Proses Hidrolisis Asam Senyawa Polisakarida Rumput Laut Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia
Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia
ANMA HARI KUSUMA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA POLISAKARIDA
RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium,
DAN Gracilaria salicornia
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 8 November 2012
ANMA HARI KUSUMA C54080042
(3)
Rumput Laut Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan TRI PRARTONO.
Rumput laut merupakan ganggang fotosintetik multiseluler yang memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di wilayah pesisir Indonesia yang luas. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada rumput laut menjadikan rumput laut berpotensi selain berfungsi sebagai bahan pangan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi nilai kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis rumput laut sebagai bahan baku bioetanol. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan komposisi kimia, kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2012. Sampel rumput laut diambil di bagian selatan perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara sedangkan analisis uji proksimat dan proses hidrolisis rumput laut dilakukan di Laboratorium Bioetanol, Surfactant and Bioenergi Reaserch Center
(SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB. Analisis uji proksimat dilakukan menggunakan metode yang mengacu pada AOAC (1995) dengan parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar. Proses hidrolisis dilakukan mengunakan konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v) pada suhu 120 ˚C dan tekanan sebesar 1 atm selama 45 menit dengan parameter yang dianalisis adalah gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis.
Hasil penelitian menunjukan komposisi kimia ketiga jenis rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat berupa serat kasar. Caulerpa racemosa
memiliki karbohidrat sebesar 70,42% dengan 39,88% berupa serat kasar lebih tinggi dibandingkan Sargassumcrassifolium yang memiliki karbohidrat sebesar 54,63% dengan 34,82% berupa serat kasar dan Gracilaria salicornia sebesar 55,44% dengan 30,97% berupa serat kasar. Uji kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis menunjukan nilai kandungan gula pereduksi dan persentase efisiensi hidrolisis tertinggi Caulerpa racemosa, Sargassumcrassifolium dan
Gracilaria salicornia diperolehpada hidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sedangkan terendah diperoleh pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v). Kandungan gula pereduksi dan efisiensi ketiga spesies rumput laut meningkat seiring bertambahnya konsentrasi asam pada proses hidrolis
konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Hidrolisis optimum Caulerpa racemosa dicapai pada konsentrasi sulfat 2% (v/v), Sargassum crasifolium pada konsentrasi sulfat 3% (v/v), dan Gracilaria salicornia pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v).
(4)
(5)
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian / seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(6)
Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia
ANMA HARI KUSUMA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
(7)
Judul Skripsi : PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA
POLISAKARIDA RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa,
Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia
Nama Mahasiswa : Anma Hari Kusuma
Nomor Pokok : C54080042
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19651213 199403 2 002 NIP. 19600727 198601 1 006
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tanggal Lulus : 8 November 2012
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
(8)
(9)
vii
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA POLISAKARIDA RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria
salicornia”sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si dan Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis.
2. Keluarga tercinta Ayahnda Pujo Budi Harto, Ibunda Sri Sundari, adik tercinta Bagus Chandra Kusuma, dan Satria Adi Wibowo serta Dwi Haryani yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 3. Dahlia Wulansari, S.Pi, Nely Muna, S.TP, Indah Khayati, S.Si, Syarif
Hidayatullah, Dina Agustine, S.Pi, dan Nur Endah Fitrianto, S.Pi atas waktu dan tenaga serta dampingannya selama penulis melakukan penelitian.
4. Bantuan dana dan operasional Pusat Penelitian Surfactant and Bioenergi Research Center (SBRC) LPPM-IPB untuk menyelesaikan penelitian ini. 5. Aditya Hikmat Nugraha, Dea Fauzia Lestari, Hary Aditya Putra, Risky
Hermawan, dan teman-teman ITK 45 atas dukungan untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga Skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Bogor, 8 November 2012
(10)
viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut ... 3
2.1.1 Klasifikasi Caulerpa racemosa ... 5
2.1.2 Klasifikasi Sargassum crassifolium ... 6
2.1.3 Klasifikasi Gracilaria salicornia ... 8
2.2 Komposisi Kimia Rumput Laut ... 9
2.2.1 Air ... 10
2.2.2 Abu ... 10
2.2.3 Protein ... 10
2.2.4 Lemak ... 11
2.2.5 Karbohidrat ... 12
2.2.5.1 Monosakarida ... 12
2.2.5.2 Disakarida ... 13
2.2.5.3 Oligosakarida ... 15
2.2.5.4 Polisakarida ... 16
2.3 Komposisi Kimia Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp .. 17
2.4 Hidrolisis ... 19
2.4.1 Hidrolisis Asam ... 20
2.4.2 Hidrolisis Enzim ... 22
3. METODOLOGI ... 24
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 24
3.2 Alat dan Bahan ... 25
3.3 Prosedur Kerja ... 26
3.3.1 Preparasi Rumput Laut ... 26
3.3.2 Uji Proksimat ... 26
3.3.3 Hrolisisis Rumput Laut ... 31
3.3.4 Uji Gula Pereduksi ... 33
3.3.5 Uji Efisiensi Hidrolisis ... 34
3.3.6 Rancangan Percobaan ... 34
(11)
ix
4.1.1 Kadar Air ... 37
4.1.2 Kadar Abu ... 38
4.1.3 Kadar Protein ... 39
4.1.4 Kadar Lemak ... 41
4.1.5 Kadar Karbohidrat ... 42
4.1.6 Kadar Serat Kasar ... 43
4.2 Kandungan Gula Pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia ... 45
4.3 Efisiensi Hidrolisis Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia ... 51
KESIMPULAN DAN SARAN 56
5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(12)
x
1. Komposisi kimia (% bk) Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp ... 18
2. Komposisi kimia (% bk) Caulerparacemosa,
(13)
xi
1. Morfologi Caulerpa racemosa yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu ... 5
2. Morfologi Sargassum crassifolium yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu ... 6
3. Morfologi Garcilaria salicornia yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu ... 8
4. Proses pembentukan protein alaniglisina dan ikatan peptida ... 11
5. Proses penguraian lemak tristearin ... 12
6. Struktur kimia monosakarida jenis alfa-glukosa, beta-glukosa, fruktosa, galaktosa, ribufuranosa, dan ribupiranosa ... 13
7. Struktur kimia disakarida jenis maltosa, selubiosa, laktosa, dan sukrosa ... 14
8. Struktur kimia oligosakarida jenis rafinosa, fruktooligosakarida, dan glukooligisakarida ... 15
9. Struktur kimia polisakarida jenis amilosa, amilopektin, selulosa, dan kitin ... 17
10. Proses hidrolisis polisakarida menjadi monosakarida ... 19
11. Tahapan proses hidrolisis asam polisakarida menjadi monosakarida .. 21
12. Tahapan proses hidrolisis enzim polisakarida menjadi monosakarida.. 23
13. Peta lokasi pengambilan sampel rumput laut ... 24
14. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat pada proses hidrolisis terhadap kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa,
Sargassum crassifolium, dan Garcilaria salicornia yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu ... 45
15. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa,
Sargassum crassifolium, dan Garcilaria salicornia yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu………. 51
(14)
xii
1. Preparasi rumput laut ... 63
2. Tabel Luff Schrool ... 63
3. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi
Caulerpa racemosa ... 64
4. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi
Sargassum crassifolium ... 64
5. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi
Gracilaria salicornia ... 65
6. Analisis uji keragaman perbandingan kandungan gula pereduksi
Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium,
dan Gracilaria salicornia ... 65
7. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis
Caulerpa racemosa ... 66
8. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis
Sargassum crassifolium ... 66
9. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis
Gracilaria salicornia ... 67
10. Analisis uji keragaman perbandingan efisiensi hidrolisis
Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium,
(15)
1
1.1. Latar Belakang
Rumput laut merupakan ganggang fotosintetik multiseluler dari Kingdom
Protista yang memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di wilayah pesisir
Indonesia yang luas. Salah satu potensi yang dimiliki rumput laut adalah
karbohidrat. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada rumput laut menjadikan
rumput laut selain berfungsi sebagai bahan pangan juga dapat dijadikan sebagai
sumber bahan baku bioetanol. Rumput laut mampu menghasilkan bioetanol
sebanyak 10.000 liter/hektar/tahun lebih tinggi dibandingkan tanaman darat
tingkat tinggi seperti tebu yang mampu menghasilkan bioetanol sebanyak 5.025
liter/hektar/tahun dan singkong yang mampu menghasilkan bioetanol sebanyak
4.500 liter/hektar/tahun (Nurdyastuti, 2008). Sebagian besar karbohidrat pada
rumput laut berupa senyawa polisakarida sehingga diperlukan adanya proses
hidrolisis untuk menguraikan senyawa tersebut menjadi gula sederhana agar dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bioetanol.
Hidrolisis umumnya dibagi menjadi dua yaitu, hidrolisis asam dan
hidrolisis enzim. Hidrolisis asam lebih sering digunakan karena biaya proses
produksi lebih murah, kapasitas produksi yang besar, waktu relatif lebih singkat,
dan menghasilkan gula pereduksi lebih tinggi dibandingkan hidrolisis enzim.
Keberhasilan hidrolisis asam tidak hanya ditentukan oleh jenis asam tetapi juga
dipengaruhi oleh konsentrasi asam. Jenis asam yang digunakan dalam penelitian
ini adalah asam sulfat. Asam sulfat dipilih karena reaktivitasnya lebih rendah
(16)
hidrolisis asam sulfat lebih tinggi dibandingkan asam klorida (Sari, 2009).
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi nilai kandungan gula
pereduksi dan efisiensi hidrolisis rumput laut sebagai bahan baku bioetanol.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan :
1. Komposisi kimia rumput laut (alga) Caulerpa racemosa, Sargassum
crassifolium,dan Gracilaria salicornia.
