Faktor Ekonomi Gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda: perlawanan petani kawasan hutan di Blora (abad XIX-XX).

48 dari pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan hidup melalui praktek-praktek seperti bagi hasil dan selamatan yang dilakukan oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki, serta konsep share proverty sebagai bentuk implikasi dari praktek revolusi hijau pada awal abad XX. 35

D. Faktor Ekonomi

Harry J. Benda dan Lance Castles menyatakan, penyebab gerakan Samin berlatarbelakang faktor ekonomi. Penyebab pertama dan utama gerakan Samin awal adalah beban pajak dan intervensi pemerintah kolonial dalam bidang kehutanan melalui peraturan kehutanan. 36 Melihat tempat kelahiran Samin di wilayah Randublatung, Blora yang memiliki konstruksi tanah batu berkapur, serta penyebaran ajaran Samin di sekitar wilayah tersebut yang memiliki kondisi alam relatif sama, maka hal tersebut mencirikan tingkat kesejahteraan petani yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Fakta tentang semakin beratnya beban ekonomi yang ditanggung Samin dan pengikutnya disebutkan misalnya ketika pemerintah Belanda mendatangkan kerbau dari Bangladesh, masyarakat diharuskan menyerahkan uang 5 sampai 10 gulden, dan masyarakat diminta untuk menyerahkan tenaganya untuk bekerja bagi pemeliharaan sapi tanpa dibayar. Hal ini mengurangi waktu bekerja masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama 35 James C. Scott. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta, LP3ES, 1983. 36 Harry J.Benda dan Lances Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkund, 1969, hlm. 219. 49 untuk mengolah sawahnya. Selain itu, di beberapa desa dilakukan pengurangan luasan terhadap tanah-tanah komunal yang dikerjakan bergilir oleh para petani. 37 Benda dan Castles menyimpulkan bahwa penyebab gerakan Samin adalah konflik antara pengikut Samin dengan otoritas di atasnya struktural pemerintahan yang merupakan perwujudan resistensi dari tekanan ekonomi yang dialami, terutama terkait dengan kenaikan pajak, tanah, air, dan akses kayu jati. Menurut Benda dan Castles, meski tidak menjadi kausalitas tunggal, namun faktor ekonomi menjadi kausalitas utama dalam Gerakan Samin. 38 Faktor ekonomi yang mendorong meletusnya gerakan Samin harus ditempatkan dalam konteks struktur sosial masyarakat Jawa, khususnya soal diferensiasi status kehidupan masyarakat pedesaan saat itu. Terdapat semacam pergantian poros kekuasaan sosial politik. Pada gilirannya status sosial politik tersebut harus berkurang seiring peraturan pemerintah tahun 1906 yang menempatkan kepala desa sebagai satu-satunya pejabat pengambil keputusan. 39 Penerapan pajak yang terlalu menekan, perampasan tanah milik rakyat menjadi tanah pemerintah yang dijadikan hutan jati ikut mempengaruhi keadaan ini. Gerakan itu sendiri bisa pecah akan lebih ditentukan oleh sekelompok petani kaya pemilik tanah, seperti Samin yang merasa nilai kehormatannya terganggu. Persaingan dan perongrongan status inilah yang merupakan casus belli, masalah pajak dan masalah perampasan tanah rakyat yang kemudian menjadi dasar ikatan 37 httpAGUSBUDIPURWANTO.WORDPRESS.COM20100922KAUSALITAS-GERAKANSAMIN 38 Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm.219. 39 Ibid. 50 rakyat petani yang lebih miskin. 40 Gerakan itu tidak muncul dari kepahitan pengalaman bersama, tapi adalah dimulai dari kekecewaan elit dalam masyarakat petani, dan rakyat banyak kemudian menjadi pengikut gerakan. Dalam bidang perpajakan, penolakan atas berbagai tekanan pajak tidak juga dimotivasikan semata-mata karena status Samin dan pengikutnya yang memiliki lahan milik wajib pajak, namun prinsip keikhlasan serta proporsionalitas dalam pemanfaatan uang pajaklah yang menjadi perhatian utama. 41 Bagi Samin dan pengikutnya, pemberian pajak kepada pemerintah kolonial Belanda tidaklah tepat.Menolak membayar pajak dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan, namun juga dapat diartikan sebagai aktualisasi nilai-nilai kehidupan bahwa mengeluarkan pajak harus berdasarkan keikhlasan, keyakinan akan memberi, serta tidak ada penentuan sepihak atas jumlah yang harus dibayar. Demikian halnya dengan mencuri kayu sebagaimana telah diketahui bahwa tradisi hubungan antara masyarakat Jawa dan hutan, baik dalam ikatan spiritualitas maupun ekonomi, telah ada jauh sebelum peraturan kehutanan muncul. 42 Menebang kayu untuk kebutuhan hidup adalah sebuah tradisi, memandang hutan sebagai ciptaan Tuhan adalah sebuah keyakinan spiritual. Berhubungan dengan hutan tetap dan akan terus dilakukan, dengan atau tanpa pelarangan dari pemerintah kolonial Belanda. Kiranya ini bukanlah semata soal perlawanan atau segi-segi kepentingan ekonomi, status sosial, atau sekedar gerakan millenarisme. Melampaui itu, 40 Emmanuel Subangun, Tidak Ada Mesias Dalam Pandangan Hidup Jawa. Dalam Prisma Januari 1997, no.1.Jakarta. 41 Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm. 218. 42 Agus Budi Purwanto, Samin....op.cit., hlm. 105. 51 gerakan Samin adalah eksistensi kultural dan politis masyarakat Jawa pedalaman yang ingin mempertahankan dan mengembangkan peradabannya. 43 Gerakan Samin merupakan perwujudan peran warga negara dalam mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari negara yang ideal sesuai dengan prinsip-prinsip mereka. Kausalitas gerakan Samin kiranya adalah nilai-nilai kehidupan Samin dan pengikutnya serta praktek-praktek yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Tanpanya, gerakan Samin tidak akan pernah ada. Persinggungan dengan pemerintah Belanda merupakan wujud tanggapan atas penetrasi kolonial yang ditempatkan sebagai tantangan bagi usaha menghidupi tradisi yang diyakini. 44 43 Ibid., hlm.106. 44 Onghokham, Peranan Rakyat dalam Politik. Dalam Prisma, Agustus 1979, no 9, Jakarta, hlm.48. 52 BAB III DINAMIKA GERAKAN SAMIN

A. Munculnya dan Berkembangnya Gerakan Samin