Administrasi dan posisi geografis Kota Ternate Kondisi Fisik Kota Ternate a.

46 Lanjutan Tabel 21. Jumlah sekolah dan tempat ibadah per Kecamatan di pulau Ternate Kecamatan Jumlah Sekolah Tempat Ibadah Jumlah Ternate Tengah 33 81 114 Ternate Utara 37 75 113 Sumber : BPS Kota Ternate, 2011 Bappeda Kota Ternate 2010 membagi status jalan di Kota Ternate menjadi 4, yaitu jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer, dan lokal sekunder. Pembagian status jalan didasarkan pada aksesibiltas serta fungsi dari jalan tersebut. Secara rinci klasifikasi jalan dijabarkan sebagai berikut; 1. Jalan Kolektor Primer, yaitu jalan yang menghubungkan pusat kota dengan pusat-pusat kawasan. Jalan kolektor ini juga sekaligus berfungsi sebagai jalan penghubung antara satu distrik dengan distrik-distrik lainnya. 2. Jalan Kolektor Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan pusat distrik dengan pusat-pusat lingkungan. Disamping itu jalan ini juga menjadi penghubung antara pusat-pusat lingkungan. 3. Lokal Primer, yaitu jalan yang menghubungkan persil -persil rumah dengan pusat-pusat lingkungan dan jalan-jalan kolektor. 4. Lokal Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan persil-persil rumah dengan jalan lingkungan. Biasanya jalan ini hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Tabel 22. Panjang jalan menurut status jalan per kecamatan di pulau Ternate Kecamatan Panjang jalan Km Jumlah Kolektor primer Kolektor sekunder Lokal primer Lokal sekunder Pulau Ternate 24,8 0,9 0,7 8,3 34,7 Ternate Selatan 17,9 7,4 11,7 45,3 82,3 Ternate Tengah 2,8 12,1 20,1 12,1 47,1 Ternate Utara 7,9 7,2 7 14,7 36,8 Sumber: Bappeda diolah, 2010

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Geomorfologi lokasi penelitian

Analisis geomorfologi menjadi aspek penting karena bentuklahan yang tampak pada citra mencerminkan bagaimana proses terbentuknya suatu lahan. Identifikasi bentuklahan dalam penelitian ini dilakukan melalui interpretasi citra yang didasarkan pada aspek morfologi, morfogenesis, morfokronologis dan litologi. Aspek morfologi dalam identifikasi bentuklahan memanfaatkan unsur-unsur interpretasi citra, yaitu terkait dengan warna, tekstur, pola, bentuk, bayangan, ukuran dan situasi umum dari suatu objek. Sebagai contoh, pada lokasi penelitian memiliki bentuklahan gunungapi volcanic yang ditandai dengan bentuk kerucut dan adanya aliran lava yang mempunyai pola memanjang menyerupai lidah, mempunyai ukuran kecilsempit di puncak dan melebar pada bagian hilir. Warna yang agak kehitaman mencerminkan batuan beku luar yang mempunyai komposisi andesit atau andesit basaltik dan belum tertutup atau ditumbuhi oleh vegetasi dikarenakan proses pelapukan batuan berjalan lambat pada batuan lava. Aspek morfologi di atas baik melalui bentuk, pola, ukuran, tekstur, situs atau pun yang lainnya dapat mencerminkan aspek morfogenesis bentuklahan, karena proses geomorfik meninggalkan kenampakan tertentu pada suatu objek seperti bentuk kerucut yang mencerminkan ciri khas proses vulkanik. Gunungapi Gamalama merupakan gunungapi strato dimana kerucutnya mempertunjukan stratifikasi material yang kasar karena erupsi saling berganti antara erupsi ledakan dengan erupsi lemah menghasilkan aliran lava dan bahan piroklastik. Aspek morfokronologis terkait dengan kronologi waktu terbentuknya bentuklahan dan tahapan perkembangannya. Melalui morfologi yang tampak, interpretasi morfokronologi bentuklahan dapat pula dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan bentuklahan tersebut. Sebagai contoh tahapan proses eksogenik seperti proses denudasi pada bentuklahan bisa dibedakan dari derajat kikisan yang terjadi pada permukaan landform. Aspek litologi dapat dibedakan pula melalui morfologi yang tampak. Untuk jenis batuan yang keras seperti aliran lava umumnya akan mempunyai kesan topografik yang berbeda berbentuk punggungan dibandingkan dengan endapan