Menyembunyikan Orientasi Homoseksual Hasil Penelitian

“Ya kayak orang-orang pacaran biasa sih menurutku. Kamu dengan pacarmu merasa nyaman.. senang.. Tapi ya emang kalau ada suka, ada dukanya juga. Berantem gitu ada pasti. Tapi kalau secara keseluruhan ya menyenangkan sih.” Subjek II, Line 817-821

2. Menyembunyikan Orientasi Homoseksual

Orang-orang di sekitar kedua subjek, khususnya orangtua, cenderung memiliki pandangan yang negatif terhadap LGBT. Lingkungan menilai LGBT sebagai sebuah hal yang salah, hina, memalukan, dosa, aib, tidak benar, terbuang dan tidak bisa diterima. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan wawancara sebagai berikut : “Negative thinking yaa. Emang negatif.. Semua itu bilang.. oh kayak gitu.. Pokoknya negatifnya lah. Negatifnya..”Subjek I, Line 82-84 “Kalau.. e bagi mereka itu tuh bener-bener kayak terhina banget gitu lho.. Kalau seorang L itu emang bener-bener terbuang dari keluarga gitu kan.”Subjek I, Line 96-99. “Kalau dari orangtua ku sih kayaknya pikirannya itu masih mainstream sih.. Maksudnya masih yang LGBT itu dosa salah nggak bener gitu.. Jadi kayak.. ya masih nggak bisa terima.. Masih nggak bisa terima dan menganggap LGBT itu negatif.” Subjek II, Line 100- 105 Stigma negatif yang didapatkan dari lingkungan membuat kedua subjek memilih untuk menutup diri dan menyembunyikan orientasi homoseksualnya kecuali pada orang-orang tertentu. Yang mengetahui mengenai orientasi seksual subjek I hanyalah mantan kekasih dan teman jauh. Subjek I memilih bercerita dengan teman jauh karena menurutnya jarak membuat penyampaian ke keluarga menjadi tidak mungkin terjadi. Hal ini terbukti dari jawaban subjek saat diwawancara yaitu sebagai berikut : “Mm orang-orang terdekat aja sih.. em.. yaaa rata-rata mantan sih hehe. Mantan dia tau.. Trus ada temen.. temen yang nggak tau ama lingkungan keluarga ya.. Temen yang jauh.. Misal kayak temen di Jakarta itu kan nggak tau sama sekali ama keluargaku, nah yang kayak gitu aku berani ngasih tau karena kan nggak mungkin mereka ngasi tau keluarga kan.. Nggak mungkin ada penyampaian.”Subjek I, Line 518-525 Di sisi lain, subjek II memilih mengungkapkan orientasi seksualnya pada teman dekat yang sekiranya bisa dipercaya saja. “Ya cuman temen-temen deket sih.. Maksudnya temen-temen yang.. yang bisa dipercaya aja..” Subjek II, Line 73-75 Meskipun berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan, lama kelamaan orangtua kedua subjek merasa curiga akan orientasi homoseksual anak mereka. Orangtua subjek I menjadi curiga setelah mendengar rumor di antara teman-teman sekolah yang mengatakan bahwa subjek I adalah seorang lesbian, sedangkan orangtua subjek II menjadi curiga setelah menyadari bahwa subjek II banyak memiliki buku atau novel yang terkait dengan homoseksualitas. Selain itu, pada saat yang sama, orangtua pacar subjek II yang baru mengetahui bahwa anaknya lesbian juga datang menemui keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI subjek II untuk memberitahukan mengenai relasi subjek II dengan pacar perempuannya. Kecurigaan tersebut membuat kedua subjek sering ditanyai orangtuanya. Subjek I selalu berusaha menghindar dan mengalihkan pembicaraan, namun subjek II cenderung tidak tahan dan merasa tertekan sehingga memilih mengungkapkan orientasi seksualnya ke kedua orangtuanya. Hal ini membuat orangtua subjek II sangat marah, kemudian memantau berlebihan dan melarangnya melakukan banyak hal sehingga ia menjadi tidak bebas lagi membangun relasi dengan perempuan. “Setelah ketahuan gitu kan jadi kayak apa.. dipantau terus.. nggak boleh ini.. nggak boleh itu.. trus apa-apa dipantau.. Jadi kayak.. bener-bener nggak bisa bergerak gitu..” Subjek II, Line 111-115 Setelah menikah, kedua subjek juga menyembunyikan orientasi seksual dari suami. Selain itu, keduanya tidak memiliki rencana untuk mengungkapkan hal tersebut sampai kapanpun. Hal ini dikarenakan subjek I memiliki ketakutan jika orientasi seksualnya hanya akan diumbar-umbar saja, sedangkan subjek II tidak merasa memiliki tanggungjawab untuk memberitahu suami.

3. Motif Menikah