13 harus diagregatkan dengan mengonversi data rataan sampel ke rataan populasi
secara keseluruhan.
2.2. Faktor-Faktor Kesediaan Membayar
Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kesediaan konsumen dalam membayar mie instan sayur, Daulay 2012 menggunakan enam variabel
berdasarkan karakteristik demografi, yaitu jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Hasil regresi menyatakan bahwa
variabel jenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan membayar mie instan sayur,
sedangkan variabel usia dan status pernikahan memiliki pengaruh negatif. Dari variabel-variabel tersebut, yang berpengaruh signifikan terhadap kesediaan
konsumen untuk membayar mie instan sayur pada taraf nyata α 5 persen yaitu variabel jenis kelamin dan pendapatan. Kecenderungan perempuan untuk
membayar mie instan sayur lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hal ini dikarenakan perempuan cenderung lebih konsumtif dan umumnya perempuan
merupakan pengambil keputusan dalam konsumsi rumah tangga. Variabel pendapatan juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap besarnya kesediaan
untuk membayar mie instan sayur. Responden dengan pendapatan yang lebih tinggi dibanding responden lainnya akan lebih bersedia membayar mie instan
sayur. Selanjutnya untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi nilai WTP
responden terhadap mie instan sayur, Daulay 2012 menggunakan analisis faktor. Dari hasil yang didapatkan, ada tiga faktor yang mempengaruhi kesediaan
konsumen membayar mie instan sayur, yaitu 1 faktor mayoritas Intangible Benefit terdiri dari variabel keamanan konsumsi, kandungan gizi, kepercayaan dan
bahan baku. 2 faktor pendukung terdiri dari variabel praktis dan label. 3 faktor Tangible Benefit terdiri dari variabel rasa dan kemasan.
Husodo et al. 2009 menggunakan regresi logistik binomial untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP produk organik. Adapun variabel
respon yang digunakan adalah WTP sanggup membayar lebih atau tidak. Sedangkan variabel penjelas yang digunakan yaitu keamanan produk, pembelian
produk organik, manfaat teknologi pertanian organik bagi lingkungan, perbedaan
14 produk organik dengan non-organik, kepercayaan bahwa potensi penurunan
pestisida merupakan kelebihan teknologi organik, harga, rasa, pelabelan, usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan pendapatan.
Variabel-variabel tersebut menunjukkan pengaruh positif, kecuali variabel status pernikahan. Dari variabel-variabel tersebut hampir semuanya berpengaruh
signifikan selain variabel pembelian. Koefisien positif dari variabel pendapatan menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan reponden akan meningkatkan
probabilitas responden untuk sanggup membayar WTP. Hasil ini memperkuat kecenderungan saat ini dimana perkembangan pertanian organik khususnya di
Indonesia salah satunya didorong oleh munculnya kesadaran konsumen akan pentingnya produk-produk sehat dan ramah lingkungan, khususnya di kalangan
konsumen berpendapatan menengah ke atas. Variabel yang berpengaruh signifikan positif lainnya menunjukkan bahwa
responden yang berpandangan bahwa produk non organik tidak aman, pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, terdapat perbedaan prinsip antara produk organik
dan non organik lebih cenderung sanggup membayar WTP. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi persepsi responden terhadap keamanan
pangan, maka semakin besar pula kesanggupan mereka membayar harga premium produk organik. Kepedulian terhadap kelestarian lingkungan juga menjadi faktor
yang menentukan penilaian seseorang terhadap produk organik. Demikian pula responden yang beranggapan bahwa antara produk non organik dan organik
terdapat perbedaan nyata cenderung lebih besar penilaian mereka terhadap produk organik.
Atribut harga juga berpengaruh nyata terhadap WTP. Kepedulian responden terhadap harga cenderung menyebabkan responden sanggup membayar
harga premium untuk produk organik. Opini tentang pentingnya pelabelan pada produk organik juga memberikan pengaruh signifikan terhadap WTP dimana
responden yang berpandangan bahwa pelabelan adalah sesuatu yang penting akan semakin besar pula penilaian mereka terhadap produk organik yang ditandai
dengan kesanggupan mereka membayar harga premium. Husodo et al. 2009 selanjutnya menyatakan bahwa karakteristik
demografi yaitu jenis kelamin, status perkawinan, umur dan pendidikan juga
15 memberikan pengaruh nyata. Kecuali status perkawinan, semua variabel
demografi memberikan pengaruh positif. Variabel yang berpengaruh negatif terhadap WTP adalah status perkawinan, artinya responden yang belum menikah
memiliki kemungkinan kesanggupan membayar WTP lebih tinggi dibanding responden yang sudah menikah. Untuk variabel demografi lain, ternyata
responden pria, yang berumur relatif lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi cenderung sanggup membayar harga premium.
