dapat dicegah dengan mengobati penderita malaria akut, hal ini sebagai simpul 1 sumber penular. Dengan pengobatan yang efektif diharapkan gametosit tidak
sempat terbentuk dalam darah penderita.
42
B. Membunuh jentik dan nyamuk dewasa
Untuk membunuh jentik dan nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan beberapa
langkah sebagai berikit:
a. Penyemprotan rumah. Sebaiknya, penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis
malaria dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida yang sesuai, dua kali setahun, dengan interval waktu enam bulan.
b. Larvaciding. Merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa, yang potensial
sebagai tempat perindukan nyamuk malaria. c.
Biological control. Merupakan kegiatan penebaran ikan kepala timah panchax- panchax dan ikan wader cetul Lebistus reticulatus pada genangan-genangan air
yang mengalir maupun persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk anopheles pembawa malaria.
d. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria Tempat perindukan nyamuk ini bermacam-macam, tergantung jenis nyamuknya.
Ada hidup dipantai, rawa-rawa, persawahan, empang, tambak ikan maupun air bersih dipegunungan. Perinsipnya sedapat mungkin meniadakan tempat
perindukan nyamuk tersebut, dengan menjaga kebersihan lingkungan. d.1. Tambak ikan yang kurang terpelihara, harus dibersihkan. Parit-parit di pantai
yang berisi air payau, harus ditutup. Sawah dengan sistem irigasi, harus dipastikan bahwa airnya mengalir dengan lancar.
Universitas Sumatera Utara
d.2. Usaha lain secara alamiah, misalnya dengan pengeringan secara berkala dari sawah-sawah yang berteras intermiten irrigation juga banyak dianjurkan
untuk mengurangi populasi nyamuk penular malaria. d.3. Anjuran yang melibatkan sektor pertanian, adalah mengusahakan untuk
melakukan panen padi secara serempak. Panen yang berangsur-angsur justru dapat melanggengkan keberadaan nyamuk karena habitatnya selalu ada.
Apabila panen dilakukan secara serentak, akan memutuskan siklus hidup nyamuk di daerah setempat.
42
2.10. Parameter Pengukuran Epidemiologi Dan Stratifikasi Daerah Malaria
Keadaan penyakit malaria di suatu daerah sangat ditentukan melalui pengamatan surveilans epidemiologi, yaitu pengamatan terus-menerus atas distribusi dan
kecendrungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis dan ada hubunganya relevan. Dari kegiatan tersebut dapat diketahui angka kesakitan
morbidity yang bisa berbentuk insidens atau prevalens, dan angka kematian mortality yang biasanya dinyatakan dalam case fatality rate.
Pengamatan dapat dilakukan secara rutin seperti pencarian penderita secara pasif Passive Case Detection PCD oleh unit kesehatan seperti Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Rumah Sakit dan aktif mencari kasusActive Case Detection ACD oleh petugas khusus seperti Pembantu Malaria Desa PMD di Jawa dan Bali, atau melalui
survai malariometrik Malariometric SurveyMS, Mass Blood Survey MBS, Mass Fever Survey MFS.
25,40
Universitas Sumatera Utara
a. Annual Parasite Incidence API
Untuk menghitung API diperlukan data sebagai berikut: jumlah kasus malaria sebagai pembilang dalam 1 tahun dan jumlah penduduk sebagai penyebut dalam
tahun yang sama. Jumlah kasus malaria SD positif dalam satu tahun
API= X 1000 per mil Jumlah penduduk dalam tahun yang sama
API digunakan untuk daerah yang berada di Jawa-Bali, pembagianya yaitu:
a.1. Low Parasite Incidence, yaitu API 1 kasus per 1000 penduduk a.2. Medium Parasite Icidence, yaitu API 1-5 kasus per 1000 penduduk
a.3. High Parasite Incidence, yaitu API 5 kasus per 1000 penduduk
25,40
b. Annual Malaria Incidence AMI
Untuk menghitung AMI diperlukan angka kesakitan malaria klinis per 1.000 penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan permil ‰.
