Lesbian dalam Mixed Orientation Marriage

D. Lesbian dalam Mixed Orientation Marriage

Perempuan lesbian, ketika dibandingkan dengan laki-laki gay, cenderung menyadari dan berperilaku sesuai orientasi seksual yang mereka miliki pada usia yang lebih tua. Dibandingkan dengan laki-laki gay, ada lebih banyak perempuan lesbian yang pernah melakukan seks dengan lawan jenis, bahkan menikah secara heteroseksual Bell Weinberg dalam Nichols, 2004. Peplau dan Amaro 1982 mengungkapkan bahwa 25 lesbian menikah secara heteroseksual. Studi yang dilakukan oleh Gottschalk 2008 menemukan bahwa 40,5 lesbian pernah menikah dengan laki-laki. Penelitian lain menemukan bahwa 35 lesbian kulit putih dan 47 lesbian kulit hitam sedang dalam relasi pernikahan dengan lawan jenis Wyers, 1987. 80 mixed orientation marriage berakhir dengan perceraian Kort, 2006. Selain itu, Buxton dalam Hernandez et al, 2011 mengatakan bahwa hanya ada 15 mixed orientation marriage yang mampu bertahan dalam durasi lebih dari tiga tahun. Jika dilakukan perbandingan, usia pernikahan perempuan lesbian dengan laki-laki cenderung jauh lebih singkat daripada laki-laki gay dengan perempuan. Selain itu, prevalensi perempuan lesbian yang bercerai dari suaminya jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki gay yang bercerai dari istrinya. Hal ini disebabkan karena perempuan lesbian yang menikah dengan lawan jenis cenderung tidak bahagia di dalam pernikahan mereka Wyers, 1987. Ada banyak faktor yang mempengaruhi ketidakbahagiaan tersebut, yaitu : 1. Lesbian cenderung menikah dengan laki-laki karena suatu keterpaksaan. Dalam budaya patriarkal, perempuan memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keterbatasan untuk menjalani hidup sesuai dengan yang mereka inginkan. Perempuan memiliki lebih sedikit pilihan hidup dibandingkan dengan laki-laki, termasuk pilihan untuk hidup secara terbuka sebagai seorang homoseksual Nichols, 2004. 2. Caldwell dan Peplau 1984 mengungkapkan bahwa ketidaksetaraan gender masih sering diterapkan pada pernikahan heteroseksual yang tradisional. Dalam relasi heteroseksual, perempuan seringkali memiliki power atau kekuatan yang jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kekasih atau suami mereka. Power didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku pasangannya. Ketidaksetaraan power ini termanifestasi ketika seseorang memiliki lebih banyak suara dibandingkan pasangannya mengenai relasi mereka maupun mengenai pengambilan keputusan tertentu. 3. Lesbian cenderung tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual mereka ketika harus menikah dengan lawan jenis. Beberapa lesbian mengaku tidak mampu mencapai orgasme saat berhubungan seksual dengan suaminya Jay Young dalam Peplau Amaro, 1982. Hal ini barangkali disebabkan oleh perbedaan nilai emosional yang diterapkan perempuan dalam hubungan seksual mereka. Lesbian mengemukakan, dibandingkan dengan laki-laki, seks dengan sesama perempuan cenderung lebih lembut, lebih intim, lebih perhatian, lebih menyenangkan, lebih bervariasi dan lebih tidak agresif Schaefer dalam Peplau Amaro, 1982. Hasil-hasil penelitian yang menunjukkan kecilnya tingkat kesuksesan pernikahan dan banyaknya faktor yang mempengaruhi ketidakbahagiaan lesbian dalam mixed orientation marriage membuat lesbian yang mampu menjalin pernikahan heteroseksual selama lebih dari tiga tahun menjadi sebuah kasus yang sangat unik dan jarang terjadi. Oleh sebab itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan studi eksploratif terhadap individu tersebut dengan menggunakan pendekatan studi kasus.

E. Kerangka Penelitian