Orientasi Masa Depan Hasil Penelitian

“Ya paling nangis sih.. Paling cuman bisanya nangis senangis- nangisnya kayak gitu..” Subjek II, Line 418-419 Pada saat tertentu, subjek II akan berusaha menyibukkan diri dengan membaca, bekerja dan fokus pada anak-anak untuk mengalihkan perhatian dari emosi negatif yang dirasakan. Hal tersebut dibuktikan dari pernyataan subjek sebagai berikut : “Ya nyibukin diri sendiri aja sih.. maksudnya aku juga orangnya suka baca.. ya aku baca.. Apapun sih.. Apapun yang bisa menyibukkan diri aku atau kerja.. ya apapun sih.. yang penting e.. yang penting itu bisa ngalihin perhatian aku gitu.. Atau ya aku juga sekarang punya anak- anak aku bisa fokus juga mikirin mereka gitu.” Subjek II, Line 457- 463

9. Orientasi Masa Depan

Kedua subjek memiliki angan-angan untuk bercerai dari suaminya dan telah mempersiapkannya sejak saat ini. Meskipun tetap berusaha menjalani hidup apa adanya dan berdamai dengan keadaan, kedua subjek diam-diam memikirkan cara alasan untuk meminta cerai tanpa menimbulkan kecurigaan. Subjek I berusaha membuat keluarganya mendukung perceraian dengan cara menceritakan hal-hal buruk tentang suami, misalnya dengan mengungkapkan bahwa suami melarangnya pulang ke rumah ibunya. Setelah bercerai dari suami, subjek berharap bisa hidup bertiga saja dengan kedua anaknya. Ia merasa bahwa hal tersebut bisa membuatnya lebih menikmati hidup. Untuk mencapai keinginannya tersebut, subjek I mempersiapkan modal untuk hidup mandiri tanpa suami. Ia mengumpulkan uang gajinya secara diam-diam dan uang tersebut ia gunakan untuk membeli sebidang tanah. Ia juga menjaga agar tidak terikat dengan suami dan keluarganya dengan cara menolak seluruh harta kekayaan yang ditawarkan. Meskipun bercerai dari suaminya, subjek I berharap bahwa hubungannya dengan suami akan tetap baik-baik saja dan tetap seperti keluarga. Subjek I mengatakan bahwa suami dan anak-anak bisa tetap saling bertemu kapanpun mereka mau. Ia sangat tidak ingin anak-anak menjadi korban akibat perceraiannya dengan suami. Subjek II tidak melakukan hal yang dilakukan oleh subjek I. Subjek II cenderung lebih berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya untuk kuat menghadapi perceraian yang mungkin terjadi. Ia juga berusaha memberi pengertian kepada anak-anak tentang keadaan yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya dampak negatif perceraian terhadap anak-anaknya. Kedua subjek berencana mengungkapkan orientasi seksual kepada anak-anaknya saat mereka sudah lebih dewasa. Saat ini, kedua subjek merasa bahwa anak-anak masih terlalu kecil dan belum paham jika diberitahu. “Sewaktu-waktu ada keinginan gitu biar anak-anak biar tau ya.. Tapi untuk saat ini belum.. karena umurnya belum.. belum mencukupi. Belum bisa diajakin ngomong kayak gitu.. Susah nanti jelasinnya. Tapi mungkin dengan berjalannya waktu aku bakal ngasih tau ke anak- anak biar dia tau oh kayak gini ibunya.” Subjek I, Line 395-400 “Kalau ke anak mungkin saat dia sudah besar.. saat dia sudah mengerti aku pengen sih.. aku pengen cerita ke dia..” Subjek II, Line 481-483 Meskipun demikian, alasan yang mendorong kedua subjek untuk memberitahu anaknya berbeda satu sama lain. Subjek I ingin bisa menjadi diri sendiri di hadapan anak-anaknya dan tidak ada yang ditutupi. Ia ingin anak- anaknya bisa menerimanya apa adanya. Hal ini tampak pada pernyataan sebagai berikut : “Karena.. kalau anak.. Jadi kalau seandainya.. e apa ya.. Aku pengennya anak-anakku nerima aku apa adanya tanpa aku harus menutupi kayak gitu. Cukup yang lain nggak tau tapi aku pengen orang terdekat aku itu tau..” Subjek I, Line 466-470 Berbeda dengan subjek I, subjek II merasa bahwa pengungkapan ini bisa menjadi sebuah sarana yang membuat anak-anaknya memiliki wawasan yang lebih luas, berpikiran terbuka, bisa toleransi dan tidak diskriminasi. “Aku pengen mereka punya wawasan yang luas. Aku pengen mereka punya pemikiran yang luas. Open mind.. dan mereka bisa menghargai dan belajar toleransi gitu kalau.. ini loh di dunia tuh nggak cuma apa.. semuanya tuh cuman bisa dilihat dari satu sisi. Tapi banyak hal lain gitu loh. Aku pengen mengajarkan. Aku pengen banget bisa mengajarkan mereka untuk toleransi dan nggak diskriminasi.” Subjek

II, Line 481-491

D. Pembahasan

Kedua subjek menyadari orientasi seksualnya sejak masih duduk di bangku sekolah. Hal ini sejalan dengan penemuan Savin-Williams dalam Decha- ananwong, Tuicomepee Kotrajaras, 2013 yang menunjukkan bahwa kebanyakan individu LGBT mulai menyadari orientasi seksual mereka saat berusia remaja. Kedua subjek pertama kali menyadari bahwa mereka lesbian saat mereka merasa tertarik secara emosi terhadap perempuan tertentu. Saat ini, kedua subjek bisa menerima, bahkan cenderung merasa nyaman dan senang dengan identitas orientasi seksualnya. Meskipun demikian, pada mulanya, subjek II mengalami penolakan di dalam diri. Hal ini dikarenakan ia masih belum yakin bahwa orang lain juga sama sepertinya dan bahwa menjadi seorang lesbian bukanlah suatu kesalahan dosa. Yang dialami oleh subjek II ini sesuai dengan model pembentukan identitas yang diutarakan oleh Cass 1979. Menurut Cass 1979, tahap pertama yang dilalui seseorang dalam pembentukan identitas adalah identity confusion. Pada tahap ini, individu mulai bertanya-tanya siapa dirinya yang sebenarnya dan apakah ia berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Individu berusaha melihat dirinya sama dengan lingkungan di sekitarnya sehingga terus menolak perasaan yang ia rasakan. Subjek II melalui tahapan ini. Ia menceritakan bahwa hal tersebut terjadi karena saat itu dia belum banyak mengenal tentang konsep LGBT. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI