Bentuk Mixed Orientation Marriage

3. Bentuk Mixed Orientation Marriage

Coleman dalam Ben-Ari Adler, 2010 mengatakan bahwa pada prinsipnya, ada dua bentuk mixed-orientation marriage, yaitu pernikahan di mana pasangan straight menyadari orientasi seksual suamiistrinya, atau sebaliknya, tidak mengetahui sama sekali. Sangat penting untuk dicatat bahwa kesadaran ini bentuknya sangat dinamis dan bisa berubah seiring dengan waktu. Pernikahan yang sukses sangat jarang terjadi pada pasangan di mana seseorang tidak mengetahui orientasi seksual suami atau istrinya. Meskipun begitu, Berger dalam Ben-Ari Adler, 2010 menemukan bahwa ada beberapa laki-laki yang melaporkan bahwa ia memiliki relasi pernikahan yang memuaskan. Kurangnya kesadaran pasangan dan anak adalah variabel mediator yang berkontribusi besar bagi persepsi akan kesuksesan pernikahan. Penyembunyian yang dimainkan oleh homoseksual memegang peranan yang sangat penting. Akan tetapi, Binger dalam Ben-Ari Adler, 2010 mengindikasikan bahwa banyak dari individu-individu ini yang merasa bersalah dan cemas. Perasaan bersalah berasal dari gaya hidup mereka yang tidak “asli” dan dari penyembunyian itu sendiri. Kecemasan yang dirasakan berasosiasi dengan ketakutan antara penemuan atau pengetahuan yang tidak direncanakan mengenai orientasi homoseksual mereka. Kecenderungan memendam kebenaran ini membuat konflik ekspresi emosi dan hal ini bisa menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan stres. Berdasarkan teori inhibisi, ekspresi emosi dan berbagi aspek personal dengan orang lain melalui keterbukaan adalah hal yang penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Kombinasi antara proses yang menyebabkan stres ini penyembunyian identitas orientasi seksual mampu membangkitkan masalah kesehatan mental Pennebaker dalam Ben-Ari Adler, 2010. Pada istri yang mengetahui tentang orientasi seksual suaminya, keterbukaan homoseksualitas bisa terjadi pada tahap hubungan pernikahan yang berbeda-beda Ben-Ari Adler, 2010. Beberapa pria memilih untuk terbuka sebelum pernikahan terjalin, namun beberapa yang lain membuka diri di tengah-tengah pernikahan. Semua partisipan dalam sebuah survey di Amerika melaporkan depresi yang lebih dari satu bulan lamanya sebelum mereka akhirnya memutuskan coming out kepada istri mereka. Mereka juga melaporkan bahwa mereka segan setelah menyaksikan kemarahan dan luka yang dialami oleh istri mereka. Laki-laki merasa takut kehilangan hubungan dengan keluarga dan teman-teman mereka setelah mereka coming out. Hal ini dipersulit dengan ketidakpastian tentang bagaimana mereka harus beradaptasi dengan identitas baru mereka. Coleman dalam Ben-Ari Adler, 2010 mengatakan bahwa bagi mereka yang memutuskan untuk mempertahankan pernikahan, homoseksualitas bisa menjadi sumber tekanan dan konflik, serta memunculkan perasaan pesimis mengenai masa depan pernikahan tersebut. Masalah lain yang muncul dalam pernikahan ini, yaitu penolakan terhadap kontak seksual dan hubungan penuh afeksi yang dibangun oleh individu homoseksual dengan orang lain di luar pernikahan.

4. Penyesuaian Pernikahan dalam Mixed Orientation Marriage