Latar Belakang Gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda: perlawanan petani kawasan hutan di Blora (abad XIX-XX).

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan Samin muncul akibat semakin beratnya beban masyarakat akibat kekuasaan pemerintah Belanda ketika berkuasa di Randublatung, kabupaten Blora. Pihak kolonial berusaha menggali sumber daya alam sebanyak-banyaknya di daerah jajahan. Aktivitas yang demikian ini memunculkan kesengsaraan rakyat. Terjadinya berbagai penderitaan memunculkan gerakan protes masyarakat, termasuk di daerah Blora. Di daerah Blora, protes rakyat dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mempertahankan kawasan hutan jati yang telah menjadi sendi kehidupan mereka. Memburuknya keadaan ekonomi masyarakat semakin mempercepat terjadinya aksi protes. Salah satu gerakan protes yang pernah terjadi di Blora adalah Gerakan Samin, sebuah gerakan protes petani yang anggotanya terdiri dari petani kaya maupun petani miskin. Perlawanan petani di Blora ini muncul seiring dengan menguatnya hegemoni 1 kekuasaan Pemerintah Belanda terhadap kehidupan rakyat. Dalam kasus Blora, pemberlakuan pajak atas tanah serta alih fungsi hutan dari hutan rakyat menjadi hutan negara telah mempersempit akses petani terhadap hutan. 1 Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2000, hlm. 62. Kebudayaan dikonstruksikan beragam aliran yang mencakup idiologi dan bentuk kultural. Namun demikian, terdapat unsur makna yang dipandang sebagai induk dan bersifat dominan. Proses penciptaan, peneguhan, dan reproduksi makna dan praktik otoritatif disebut hegemoni. Hegemoni berarti situasi di mana suatu blok historis kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara kekuasaan dengan persetujuan. Seorang tokoh yang berperan penting dalam perlawanan petani Blora adalah Samin Surosentiko yang pada waktu itu merupakan pemimpin gerakan. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di desa Ploso, Kediren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. 2 Ayahnya bernama Raden Surowijoyo. Nama asli Samin sendiri adalah Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin. Nama Samin dipilih karena lebih bernafaskan kerakyatan. 3 Gerakan Samin secara historis muncul pada tahun 1889, ketika Samin mulai menentang kolonialisme Belanda di kabupaten Blora. Ia mampu mengumpulkan masa untuk sama-sama melakukan perlawanan. Samin mengawali perlawanannya dalam bentuk tanpa kekerasan. Sebuah konsep penolakan terhadap praktek Belanda dan kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda pada abad ke-19 di Kabupaten Blora. Sebagai gerakan yang cukup besar, gerakan ini tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah yang digunakan untuk perluasan hutan jati. Ketika intervensi Belanda di dalam kehidupan desa menjadi langsung dan intensif pada akhir abad ke-19, gagasan perlwanan dengan bayangan gagasan millenarian nampak jelas. Van der Kroef mengkatagorikan gerakan Samin di antara lima gagasan mileniarisme. 4 Kategori 2 Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm.18. -Titi Mumfangati dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm.22. 3 Andrik Purwasito, Agama....op.cit,hlm.18. 4 Gagasan Milenari adalah harapan akan datangnya pemimpin yang adil serta sebuah sistem kenegaraan yang adil yang dapat membuat ketentraman serta kemakmuran. Kelima kategori gagasan milenarian menurut van der Kroef adalah; 1 ramalan-ramalan Jayabaya, 2 Paswara Bali, 3 kompleks Erucakra-Ratu Adil-Mahdi, 4 gerakan Samin dan Samat, 5 aliran-aliran mesianik di Indonesia yang sudah merdeka. khusus atas gerakan Samin dimungkinkan karena perlawanan Samin dan pengikutnya memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh perlawanan yang lain. Tempat kelahiran Samin yakni di desa Ploso Kadiren, Randublatung, Blora memang merupakan penghasil kayu jati terbaik di Jawa. Struktur tanah yang berkapur dan kering menyebabkan tanah di Blora dan beberapa wilayah di seputar Karesidenan Rembang sangat cocok bagi jenis tanaman ini. Pada tahun 1920, proporsi luasan tanah yang dikuasai negara di kabupaten Blora mencapai 40 dari total wilayah kabupaten tersebut. Ini merupakan proporsi paling tinggi bagi setiap kabupaten di Jawa kala itu. 5 Pada tahun 1903-1905 pengikut Samin berjumlah 772 orang yang tersebar di 34 desa di Kabupaten Blora. Pada waktu itu pula, Samin sebagai pemimpinnya sudah dapat menggerakkan anggotanya untuk bertindak melawan pemerintah kolonial atau pengawas desa dengan cara mengasingkan diri dan tidak tunduk pada aturan desa terutama dalam membayar pajak. 