AMI = Jumlah Kasus malaria klinis dalam satu tahun
Jumlah penduduk dalam tahun yang sama X 1000 per mil
AMI digunakan untuk daerah yang berada diluar Jawa-Bali, pembagianya yaitu: b.1. Low Malaria Incidence, yaitu AMI 10 kasus per 1000 penduduk
b.2. Medium Malaria Incidence, yaitu AMI 10-50 kasus per 1000 penduduk b.3. High Malaria Incidence, yaitu AMI 50 kasus per 1000 penduduk
25,40
c. Case Fatality Rate CFR
Untuk mengukur angka kematian yang disebabkan malaria dibandingkan dengan jumlah penderita malaria pada priode waktu yang sama.
40
Universitas Sumatera Utara
CFR = Jumlah kasus malaria meninggal karena malaria
pada priode waktu tertentu Jumlah kasus malaria yang positif dalam
priode waktu yangsama X 1000 per mil
d. Annual Blood Examination Rate ABER
Untuk mengukur jumlah Sediaan Darah SD yang diperiksa dari penduduk dalam satu tahun dinyatakan dalam persen .
40
ABER = Jumlah SD yang diperiksa dalam satu tahun
Jumlah penduduk dalam priode waktu yang sama X 100 persen
e. Slide Positivity Rate SPR
Untuk mengukur persentase dari Sediaan Darah SD yang positif dari seluruh SD yang diperiksa yang dinyatakan dalam persen .
40
SPR = Jumlah sediaan darah yang positif
Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa X 100 persen
f. Parasit Rate PR
Sama dengan SPR tetapi Parasit Rate PR ini digunakan untuk mengukur survey malariometrik pada anak yang berumur 0-9 tahun yang positif dalam sel darah dan
dinyatkan dalam persen .
40
PR = Jumlah sediaan darah yang positif
Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa X 100 persen
Didapatkan dari hasil pemeriksaan sediaan darah SD positif dari kegiatan survey malariometrik, maka daerah malaria dapat dibagi menjadi:
f.1. Low Provalence Area LPA, yaitu PR 2 f.2. Medium Prevalence Area MPA, yaitu PR 2-4
f.3. High Prevalence Area HPA, yaitu PR 4
40
Universitas Sumatera Utara
g. Spleen Rate SR
Adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun yang
sama dan dinyatakan dalam persen .
SR = Jumlah anak 2
− 9 tahun yang mengalami pembesaran limpa
Jumlah anak 2 − 9 tahunyang diperiksa limpanya
100 persen Menurut World Health Organization WHO, berdasarkan indeks limpa
endemisitas daerah malaria diklasifikasikan atas empat tingkatan, yaitu: 1.
Hipoendemis: indeks limpa antara 0-10 persen 2.
Mesoendemis: indeks limpa antara 11-50 persen 3.
Hiperendemis: indeks limpa selalu diatas 75 persen disertai tingginya indeks limpa pada orang dewasa.
4. Holoendemis: indeks limpa selalu diatas 75 persen dengan indeks limpa pada
orang dewasa adalah rendah. Hal ini menunjukan toleransi yang kuat orang dewasa terhadap malaria.
40
2.11. Perilaku 2.11.1.
Pengertian Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak dan menujukan tingkah laku seseorang. Pola perilaku merupakan mode tingkah laku yang dipakai seorang dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatanya.
51
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
52
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri
manusia.
53
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku tertutup convert behavior
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup convert. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain. 2.
Perilaku terbuka overt behavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
52
2.11.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
Universitas Sumatera Utara
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintanance.
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behavior. Perilaku ini
adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit
dan atau kecelakaan.
3.
Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
52
2.11.3. Domain Perilaku
Menurut Bloom, membagi perilaku itu didalam 3 domain ranahkawasan, yang terdiri dari ranah kognitif kognitif domain, ranah affektif affectife domain, dan
ranah psikomotor psicomotor domain. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur
dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
52
A. Pengetahuan