Peta lereng 2. Peta bentuklahan

26 GIS dengan menggunakan rumusan seperti yang digunakan oleh Hadmoko et al 2010, seperti berikut di bawah ini; LS = ∑ {W SLP + W LF + W ST} ............................................................... 2 dimana LS adalah suseptibilitas longsor, SLP adalah kemiringan lereng Slope, LF adalah bentuklahan Landform, ST adalah tekstur tanah Soil Tekstur dan W adalah bobot parameter yang dinormalkan. Tingkat suseptibilitas longsor dikategorikan menjadi 4 kelas yaitu aman, rendah, sedang dan tinggi, dan penentuan kelas suseptibilitas didasarkan pada nilai interval yang diperoleh dari persamaan berikut Dibyosaputro, 1999 yaitu: Nilai tertinggi – nilai terendah Interval LS = ................................................. 3 Jumlah kelas Berdasarkan perhitungan bobot dan skor dari parameter di atas, maka nilai tertinggi adalah 4,17 dan nilai terendah adalah 0,17 sehingga diperoleh nilai interval LS = 1. Nilai interval kelas suseptibilitas longsor selanjutnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai interval kelas suseptibilitas longsor di lokasi penelitian Nilai interval Kelas suseptibilitas longsor 0,17 – 1,17 Aman 1,18 – 2,18 Rendah 2,19 – 3,19 Sedang 3,19 – 4,17 Tinggi Sumber: Hasil analisis, 2012

3.4.4. Kerja lapang

Kerja lapangan bertujuan untuk mencocokan kebenaran atau melakukan validasi terhadap peta-peta tentatif yang dihasilkan, yaitu peta lereng, peta bentuklahan, peta penggunaan lahan dan peta suseptibilitas longsor. Dengan kerja lapang ini kesalahan interpretasi dapat dikoreksi dan juga pemahaman terhadap faktor-faktor bentuklahan, baik yang terlihat pada citra maupun di lapangan, dapat dimengerti dengan lebih seksama. Dengan demikian peta bahaya longsor yang dihasilkan diharpkan akan lebih mendekati kondisi lapang. 27 Pada tahap ini juga dilakukan pengumpulan data primer, seperti lokasi titik- titik longsor kkordinat geografis, tekstur tanah, data kerentanan elemen resiko, dan data kapasitas masyarakat dalam menghadapi suatu resiko. Data infrastruktur meliputi data jumlah bangunan sedangkan data sosial berupa data jumlah penduduk. Data infrastruktur diperoleh dari Bappeda Kota Ternate namun diperbaharui dengan menggunakan citra GeoEye dari Google Earth, sedangkan data sosial-demografis diperoleh dari BPS Kota Ternate. Data kapasitas masyarakat diperoleh melalui penyebaran kuesioner Lampiran 3, dimana kuesioner terdiri dari beberapa bagian yaitu; i lokasi reponden dan waktu wawancara; ii identitas responden; iii kondisi hunian yang dimiliki; iv kapasitas masyarakat terhadap bencana; v pertanyaan lain yang belum tergali dari kuesioner. Data kapasitas masyarakat terhadap bencana meliputi pengetahuan kebencanaan, pengalaman kebencanaan dan pelatihansosialisasipenyuluhan kebencanaan dimana tiap indikator memiliki beberapa variabel. Dalam hal ini terdapat dua jenis pertanyaan tiap variabel yaitu pertanyaan yang dijawab “Ya” disertai penjelasannya atau “Tidak” dan pertanyaan yang membutuhkan jawaban lebih dari satu. Penentuan responden dilakukan dengan cara purposif sampling yaitu dipilih hanya masyarakat yang berada di sekitar titik longsor saja, dengan asumsi bahwa mereka lebih mengenal bahaya longsor dan resikonya. Hasil validasi lapangan dan informasi yang terkumpul kemudia dijadikan sebagai bahan untuk analisis data akhir.

3.4.5. Analisis data akhir

Pada tahapan ini, pertama-tama dilakukan koreksi terhadap data yang tidak benar atau salah dalam interpretasi, seperti lereng, data bentuklahan dan kedua berdasarkan data yang sudah terkoreksi tersebut dan data primer dilakukan analisis akhir berupa penilaian tingkat bahaya dan resiko longsor di daerah penelitian.

a. Analisis bahaya longsor di lokasi penelitian

Pada penelitian ini, parameter bahaya longsor disesuaikan dengan ketersediaan data dan skala yang dapat dihasilkan. Parameter bahaya longsor meliputi suseptibilitas kemiringan lereng, bentuklahan, kondisi tanah dan aktifitas manusia yang direpresentasikan dalam penggunaan lahan. Faktor dinamis