Individu Heteroseksual dalam Mixed Orientation Marriage

memutuskan untuk mengikuti terapi karena mereka perlu menghadapi duka dan kehilangan yang cukup besar akibat tidak mampu menjalani tipikal hidup yang umum dimimpikan semua orang. Meskipun begitu, dua pria ini memutuskan untuk mempertahankan pernikahan mereka. Ada beberapa faktor yang membuat homoseksual memilih bertahan dalam pernikahan heteroseksual, misalnya cinta dan afeksi terhadap pasangan satu sama lain. Pernikahan tersebut memuaskan kebutuhan mereka akan relasi, kesetaraan dan kepemilikan, serta membuat mereka merasa “normal” Blass Blatt dalam Alessi, 2008. Selain itu, ketakutan akan kesepian dan ketergantungan mereka selama ini juga membuat mereka tetap tinggal pada pernikahan. Bagaimanapun juga, istrilah yang selama ini telah memberi cinta tak bersyarat dan dukungan penuh Kort, 2006.

5. Individu Heteroseksual dalam Mixed Orientation Marriage

Individu heteroseksual mengalami banyak tekanan dan stress ketika terlibat dalam mixed orientation marriage. Mereka merasakan suatu bentuk kehilangan yang berupa gelombang naik turun maju mundur yang disebut dengan ambiguous loss Hernandez Wilson, 2007. Hernandez dan Wilson 2007 menemukan bahwa individu-individu yang mengalami ambiguous loss akan melewati tahap-tahap berikut : a kesadaran akan adanya ketidaksesuaian emosi dan seksual dengan pasangan, b kebingungan dan merasa gagal karena berpikir bahwa perilaku merekalah yang menyebabkan ketidakcocokan ini, c secara bersamaan merasakan kelegaan dan ketakutan akan implikasi dari coming out yang dilakukan oleh pasangan mereka, d keputusasaan saat mereka tidak mampu menemukan solusi lain selain perceraian dan perpisahan, e mempertimbangkan kesejahteraan anak mereka setelah mengetahui bahwa orangtua mereka adalah homoseksual, f disorientasi saat mereka menilai dampak pengalaman ini pada diri mereka sendiri, g kekacauan spiritual saat mereka menguji ulang keyakinan religius yang selama ini mereka miliki, dan h mendefinisikan ulang diri mereka dan menegosiasikan kembali rencana hidup ke depan setelah mengalami dan menyelesaiakan isu kehilangan ini. Auerback dan Moser 1987 menemukan bahwa ada kebutuhan yang sama yang dimiliki oleh perempuan-perempuan yang memiliki suami gay. Mereka memiliki kebutuhan yang cukup besar untuk bertemu dengan teman dan rekan yang memiliki kondisi yang sama dengan mereka. Hal ini membuat mereka tidak lagi merasa sendirian. Mereka juga memiliki kebutuhan untuk membangun model konstruktif dalam menghadapi situasi mereka saat ini. Mereka butuh membicarakan pengalaman mereka, mencari informasi dan memahami homoseksualitas. Hal tersebut kemungkinan besar dapat dipenuh dalam support group. Kelompok ini ternyata juga cukup membantu partisipan- partisipannya dalam menyelesaikan isu-isu pernikahan dan membuat perubahan positif dalam hidup mereka. Kelompok untuk istri dari pria gay atau biseksual merupakan terapi intervensi yang efektif bagi masalah yang muncul akibat proses coming out yang dilakukan suami. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Lesbian dalam Mixed Orientation Marriage