18
resisten terhadap
beberapa kelompok
insektisida Kasumbago Untung, 2001: 13. b
Resurjensi hama,
yakni fenomena
meningkatnya serangan
hama tertentu
sesudah perlakuan dengan insektisida Panut Djojosumarto, 2000: 24.
c Letusan hama kedua setelah perlakukan
insektisida tertentu secara intensif ternyata hama
sasaran utama
memang dapat
terkendali, tetapi kemudian yang muncul dan berperan menjadi hama utama adalah jenis
hama lain yang sebelumnya masih dianggap tidak membahayakan Panut Djojosumarto,
2000: 24. d
Terbunuhnya musuh alami hama. Data mengenai hal ini di Indonesia juga masih
sangat sedikit. Beberapa kejadian dan penelitian yang ada menyatakan bahwa
Fentoat 60 EC dan Isoksation 25 EC menyebabkan menurunnya populasi laba-
laba Lycosa sp.. Diazinon 60 EC, MICP 40 WP, Fenitrotion 75 EC dan Isoksation 25 EC
19
menurunkan populasi Cyrtorhinus sp. Panut Djojosumarto, 2000: 24.
e Perubahan flora, misalnya penggunaan
herbisida secara
terus-menerus untuk
mengendalikan gulma daun lebar akan merangsang pergembangan gulma daun
sempit rumput Panut Djojosumarto, 2000: 24.
f Meracuni tanaman bila salah menggunakan
Panut Djojosumarto, 2000: 24.
3. Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama
Terpadu Integrated
Pest Management
atau disingkat PHT merupakan konsep yang dikembangkan oleh para ahli Amerika Serikat terutama sejak Stern
dan kawan-kawan di Universitas California menulis tentang Integrated Control
pada tahun 1959 di Majalah Hilgaria. Konsep PHT merupakan jawaban terhadap dampak negatif penggunaan
pestisida terutama penggunaan DDT untuk pengendalian hama tanaman sejak Perang Dunia ke II. Dampak tersebut antara lain,
resurjensi hama, ledakan hama sekunder, resistensi hama, dan yang lebih penting lagi adalah dampak negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia Abdul Latief Abadi, 2003: 113-114.
20
Pengendalian Hama Terpadu adalah pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktor-
faktor mortalitas Abdul Latief Abadi, 2003: 114. Pengendalian Hama Terpadu PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat
multi disiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan
beranekaragam taktik
pengendalian secara
kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan Smith, 1978, sedangkan Kenmore 1989 memberikan definisi singkat
PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud dengan perpaduan terbaik di sini adalah perpaduan penggunaan berbagai
metode pengendalian hama yang dapat memperoleh hasil yang terbaik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal
mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh penghasilan yang maksimal dari usaha taninya.
Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang
sangat mengutamakan penggunaan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat
dan berlebihan. Cara ini kecuali meningkatkan biaya produksi juga mengakibatkan dampak samping yang merugikan bagi lingkungan
hidup dan kesehatan masyarakat. Harga pestisida di tingkat petani sangat murah sehingga mendorong petani untuk menggunakan
21
pestisida secara berlebihan tanpa melihat kondisi ekosistem dan dampaknya terhadap lingkungan Abdul Latief Abadi, 2003: 116.
Dilihat dari segi efektivitas dan efisiensi pengendalian, penggunaan pestisida berspektrum lebar semakin mendorong
berkembangnya jenis hama yang resisten, timbulnya resurgensi hama serta timbulnya letusan hama sekunder. Fenomena tersebut
mengakibatkan penggunaan pestisida menjadi semakin kurang efektif
dan efisien.
Akibatnya, petani
terdorong untuk
meningkatkan dosis dan frekuensi aplikasi dan bahkan sering kali mencampur
dengan pestisida
lainnya. Dengan
demikian penggunaan pestisida terus meningkat, lingkungan hidup menjadi
tercemar, sedangkan masalah hama tidak pernah dapat terselesaikan bahkan justru semakin meningkat Abdul Latief
Abadi, 2003: 116. Untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektivitas
pengendalian, serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional tersebut
harus diubah menjadi kebijakan pengendalian hama berdasarkan pada konsep dan prinsip PHT. Oleh karena itu pemerintah
kemudian mengambil keputusan politik dan bertekad untuk menerapkan konsep PHT, dengan dikeluarkannya Inpres 31986
pada tahun 1986 Abdul Latief Abadi, 2003: 117.
22
PHT adalah satu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi
dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Sasaran PHT
adalah : 1.
Produktivitas pertanian mantap tinggi 2.
Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat 3.
Populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan
4. Pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida. Salah satu tujuan praktis sistem PHT adalah mengurangi
kuantum penggunaan pestisida sintetik, antara lain dengan mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menandingi
keampuhan pestisida sintetik tersebut Suryaningsih, 2004: 1.
4. Pengertian Pestisida Nabati
Salah satu alternatif untuk menggantikan penggunaan pestisida sintetik yang banyak menimbulkan dampak negatif
adalah menggunakan senyawa kimia yang berasal dari tanaman yang dikenal dengan nama Pestisida Nabati Sudarmo, 2005.
Pestisida nabati mencangkup bahan nabati ekstrasi penyulingan yang dapat berfungsi sebagai zat pembunuh, zat penolak zat