2. Kandungan gula pereduksi rumput laut (alga) Caulerpa racemosa,
Sargassum crassifolium,dan Gracilaria salicornia.
3. Efisiensi hidrolisis rumput laut (alga) Caulerpa racemosa, Sargassum
(17)
3
2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut
Rumput laut (seaweed) merupakan alga (ganggang) multiseluler
fotosintentik yang seluruh anggota tubuhya hidup terendam di dalam air
(Campbell et al., 2000). Selain klorofil yang terdapat dalam kloroplas, rumput laut
juga memiliki pigmen lain antara lain fikosianin (biru), fikoeritrin (merah),
fikosantin (coklat), xantofil (kuning), dan karoten (keemasan) yang membantu
dalam proses fotosintesis. Secara umum, berdasarkan pigmen yang menyusun
tubuhnya rumput laut dibedakan menjadi 3 divisi, yaitu Chlorophyta (alga hijau),
Pheophyta (alga cokelat), dan Rhodophyta (alga merah).
Rumput laut mampu berkembang biak secara aseksual (vegetatif) maupun
seksual (generatif). Perkembangbiakan vegetatif dilakukan melalui fragmentasi
thallus dan pembelahan sel membentuk zoospora (spora kembar) sedangkan
perkembangbiakan secara generatif dilakukan melalui peleburan gamet secara
isogami, anisogami maupun oogami. Isogami merupakan perkembangbiakan
secara generatif pada rumput laut yang melibatkan sel kelamin jantan dan sel
kelamin betina dengan morfologi bentuk dan ukuran yang sama sehingga sulit
dibedakan. Anisogami merupakan perkembangbiakan secara generatif pada
rumput laut yang melibatkan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina dengan
morfologi bentuk yang sama tetapi ukuranya dapat dibedakan. Sel kelamin jantan
umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan sel kelamin betina.
Oogami merupakan perkembangbiakan secara generatif yang melibatkan sel
(18)
betina yang dihasilkan dari dua organisme berbeda. Gamet jantan disebut
spermatozoa sedangkan gamet betina disebut ovum.
Rumput laut digolongkan ke dalam Kingdom Protista karena belum
memiliki akar, batang, dan daun sejati. Seluruh tubuh rumput laut disebut thallus.
Bagian thallus yang berdiferensiasi menyerupai daun disebut blade, bagian thallus
yang berdiferensiasi menyerupai batang disebut stipe, sedangkan bagian thallus
yang berdiferensiasi menyerupai akar disebut holdfast. Blade berfungsi sebagai
tempat pertukaran gas yang dapat membantu memaksimalkan aktivitas
fotosintesis. Stipe merupakan batang utama yang berisi percabangan dari blade
sedangkan holdfast berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya rumput laut pada
substrat.
Habitat rumput laut sering dijumpai di wilayah pesisir melekat pada
substrat koral, pasir, dan pecahan karang dengan sebaran yang luas. Rumput laut
hidup pada daerah intertidal (pasang surut) terendah hingga daerah subtidal.
Rumput laut dapat hidup sebagai organisme fitobentik, epifitik maupun
berasosiasi dengan lamun.
Rumput laut memiliki daya adaptasi yang unik karena hidup pada kondisi
lingkungan yang selalu dinamis sehingga memberikan tantangan bagi kehidupan
dengan adaptasi berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa dan polisakarida
yang membentuk gel untuk memberikan bantalan pada thallus untuk melawan
gerakan arus dan gelombang (Champbell et al., 2000). Kandungan selulosa dan
polisakarida berbentuk gel yang tinggi ini membuat rumput laut memiliki potensi
(19)
2.1.1 Klasifikasi Caulerpa racemosa
Caulerpa racemosa merupakan salah satu spesies rumput laut dari genus
Caulerpa sp. Caulerpa racemosa masuk ke dalam divisi Chlorophyta(alga hijau)
karena pigmen inti fotosintetik ganggang ini adalah klorofil a dan b. Ganggang ini
juga memiliki pigmen karoten dan xantofil yang membantu dalam proses
fotosintesis (Atmadja et al., 1996).
Klasifikasi rumput laut spesies Caulerpa racemosa (Gambar 1) menurut
Dawson (1946) dalam Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Protista
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Caulerpales
Famili : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Spesies : Caulerpa racemosa
Gambar 1. Morfologi Caulerpa racemosa yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Ramuli
Stipe
(20)
Ciri umum rumput laut spesies Caulerpa racemosa adalah berwarna hijau
mempunyai bentuk seperti anggur. Thallus yang menyerupai daun (blade) pada
rumput laut spesies Caulerpa racemosa berdiferensiasi membentuk bulatan.
Bulatan- bulatan ini dinamakan ramuli. Diameter ramuli dapat mencapai 4 mm
serta panjang tangkai ramuli ini dapat mencapai 5 cm hingga 8 cm. Percabangan
thallus pada rumput laut spesies Caulerpa racemosa membentuk formasi tegak
lurus sejajar satu arah pada sisi thallus utama yang disebut (verticilate). Thallus
yang menyerupai batang (stipe) pada ganggang ini berkembang biak merayap
dengan akar di bawahnya menyerupai batang pada tanaman darat. Thallus yang
tumbuh merayap ini berdiameter sekitar 2,5 mm dengan panjang akar sekitar 1 cm
yang digunakan untuk melekat pada substrat (Atmadja et al., 1996).
2.1.2 Klasifikasi Sargassum crassifolium
Sargassum crassifolium merupakan salah satu spesies rumput laut dari
genus Sargassum sp. Sargassum crassifolium masuk ke dalam divisi Phaeophyta
(alga cokelat) karena pigmen inti fotosintetik ganggang ini adalah fikosantin.
Ganggang ini juga memiliki pigmen karoten, klorofil a dan c serta xantofil yang
membantu dalam proses fotosintesis (Atmadja et al., 1996).
Klasifikasi rumput laut spesies Sargassum crassifolium (Gambar 2)
menurut Dawson (1946) dalam Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Protista
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Paheophyceae
Ordo : Fucales
(21)
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum crassifolium
Gambar 2. Morfologi Sargassum crassifolium yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Ciri umum dari rumput laut spesies Sargassum crassifolium adalah
berwarna coklat karena dominasi pigmen fikosantin yang menutupi pigmen
klorofil sehingga ganggang ini terlihat berwarna coklat. Percabangan thallus pada
Sargassum crassifolium membentuk formasi dua-dua tidak beraturan yang
berlawanan pada sisi sepanjang thallus utama yang disebut (pinnate alternate).
Thallus yang menyerupai daun (blade) tumbuh melebar dan bergerigi dengan
permukaan yang licin.Daunpada ganggang ini berbentuk oval dengan ukuran
panjang sekitar 40 mm dan lebar 10 mm. Sargassum crassifolium mempunyai
thallus berbentuk pipih dengan percabangan rimbun dan berselang-seling
menyerupai tanaman darat. Pada bagian pinggir daun yang bergerigi mempunyai
gelembung yang disebut vesikel. Gelembung udara ini berfungsi mempertahankan
daun agar tetap di permukaan air. Ukuran diameter gelembung udara sekitar 15
mm dengan bentuk pipih dan bersayap (Atmadja et al., 1996).
Blade
Reseptakel Stipe
(22)
2.1.3 Klasifikasi Gracilaria salicornia
Gracilaria salicornia merupakan salah satu spesies rumput laut dari genus
Gracilaria sp. Gracilaria salicornia masuk ke dalam divisi Rhodophyta(alga
merah) karena pigmen inti fotosisntetik ganggang ini adalah fikoeritrin. Ganggang
ini juga memiliki pigmen fikosianin, karoten, klorofil a dan b serta xantofil yang
membantu dalam proses fotosintesis (Atmadja et al., 1996).
Klasifikasi rumput laut spesies Gracilaria salicornia (Gambar 3) menurut
Dawson (1946) dalam Soegiarto et al. (1978) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Protista
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Spesies : Gracilaria salicornia
Gambar 3. Morfologi Gracilaria salicornia yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Blade
(23)
Ciri umum dari rumput laut spesies Gracilaria salicornia adalah berwarna
hijau mempunyai thallus yang licin berbentuk silindris, rimbun dan
berbuku-buku. Panjang tiap ruas buku pada thallus sekitar 1 cm. Umumnya pada alga
merah pigmen warna tubuhnya adalah fikoeritin sehingga terbentuk warna merah,
namun pada rumput laut spesies Gacilaria salicornia pigmen klorofil menutupi
pigmen fikoeritin sehingga terlihat berwarna hijau karena lokasi hidup ganggang
ini di perairan dangkal. Percabangan thallus pada rumput laut spesies Gracilaria
salicornia membentuk formasi dua-dua beraturan sejajar pada sisi sepanjang
thallus utama yang disebut (pinnate distichous). Thallus pada rumput laut spesies
Gracilaria salicornia bersifat cartilaginous yaitu bersifat rapuh dan mudah patah
saat terhempas gelombang (Atmadja et al., 1996).
2.2 Komposisi Kimia Rumput Laut
Komposisi kimia pada rumput laut umumnya dalam bentuk air, abu,
protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar. Rumput laut juga mengandung
vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam rumput laut adalah vitamin
A, B1, B2, B6, B12, dan vitamin C sedangkan mineral dalam rumput laut berupa
kalium, kalsium, fosfat, natrium, besi, dan iodium (Anggadiredja,1993).
Komposisi kimia pada rumput laut ini bervariasi berdasarkan jenis spesies dan
kondisi lingkungan. Jenis spesies dan kondisi lingkungan mempengaruhi aktivitas
fotosintesis, sehingga mempengaruhi kadar senyawa kimia yang dibentuk dalam
(24)
2.2.1 Air
Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan mahluk
hidup. Air berperan sebagai pembawa zat makanan dan sisa metabolisme pada
mahluk hidup. Air merupakan komponen yang dapat mempengaruhi kenampakan
tekstur serta cita rasa dalam suatu bahan. Kadar air pada rumput laut umumnya
berkisar 15-20% (bk) (SNI, 2008 dalam DKP, 2009).
