29
Urutan parameter bahaya longsor sama dengan suseptibilitas, namun dalam urutan ini parameter penggunaan lahan diletakkan pada urutan ke empat. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa parameter ini bersifat dinamis, artinya parameter ini secara fisik dapat berubah dalam waktu singkat, sedangkan sifatnya dapat sebagai
pemicu longsor atau bahkan sebaliknya sebagai penghambat terjadinya longsor. Selaras dengan sifat ini, maka skor untuk penggunaan lahan yang tidak memicu
longsor diberi nilai nol, seperti danau, pelabuhan, dan kawasan reklamasi yang terletak di pantai, sedangkan permukiman, perkebunan tahunan, dan bandara
diberikan skor satu, artinya sangat rendah pengaruhnya sebagai pemicu longsor tidak menyebabkan shear stress pada lereng. Semak belukar diberi skor dua
karena pengaruhnya rendah terhadap longsor dan lahan terbuka diberi skor tiga, artinya mempunyai pengaruh sedang sebagai pemicu longsor. Hal ini dikarenakan
aliran air permukaan yang terbentuk pada lahan terbuka, terutama jika berada pada lereng yang miring atau curam, akan mudah mengerosi tanah hingga dapat
menghasilkan longsor. Penambangan pasir dan penambangan batu vulkanik di beri skor empat atau tertinggi, karena penambangan pasir dan batu melakukan
pemotongan lereng. Dampak dari kegiatan ini adalah menurunkan kestabilan batuan penyusun lereng dan berakibat menyebabkan longsor.
Operasi tumpang tindih overlay GIS dapat dilakukan dengan menggunakan rumus 2, yaitu antara peta suseptibilitas dengan peta penggunaan
lahan, sedangkan Tabel 9 berikut menyajikan bobot dan skor dari masing-masing parameter.
Tabel 9. Bobot dan skor parameter bahaya longsor di lokasi penelitian Parameter
Bobot Skor
Nilai Bobot x skor
Lereng :
0 – 8 8 – 15
15 – 30 30 – 45
45 0,4
1 2
3 4
0,4 0,8
1,2 1,6
30
Lanjutan Tabel 9. Bobot dan skor parameter bahaya longsor di lokasi penelitian Parameter
Bobot Skor
Nilai Bobot x skor
Bentuklahan:
Kawah, dataran pantai anthropogenik, gisik, Maar dan Lereng kaki fluvio
vulkanik Aliran lava
Lereng bawah kerucut vulkanik Lereng atas kerucut vulkanik
Lereng tengah dan lereng puncak
kerucut vulkanik
0,3
1 2
3 4
0,3 0,6
0,9 1,2
Tekstur tanah
Pasir sand Lempung berpasir sandy loam
Lempung loam Lempung berliat clay loam, Lempung
berdebu silt loam Liat clay
0,2
1 2
3 4
5 0,2
0,4 0,6
0,8 1
Penggunaan lahan
Danau, bakau dan hutan Pemukiman, perkebunan tahunan dan
bandara Semak belukar
Lahan terbuka Penambangan pasir dan penambangan
batu vulkan
0,1
1 2
3 4
0,1 0,2
0,3 0,4
Keterangan: 0 = tidak berpengaruh; 1 = sangat rendah; 2 = rendah; 3 = sedang; 4= tinggi; 5 = sangat tinggi
Selanjutnya bahaya longsor dikategorikan menjadi 4 kelas yaitu aman, rendah, sedang dan tinggi. Penentuan kelas berdasarkan nilai interval bahaya
longsor yang dihitung sesuai rumus 3. Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai tertinggi adalah 4,2 dan terendah adalah 0,2 sehingga interval LH adalah 0,9
Tabel 10.
