Pengurangan resiko bencana TINJAUAN PUSTAKA

20 2010 dan selanjutnya dilakukan validasi untuk mengetahui kebenaran hasil interpretasi pada saat kerja lapangan.

d. Kondisi Tanah

Dalam penelitian ini penetapan kondisi tanah dibatasi hanya pada penetapan tekstur tanah dengan metode penetapan kualitatif. Penetapan kelas tektur tanah di lapang didasari oleh pedoman Soil survey staff 1975 yaitu merasakan butiran bahan tanah dengan tangan atau dipirid dengan jari Rachim, 2007. Beberapa kelas tekstur utama diuraikan sebagai berikut; Pasir Sand; Bahan tanah lepas dan berbutir tunggal dapat segera dilihat dan dirasakan. Jika kering, piridan di tangan menyebabkan bahan jatuh sebagian bila tekanan dihentikan. Jika lembab, piridan dapat membentuk lapisan yang jika disentuh akan hancur. Lempung berpasir Sandy loam; bahan tanah banyak mengandung pasir, cukup debu dan sedikit liat. Jika kering diremas, bahan akan membentuk lapisan yang segera akan jatuh sebagian. Bila lembab dipirid, lapisan dapat terbentuk dan bertahan baik tanpa pecah. Lempung loam; bahan mengandung pasir, debu dan liat relatif sama. Bila kering, jika dipirid akan membentuk lapisan yang bertahan baik. Jika lembab, lapisan terbentuk dan terpelihara tanpa pecah. Lempung berdebu silt loam; bahan tanah mengandung pasir sedang dan sedikit liat. lebih dari setengah partikel debu. Jika kering bahan akan tampak menggumpal tapi mudah dipecahkan. Jika basah, bahan dapat bergerak bersama dan membubur. Jika lembab, dipirid antara ibu jari dan telunjuk tidak terbentuk pita, dan nampak pecah-pecah. Lempung berliat clay loam; Bila lembab, dipirid antara ibu jari dan telunjuk akan terbentuk pita tipis yang mudah pecah. Jika lembab, dapat membentuk lapisan yang bertahan baik, jika diremas dalam telapak tangan akan mudah pecah. Liat clay; Bila kering membentuk gumpalan sangat keras dan bila basah akan plastis hingga sangat plastis dan lekat sampai sangat lekat. Jika lembab, dipirid dengan ibu jari dan telunjuk akan terbentuk pita yang panjang dan fleksibel. Titik sampel tanah yang digunakan untuk menentukan tekstur tanah, diambil pada setiap unit bentuklahan, kemiringan lereng dan lokasi jejak longsor, namun 21 karena kondisi topografi Pulau Ternate pada bentuklahan lereng atas kerucut vulkanik yang memiliki lereng curam sulit ditempuh tidak ada aksesibilitas maka sampel tekstur tanah hanya diambil pada batas antara lereng tengah dan lereng bawah kerucut vulkanik. Untuk lereng atas digunakan pendekatan dengan memakai data sekunder, yaitu data tanah dari Peta Sistem Lahan skala 1: 250.000. Pada lokasi longsor, sampel tekstur tanah diambil dari bagian bawah penampang longsor, dimana pada kondisi alami sebelum longsor bagian tersebut merupakan horison bawah permukaan dari lapisan tanah. Pada saat penentuan tekstur di lapang, bagian ini terkadang sulit diambil secara ideal, karena seringkali sudah tercampur dengan tanah bagian atas, sehingga ada kemungkinan tercampur antara tekstur permukaan tanah dan bawah permukaan.