2.2.2 Abu
Abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung dalam suatu
bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah yang sedikit. Mineral berfungsi untuk zat pengatur dan pembangun. Kadar
abu dalam rumput laut umumnya tidak lebih dari 45% (bk) (Food and Nutrition
Board (US), 1981 dalam Ruperez, 2002). Fleury dan Lahaye (1991)
menambahkan rumput laut mengandung kadar abu berkisar 8% hingga 40% (bk).
.
2.2.3 Protein
Protein dibentuk dari dua atau lebih asam amino yang diikat oleh ikatan
peptida (Fessenden dan Fessenden, 1999). Asam amino merupakan senyawa yang
terdiri dari gugus karboksilat dan gugus amina, sedangkan ikatan peptida
merupakan ikatan amina antara gugus alfa-amino dari satu asam amino dan gugus
karboksil dari asam amino lainnya. Asam amino bersifat amfoter karena
mengandung gugus amina yang bersifat basa dan gugus karboksilat yang bersifat
asam dalam molekul yang sama. Protein berfungsi sebagai bahan bakar apabila
keperluan energi dalam tubuh organisme tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat
dan lemak serta mengganti jaringan yang rusak dalam tubuh mahluk hidup
(25)
asam amino yang terdapat di dalam tubuhnya (Ratana dan Chirapart, 2006). Kadar
protein pada rumput laut umumnya berkisar 6,38-14,02% (bk) (Yulianingsih dan
Tamzil, 20007).Proses pembentukan protein alanilglisina dan ikatan peptida
disajikan pada Gambar 4 (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Gambar 4. Proses pembentukan protein alaniglisina dan ikatan peptida
2.2.4 Lemak
Lemak dibentuk dari gugus ester tiga jenis asam lemak dan satu jenis
gliserol (Fessenden dan Fessenden, 1999). Lemak merupakan senyawa organik
yang bersifat tidak larut dalam air tetapi bersifat larut dalam pelarut organik non
polar. Lemak berbeda dengan minyak. Lemak berupa padatan pada suhu kamar
karena kandungan asam lemak jenuh yang tidak mempunyai ikatan rangkap yang
sangat tinggi, sehingga titik lebur menjadi lebih tinggi, sedangkan minyak berupa
cairan pada suhu kamar karena kandungan asam lemak tak jenuh yang
mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap, sehingga titik leburnya menjadi sangat
rendah (Winarno, 2008). Kadar lemak total pada rumput laut selalu kurang dari
4% (bk). Secara umum, kadar lemak pada rumput laut tergolong rendah karena
rumput laut umumnya menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk
karbohidrat (Wong dan Cheung 2000).
(26)
Proses penguraian lemak tristearin disajikan pada Gambar 5 (Fessenden dan
Fessenden, 1999).
Gambar 5. Proses penguraian lemak tristearin
2.2.5 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang tersusun dari molekul karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris CH2O (Fessenden dan
Fessenden, 1999). Karbohidrat dapat berupa polihidroksil aldehid maupun
polihidroksil keton. Pada organisme yang mempunyai klorofil karbohidrat
dibentuk dari reaksi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan bantuan cahaya
matahari. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi mahluk hidup.
Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang
berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak serta protein
(Winarno, 2008). Karbohidrat dapat digolongkan berdasarkan tipe ukuran
molekulnya menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
2.2.5.1 Monosakarida
Monosakarida dapat berupa ikatan aldehid maupun ikatan keton.
Monosakarida berupa ikatan aldehid diantaranya adalah glukosa, galaktosa,
ribosa, sedangkan monosakarida berupa ikatan keton diantaranya adalah fruktosa.
(27)
Jenis-jenis monosakarida diantaranya adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, dan
ribosa.
Glukosa merupakan monosakarida gugus aldehid yang paling penting dari
hasil hidrolisis yang dapat memutar bidang polarisasi ke kanan. Fruktosa
merupakan monosakarida gugus keton yang dapat memutar bidang polarisasi ke
kiri. Galaktosa merupakan senyawa karbohidrat yang terdapat dalam laktosa
terikat dengan glukosa. Ribosa merupakan senyawa karbohidrat pembentuk
kerangka polimer dari asam nukleat. Ribosa dibentuk dari dari molekul
ribupiranosa dan molekul ribufuranosa. Jenis-jenis monosakarida disajikan pada
Gambar 6 (Fessenden dan Fessenden, 1999).
alfa-Glukosa beta-Glukosa Fruktosa
Galaktosa Ribufuranosa Ribupiranosa
Gambar 6. Struktur kimia monosakarida jenis alfa-glukosa, beta-glukosa, fruktosa, galaktosa, ribufuranosa, dan ribupiranosa
2.2.5.2 Disakarida
Disakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun dari dua satuan
monosakarida yang disatukan oleh ikatan glikosida dari 1 atom karbon (C) pada
(28)
diantaranya adalah maltosa, selobiosa, laktosa, dan sukrosa. Jenis-jenis disakarida
disajikan pada Gambar 7 (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Maltosa Selubiosa
Laktosa Sukrosa
Gambar 7. Struktur kimia disakarida jenis maltosa, selubiosa, laktosa, dan sukrosa
Maltosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul
monosakarida berupa glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida.
Maltosa dapat diuraikan oleh asam maupun enzim alfa-1,4 glukan
glukanohidrolase. Selubiosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul
monosakarida berupa glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4
beta-glikosida. Selubiosa dapat diuraikan oleh asam maupun dengan enzim
beta-glukosidase. Enzim beta-glukosidase memiliki kemampuan menguraikan ikatan
1,4 beta-glikosida namun tidak mampu menguraikan ikatan 1,4 alfa-glikosida
secara spesifik. Laktosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul
monosakarida berupa glukosa dan galaktosa. Dalam tubuh mahluk hidup laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa, kemudian galaktosa diubah menjadi glukosa.
(29)
berupa fruktosa dan glukosa. Sukrosa tidak termasuk dalam jenis gula pereduksi
karena pada sukrosa terdapat dua molekul yang berbeda yaitu satu molekul
glukosa yang merupakan gugus aldehid dan satu molekul fruktosa yang
merupakan gugus keton.
2.2.5.3 Oligosakarida
Oligosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun dari dua
sampai delapan satuan monosakarida yang disatukan oleh hubungan glikosida dari
1 atom karbon (C) pada gugus hidroksida (OH) dari unit monosakarida lainnya.
Oligosakarida merupakan hasil proses dari penguraian polisakarida sebelum
menjadi monosakarida. Jenis-jenis oligosakarida diantaranya adalah rafinosa,
fruktooligosakarida, dan glukooligosakarida. Jenis-jenis oligosakarida disajikan
pada Gambar 8 (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Rafinosa Fruktooligosakarida Glukooligosakarida Gambar 8. Struktur kimia oligosakarida jenis rafinosa, fruktooligosakarida, dan
(30)
Rafinosa merupakan senyawa yang dibentuk dari tiga molekul
monosakarida berupa 2 molekul glukosa dan satu molekul fruktosa yang
dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Glukooligosakarida merupakan
senyawa yang dibentuk dari tiga molekul monosakarida berupa 3 molekul glukosa
yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Glukooligosakarida dapat
diuraikan oleh asam maupun dengan enzim alfa-glukosidase. Fruktooligosakarida
merupakan senyawa yang dibentuk dari tiga molekul monosakarida berupa 2
molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4
beta-glikosida. Fruktooligosakarida dapat diuraikan oleh asam maupun dengan
enzim beta-fruktofuranosidase.
2.2.5.4 Polisakarida
Polisakarida merupakansenyawa karbohidrat yang tersusun lebih dari
delapan satuan monosakarida. Jenis-jenis polisakarida diantaranya adalah heparin,
selulosa, amilosa, amilopektin, dan kitin. Heparin merupakan suatu senyawa
karbohidrat yang berfungsi untuk mencegah koagulasi atau penggumpalan darah.
Selulosa merupakan polisakarida yang dibentuk dari molekul mikrofibril glukosa
sebanyak 14.000 satuan glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4
beta-glikosida. Penguraian sebagian selulosa menghasilkan disakarida berupa selubiosa
sedangkan penguraian sempurna selulosa menghasilkan monosakarida berupa
glukosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 250 satuan molekul
glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Penguraian sebagian
amilosa menghasilkan disakarida berupa maltosa sedangkan penguraian sempurna
amilosa menghasilkan monosakarida berupa glukosa. Amilopektin merupakan
(31)
ikatan 1,4 alfa-glikosida pada rantai utama dan dengan ikatan 1,6 alfa-glikosida
pada rantai percabangan. Kitin adalah senyawa polisakarida linear yang
mengandung N-asetil-D-glukosamin dalam bentuk terikat oleh protein dan lemak.
Hidrolisis kitin menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Jenis-jenis senyawa
polisakarida disajikan pada Gambar 9 (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Amilosa Amilopektin
Selulosa Kitin
Gambar 9. Struktur kimia polisakarida jenis amilosa, amilopektin, selulosa, dan kitin
2.3 Komposisi Kimia Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp
Komposisi kimia pada rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat.