31
Tabel 10. Nilai interval kelas bahaya longsor di lokasi penelitian Nilai interval
Kelas bahaya longsor 0,2
– 1,2 Aman
1,3 – 2,3
Rendah 2,4
– 3,4 Sedang
3,5 – 4,2
Tinggi
Sumber: Hasil analisis, 2012
b. Analisis kerentanan elemen resiko di lokasi penelitian
Pada penelitian ini pengertian kerentanan vulnerability merujuk pada definisi Varnes 1984 yang menyatakan bahwa kerentanan adalah suatu kondisi
ketidakmampuan suatu komunitas atau masyarakat dalam menghadapi ancaman. Dalam hal ini kerentanan dapat ditinjau dari aspek fisik dan sosial, namun secara
substansi kerentanan suatu masyarakat terhadap bahaya tertentu cukup bervariasi. Sebagai contoh kerentanan masyarakat terhadap bahaya longsor akan berbeda
dengan bahaya banjir, dimana untuk yang pertama masyarakat yang tinggal pada lereng-lereng yang miring lebih rentan.
Aspek fisik infrastruktur
Dalam penelian ini yang dimaksud dengan aspek fisik infra-struktur jenis bangunan. Jenis bangunan pada penelitian ini dikategorikan berdasarkan fungsi
bangunan yaitu sebagai rumah penduduk dan sebagai fasilitas umum. Rumah penduduk merupakan bangunan yang digunakan masyarakat sebagai tempat
tinggal, sedangkan fasilitas umum merupakan bangunan yang digunakan bukan sebagai tempat tinggal, seperti sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana
pendidikan, sarana olahraga, kantor dan lainnya. Dalam hal ini penilaian kerentanan aspek fisik infra-struktur dilihat dari
kualitas struktur bangunan dan dampak yang ditimbulkan jika terkena longsor. Struktur bangunan rumah penduduk pada umumnya tidak bertingkat atau hanya
satu lantai dan umumnya mempunyai kualitas menengah ke bawah, tergantung pada kemampuan ekonomi masyarakat. Dengan demikian dampak yang dapat
ditimbulkan jika rumah penduduk terkena longsor adalah kerusakan fatal. Apalagi rumah tersebut bersifat hunian atau tempat tinggal, sehingga berpotensi banyak
menimbulkan korban jiwa dan harta. Hal lain adalah lahirnya dampak sosial
32
berupa pengungsian serta dampak sosial lainnya. Dampak yang muncul agak berbeda jika longsor menimpa bangunan fasilitas umum. Selain umumnya
mempunyai kualitas menengah ke atas atau lebih kokoh, juga kerugian jiwa dan harta akan lebih sedikit. Berdasarkan hal ini, maka rumah penduduk akan diberi
bobot lebih tinggi dibandingkan dengan fasilitas umum. Aspek fisik infrastruktur juga ditinjau dari kepadatan bangunan. Menurut
Rusli 2010 kepadatan merupakan suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan suatu perbandingan antara jumlah dengan satuan luasan wilayah
tertentu. Pada penelitian ini kepadatan bangunan merupakan jumlah bangunan per satuan luas lahan terbangun pada suatu kecamatan.
Pada penelitian ini tingkat kepadatan bangunan dikategorikan menjadi 3 kelas, yaitu rendah, sedang dan tinggi, sedangkan penentuan tingkat kepadatan
bangunan dilakukan dengan menentukan nilai interval rumus 3. Dari hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai kepadatan bangunan yaitu 309. Untuk
menentukan bobot kepadatan bangunan, penilaian didasarkan pada potensi kemungkinan menimbulkan kerusakan dan korban lebih banyak. Tingkat
kepadatan bangunan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat kepadatan bangunan di lokasi penelitian. Kecamatan
Luas area
Km
2
Jumlah bangunan Unit Kepadatan
bangunan UnitKm
2
Tingkat kepadatan
bangunan Rumah
Fasilitas umum
Ternate Utara 1,03
919 23
915 Sedang
Ternate Selatan 2,03
2.724 52
1.367 Tinggi
Ternate Tengah 1,76
2.186 43
1.266 Tinggi
Pulau Ternate 2,25
969 21
440 Rendah
Sumber: Hasil analisis, 2012
Aspek Sosial
Kepadatan penduduk adalah jumlah jiwa per satuan luas lahan. Pada penelitian ini kepadatan penduduk merupakan jumlah penduduk per satuan luas
lahan terbangun pada suatu kecamatan. Jumlah penduduk dapat dihitung dari jumlah rumah penduduk dikalikan jumlah anggota keluarga per kepala keluarga.