3.4.3. Analisis data awal

Pada tahapan ini analisis dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran suseptibilitas longsor tentatif daerah penelitian, dimana peta yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai salah satu peta kerja selama kerja lapang dan sekaligus untuk divalidasi kebenarannya. Analisis suseptibilitas longsor di lokasi penelitian Suseptibilitas longsor landslide susceptibility menggambarkan kondisi alami dari fisik lahan yang berpotensi atau rentan untuk terjadi longsor. Faktor- faktor yang menentukan suseptibilitas adalah faktor-faktor alami yang bersifat pasif, seperti lereng kemiirngan, aspek, batuan jenis, struktur, dan tingkat pelapukan batuan atau tanah, sedangkan jika faktor-faktor tersebut ditambah dengan faktor pemicu lain yang bersifat dinamik, seperti curah hujan, gempa, penggunaan lahan, infrastruktur dan saluran drainase hidrologi, maka akan menggambarkan kondisi kerawanan longsor atau bahaya longsor landslide hazard dari suatu wilayah Tjahjono dan Barus, 2010. Senada dengan hal tersebut, menurut Karnawati 2005 faktor pemicu dinamis ini diantaranya adalah curah hujan, gempa, hidrologi dan aktifitas manusia. Dalam penelitian ini parameter suseptibilitas longsor disesuaikan dengan ketersediaan data dan skala yang dihasilkan. Tiga parameter lahan yang digunakan untuk menilai suseptibilitas longsor pada penelitian ini adalah kemiringan lereng, 22 bentuklahan landform, dan tekstur tanah. Penilaiannya assesment dilakukan dengan cara pembobotan dan pemberian skor terhadap parameter yang digunakan dan didasarkan pada kontribusi relatif tiap parameter besarnya potensi tiap parameter terhadap proses longsor. Pembobotan pada penelitian ini merujuk pada rumusan yang digunakan oleh Davidson dan Shah 1997 sebagai berikut; n – r j +1 W j = .......................................................................................... 1 ∑n – r j + 1 dimana W j adalah nilai bobot yang dinormalkan, n adalah jumlah parameter 1,2,3...n dan r j adalah posisi urutan parameter. Adapun hasil perhitungan pembobotan untuk suseptibilitas tersaji pada Tabel 5 di bawah ini; Tabel 5. Urutan parameter suseptibilitas longsor dan hasil perhitungan bobot yang dinormalkan Parameter Urutan r j n- r j +1 Bobot W j Kemiringan lereng 1 3 0,5 Bentuklahan Landform 2 2 0,33 Tekstur tanah 3 1 0,17 Jumlah 6 1 Ket: n = 3 Urutan posisi parameter suseptibilitas longsor ditentukan seperti tersaji pada Tabel 5; pertama adalah kemiringan lereng, yang kedua bentuklahan, dan yang ketiga tekstur tanah. Urutan ini ditentukan berdasarkan pada besarnya pengaruh relatif tiap parameter terhadap proses longsor. Kemiringan lereng dianggap paling besar pengaruhnya terhadap proses longsor karena dapat berfungsi sebagai bidang luncur, dimana semakin besar kemiringan lereng maka akan semakin mudah pula labil tanah dan batuan yang berada di permukaan lereng tersebut menerima pengaruh gaya tarik bumi. Oleh sebab ittu longsor hanya dapat terjadi pada lereng-lereng miring hingga curam, namun tidak pernah terjadi pada lereng-lereng yang datar hingga landai. Kemiringan lereng sesungguhnya merupakan bagian morofologi bentuklahan morfometri, namun karena sifatnya yang sangat dominan terhadap proses longsor, maka parameter ini disendirikan. 23 Bentuklahan berada pada urutan kedua dari parameter suseptibilitas longsor karena memiliki beberapa karakter yang berpengaruh terhadap longsor. Selain parameter lereng yang sudah disendirikan seperti tersebut di atas, parameter morfologi bentuklahan yang lain seperti relief dan elevasi juga banyak berpengaruh terhadap proses longsor. Termasuk juga parameter morfogenesis proses pembentukan bentuklahan, kronologi tahapan pembentukan bentuklahan, dan litologi material dan struktur batuan penyusun bentuklahan, semuanya menyumbang terhadap proses terjadinya longsor. Relief dan elevasi bentuklahan banyak berpengaruh terhadap persebaran curah hujan yang dapat berfungsi sebagai pemicu longsor. Bentuklahan yang bersifat erosional atau denudasional juga lebih berpotensi longsor daripada bentuklahan deposisional, dan bentuklahan yang secara kronologis telah lama mengalami proses pelapukan akan lebih banyak pula menyediakan bahan longsoran, sedangkan material batuan klastik suatu bentuklahan akan lebih mudah mengalami longsor daripada batuan yang lebih masif, apalagi jika mempunyai struktur perlapisan batuan yang miring. Dengan demikian karakter pada setiap bentuklahan akan memberikan sumbangan relatif yang berbeda terhadap proses longsor. Oleh karena itu, mengacu pada perbedaan karakter pada setiap bentuklahan, maka setiap bentuklahan diberikan skor yang berbeda. Tekstur tanah diberi urutan ketiga karena tekstur tanah bukan sebagai penentu utama longsor, namun lebih bersifat sebagai penentu kondisional, yaitu berpengaruh secara tidak langsung terhadap longsor. Jika terdapat perlapisan tanah atau batuan yang mempunyai tekstur liat dan mempunyai kemiringan perlapisan tanahbatuan yang tidak datar miring atau curam, maka sifat liat tersebut jika tercampur dengan air akan menjadi licin dan dapat meluncurkan material tanah atau batuan yang membebani di atasnya. Oleh sebab itu, skor tekstur tanah juga dibedakan berdasarkan besarnya kandungan liat. Pemberian skor terhadap parameter berkisar dari angka nol, yang diartikan tidak berpotensi sebagai penyebab longsor, hingga angka lima yang diartikan sebagai penentu longsor pada tingkat teratas. Adapun nilai bobot dan skor parameter suseptibilitas longsor disajikan pada Tabel 6.