Begitu juga dengan Radam et al. 2010 menggunakan analisis regresi logit untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP responden terhadap
produk berlabel “Tanpa Tambahan MSG”. Variabel dependent yang digunakan berupa variabel kategorik yaitu bersedia membayar harga tambahan untuk produk
berlabel tanpa tambahan MSG atau tidak bersedia. Sedangkan variabel independent yang digunakan yaitu harga, jumlah anggota keluarga, ada atau tidak
adanya anak berumur di bawah 12 tahun, pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin. Dari variabel-variabel tersebut didapatkan hasil yang berpengaruh
signifikan adalah pendapatan, adanya anak berumur 12 tahun, harga, dan jenis kelamin perempuan.
Hasil regresi mengindikasikan adanya hubungan positif dan signifikan antara pendapatan dan WTP. Konsumen dengan pendapatan lebih tinggi lebih
mampu membayar produk berlabel “Tanpa Tambahan MSG” dan memiliki
utilitas marginal yang lebih rendah. Analisis regresi juga menunjukkan hubungan positif antara rumah tangga dengan anak-anak anggota keluarga di bawah usia 12
tahun dan WTP. Responden tersebut cenderung kurang peduli dengan harga ketika membuat keputusan. Orang tua memiliki tanggung jawab dan kepentingan
intrinsik dalam menyediakan makanan yang aman dan sehat bagi anak-anak mereka. Variabel harga berkorelasi negatif dengan WTP. Itu berarti, semakin
tinggi harga produk pangan, kesediaan responden cenderung akan menurun dalam membayar produk tersebut.
Selain itu, analisis regresi menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara ukuran rumah tangga dan WTP. Responden dengan ukuran
rumah tangga dari 4 atau lebih orang cenderung sangat sensitif terhadap harga. Selanjutnya, responden perempuan memiliki hubungan yang positif dengan WTP
16 dan umumnya bersedia untuk membayar lebih untuk produk makanan tanpa
MSG. Hal ini karena perempuan lebih sadar kesehatan dibandingkan dengan laki- laki saat ini. Analisis regresi dalam studi juga menunjukkan hubungan positif
antara pendidikan sampai tingkat universitas dan WTP. Responden yang telah menempuh pendidikan tingkat universitas cenderung bersedia membayar lebih
untuk produk-produk yang mengurangi risiko kesehatan. Analisis regresi linier digunakan Bernard dan Mitra 2007 untuk
menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP terhadap produk eco-labelling. Variabel dependent yang digunakan adalah harga, sedangkan variabel
independent adalah umur, pendidikan, jenis kelamin, kesehatan, gaya hidup, pendapatan, daur ulang, pemerintah, dan pihak ketiga. Bernard dan Mitra 2007
menyatakan bahwa variabel demografi tidak memainkan peranan penting dalam mempengaruhi responden menentukan WTP, kecuali pendapatan. Hal tersebut
dikarenakan variabel demografi tidak dapat mengindikasikan berapa banyak orang peduli lingkungan atau tidak. Pembelian cenderung diarahkan pada individu
berpenghasilan tinggi karena produk eco-labelling biasanya lebih mahal daripada produk non eco-labelling.
Variabel yang paling signifikan dalam model ini adalah verifikasi pihak ketiga. Lalu diikuti oleh variabel sehat orang merasa produk eco-labelling lebih
baik bagi mereka. Responden yakin bahwa produk eco-labeling ini masuk akal jika harganya lebih tinggi dengan harapan produk ini lebih sehat dan aman
daripada produk lainnya. Selanjutnya gaya hidup juga signifikan mempengaruhi WTP.
Sebagian responden ini setuju dengan pernyataan “Saya bersedia mengubah gaya hidup saya saat ini jika membantu untuk menyelamatkan l
ingkungan”. Meskipun pendidikan dianggap memainkan peran dalam menentukan kesediaan
membayar, namun variabel tersebut tidak ditemukan signifikan. Responden yang memiliki pengetahuan lebih tentang eco-labellling tidak berarti benar-benar peduli
tentang keramahan lingkungan dari suatu produk. Ameriana 2006 menganalisis faktor yang mempengaruhi kesediaan
konsumen membayar premium untuk tomat aman residu pestisida. Adapun variabel yang digunakan adalah karakteristik responden yang terdiri dari umur,
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, kepedulian
17 konsumen, dan keyakinan konsumen. Dari hasil analisis logit yang digunakan,
variabel umur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesediaan membayar premium, semakin muda umur responden, semakin mendorong kesediaan
konsumen untuk membayar premium. Selanjutnya Ameriana 2006 juga menyatakan bahwa pengaruh variabel umur terhadap kesediaan membayar,
sifatnya sangat spesifik. Artinya, variabel tersebut belum tentu berpengaruh terhadap kesediaan membayar premium, tergantung dari produk dan kasus yang
menjadi objek penelitian. Jika berpengaruh pun arahnya bisa negatif atau positif, sehingga agak sulit untuk menjelaskannya.
