28 Q
= Variabel yang mengukur kualitas lingkungan 5.
Mengagregatkan Data Tahap terakhir adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada
tahap ketiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengonversi ini adalah
mengalikan rataan sampel dengan jumlah populasi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Saat ini, konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras. Beras telah menjadi kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi setiap hari,
bahkan di Indonesia berkembang budaya “belum makan kalau tidak makan nasi
beras”. Tidak mengherankan budaya ini menjadikan Indonesia sebagai konsumen beras tertinggi di dunia. Ketergantungan masyarakat Indonesia yang
sangat tinggi terhadap beras akan menjadi masalah jika ketersediaan beras sudah tidak dapat tercukupi.
Beras analog atau disebut juga designed riceartificial rice dikembangkan oleh F-Technopark Institut Pertanian Bogor sebagai pangan alternatif yang sesuai
untuk menggantikan beras. Beras analog merupakan solusi tepat untuk menyukseskan program diversifikasi pangan. Hal ini dikarenakan beras analog
sengaja didesain sama dengan bentuk beras sehingga tidak mengubah food habit masyarakat Indonesia yang mengonsumsi beras konvensional biasa. Penggunaan
bahan baku lokal dalam diversifikasi pangan sangat dianjurkan karena selain mencapai ketahanan pangan nasional juga bisa mengembangkan kearifan pangan
lokal. Dengan mengembangkan kearifan pangan lokal yaitu menggunakan bahan baku yang mudah didapatkan, beras analog dibuat se-convinience mungkin
sehingga memiliki intangible benefit manfaat tak berwujud dan tidak mengubah sifat fungsional dan fisik beras.
Sebagai produk baru, beras analog belum begitu dikenal masyarakat. Oleh karena itu, Serambi Botani belum mengetahui apakah masyarakat bersedia
membayar beras analog dengan harga yang akan ditetapkan. Beras analog akan dipasarkan di Serambi Botani dengan harga Rp 20.000,00 per 800 gram. Biaya
produksi beras analog relatif mahal yaitu berkisar antara Rp 9.000,00 hingga Rp
29 14.000,00 per kilogram, sehingga harga jual yang ditawarkan jauh lebih mahal
jika dibandingkan dengan beras biasa. Oleh karena itu, pihak Serambi Botani perlu melakukan survei mengenai
beras analog sehingga bisa menerapkan bauran pemasaran yang tepat, terutama dari aspek penentuan harga. Setelah diperoleh data penelitian melalui wawancara
dan kuesioner, dilakukan uji Chi-Square untuk menguji hubungan antara karakteristik responden dengan kesediaan membayar beras analog. Selanjutnya
dihitung besarnya nilai harga yang bersedia dibayarkan willingness to pay untuk beras analog. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Contingent Valuation Method yang terdiri dari tahap pembuatan hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang, menghitung rataaan WTP, menduga kurva WTP, dan
mengagregatkan WTP. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP beras analog dapat dianalisis
menggunakan analisis regresi berganda. Variabel dependent yang digunakan adalah nilai rupiah yang bersedia dibayarkan konsumen untuk beras analog per
800 gram. Sedangkan variabel independent nya terdiri dari variabel demografi seperti jenis kelamin, usia, status pernikahan, jumlah anggota keluarga, lama
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Selain variabel demografi juga digunakan variabel konsumsi beras konvensional, tingkat kepedulian terhadap diversifikasi
pangan, preferensi pangan sumber karbohidrat, dan pengetahuan tentang beras analog. Berdasarkan beberapa hasil analisis tersebut dapat disusun rekomendasi
bauran pemasaran beras analog yang sesuai terutama dari aspek harga. Untuk memperjelas tahapan kerangka pemikiran operasional dari analisis kesediaan
membayar willingness to pay beras analog di Serambi Botani dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional di Gambar 3.
F-Technopark IPB menciptakan beras analog dan akan dipasarkan di Serambi Botani Potensi beras analog sebagai diversifikasi pangan
Beras analog sebagai produk alternatif pangan baru yang belum dikenal masyarakat luas Harga beras analog yang akan ditetapkan relatif mahal dibanding beras konvensional
Tahapan WTP
Nilai WTP
Faktor yang mempengaruhi Nilai WTP
Kesediaan Membayar
Gambar 3 . Analisis Kesediaan Membayar Beras Analog
Pasar Hipotesis Nilai Lelang
Rataan WTP Kurva WTP
WTP Agregat Karakteristik Responden:
Jenis kelamin Usia
Status pernikahan Jumlah anggota keluarga
Tingkat pendidikan Pekerjaan
Pendapatan Konsumsi
beras konvensional
Tingkat kepedulian
diversifikasi pangan Preferensi
pangan sumber karbohidrat
Pengetahuan mengenai beras analog
Rekomendasi Harga
30
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Serambi Botani yang berlokasi di lantai dasar GF 14-15 mall Botani Square, Jalan Raya Padjajaran, Bogor. Pemilihan lokasi ini
dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan bahwa Serambi Botani merupakan salah satu tempat beras analog akan dipasarkan. Selain itu, adanya
kecenderungan bahwa konsumen Serambi Botani merupakan konsumen yang sadar akan kesehatan dan lingkungan, sehingga menjadi peluang yang besar bagi
konsumen Serambi Botani untuk bersedia membayar beras analog. Pengambilan data responden dilakukan pada bulan Juli 2012 sebelum launching beras analog
diadakan di Serambi Botani.
4.2. Metode Penentuan Sampel
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling technique, dimana tidak semua anggota
populasi pengunjung Serambi Botani mempunyai peluang atau kemungkinan yang sama untuk menjadi responden. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan
menggunakan metode convenience sampling dimana responden dipilih berdasarkan kemudahan atau kenyamanan mendapatkannya. Dengan kata lain
sampel diambil atau dipilih karena ada di tempat dan waktu yang tepat. Sampel yang diambil untuk dijadikan responden pada penelitian ini dipilih dari konsumen
atau pengunjung Serambi Botani yang bersedia dijadikan responden. Responden tersebut telah lulus tahap screening terlebih dahulu. Screening
terhadap konsumen yang akan dijadikan responden yaitu responden yang berusia lebih atau sama dengan 16 tahun karena menurut Sumarwan 2004, konsumen
yang berusia pada umur tersebut dikatakan telah memiliki pola pemikiran yang lebih matang dibandingkan dengan usia dibawahnya. Selain itu, pengunjung yang
akan dijadikan responden tersebut peduli terhadap diversifikasi pangan, dengan harapan agar didapat hasil yang sesuai. Apabila pengunjung Serambi Botani
adalah rombongan keluarga, maka yang berhak mengisi kuesioner adalah satu orang saja, yaitu kepala keluarga sebagai pembuat keputusan pembelian dalam
keluarga atau siapa saja yang telah berusia 16 tahun atau lebih. Hal ini dilakukan