Karbohidrat pada rumput berupa serat sehingga hanya sebagian kecil karbohidrat
yang dapat diserap oleh pencernaan manusia. Karbohidrat yang berupa gel pada
rumput laut Caulerpa sp disebut dengan kanji, karbohidrat berupa gel pada
rumput laut Sargassum sp disebut dengan alginat sedangkan karbohidrat berupa
(32)
Komposisi kimia pada rumput laut Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) Caulerpa sp, Sargassum sp,dan Gracilaria sp
Keterangan :
(a.) Sumber (Turangan, 2000) (b.) Sumber (Yunizal, 2004) (c.) Sumber (Soegiarto et al., 1978) (bk) Berat kering
Komposisi kimia Caulerpa sp secara spesifik mengandung kadar abu
sebesar 28,70%, kadar karbohidrat sebesar 27,20%, kadar air sebesar 20%, kadar
serat kasar sebesar 15,50%, kadar protein sebesar 10,70%, dan kadar lemak
sebesar 0,30% (Turangan, 2000). Sebagian besar komposisi kimia Caulerpa sp
berupa karbohidrat sebesar 42,70% dengan 15,50% berupa serat kasar.
Komposisi kimia Sargassum sp secara spesifik mengandung kadar abu
sebesar 34,57%, kadar serat kasar sebesar 28,59%, kadar karbohidrat sebesar
19,06%, kadar air sebesar 11,71%, kadar protein sebesar 5,53%, dan kadar lemak
sebesar 0,74% (Yunizal, 2004). Sebagian besar komposisi kimia Sargassum sp
berupa abu sebesar 34,57% dan karbohidrat sebesar 47,65% dengan 28,59%
berupa serat kasar. Komposisi Kimia
Persentase (% bk)
Caulerpa sp(a) Sargassum sp (b) Gracilaria sp (c)
Air 20 11,71 19,01
Abu 28,70 34,57 14,18
Protein 10,70 5,53 4,17
Lemak 0,30 0,74 9,54
Karbohidrat 27,20 19,06 42,59
(33)
Komposisi kimia Gracilaria sp secara spesifik mengandung kadar
karbohidrat sebesar 42,59%, kadar air sebesar 19,01%, kadar abu sebesar
14,18%, kadar serat kasar sebesar 10,51%, kadar lemak sebesar 9,54%, dan kadar
protein sebesar 4,17% (Soegiarto et al., 1978). Sebagian besar komposisi kimia
Gracilaria sp berupa karbohidrat sebesar 53,10% dengan 10,51% berupa serat
kasar. Komposisi kimia menunjukkan Gracilaria sp memiliki potensi sebagai
bahan bakar bioetanol lebih tinggi dibandingkan Caulerpa sp dan Sargassum sp
karena total karbohidrat Gracilaria sp dengan persentase sebesar 53,10% lebih
tinggi dibandingkan karbohidrat Caulerpa sp dengan persentase 42,70% dan
Sargassum sp sebesar 47,65%.
2.4 Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses penguraian polisakarida menjadi monosakarida
berupa glukosa menggunakan air (Nelson dan Cox, 1982). Reaksi hidrolisis
senyawa poliskarida menjadi senyawa monosakarida disajikan pada Gambar 10
(Nelson dan Cox, 1982).
(Polisakarida) (Air) (Glukosa) (C6H10O5)n + H2O (C6H12O6)
Gambar10. Proses hidrolisis polisakarida menjadi monosakarida
(34)
Secara umum, hidrolisis dibagi menjadi dua yaitu, hidrolisis secara
kimiawi menggunakan asam dan hidrolisis secara enzimatis menggunakan
enzim. Perbedaan yang mendasar antara asam dan enzim adalah dalam hal
spesifikasi. Hidrolisis enzim bersifat lebih spesifik memotong rantai 1,4
alfa-glikosida dari polisakarida dalam menghasilkan gula sederhana sedangkan
hidrolisis asam bersifat acak memotong rantai 1,4 alfa-glikosida polisakarida
dalam menghasilkan gula sederhana. Umumnya hidrolisis asam sebagian besar
gula yang dihasilkan berupa gula pereduksi.
2.4.1 Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang dilakukan secara kimiawi
dengan menggunakan katalis berupa asam. Asam yang dapat digunakan sebagai
katalis kimia dalam proses hidrolisis adalah asam sulfat (H2SO4), asam klorida
(HCl), asam oksalat, asam trikloroasetat, dan asam trifluoroasetat. Asam sulfat
(H2SO4) dan asam klorida (HCl) merupakan asam yang paling sering digunakan
dalam proses hidrolisis, namun penggunaan asam sulfat (H2SO4) lebih umum dan
menguntungkan dibandingkan asam klorida (HCl) karena pembentukan gula
pereduksi dengan asam sulfat (H2SO4) lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan asam klorida (HCI) pada konsentrasi dan waktu yang sama.
Menurut Choi dan Mathews (1996) hidrolisis pati dengan asam sulfat (H2SO4)
selama 40 menit pada suhu 132 ˚C mengakibatkan 92% pati terkonversi menjadi glukosa, sedangkan hidrolisis pati dengan asam klorida (HCI) mengakibatkan
86% pati terkonversi menjadi glukosa dengan waktu dan suhu yang sama. Pada
proses hidrolisis asam yang optimal sejumlah bahan terlebih dahulu diasamkan
(35)
bertekanan yang disebut converter hingga suhu 120 ˚C sampai 140 ˚C (Tjokroadikoesoemo, 1986).
Tahapan hidrolisis asam polisakarida menjadi monosakarida disajikan
pada Gambar 11 (Nelson dan Cox, 1982).
Gambar 11. Tahapan proses hidrolisis asam polisakarida menjadi monosakarida
Awalnya proton dari katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen
glikosida yang menghubungkan dua unit gula dalam polisakarida. Asam konjugasi
terbentuk diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan keton (C-O-C)
menghasilkan zat antara kation karbonium siklik. Kation karbonium mulai
mengadisi molekul air dengan cepat dengan melepaskan proton hingga pada
akhirnya terbentuk molekul glukosa.
(36)
Hidrolisis asam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
hidrolisis asam adalah tidak adanya kehilangan asam dalam proses hidrolisis,
kapasitas produksi yang besar, bahan asam yang mudah didapat dan biaya lebih
murah sedangkan kekurangan dari hidrolisis asam adalah memerlukan peralatan
yang tahan korosif, menghasilkan produk sisa yang menghambat proses
fermentasi dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Produk sisa yang dapat
menghambat proses fermentasi berupa furfural, 5-hydroxy methyl furfural (HMF),
asam lefulenat, asam asetat, asam format, dan asam uronat.
2.4.2 Hidrolisis Enzim
Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang dilakukan menggunakan katalis
berupa enzim. Enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh
sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia (Fessenden
dan Fessenden, 1999). Kerja enzim sangat spesifik, karena bentuk dan struktur
enzim hanya dapat mengkatalis suatu reaksi kimia dari suatu substrat. Enzim
yang biasa digunakan dalam proses hidrolisis adalah enzim selulase, amilase, dan
gluko amilase.
Pada proses hidrolisis enzim awalnya enzim mencari substrat yang cocok
untuk memutus rantai ikatan glikosida. Selulosa mulai dihidrolisis oleh enzim
dengan cara memutus ikatan 1,4 beta-glikosida secara parsial menjadi selubiosa.
Aktivitas hidrolisis dilanjutkan kembali oleh enzim dengan memutus ikatan 1,4
beta-glikosida pada selubiosa hingga akhirnya terbentuk molekul glukosa.
Hidrolisis enzim mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari hidrolisis
enzim adalah cara kerja enzim lebih spesifik, tidak menghasilkan produk sisa,
(37)
kapasitas produksi kecil, harga relatif lebih mahal serta membutuhkan waktu
hidrolisis yang cukup lama.
Tahapan hidrolisis enzim polisakarida menjadi monosakarida disajikan
pada Gambar 12 (Nelson dan Cox, 1982).
Gambar 12. Tahapan proses hidrolisis enzim polisakarida menjadi monosakarida
(38)
24
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2012. Proses
pengambilan sampel rumput laut dilakukan pada tanggal 4 Februari 2012 di
perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan posisi titik koordinat
05˚ 52' 12,1'' LS dan 106˚ 36' 45,2'' BT (Gambar 13). Analisis uji proksimat dan proses hidrolisis rumput laut dilakukan di Laboratorium Bioetanol, Surfactant and
Bioenergy Research Center (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor.
(39)
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
Alat Bahan
Nama Spesifikasi Nama Spesifikasi
GPS Garmin Map 76 SeO2 (PA)
Blender Philip BL 1516 K2SO4 (PA)
Neraca Analitik Precisa XT 220 A CuSO4. H2O (PA)
Labu Kjeldhal Pyrex 100 ml H3BO3 2% (PA)
Hotplate Labinco L-32 Akuades (Teknis)
1 Set Ekstrator Soxhlet Pyrex HCl 37% (PA)
Gelas Beker Schott Duran 500 ml NaOH (PA)
Erlenmeyer Schott Duran 500 ml N-Hexana (PA)
Labu Ukur Pyrex 500 ml Kertas Saring Whatman 41
Pipet Volumetrik Pyrex 10 ml Kertas Lakmus Merck KGaA 64271
Pipet Mohr Pyrex 5 ml Phenolpthalein (PA)
Gelas Ukur Pyrex 100 ml KI (PA)
Buret Pyrex 100 ml Na-Tiosulfat (PA)
Cawan Porselin Pyrex 30 ml Kanji 0,5% (Teknis)
Pipet Mikro Gilson NG348811 Na2CO3 (PA)
Vortek Thermolyne MAXI Asam Sitrat (PA)
Tabung Reaksi Pyrex 16 ml x 150 ml H2SO4 98% (PA)
Laptop Acer Aspire 4736 Asam 3,5 Dinitrosalisilat (PA)
Perangkat Lunak Microsoft Excel 2007 Alumium foil Klinpak 8 m X 30 cm
Oven EYELA NDO-400 Na-K-Tatrat (PA)
Pembakar Sanken 562221 Fenol (PA)
1 Set Pompa Vakum Model VE115N Na-Metabisulfit (PA)
Autoclave Model 19411N Rumput laut kering jenis
Caulerpa racemosa Spektrofotometer Visible Light Genesys 20 Rumput laut kering jenis
Sargassum crassifolium
Tanur Nabertherm Rumput laut kering jenis
(40)
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Preparasi Rumput Laut
Preparasi rumput laut dilakukan dengan melalui tahapan proses
perendaman, pengeringan, dan pencacahan (Lampiran 1).
a. Perendaman
Rumput laut yang diambil dari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,
direndam dengan air tawar untuk menurunkan kadar garam dan menghilangkan
kotoran yang melekat pada rumput laut.
b. Pengeringan
Rumput laut yang telah dicuci, kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari selama kurang lebih 2-3 hari, selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 ˚C selama kurang lebih 6 jam.
c. Pencacahan
Rumput laut yang telah dikeringkan, kemudian dicacah dengan cara
dimasukkan ke dalam mesin pencacah hingga terbentuk potongan-potongan kecil.
