Konsep Willingness To Pay

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka pemikiran teoritis yang digunakan, dijelaskan di bawah ini.

3.1.1. Konsep Willingness To Pay

Seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan dapat dinilai secara moneter berupa uang. Metode ekonomi dapat digunakan untuk menilai perubahan kualitas atau ketersediaan sumber daya alam, baik yang biasa diperjualbelikan sebagai produk barang atau jasa di pasar maupun tidak. Pakar ekonomi secara langsung mengamati informasi dari transaksi yang terjadi di pasar untuk mengevaluasi surplus konsumen dan surplus produsen sebagai pendekatan mengukur kepuasan masyarakat terhadap barang atau jasa tersebut. Surplus konsumen adalah kelebihan dari apa yang ingin dibayar konsumen melebihi harga yang berlaku di pasar, sedangkan surplus produsen adalah kelebihan yang ingin didapat produsen dari harga pasar sehingga melebihi biaya produksi. Gambar 2. Kurva Opportunity Cost, Con sumers’ Surplus dan Producers’ Surplus Sumber : Kahn 1998 Dalam menilai sisi ekonomi dari perubahan lingkungan yang terjadi, maka unsur-unsur yang terkait dalam proses perubahan serta nilai perubahan itu harus c onsumers’ surplus produsens’ surplus Q 1 P 1 E marginal cost function willingness to pay function opportunity cost 20 diperhitungkan. Jika penyediaan barang lingkungan meningkat, maka surplus konsumen akan meningkat karena penggunaan barang tersebut, baik penggunaan langsung maupun tidak langsung. Nilai atau benefit lingkungan bisa berasal dari pihak yang memanfaatkan langsung, atau nilai yang diperoleh bagi yang belum atau tidak memakainya. Perubahan-perubahan lingkungan baik yang menguntungkan ataupun yang merugikan, diantaranya adalah kesehatan manusia, lingkungan hidup, aliran-aliran output yang bisa direproduksi, stok yang bisa direproduksi, stok yang tidak bisa direproduksi, dan pemandangan alam dan ekosistem. Berdasarkan analisa ekonomi lingkungan, penilaian keuntungan dari perubahan lingkungan merupakan hal yang kompleks karena nilai keuntungan tersebut tidak hanya nilai moneter berupa uang dari konsumen yang menikmati langsung users jasa perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga nilai yang berasal dari konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu non-users. Beberapa sumber benefit yang bisa diperoleh bukan pengguna langsung jasa lingkungan adalah sebagai berikut Yakin 1997: 1. Nilai pilihan option value. Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk menggunakan barang atau jasa itu, mereka terkadang bersedia membayar sebagai pilihan untuk memanfaatkannya di masa datang. 2. Nilai eksistensikeberadaan existence value. Nilai atau harga yang diberikan oleh seseorang terhadap eksistensi barang tertentu, misalnya objek tertentu, spesies, atau alam dengan didasarkan pada etika atau norma tertentu. 3. Nilai masa depan bequest value. Seseorang bisa jadi membayar ketersediaan barang-barang lingkungan tertentu, seperti objek, spesies, alam, untuk generasi yang akan datang. 4. Nilai kepentingan orang lain altruistic value Seseorang menilai lingkungan tidak hanya karena keuntungan yang dirasakannya terhadap kualitas lingkungan tersebut, namun karena dia menilai lingkungan sebagai peluang agar orang lain dapat menikmati kualitas lingkungan yang lebih baik. 21 Secara umum, Fauzi 2006 menyatakan bahwa nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang yang bersedia mengorbankan barang dan jasanya untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Konsep ini kemudian disebut keinginan membayar Willingness To Pay seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Yakin 1997 mendefinisikan kesediaan konsumen untuk membayar Willingness To Pay sebagai jumlah uang yang ingin diberikan oleh seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan. Dalam praktik pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA, karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan intensif sehingga kurang tepat untuk dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia Fauzi 2006. Garrod dan Willis 1999 serta Hanley dan Spash 1999 menyatakan bahwa meski besaran WTP dan WTA sama, namun selalu terjadi perbedaan pengukuran, dimana umumnya besaran WTA berada di kisaran 2 hingga 5 kali lebih besar dari besaran WTP. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Ketidaksempurnaan dalam rancangan kuesioner dan teknik wawancara 2. Pengukuran WTA terkait dengan dampak kepemilikan, dimana responden mungkin menolak untuk memberikan nilai terhadap sumber daya yang dia miliki. Dengan kata lain, responden bisa saja mengatakan bahwa sumberdaya yang ia miliki tidak bisa tergantikan, sehingga mengakibatkan tingginya harga jual. Fenomena ini sering juga disebut dengan menghindari kerugian, dimana seseorang cenderung memeberikan nilai yang lebih besar terhadap kerugian. 3. Responden mungkin bersikap cermat terhadap jawaban WTP dengan mempertimbangkan pendapatan dan preferensinya. Pengukuran WTP yang dapat diterima reasonable harus memenuhi syarat Haab dan McConnel 2002, diacu dalam Fauzi 2006: 1. WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif 2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan 3. Adanya konsistensi antara keacakan randomness pendugaan dan keacakan perhitungannya. 22 Fauzi 2006 menyatakan bahwa analisis Cost-Benefit sering tidak mampu menjawab permasalahan karena konsep ini tidak memasukkan manfaat ekologis dari sifat ekologi lingkungan. Secara umum, teknik yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi sumber daya digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik evaluasi yang mengandalkan harga implisit yaitu nilai Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Adapun teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau nilai WTP diperoleh langsung dari ungkapan responden secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah Contingent Valuation Method CVM.

3.1.2. Pendekatan CVM