Variabel pendidikan tidak mempengaruhi konsumen dalam membayar premium untuk tomat aman residu, karena data pendidikan yang dianalisis oleh
Ameriana 2006 hanya mencakup pendidikan formal, tanpa melibatkan pendidikan yang bersifat nonformal. Selanjutnya, variabel pekerjaan juga tidak
mempengaruhi kesediaan membayar konsumen, karena peluang pasar bagi tomat berlabel aman residu pestisida tidak terbatas segmen konsumen yang bekerja saja,
tetapi juga bagi konsumen yang tidak bekerja. Variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dalam kesediaan
membayar premium. Jumlah keluarga biasanya berkaitan dengan pengeluaran keluarga, semakin besar jumlah anggota keluarga maka pengeluaran rumah tangga
pun akan semakin besar. Hal ini menyebabkan keluarga dengan jumlah anggota yang lebih besar kurang leluasa dalam mengalokasikan anggaran rumah
tangganya, sehingga keluarga tersebut memprioritaskan pengeluarannya bagi hal- hal yang dianggap lebih penting.
Pendapatan keluarga diukur melalui indikator pengeluaran keluarga dan berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar premium tomat aman residu
pestisida. Untuk memamksimumkan utilitasnya, konsumen akan memilih atribut berupa kandungan residu pestisida. Untuk membeli tomat yang aman dari residu
pestisida, konsumen harus mengeluarkan biaya tambahan karena produk tersebut dijual dengan harga yang lebih mahal. Di pihak lain, konsumen memiliki
keterbatasan berupa pendapatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa alokasi untuk biaya tambahan yang harus dikeluarkan konsumen dapat dipenuhi oleh
segmen konsumen dengan tingkat pendapatan tertentu.
18 Variabel kepedulian konsumen terhadap residu pestisida secara positif
mempengaruhi kesediaan konsumen untuk membayar premium untuk tomat aman residu. Dengan demikian, sikap kepedulian konsumen dapat dijadikan indikator
untuk memprediksi peluang diterimanya produk di pasaran. Variabel keyakinan konsumen secara signifikan juga mempengaruhi kesediaan membayar. keyakinan
konsumen membayar tomat aman residu pestisida. Konsumen yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup mengenai residu pestisida,
informasi melalui pelabelan dapat membentukmenambah keyakinan konsumen. Sementara itu, bagi konsumen yang pengetahuan dan pengalamannya masih
kurang, pelabelan pada tomat aman residu pestisida dapat menimbulkan keingintahuan konsumen mengenai produk tersebut. Keingintahuan tersebut dapat
berubah menjadi keinginan untuk membeli, seandainya diimbangi dengan pemberian informasi tambahan.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Iwamoto 2012 yang menggunakan random Parameters Logit Model RPL dalam mengevaluasi atribut beras berlabel
rendah kalori yang mempengaruhi WTP responden. Adapun atribut yang digunakan adalah asal lokal dan padi kultivar, rendah kalori, dan harga. Atribut
asal lokal dan padi kultivar berpengaruh signifikan pada tingkat 1 persen dan memiliki hubungan positif. Atribut harga signifikan pada tingkat 1 persen dan
memiliki hubungan negatif. sedangkan atribut rendah kalori signifikan pada tingkat 10 persen dan memiliki hubungan negatif. Pada tahap akhir, dilakukan
analisis faktor-faktor yang meningkatkan utilitas dari beras rendah kalori. Atribut karakteristik konsumen sebagai kebiasaan makan tidak teratur, pengguna
suplemen gizi, pasien penderita penyakit orang dewasa, kesadaran kelebihan berat badan ditambahkan. Atribut-atribut tersebut signifikan secara statistik
berhubungan dengan atribut rendah kalori. Responden yang makan tidak teratur, mengonsumsi suplemen, menderita penyakit dengan orang dewasa, khawatir
tentang kelebihan berat badan mereka memiliki persepsi yang positif untuk beras rendah kalori.
III. KERANGKA PEMIKIRAN