3.3.2 Uji Proksimat
Uji proksimat dilakukan pada rumput laut untuk mengetahui komposisi
kimia dalam tubuh rumput laut. Analisis uji proksimat dalam menentukan kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat
kasar pada rumput laut yang menggunakan metode AOAC (1995) dideskripsikan
(41)
a. Kadar Air
Sampel rumput laut sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam cawan aluminium
yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu
100 ˚C sampai 105 ˚C selama 6 jam. Setelah itu, cawan didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit sampai suhu ruang dan dilakukan proses penimbangan.
Proses tersebut dilakukan hingga didapatkan berat konstan.
Kadar air ditentukan dengan rumus :
Kadarair(%) = B-A
B X 100%
Keterangan : A = Berat akhir rumput laut setelah dikeringkan (gr) B = Berat awal rumput laut basah (gr)
b. Kadar Abu
Sampel rumput laut sebanyak 1 gr dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telah diketahui beratnya kemudian diarangkan di atas nyala pembakar,
kemudian diabukan ke dalam tanur pada suhu 550 ˚C selama 4 jam hingga
diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, cawan didingikan ke dalam desikator
selama 30 menit sampai suhu ruang dan timbang hingga didapatkan berat konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus :
Kadarabu(%) = B
A X 100%
Keterangan : A = Berat awal rumput laut basah (gr)
B = Berat akhir rumput laut setelah pengabuan (gr)
……… (1)
(42)
c. Kadar Protein
Sampel rumput laut sebanyak 0,5 gr dimasukkan ke dalam labu kjeldahl ukuran 100 ml. Sampel ditambahkan 2 gr campuran selen (2,5 gr SeO2, 100 gr
K2SO4 dan 20 gr CuSO4. 5H2O) dan 2 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, campuran
dipanaskan di atas pemanas selama 90 menit sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijauan. Larutan diencerkan menggunakan akuades dalam labu
ukur 100 ml sampai batas tera. Larutan dari labu ukur diambil menggunakan pipet
5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat hingga berwarna cokelat kehitaman
kemudian dilakukan proses destilasi. Larutan hasil destilasi dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran metil
merah dan metil biru dalam alkhohol) kemudian larutan dititrasi dengan
menggunakan HCl 0,02 N.
Kadar protein ditentukan dengan rumus :
Keterangan : w = Berat contoh rumput laut (mg)
V2 = Volume HCl penitaran contoh rumput laut (ml)
V1 = Volume HCl penitaran blanko
N = Normalitas HCl No = Kadar Nitrogen
d. Kadar Lemak
Sampel rumput laut sebanyak 5 gr dibungkus dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam tabung soklet. Labu lemak ditambahkan pelarut
non polar sebanyak 150 ml dan direfluks diatas penangas selama 6 jam. Setelah
itu, labu lemak dan sisa dari pelarut non polar dimasukkan ke dalam oven dengan (No) (%) = (V1–V2) X N X 14,007 X 100%
w
Kadar protein (%) = (No) (%) X 6,25
………… (3)
(43)
suhu 105 ˚C selama 1 jam. Kemudian labu lemak didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat konstan.
Kadar lemak ditentukan dengan rumus :
Kadar lemak (%) = C-B
A X 100%
Keterangan : A = Berat contoh rumput laut (gr)
B = Berat labu lemak sebelum ekstraksi (gr) C = Berat labu lemak setelah ekstraksi (gr)
e. Kadar Karbohidrat
Sampel rumput laut sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ukuran 500 ml. Setelah itu, sampel ditambahkan 200 ml HCl 3% dan selanjutnya
dididihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Larutan hidrolisat didinginkan
dan dinetralkan menggunakan NaOH 30%. Larutan hidrolisat ditambahkan
indikator phenolpthalein 3 tetes dan diencerkan dengan akuades sampai batas
tera 500 ml dalam labu ukur kemudian disaring menggunakan kertas saring.
Larutan hidrolisat diambil 10 ml menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 500 ml, lalu larutan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schrool dan 15
ml akuades serta batu didih. Larutan dipanaskan selama 3 jam dengan waktu
hitung dimulai saat mendidih. Larutan hidrolisat yang telah didinginkan
kemudian ditambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25%. Larutan
hidrolisat dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang telah
distandarisasi dan kadar karbohidrat dihitung menggunakan Tabel Luff Schrool
(Lampiran 2).
(44)
Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus :
Kadar karbohidrat (%) = 0,9 X G X P
g X 100%
Keterangan : P= Jumlah pengenceran
G = Glukosa setara dengan (ml) natrium tiosulfat
g = Berat contoh rumput laut (mg)
0,9= Faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati V1 = Volume natrium tiosulfat blanko (ml)
V2 = Volume natrium tiosulfat sampel (ml)
N = Normalitas natrium tiosulfat (N)
f. Kadar Serat Kasar
Sampel rumput laut sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500
ml. Setelah itu, sampel ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25% kemudian
dididihkan selama 30 menit. Sampel ditambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan
dididihkan lagi selama 30 menit. Sampel disaring dengan corong bucheri berisi
kertas saring yang telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya dengan pompa
vakum dalam keadaan panas. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci
dengan H2SO4 1,25% panas, akuades dan etanol 96%. Kertas saring dan isinya
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ˚C selama 3 jam. Kertas saring dan isinya didinginkan dalam desikator selama 30 menit sampai suhu ruang dan
ditimbang hingga didapatkan berat konstan. G = (V1–V2) X N
0,1 ……….. (6)
(45)
Kadar serat kasar ditentukan dengan rumus :
Kadar serat kasar % = B
A X 100%
Keterangan : B = Berat endapan rumput laut kering (gr) A = Berat contoh rumput laut (gr)
3.3.3 Hidrolisis Rumput Laut
Hidrolisis dilakukan untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida dengan memutus dan memotong rantai ikatan 1,4 alfa-glikosida pada rumput laut.
Hidrolisis rumput laut dilakukan melalui proses pembuatan asam sulfat encer dan
hidrolisis asam.
a. Proses Pembuatan Asam Sulfat Encer
Proses pembuatan asam sulfat encer dilakukan dengan dua tahap
pengenceran. Tahap pertama adalah proses pembuatan asam sulfat encer dengan
konsentrasi 10% (v/v). Tahap pertama dilakukan dengan cara asam sulfat pekat
dengan konsentrasi 98% (v/v) diambil 105 ml menggunakan pipet lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 1 lt. Setelah itu, asam sulfat diencerkan dengan
akuades hingga batas tera 1 lt pada labu ukur dan dilakukan pengadukan agar
terjadi proses homogenisasi. Tahap kedua adalah proses pembuatan asam sulfat
encer dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% (v/v). Tahap kedua dilakukan dengan
cara mengencerkan kembali asam sulfat encer konsentrasi 10% (v/v) menjadi
asam sulfat dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% (v/v). Tahap kedua dilakukan
dengan cara mengambil asam sulfat konsentrasi 10% (v/v) sebanyak 100 ml, 200
ml dan 300 ml menggunakan pipet lalu dimasukkan ke dalam 3 buah labu ukur
(46)
V1 X M1 = V2 X M2
ukuran 1 lt yang berbeda. Kemudian asam sulfat diencerkan dengan akuades
hingga batas tera 1 lt pada tiap labu ukur dan dilakukan pengadukan agar terjadi
proses homogenisasi.
Pengenceran asam sulfat ditentukan dengan rumus :
Keterangan : V1 = Volume awal atau volume yang dipakai (ml)
V2 = Volume akhir atau volume yang dibutuhkan (ml)
M1= Konsentrasi awal (% (v/v))
M2= Konsentrasi akhir (% (v/v))
b. Hidrolisis Asam Sulfat
Hidrolisis asam sulfat pada rumput laut dilakukan menggunakan
konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v) pada suhu 121 ˚C dan tekanan 1 atm
selama 45 menit. Yoon et al. (2010) mengatakan hidrolisis asam sulfat optimum
Gelidium amansii menggunakan konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v).
Setyaningsih et al. (2011) menambahkan hidrolisis asam sulfat optimum
Sargassum sp dan limbah agar Gracilaria sp menggunakan konsentrasi padatan
sebesar 15% (b/v) pada suhu 121 ˚C dan tekanan 1 atm selama 45 menit. Sampel
sebanyak 3 gr dimasukkan ke dalam botol selai. Sampel ditambahkan 20 ml asam
sulfat encer 1%, 2% dan 3% (v/v) ke dalam botol selai pada tiap perlakuan
dengan tiga kali ulangan. Botol selai dimasukkan ke dalam autoclave dan
dilakukan proses hidrolisis pada suhu 121 ˚C dan tekanan 1 atm selama 45 menit. Sampel rumput laut hasil hidrolisis didinginkan dan dinetralkan menggunakan
NaOH 20% (v/v). Rumput laut hasil hidrolisis disaring dengan pompa vakum dan
corong bucheri berisi kertas saring yang telah dikeringkan dan telah diketahui
berat keringnya hingga didapatkan cairan hidrolisat dan padatan tersuspensi.
