untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan dewasa awal Ali dan Asori,
2009:10.
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
c. Mampu membina hubungan yang baik denagn anggota kelompok
yang berlainan jenis d.
Mencapai kemandirian emosional e.
Mencapai kemandirian ekonomi f.
Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat di perlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua h.
Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga
3. Kompetensi Konselor yang Berkaitan Dengan Cara Berpikir
Kompetensi konselor akan dinyatakan dalam penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat
membantu dan unjuk kerja bimbingan dan konseling yang profesional
dan akuntabel. Struktur kompetensi konselor menunjukkan bahwa kompetensi konselor dibangun dari landasan filosofi tentang hakikat
manusia dan kehidupannya sebagai makhluk Allah Yang Maha Kuasa, pribadi, dan warga negara yang ada dalam konteks kultur tertentu,
jelasnya kultur Indonesia. Konselor adalah pendidik, karena itu konselor harus berkompeten sebagai pendidik. Landasan dan wawasan pendidikan
menjadi salah satu kompetensi dasar konselor. C.
Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung kajian teori serta gagasan dalam penelitian ini, maka perlulah didukung dengan penelitian-penelitan sebelumnya yang
relevan. Sejauh ini penulis tidak menemukan penelitian tentang kemampuan berpikir positif mahasiswa Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma. Meskipun demikian ada penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan pengaruh kemampuan berpikir
positif terhadap pengembangan diri. Aswendo Dwitantyanov, dkk 2010 melakukan penelitian tentang
pengaruh pelatihan berpikir positif pada efikasi diri akademik mahasiswa yang hasilnya menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa antara
kelompok eksperimen dan kontrol sebelum diberi perlakukan menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan p = 0,316 0,05 dan
nilai t
e
sebesar 1,014 t
tabel
sebesar 2,018, dF = 42. Akan tetapi, setelah diberikan perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan dimana t
e
t
tabel
= 6,607 2,018 dan p = 0,000 0,05. Hal Ini membuktikan bahwa
pemberian pelatihan berpikir positif mempengaruhi efikasi diri akademik mahasiswa. Sedangkan berdasarkan hasil analisis pada kelompok kontrol
kelompok yang tidak diberi perlakuan menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol tidak ada perubahan signifikan antara sebelum dan
setelah perlakuan –t
tabel
≤ te ≤ t
tabel
-2,074 1,713 2,074 serta p = 0,101 0,05.
Enik Nur Kholidah Asmadi Alsa 2012 meneliti tentang pengaruh berpikir positif untuk menurunkan stres psikologis. Berdasar
analisis uji perbedaan, diperoleh hasil t
hitung
pada data gained score
penurunan skala tingkat stres pada mahasiswa adalah sebesar - 8,148 dengan p0,01 yang berarti ada perbedaan tingkat stres pada
mahasiswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rerata gained score
presentase penurunan antara skala tingkat stres pada mahasiswa akhir dengan skala tingkat stres pada mahasiswa awal pada
kelompok eksperimen -20,16 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol -3,87. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pelatihan berpikir positif efektif menurunkan tingkat stres pada mahasiswa secara signifikan.
Penelitian lainnya yang relevan adalah penelitian dilakukan oleh Atina Machmudati 2013 tentang efektifitas pelatihan berpikir positif
untuk menurunkan kecemasan mengerjakan skripsi pada Mahasiswa Fakultas Umum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa skor post-test dan pre-test kelompok
eksperimen mendapatkan nilai p =0.002 p 0.005, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok
eksperimen sebelum dan setelah diberi pelatihan berpikir positif. Dengan kata lain kecemasan mahasiswa setelah mengikuti pelatihan berpikir
positif lebih renah daripada kecemasan sebelum mengikuti pelatihan. Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir positif memiliki pengaruh bagi perkembangan diri mahasiswa. Dengan memiliki kemampuan berpikir positif mahasiswa
mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dalam proses belajarnya sebagai mahasiswa. Penelitian-penelitian di atas sangat
mendukung penelitian tentang Tingkat Kemampuan Berpikir Positif Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Angkatan 2014 karena hasil penelitian menguatkan bahwa kemampuan berpikir positif sangat diperlukan bagi mahasiswa Bimbingan dan
Konseling guna
mendukung proses
belajarnya dan
sekaligus mengembangkan diri menjadi konselor yang ideal.
D. Kerangka Pikir