merupakan yang terbesar di ASEAN, namun volume ekspornya terus menurun. Pada tahun 1999 ekspor ke Singapura sebesar 14.40 ribu ton dan terus menurun sampai sebelum EHP pada tahun 2003 menjadi sebesar 8.93 ton. Setelah diberlakukannya program EHP, ekspor kopi Indonesia pada periode tahun 2004 sampai 2006 mengalami peningkatan dari 10.56 ribu ton menjadi 14.62 ribu ton. Hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor adalah tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP. Namun setelah tahun 2006 kembali mengalami trend penurunan, titik terendah berada pada tahun 2010 sebesar 6.10 ribu ton dan terakhir pada tahun 2011 ekspor kopi ke Singapura menjadi sebesar 6.27 ribu ton. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Filipina berfluktuasi sangat tajam. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Filipina selama periode sebelum EHP berfluktuasi dengan rata-rata ekspor sebesar 4.14 ribu ton per tahun. Ekspor tertinggi ke Filipina sebesar 13.19 ribu ton pada tahun 2000, namun nilai ekspor langsung jatuh pada tahun 2001 menjadi 562.11 ton dan sekaligus merupakan ekspor kopi terendah selama 1 dekade terakhir. Setelah diberlakukannya EHP, fluktuasi volume ekspor kopi Indonesia ke Filipina terjadi peningkatan yang cukup signifikan selama periode 2004 sampai 2009 dengan nilai 606.74 ton pada tahun 2004 dan meningkat terus menjadi 18.66 ton pada tahun 2009. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan meningkatnya jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Filipina. Namun selama 2 tahun terakhir ekspor ke Filipina kembali menurun akibat dari krisis global dengan nilai 5.97 ribu ton pada tahun 2010 dan terakhir menjadi 1.64 ribu ton pada tahun 2011. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya ekspor kopi Indonesia ke Filipina secara keseluruhan pada periode 1999 sampai 2011 adalah karena kopi Indonesia masih kalah bersaing dengan kopi Vietnam dimana Vietnam merupakan pemasok kopi terbesar di Filipina, bahkan sampai saat ini. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Thailand tidak terlalu besar dan berfluktuasi dengan nilai rata-rata 515.69 ton per tahun. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Thailand selama periode sebelum EHP berfluktuasi sangat kecil dengan rata-rata ekspor sebesar 40.43 ton per tahun. Pada tahun 2000 Indonesia pernah tidak mengekspor kopinya dikarenakan tidak adanya permintaan dari masyarakat di Thailand tersebut, sehingga angka yang ditunjukkan adalah 0 ton. Hal ini dikarenakan memang tidak adanya permintaan akan kopi Indonesia dari masyarakat di Thailand. Setelah diberlakukannya program EHP, pada periode tahun 2004 sampai 2008 mengalami peningkatan dengan rata-rata ekspor sebesar 55.94 ton per tahun. Setelah terjadi krisis global, pada periode tahun 2009 sampai 2011 jumlah ekspor kopi Indonesia semakin melonjak dengan rata-rata sebesar 2.07 ribu ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemberlakuan program EHP memberikan dampak yang positif dengan ditandainya trend meningkat dari ekspor kopi ke Thailand. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Brunei Darussalam masih sangat kecil, bahkan lebih kecil dari Thailand. Perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke Brunei Darussalam rata-rata hanya sebesar 26.09 ton per tahunnya, kecilnya jumlah ekspor ini memang dikarenakan populasi penduduknya yang sangat kecil. Perkembangan ekspor ke Brunei Drussalam selama periode sebelum EHP berfluktuasi dengan rata-rata ekspor sebesar 49.47 ton per tahun. Sedangkan setelah diberlakukannya program EHP pada periode tahun 2004 sampai 2007 mengalami penurunan dengan nilai rata-rata ekspor sebesar 22.98 ton per tahunnya. Sepanjang tahun 2008 sampai 2011 Indonesia tidak pernah mengekspor kopi kembali ke Brunei Darussalam, hal ini dikarenakan krisis global dan tidak adanya permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Brunei Darussalam. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pendugaan Model