(47)
3.3.4 Uji Gula Pereduksi
Gula pereduksi merupakan gula yang mampu mereduksi dan mengubah
gugus aldehid dan keton menjadi karboksilat. Uji gula pereduksi melalui tahapan
proses persiapan pereaksi asam 3,5 dinitrosalisilat (DNS), penentuan kurva
standar asam 3,5 dinitrosalisilat (DNS), dan penentuan kandungan gula pereduksi.
a. Persiapan Pereaksi Asam 3,5 Dinitro Salisilat (DNS)
Pereakasi asam 3,5 dinitro salisilat (DNS) dibuat dengan sebanyak 10,6 gr
asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8 NaOH dilarutkan ke dalam 1.416 ml akuades.
Setelah itu, larutan ditambahkan 306 gr Na-K Tatrat, 7,6 gr fenol yang dicairkan
pada suhu 50 ˚C dan 8,3 gr Na-Metabisulfit. Larutan diaduk hingga merata kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator phenolphthalein.
b. Penentuan Kurva Standar
Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi sampel
untuk mengetahui nilai kandungan gula pereduksi glukosa pada selang 0,2-0,5
mg/lt, kemudian kadar gula pereduksi ditentukan dengan metode DNS. Hasil yang
didapatkan kemudian diplotkan ke dalam grafik secara linear.
c. Penentuan Gula Pereduksi
Cara kerja yang digunakan dalam penetuan kadar gula pereduksi adalah
cairan hidrolisat sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Setelah itu, larutan dihomogenisasi
menggunakan alat vorteks. Larutan kemudian dipanaskan dalam gelas ukur yang
berisi akuades selama 5 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Absorbansi
larutan tersebut diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
(48)
3.3.5 Uji Efisiensi Hidrolisis
Efisiensi hidrolisis diperoleh dengan membagi selisih antara nilai total
berat awal rumput laut sebelum proses hidrolisis dan nilai total berat rumput laut
yang mengendap pada kertas saring setelah proses hidrolisis dengan nilai total
berat awal rumput laut sebelum proses hidrolisis. Efisiensi hidrolisis dalam
penelitian ini lebih diutamakan pada proses hidrolisis.
Efisiensi hidrolisis dihitung dengan rumus :
Efisiensi hidrolisis % = B-A
B X 100 %
Keterangan : B = Total berat awal rumput laut sebelum proses hidrolisis (gr) A = Total berat akhir rumput laut setelah proses hidrolisis (gr)
3.3.6 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penentuan nilai gula
pereduksi dan efisiensi hidrolisis untuk tiap spesies rumput laut terhadap
konsentrasi asam sulfat 1%, 2% dan 3% (v/v) dengan tiga kali ulangan pada tiap
perlakuan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan
percobaan yang digunakan untuk membandingkan nilai gula pereduksi dan
efisiensi hidrolisis antara ketiga kelompok rumput laut terhadap konsentrasi asam
1%, 2% dan 3% (v/v) dengan tiga kali ulangan pada tiap perlakuan dilakukan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
(49)
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dinyatakan dengan model rumus :
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan rumput laut perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = Perbedaan konsentrasi asam j = Ulangan dari tiap perlakuan µ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
Єij = Pengaruh galat ke-i ulangan ke-j
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dinyatakan dengan model rumus :
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan rumput laut perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = Perbedaan konsentrasi asam j = Ulangan dari tiap perlakuan µ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i Bj = Pengaruh kelompok ke-j
Єij = Pengaruh galat ke-i ulangan ke-j
3.3.7 Analisis Data
a. Analisis Data Uji Proksimat
Analisis data uji proksimat dilakukan dengan tiga kali ulangan kemudian
dihitung nilai rata-rata dan nilai standar deviasi dari tiap parameter. Nilai rata-rata
menunjukkan kadar komposisi kimia, sedangkan standar deviasi menunjukkan
tingkat penyimpangan analisis kadar komposisi kimia rumput laut. Yij = µ + Ai+ Єij
Yij = µ + Ai + Bj + Єij
………(11)
(50)
b. Analisis Data Gula Pereduksi dan Efisiensi Hidrolisis
Analisis data gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007. Analisis ragam uji F
terhadap variabel yang diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
yang diberikan dengan hipotesis sebagai berikut :
Pengaruh faktor konsentrasi asam:
H
0 : α1 = ... = α2 = 0 (faktor konsentrasi asam tidak berpengaruh)
H
1: paling sedikit ada satu taraf dimana αi≠ 0
Pengaruh faktor jenis spesies:
H
0 : α1 = ... = α2 = 0 (faktor jenis spesies tidak berpengaruh)
H
1 : paling sedikit ada satu taraf dimana αi≠ 0
Kriteria pengambilan keputusan untuk kriteria yang diuji adalah :
F hitung < F tabel : terima H
0
F hitung > F tabel : tolak H
0
(51)
37
4.1 Komposisi Kimia Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia
Komposisi kimia rumput laut menggambarkan sifat dan karakteristik zat
yang berfungsi dan berperan khusus mempengaruhi proses metabolisme dalam
tubuh rumput laut. Komposisi kimia air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan
serat kasar Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria
salicornia hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia (% bk) Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia
Keterangan :
bk : Berat kering 4.1.1 Kadar Air
Kadar air Sargassum crassifolium sebesar 16,61%, Caulerpa racemosa
sebesar 12,35%, dan Gracilaria salicornia sebesar 15,63%. Kadar air Caulerpa
racemosa yang didapatkan dari perairan Pulau Pramuka sebesar 19,53% (bk)
(Dwihandita, 2010). Kadar air Caulerpa sp sebesar 20% (bk) (Turangan, 2000).
Kadar air Sargassum sp sebesar 11,71% (bk) (Yunizal, 2004). Soegiarto et al. Komposisi Kimia
Persentase (%) bk
Caulerpa racemosa
Sargassum crassifolium
Gracilaria salicornia
Kadar Air 12,35 ± 0,0108 16,61 ± 0,0004 15,63 ± 0,0094 Kadar Abu 16,83 ± 0,0246 20,05 ± 0,0061 17,37 ± 0,0058 Kadar Protein 0,64 ± 0,1053 8,11 ± 1,1357 11,21 ± 0,7014 Kadar Lemak 0,75 ± 0,0039 0,60 ± 0,0028 0,35 ± 0,0016 Kadar Karbohidrat 30,54 ± 4,3879 19,81 ± 3,5894 24,47 ± 1,9496 Kadar Serat Kasar 39,88 ± 0,0386 34,82 ± 0,0216 30,97 ± 0,7014
(52)
(1978) mengatakan kadar air Gracilaria sp sebesar 19,01% (bk). Kadar air
Sargassum sp yang didapatkan dari perairan Banten sebesar 10,36% (bk) lebih
tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 5,37% (bk) (Ulfana, 2010).
Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung
kadar air sebesar 25,31% (bk). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria
manilaensis memiliki kadar air sebesar 6,08% (bk). Umumnya kadar air pada
rumput laut berkisar 15%-18% (bk) (SNI, 2008 dalam DKP, 2009).
Kadar air Sargassum crassifolium lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies
rumput laut karena Sargassum crassifolium memiliki morfologi permukaan
thallus yang menyerupai daun (blade) berukuran lebih luas sehingga lebih banyak
menyimpan air dibandingkan Caulerpa racemosa dan Gracilaria salicornia.
Secara umum, kadar air dari ketiga spesies rumput laut normal karena masih tidak
jauh berada di antara kisaran baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu
sebesar 15% -18% (bk).
4.1.2 Kadar Abu
Kadar abu Sargassum crassifolium sebesar 20,05%, Caulerpa racemosa
sebesar 16,38%, dan Gracilaria salicornia sebesar 17,37 %. Kadar abu Caulerpa
sp sebesar 20% (bk) (Turangan, 2000). Kadar abu Gracilaria sp sebesar 14,18%
(bk) (Soegiarto et al., 1978). Ruperez (2002) mengatakan bahwa rumput laut
divisi alga cokelat memiliki kadar abu sebesar 0,10% -39,3% (bk), sedangkan
rumput laut divisi alga merah memiliki kadar abu sebesar 10,6% -21,10% (bk).
Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung
kadar abu sebesar 24,21% (bk). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria
(53)
Sargassum sp sebesar 34,57% (bk) lebih tinggi dibandingkan kadar abu alga
merah Gracilaria sp sebesar 32,76% (bk) (Yunizal, 2004).
Kadar abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung dalam suatu
bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah sedikit. Ratana-Arporn dan Chirapart (2006) mengatakan tinggi rendahnya
kadar abu juga dipengaruhi unsur mineral dalam rumput laut. Mineral yang
terdapat dalam rumput laut meliputi Na, Ca, K, Mg, Fe, Zn, Mn dan Cu (Ruperez,
2002). Kadar abu dipengaruhi oleh spesies dan metode yang digunakan dalam
proses mineralisasi (Winarno, 2008). Kadar abu dalam rumput laut tidak lebih
dari 45% (bk) (Food and Nutrition Board (US), 1981 dalam Ruperez, 2002).
Selanjutnya, Fleury dan Lahaye (1991) juga menambahkan bahwa rumput laut
secara umum mengandung kadar abu berkisar 8% hingga 40% (bk).
Kadar abu Sargassum crassifolium lebih tinggi di antara ketiga jenis
spesies rumput laut karena Sargassum crassifolium memiliki kandungan unsur
mineral lebih tinggi dibandingkan Caulerpa racemosa dan Gracilaria salicornia.
Secara umum, kadar abu ketiga spesies rumput laut normal karena masih berada
di bawah kisaran baku mutu Food and Nutrition Board (US) yaitu sebesar 45%
(bk).