Rataan jumlah anggota keluarga merupakan jumlah penduduk per jumlah kepala keluarga. Jumlah penduduk di lokasi penelitian terhitung sebanyak
33
176.084 orang dan 37.430 kepala keluarga BPS Kota Ternate, 2011, sehingga rataan jumlah anggota per kepala keluarga adalah 5 orang. Dari angka-angka
tersebut dapat dihitung tingkat kepadatan penduduk di lokasi penelitian seperti disajikan pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Tingkat kepadatan penduduk di lokasi penelitian. Kecamatan
Luas area Km
2
Jumlah penduduk
Jiwa Kepadatan Penduduk
JiwaKm
2
Tingkat kepadatan
Penduduk Ternate Utara
1,03 4.595
4.461 Sedang
Ternate Selatan 2,03
1.360 6.709
Tinggi Ternate Tengah
1,76 10.930
6.210 Tinggi
Pulau Ternate 2,25
4.845 2.153
Rendah
Sumber: Hasil analisis, 2012
Dalam penilaian ini kepadatan penduduk dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu kepadatan penduduk rendah, sedang dan tinggi, dimana kepadatan tinggi
diberi bobot lebih tinggi karena jika terjadi longsor pada area tersebut, maka kemungkinan akan menimbulkan korban lebih babnyak, dan begitu juga
sebaliknya. Ketika tingkat kerentanan elemen resiko per wilayah kecamatan telah
diketahui, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan terhadap bobot kerentanan elemen resiko. Bobot kerentanan vulnerability elemen resiko
dihitung berdasarkan rumus 1, dan hasilnya tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai bobot kerentanan vulnerability elemen resiko longsor di lokasi penelitian
Parameter Urutan r
j
n- r
j
+1 Bobot W
j
Bangunan
Rumah penduduk 1
2 0,7
Non rumah 2
1 0,3
n = 2
3 1
Kepadatan bangunan dan penduduk
Tinggi 1
3 0,5
Sedang 2
2 0,33
Rendah 3
1 0,17
n = 3
6 1
34
Peta kerentanan selanjutnya dapat dibuat berdasarkan operasi tumpang tindih overlay GIS antara peta jenis bangunan, peta kepadatan bangunan, dan
peta kepadatan penduduk. Dari hasil perhitungan, kerentanan elemen resiko dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi berdasarkan
rumus 3. Adapun nilai kerentanan elemen resiko tertinggi yaitu 0,175 dan terendah 0,00867 sehingga nilai intervalnya yaitu 0,05 Tabel 14.
Tabel 14. Nilai interval kelas kerentanan elemen resiko di lokasi penelitian Nilai interval
Kelas kerentanan 0,0087
– 0,058 Rendah
0,059 – 0,109
Sedang 0,11
– 0,175 Tinggi
Sumber: Hasil analisis, 2012
c. Analisis kapasitas masyarakat di lokasi penelitian
Kapasitas masyarakat dianalisis berdasarkan tanggapan responden terhadap pertanyaan kuesioner. Terdapat 11 pertanyaan panduan sebagai variabel untuk
menilai ka pasitas masyarakat dimana jika jawaban responden “Ya” maka diberi
nilai satu dan jika “Tidak” diberi nilai nol. Untuk pertanyaan yang jawabannya lebih dari satu diberi nilai 0,25. Kemudian hasilnya dideskripsikan sesuai hasil
wawancara guna memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi masyarakat di lokasi longsor.
d. Analisis resiko longsor di lokasi penelitian
Paradigma penanggulangan bencana saat ini telah berkembang menjadi paradigma holistik dimana penanggulangan bencana dipandang sebagai suatu
upaya pengurangan resiko bencana. Resiko bencana merupakan interaksi antara bahaya hazard yang ada dan tingkat kerentanan vulnerability masyarakat
terhadap bencana serta kapasitas yang dimiliki masyarakat dalam menghadapi bencana. Jika masyarakat cukup tinggi dalam menghadapi bencana, maka
kapasitas bersifat mengurangi resiko. Sumber data yang dibutuhkan untuk menentukan resiko longsor di lokasi penelitian menggunakan data bahaya longsor,
kerentanan elemen risko dan kapasitas masyarakat yang telah dibuat. Menurut Bakornas PB 2007 resiko bencana merupakan perpaduan dari
unsur bahaya hazard dan kerentanan vulnerability dimana kapasitas juga