Tabel 4. 7. Perbandingan keaktifan siswa kelas eksperimen I dan II.
No Indikator
Kelas Eksperimen I
Eksperimen II
1 Mengungkapkan gagasan
Cukup aktif Cukup aktif
2 Menyampaikan hasil percobaan
Cukup aktif Aktif
3 Melakukan percobaan
Aktif Cukup aktif
4 Mengerjakan latihan soal
Cukup aktif Cukup aktif
5 Mengajukan pertanyaan
Aktif Cukup aktif
6 Menjawab pertanyaan
Cukup aktif Aktif
Perbedaan itu salah satunya adalah karena jenis metode eksperimen yang berbeda. Kelas eksperimen I lebih diberi kebebasan dalam mencapai tujuan
pembelajaran, sedangkan kelas eksperimen II lebih mengacu pada LKS. Jadi, meskipun secara psikomotorik siswa kelas eksperimen I lebih terlibat aktif
dalam percobaan, namun keterlibatan siswa tidak dikonstruksikan dengan baik. Artinya hanya fisik siswa yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif,
sehingga tujuan pembelajaran pun tidak tercapai secara maksimal. Berdasarkan analisa data tersebut dapat dikatakan bahwa penerapan metode eksperimen
terbimbing lebih efektif dibandingkan dengan metode eksperimen bebas.
3. Kaitan Keaktifan dengan Prestasi Belajar
Berdasarkan hasil analisa keaktifan dan prestasi belajar siswa di atas, dapat dilihat bahwa siswa yang lebih aktif dalam melakukan percobaan dan
bertanya kelas eksperimen I memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan
dengan siswa pada kelas eksperimen II. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rozaq 2009, dimana nilai rata-rata prestasi belajar fisika post-test
kelas eksperimen konstruktivis lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen terbimbing. Padahal, jika dilihat dari teori konstruktivisme, metode
eksperimen bebas tentu saja lebih konstruktivis dibandingkan dengan metode eksperimen terbimbing, karena siswa dapat lebih aktif dalam menemukan
pengetahuannya sendiri. Meskipun siswa kelas eksperimen bebas lebih aktif dari kelas eksperimen
terbimbing saat
melakukan percobaan,
keterlibatan mereka
tidak dikonstruksikan dengan baik. Jadi, prestasi belajar siswa tersebut tidak
maksimal. Beberapa alasan yang menyebabkan permasalahan tersebut adalah 1
Siswa pada kelas eksperimen bebas kebingungan ketika memahami dan melakukan percobaan. Siswa pada kelas eksperimen terbimbing mendapat
LKS, sehingga lebih terstruktur selama proses pembelajaran. 2
Siswa kelas eksperimen bebas lebih mementingkan hasil akhir dibandingkan dengan proses. Jadi, siswa sekedar melakukan percobaan
saja tanpa disertai dengan pemahaman pengetahuan pada dirinya. Seharusnya keterlibatan siswa di dalam belajar tidak diartikan keterlibatan
fisik semata.
Namun keterlibatan
kognitif dalam
memperoleh pengetahuan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan metode eksperimen terbimbing lebih efektif untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar
siswa kelas X MIA SMAN 2 Ngaglik dari pada menggunakan metode eksperimen bebas.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan treatment yang berbeda dengan
yang guru gunakan selama pembelajaran. Artinya, siswa tidak terbiasa dengan treatment yang diberikan peneliti. Siswapun terkadang bingung dan
peneliti harus menjelaskan, sehingga waktu pelajaran tidak dapat digunakan secara maksimal. Oleh karena itu, perlu diberikan latihan treatment terlebih
dahulu sebelum mengambil data penelitian, agar siswa terbiasa dengan
treatment yang digunakan.
2. Evaluasi yang digunakan peneliti untuk mengetahui prestasi belajar siswa saat
pre-test dan post-test adalah tes tertulis. Namun bentuk tes tertulis ini hanya mengukur kemampuan kognitif siswa saja. Evaluasi yang digunakan dalam
instrumen ini kurang lengkap, karena kedua kelas menggunakan metode eksperimen yang lebih menekankan keterampilan dalam melakukan
percobaan.
3. Saat mengamati keaktifan siswa kelas eksperimen I dan II, peneliti
menggunakan handycam
untuk merekam
aktivitas siswa
selama pembelajaran. Namun penggunaan handycam ini membatasi ruang observasi
pada siswa. Artinya, hanya yang terekam pada video recorder saja yang dapat dianalisa. Misalnya, kelompok siswa yang berada paling jauh pada posisi
handycam, terkadang tertutupi oleh kelompok siswa yang berada di depannya, sehingga apa yang sedang dilakukan siswa tidak diketahui. Begitu
juga saat siswa saling berbicara satu sama lain. Suara siswa pada hasil rekaman video pun kurang jelas. Jadi, apa yang didiskusikan siswa dalam
kelompok sulit dimengerti.