6 Pada tahun 1907, pengikut Samin mencapai 5000 orang dan kekuatan mereka dianggap membahayakan pemerintah. Terlebih lagi, mereka akan membangun kekuatan untuk memberontak. 7 Rumor tentang akan adanya pemberontakan Samin dan pengikutnya dihembuskan oleh Controleur. 8 Pada 5 Harry J. Benda dan Lance Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen Tot De Taal Land-en Volkenkunde, 1969, hlm. 221. 6 Ibid, hlm. 19. 7 Ibid, hlm. 20. 8 Controleur merupakan pejabat terendah dari korps pangreh praja Eropa. Jabatan kewilayahan yang dipegang orang Eropa adalah Gubernur Jendral, Gubernur, asisten Residen, dan Controleur. Tugas dari Controleur adalah membantu Asisten Residen untuk mengawasi para Bupati serta memberikan laporan pengawasan kewilayahann ya tersebut kepada Asisten Residen untuk disampaikan kepada Residen. Lihat Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan Otonomi Daerah Jakarta: Grasindo. hlm.132-134. tahun itu pula Samin dinobatkan oleh pengikunya sebagai ratu adil dengan gelar Prabu Panembahan Surya Alam. 9 Didengar kabar pada 1 Maret 1907 pengikut Samin akan mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karena kabar ini, kontrolir Belanda melakukan penangkapan atas sejumlah pengikut Samin yang pada saat itu sedang mengadakan selametan salah satu keluarga di Kedungtuban. Selametan kerabat ini dianggap jika orang-orang Samin sedang melakukan persiapan perlawanan kepada kolonial Belanda. Saat itu Samin sendiri sedang berada di Rembang. Ketika tertangkap, Samin beserta delapan pengikutnya diinterogasi dan diasingkan ke Sumatera. 10 Pada tahun 1911 sampai 1914, ajaran Samin meluas ke wilayah Grobogan dan Pati. Mereka menyosialisasikan gerakan dengan tidak membayar pajak bahkan melakukan aksi kekerasan melawan aparat kolonial Belanda, termasuk polisi dan lurah. Periode ini dianggap sebagai periode puncak gerakan Samin atau disebut geger Samin. 11 Pada tahun 1916, pengikut Samin meluas ke wilayah Kudus. Ini diawali dengan kegagalan penyebaran ajaran itu di Tuban. Perluasan ajaran Samin terus berlangsung yang ditandai dengan kepemimpinan Pak Engkrek di wilayah 9 Ibid., hlm.19. 10 Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah,Yogyakarta, 2004, hlm.23. 11 Geger Samin terjadi karena Belanda menaikkan pajak yang semakin mencekik masyarakat. Di Grobogan, pengikut Samin tidak mau lagi menghormati Pamong Desa dan pemerintah kolonial Belanda. Grobogan dan Mbah Engkrek di wilayah Blora. 12 Sejarah dari perjuangan oleh Mbah Engkrek inilah yang sampai sekarang masih menyisakan tradisi ajarannya. Setelah Samin ditangkap serta meninggal di Padang pada 1914, perlawanan masyarakat tidak berhenti. Pengikut maupun kerabat dekatnya meneruskan perlawan di beberapa daerah sekaligus menyebarkan ajaran Samin. Di Randublatung seorang bernama Samat telah menggantikan Samin dan mengumumkan datangnya dua Ratu Adil sekaligus, yang satu dari timur dan yang lain dari barat. Dalam perkembangannya, ajaran Samin mulai meluas dan berkembang hingga mampu menciptakan sebuah komunitas masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai masyarakat Samin. Sebuah komunitas masyarakat yang sering menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya karena keluguan dan kepolosannya. Terlepas dari anggapan banyak orang, masyarakat Samin adalah komunitas masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan moral kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini mencoba menguraikan hubungan antara Samin dan pengikutnya dengan hutan jati di Jawa abad XIX. Hubungan tersebut terutama antara penduduk dengan pengelola hutan jati saat itu yakni pemerintah kolonial Belanda. Dalam konteks sumber daya hutan, muncul berbagai peraturan hutan jati oleh pemerintah Belanda. Samin memiliki dua prinsip pemerintahan hutan yakni kelestarian serta dapat dimanfaatkan semua orang. Hipotesis awal dari penelitian ini adalah penerapan dari prinsip-prinsip Samin atas pengelolaan 12 Ibid., hlm.19. sumber daya alam yang terganggu oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah kolonial Belanda, sehingga muncul adanya perlawanan petani pengikut Samin.

B. Rumusan Masalah