Kemiringan lereng HASIL DAN PEMBAHASAN

ambang batas kestabilan lereng benar-benar longsor. Faktor pemicu longsor di lokasi penelitian adalah curah hujan, gempa dan aktifitas manusia yang direpresentasikan dalam bentuk penggunaan lahan. Untuk melakukan analisis bahaya longsor, faktor pemicu yang digunakan untuk analisis ini adalah hanya faktor penggunaan lahan saja, adapun untuk faktor curah hujan dan gempa tidak digunakan seperti yang telah dijelaskan pada bab metode penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana aktifitas manusia dapat mempengaruhi potensi longsor. Aktifitas manusia Aktifitas manusia dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap lahan. Salah satu pengaruh negatif yang dihasilkan adalah terjadinya proses tanah longsor. Di lokasi penelitian, aktifitas manusia sebagai salah satu faktor pemicu longsor dapat terlihat dari tipe penggunaan lahan. Pada penelitian ini penggunaan lahan akan digunakan untuk menganalisis bahaya longsor. Penggunaan lahan merupakan bentuk pemanfaatan sebidang lahan di atas permukaan bumi oleh manusia dengan tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk penggunaan lahan sangat bervariasi, namun secara sederhana dapat dipilah menjadi lahan terbangun, lahan budi daya pertanianperkebunan, lahan pertambangan, dan lahan konservasi hutanvegetasi. Beberapa bentuk penggunaan lahan dapat menjadi pemicu proses pelongsoran yang disebabkan oleh beban atau berat dari masing-masing jenis penggunaan lahan yang ada terhadap tanahbatuan di bawahnya. Dengan kata lain jenis penggunaan lahan tersebut bersifat meningkatkan daya tekan shear stress terhadap batuan dasar. Namun beberapa penggunaan lahan juga mempunyai sistem yang memperkuat daya tahan shear strength, seperti sistem perakaran pohon yang dalam secara alami, atau pemasangan paku bumi beton secara buatan, maka jenis penggunaan lahan tersebut malah bersifat sebaliknya menghindarkan proses pelongsoran. Di lokasi penelitian jenis penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi hutan, pemukiman, perkebunan, penambangan dan lainnya seperti yang tercantum di dalam Tabel 29. Tabel 29. Jenis penggunaan lahan Kota Ternate, luas dan persentasenya No Jenis Penggunaan Lahan Luasan ha Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Danau Lahan terbuka Sarana Pendidikan Semak belukar Penambangan pasir Benteng wisata PLTD Bakau Kawasan reklamasi pantai Pelabuhan Penambangan batu vulkan Perkebunan tahunan Bandara Permukiman Pertamina Hutan lindung 37,4 218,1 10,4 295,2 8,1 1,3 1,3 6,5 7,3 1,8 119,8 5.024 97 1.657 3.1 2.648,4 0,4 2,2 0,1 2,9 0,08 0,01 0,01 0,06 0,07 0,02 1,2 49,6 1 16,3 0,03 26,1 Jumah 10.137 100 Sumber: Bappeda diolah, 2012 Sebagaimana Tabel di atas, penggunaan lahan terluas di lokasi penelitian adalah perkebunan tahunan dengan luas 5.024.1 ha atau 49,6 dari total luasan pulau Ternate. Kemudian diikuti dengan hutan seluas 2.648,4 ha atau 26,1. Perkebunan ini bervegetasi tanaman keras seperti Pala Myristica Fragrance Hout, Cengkeh Clove, Kakao Cocoa, Kelapa Coconut dan Kayu manis Cinamon. Melihat jenis-jenis tanaman keras ini dan kerapatannya, sesungguhnya perkebunan ini secara ekologi mempunyai fungsi seperti hutan. Gambaran penggunaantutupan lahan di Kota Ternate disajikan pada Gambar 14. Laut Halmahera Laut Maluku Gambar 14. Peta penggunaan lahan di lokasi penelitian Untuk melakukan analisis bahaya longsor, operasi tumpang susun overlay GIS menggunakan rumusan sebagai berikut; LH = ∑ {0,4 SLP + 0,3 LF + 0,2 ST + 0,1 LU} dimana; LH = Bahaya tanah longsor Landslide Hazard SLP = Kemiringan lereng Slope LF = Bentuklahan Landform ST = Tekstur tanah Soil Tekstur LU = Penggunaan lahan Land use 0,4; 0,3; 0,2; 0,1 merupakan bobot tiap parameter bahaya longsor seperti diuraikan pada metoda penelitian Tabel 9. Pada analisis ini, bahaya tanah longsor dikategorikan dalam empat kelas yaitu; aman, rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian ini berdasarkan nilai interval yang diperoleh dari selisih nilai teratas LH dan nilai terendah LH dibagi jumlah kelas. Hasil analisis bahaya longsor di daerah penelitian disajikan pada Tabel 30.