4.1.3 Kadar Protein
Kadar protein Gracilaria salicornia sebesar 11,21%, Caulerpa racemosa
sebesar 0,64%, dan Sargassum crassifolium sebesar 8,11%. Kadar protein
Caulerpa sp sebesar 10,70% (bk) (Turangan, 2000). Kadar protein Gracilaria sp
sebesar 4,17% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006)
(54)
Kadar protein Sargassum tenerimum sebesar 12,42% (bk), Sargassum wightii
sebesar 10% (bk), dan Gracilaria folifera sebesar 6,98% (bk) (Manivannan et al.,
2008). Kadar protein Sargassum longifolium sebesar 18,65% (bk) (Narasimman
dan Murugaiyan, 2012). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis
memiliki kadar protein sebesar 10,77% (bk). Kadar protein Gracilaria canggi
sebesar 6,9% (bk), Gracilaria domingensis sebesar 12,50% (bk), dan Gracilaria
tenuiforns sebesar 17,32% (bk) (Laurencio et al., 2002). Kadar protein Gracilaria
sp sebesar 6,59% (bk) lebih tinggi dibandingkan kadar protein Sargassum sp
sebesar 5,53% (bk) (Yunizal, 2004). Handayani (2006) menambahkan Gracilaria
changgi memiliki kadar protein sebesar 6,9% (bk) lebih tinggi dibandingkan
Sargassum crassifolium sebesar 5,19% (bk). Umumnya kadar protein pada
rumput laut berkisar 6,38% -14,02% (bk) (Yulianingsih dan Tamzil, 2007).
Protein dibentuk dari dua atau lebih asam amino yang diikat oleh ikatan
peptida. Kandungan protein yang berbeda dalam rumput laut disebabkan oleh
jumlah kandungan asam amino di dalam tubuh rumput laut (Ratana-Arporn dan
Chirapart, 2006). Handayani (2006) mengatakan asam amino yang terdapat pada
Gracialria canggi adalah sistein, valin, metionin, isoleusin, tirosin, fenilanin,
lisin, treonin, arginin, aspartat, glisin, alanin, histidin, prolin, leusin, dan triptofan
sedangkan asam amino yang terdapat pada Sargassum crassifolium adalah sistein,
valin, isoleusin, tirosin, fenilanin, treonin, arginin, aspartat, serin, glutamat, glisin,
alanin, histidin, prolin, leusin, dan lisin. Asam amino yang terdapat pada Caulerpa
racemosa adalah aspargin, treonin, serin, glutamin, prolin, glisin, alanin, sisteinin,
valin, metionin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lisin, dan arginin
(55)
antara ketiga jenis spesies rumput lautkarena Gracilaria salicornia memiliki
kandungan asam amino lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan
Caulerpa racemosa.
4.1.4 Kadar Lemak
Kadar lemak Caulerpa racemosa sebesar 0,75%, Sargassum crassifolium
sebesar 0,60%, dan Gracilariasalicornia sebesar 0,35%. Kadar lemak rumput
laut yang didapatkan dari perairan Banten untuk Sargassum sp sebesar 4,38% (bk)
lebih tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 1,74 % (bk) (Ulfana,
2010). Kadar lemak Caulerpa sp sebesar 0,30% (bk) (Turangan, 2000). Kadar
lemak Sargassum sp sebesar 0,74% (bk) (Yunizal, 2004). Kadar lemak Gracilaria
sp sebesar 9,54% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan Chirapart
(2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar lemak sebesar 0,86%
(bk). Kadar lemak Sargassum tenerimum sebesar 1,46% (bk), Sargassum wightii
sebesar 2,33% (bk), dan Gracilaria folifera sebesar 3,23% (bk) (Manivannan et
al., 2008). Kadar lemak Sargassum longifolium sebesar 8,82% (bk) (Narasimman
dan Murugaiyan, 2012). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis
memiliki kadar lemak sebesar 4,32% (bk).
Lemak terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak
yang dibentuk setelah karbohidrat dalam proses fotosintesis. Shafik dan Manawy
(2008) mengatakan jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada Caulerpa
racemosa adalah asam kaproat, asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam
ministrat, asam palmitat, asam stearat, asam arakidonat, dan asam lignoserat.
Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan asam amino yang terdapat pada
(56)
oleat, asam linoleat, asam araknidat, asam eikosanoat, asam arakidonat, asam
eikosapentanoat, asam behanat, asam erukat, dan asam dokosaheksanoat,
sedangkan asam lemak pada Gracilaria changgi adalah asam palmitat, asam oleat,
asam eikosapentanoat, dan asam dokosaheksanoat. Rumput laut divisi
Chlorophyta (alga hijau) memproduksi lemak lebih tinggi dibandingkan rumput
laut divisi Phaeophyta (alga cokelat), dan rumput laut divisi Rhodophyta (alga
merah) (Atmadja, 1996). Wong dan Cheung (2000) mengatakan umumnya kadar
lemak yang terdapat pada rumput laut tergolong sangat rendah. Herbetreau et
al.(1997) menambahkan bahwa kadar lemak total pada rumput laut selalu kurang
dari 4% (bk). Kadar lemak Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis
rumput laut karena asam lemak Caulerpa racemosa lebih tinggi dibandingkan
Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia. Secara umum, kadar lemak
pada ketiga jenis rumput laut tergolong rendah karena rumput laut umumnya
menyimpan cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat.
4.1.5 Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat Caulerpa racemosa sebesar 30,54%, Gracilaria
salicornia sebesar 22,47%, dan Sargassum crassifolium sebesar 19,81%. Kadar
karbohidrat Caulerpa sp sebesar 27,2% (bk) (Turangan, 2000). Kadar karbohidrat
Gracilaria sp sebesar 42,59% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan
Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar karbohidrat
sebesar 59,27% (bk). Kadar karbohidrat Sargassum tenerimum sebesar 23,55%
(bk), Sargassum wightii sebesar 23,50% (bk) dan Gracilaria folifera sebesar
23,32% (bk) (Manivannan et al., 2008). Kadar karbohidrat Sargassum longifolium
(57)
menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar karbohidrat sebesar
49,59% (bk). Yunizal (2004) mengatakan rumput laut genus Gracilaria sp
memiliki kadar karbohidrat sebesar 41,68% (bk) lebih tinggi dibandingkan
dengan genus Sargassum sp yang memiliki kadar karbohidrat sebesar 19,06%
(bk).
Karbohidrat merupakan produk utama hasil dari fotosintesis organisme
berklorofil. Atmadja et al. (1996) mengatakan karbohidrat pada rumput laut
divisi Chlorophyta (alga hijau) berupa kanji, divisi Phaeophyta (alga cokelat)
berupa alginat, laminaran, manitol, dan fukoidan, sedangkan divisi Rhodophyta
(alga merah) berupa agar dan karagenan. Umumnya rumput laut divisi
Chlorophyta (alga hijau) mempunyai dominasi pigmen berupa klorofil, divisi
Phaeophyta (alga cokelat) berupa fikosantin, sedangkan divisi Rhodophyta (alga
merah) berupa fikoeritrin. Kadar karbohidrat ketiga jenis rumput laut berbeda
karena disebabkan oleh perbedaan jenis pigmen fotosintesis. Kadar karbohidrat
Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena
Caulerpa racemosa memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa klorofil
sehingga aktivitas fotosintesis lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium
yang memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa fikosantin dan Gracilaria
salicornia yang memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa fikoeritrin.
4.1.6 Kadar Serat Kasar
Kadar serat kasar Caulerpa racemosa sebesar 39,88%, Sargassum
crassifolium sebesar 34,82%, dan Gracilariasalicornia sebesar 30,97%. Kadar
serat kasar Caulerpa sp sebesar 15,50% (bk) (Turangan, 2000). Kadar serat kasar
(58)
sp sebesar 10,51% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Kadar serat kasar rumput laut
yang didapatkan dari perairan Banten untuk Sargassum sp sebesar 4,38% (bk)
lebih tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 1,74% (bk) (Ulfana,
2010).
Serat kasar merupakan penyusun dinding sel rumput laut berupa
hemiselulosa dan selulosa. Genus Caulerpa sp mempunyai serat kasar dengan
yang mengandung hemiselulosa sebesar 43,73% (bk) dan selulosa sebesar 25,50%
(bk) lebih tinggi dibandingkan genus Sargassum sp yang mempunyai serat kasar
dengan komposisi hemiselulosa sebesar 10,11% (bk) dan selulosa sebesar 24,07%
(bk) serta genus Gracilaria sp yang mengandung hemiselulosa sebesar 36,02%
(bk) dan selulosa sebesar 4,11% (bk) (Triwisari, 2010). Kadar serat kasar
Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena
Caulerpa racemosa memiliki kandungan hemiselulosa dan selulosa lebih tinggi
dibandingkan Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia.
Komposisi kimia Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan
Gracilaria salicornia berbeda karena dipengaruhi oleh perbedaan jenis spesies.
Menurut Ito dan Hori (1989) dalam Astawan et al. (2001) mengatakan komposisi
kimia rumput laut bervariasi antar jenis spesies dan umur panen tiap spesies.
Ratana-Arporn dan Chirapart (2006) menambahkan bahwa komposisi kimia
rumput laut dipengaruhi oleh jenis spesies dan tingkat kematangan tiap spesies.
Komposisi rumput laut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
temperatur, salinitas, cahaya, dan nutrisi (Manivannan et al., 2009). Komposisi
kimia Caulerpa racemosa, Sargassumcrassifolium, dan Gracilaria salicornia
(59)
mengatakan komposisi kimia pada rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat
berbentuk serat, sehingga hanya sebagian kecil karbohidrat yang dapat diserap
oleh manusia. Caulerpa racemosa memiliki karbohidrat sebesar 70,42% dengan
39,88% berupa serat kasar lebih tinggi dibandingkan Sargassumcrassifolium
yang memiliki karbohidrat sebesar 54,63% dengan 34,82% dan Gracilaria
salicornia yang memiliki karbohidrat sebesar 55,44% dengan 30,97%.
4.2 Kandungan Gula Pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia
Kandungan gula pereduksi merupakan produk utama yang menjadi
indikator pengontrol kualitas dan kuantitas suatu proses hidrolisis. Pengaruh
peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap kandungan gula pereduksi Caulerpa
racemosa, Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia pada proses
hidrolisis disajikan pada Gambar 14.
Gambar14. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat pada proses hidrolisis terhadap kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium,dan Gracilaria salicornia
(60)
Nilai kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa pada hidrolisis
konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,12 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan,
konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,58 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan
konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,81 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan.
Nilai kandungan gula pereduksi tertinggi Caulerpa racemosa pada hidrolisis
konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,81 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan,
sedangkan terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,12
(gr) gula pereduksi/(gr) bahan.
Shanmugam et al. (2001) menyatakan bahwa nilai gula pereduksi
Caulerpa racemosa yang diambil dari perairan India pada proses hidrolisis
konsentrasi asam klorida (HCl) 1 N dengan suhu 110 ˚C dan tekanan sebesar 1 atm selama 2 jam memiliki kandungan gula pereduksi sebesar 6,2 mg/gr.
Chakraborty dan Bhattacharya (2012) menambahkan Caulerparacemosa yang
diambil dari perairan India memiliki nilai kandungan gula pereduksi sebesar 3
mg/gr. Umumnya senyawa monosakarida yang terdapat pada genus Caulerpa sp
berupa glukosa, galaktosa, manosa, dan xylosa (Shevchenko et al., 2009). Uji
keragaman menunjukan hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat
terhadap nilai kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa pada selang
kepercayaan 0,05 memberi pengaruhberbeda nyata (Lampiran 3).
Nilai kandungan gula pereduksi Sargassum crassifolium pada hidrolisis
konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,17 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan,
konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,35 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan
(1)
63
Perendaman Pengeringan Pencacahan
Lampiran 2. Tabel Luff Schrool
Na2S2O3 0,1 N (ml)
Gula Inversi Glukosa
(mg)
Fruktosa (mg)
Laktosa (mg)
Maltosa (mg) 1 2,4 2,4 3,6 3,9 2 4,8 4,8 7,3 7,8 3 7,2 7,2 11,0 11,7 4 9,7 9,7 14,7 15,6 5 12,2 12,2 18,4 19,6 6 14,7 14,7 22,1 23,5 7 17,2 17,2 25,8 27,5 8 19,8 19,8 29,5 31,5 9 22,4 22,4 33,2 35,5 10 25,0 25,0 37,0 39,5 11 27,6 27,6 40,8 43,5 12 30,3 30,3 44,6 47,5 13 33,0 33,0 48,4 51,6 14 35,7 35,7 52,2 55,7 15 38,5 38,5 56,0 59,8 16 41,3 41,3 59,9 63,9 17 44,2 44,2 63,8 68,0 18 47,1 47,1 67,7 72,2 19 50,0 50,0 71,1 76,5 20 53,0 53,0 75,1 80,9 21 56,0 56,0 79,8 85,4 22 59,1 59,1 83,9 90,0 23 62,2 62,2 88,0 94,6
(2)
Lampiran 3. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 0,12 0,57 0,92
Ulangan ke-2 0,15 0,57 0,71
Ulangan ke-3 0,10 0,61 0,81
Rata-rata 0,12 0,58 0,81
Standar Deviasi 0,0251 0,0230 0,1050
Tabel ANOVA Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05) Perlakuan 0,741 2 0,3703 91,057377 0,0039128 5,14325285
Galat 0,024 6 0,0041
Total 0,765 8
F hitung > F tabel Perlakuan Berbeda Nyata
Lampiran 4. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi Sargassum crassifolium
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 0,17 0,36 0,53
Ulangan ke-2 0,17 0,34 0,59
Ulangan ke-3 0,17 0,36 0,78
Rata-rata 0,17 0,35 0,63
Standar Deviasi 0,0000 0,2930 0,1305
Tabel ANOVA Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05)
Perlakuan 0,3454 2 0,1727 17,0658 0,0030 5,143253
Galat 0,0607 6 0,0101
Total 0,4062 8
(3)
Lampiran 5. Analisis uji keragaman kandungan gula pereduksi Gracilaria salicornia
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 0,75 0,95 0,96
Ulangan ke-2 0,57 0,85 0,95
Ulangan ke-3 0,62 0,64 0,92
Rata-rata 0,65 0,81 0,94
Standar Deviasi 0,0929 0,1582 0,0200 ANOVA
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05) Perlakuan 0,1326 2 0,0663 5,836755 0,0039128 5,143253
Galat 0,0682 6 0,0113
Total 0,2008 8
F hitung > F tabel Perlakuan Berbeda Nyata
Lampiran 6. Analisis uji keragaman perbandingan kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan
Gracilaria salicornia
Spesies H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Caulerpa racemosa 0,12 0,50 0,81
Sargassum crassifolium 0,17 0,29 0,64
Gracilaria salicornia 0,65 0,81 0,96
Tabel ANOVA Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05)
Baris 0,3146 2 0,1573 14,04464 0,015538 6,944272
Kolom 0,3614 2 0,1807 16,13393 0,012164 6,944272
Galat 0,0448 4 0,0112
Total 0,7208 8
(4)
Lampiran 7. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 32,59 34,88 38,83
Ulangan ke-2 32,20 34,23 37,54
Ulangan ke-3 31,34 36,17 39,21
Rata-rata 32,04 35,09 38,52
Standar Deviasi 0,6395 0,9874 0,8753
Tabel ANOVA Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05) Perlakuan 63,123 2 31,5619 44,0337 0,000259 5,143253
Galat 4,300 6 0,7167
Total 67,424 8
F hitung > F tabel Perlakuan Berbeda Nyata
Lampiran 8. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis Sargassum crassifolium
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 43,62 45,79 48,48
Ulangan ke-2 42,27 44,64 47,80
Ulangan ke-3 41,87 46,88 49,57
Rata-rata 42,58 45,77 48,61
Standar Deviasi 0,9169 1,1201 0,8928
ANOVA Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05) Perlakuan 54,5980 2 27,2990 28,3109 0,0008 5,143253
Galat 5,7855 6 0,09642
Total 60,3835 8
(5)
Lampiran 9. Analisis uji keragaman efisiensi hidrolisis Gracilaria salicornia
Ulangan H2SO4 1% (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Ulangan ke-1 51,41 53,56 58,63
Ulangan ke-2 52,68 59,46 57,41
Ulangan ke-3 50,73 55,78 59,14
Rata-rata 51,60 56,26 58,39
Standar Deviasi 0,8081 2,4331 0,7258 Tabel ANOVA
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai P F tabel (P=0,05)
Perlakuan 72,29 2 36,1485 10,1872 0,0117 5,143253
Galat 21,30 6 3,5500
Total 93,59 8
F hitung > F tabel Perlakuan Berbeda Nyata
Lampiran 10. Analisis uji keragaman perbandingan efisiensi hidrolisis
Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia
Spesies H2SO4 1 % (v/v) H2SO4 2% (v/v) H2SO4 3% (v/v)
Caulerpa racemosa 32,04 35,33 58,39
Sargassum crassifolium 42,59 45,77 48,62
Gracilaria salicornia 51,61 56,27 58,39
Tabel ANOVA Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F hitung Nilai - P F tabel (P=0,05)
Baris 607,60 2 303,80 1618,01 1,5206 6.944272
Kolom 62,56 2 31,2 166,61 0,0001 6.944272
Galat 0,75 4 0,18
Total 670,92 8
F hitung > F tabel Perlakuan Berbeda Nyata
(6)
salicornia. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan TRI PRARTONO. Rumput laut merupakan ganggang fotosintetik multiseluler yang memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di wilayah pesisir Indonesia yang luas. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada rumput laut menjadikan rumput laut berpotensi selain berfungsi sebagai bahan pangan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi nilai kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis rumput laut sebagai bahan baku bioetanol. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan komposisi kimia, kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis Caulerpa
racemosa, Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2012. Sampel rumput laut diambil di bagian selatan perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara sedangkan analisis uji proksimat dan proses hidrolisis rumput laut dilakukan di Laboratorium Bioetanol, Surfactant and Bioenergi Reaserch Center (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB. Analisis uji proksimat dilakukan menggunakan metode yang mengacu pada AOAC (1995) dengan parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar. Proses hidrolisis dilakukan mengunakan konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v) pada suhu 120 ˚C dan tekanan sebesar 1 atm selama 45 menit dengan parameter yang dianalisis adalah gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis.
Hasil penelitian menunjukan komposisi kimia ketiga jenis rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat berupa serat kasar. Caulerpa racemosa memiliki karbohidrat sebesar 70,42% dengan 39,88% berupa serat kasar lebih tinggi dibandingkan Sargassumcrassifolium yang memiliki karbohidrat sebesar 54,63% dengan 34,82% berupa serat kasar dan Gracilaria salicornia sebesar 55,44% dengan 30,97% berupa serat kasar. Uji kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis menunjukan nilai kandungan gula pereduksi dan persentase efisiensi hidrolisis tertinggi Caulerpa racemosa, Sargassumcrassifolium dan
Gracilaria salicornia diperolehpada hidrolisis dengan konsentrasi asam sulfat 3%
(v/v) sedangkan terendah diperoleh pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v). Kandungan gula pereduksi dan efisiensi ketiga spesies rumput laut meningkat seiring bertambahnya konsentrasi asam pada proses hidrolis
konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Hidrolisis optimum Caulerpa
racemosa dicapai pada konsentrasi sulfat 2% (v/v), Sargassum crasifolium pada
konsentrasi sulfat 3% (v/v), dan Gracilaria salicornia pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v).