31
b. Perencanaan, memikirkan tentang bagaimana mengatasi penyebab stres antara lain dengan membuat strategi untuk bertindak,
memikirkan tentang upaya yang perlu diambil dalam menyelesaikan suatu masalah.
c. Penekanan kegiatan bersaing, individu dapat menekan keterlibatan dalam kegiatan bersaing atau menahan diri dari perebutan sumber
informasi, sebagai cara untuk lebih berkonsentrasi pada tantangan atau ancaman yang ada. Misalnya dengan mengajukan rencana lain, dan
menghindari gangguan orang lain. d. Kontrol diri, ditunjukkan dengan sikap individu yang mampu
menunggu kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan diri, dan tidak bertindak secara prematur atau buru-buru. Kontrol diri ditujukan
agar seseorang mampu menghadapi tekanan secara efektif. e. Dukungan sosial, yaitu mencari dukungan sosial seperti nasehat,
bantuan atau informasi. Berdasarkan kedua pendapat yang telah dipaparkan di atas, aspek
problem-focused coping yang akan digunakan ialah aspek-aspek yang dikemukakan oleh Carver, dkk yakni: 1 keaktifan diri, 2 perencanaan,
3 penekanan kegiatan bersaing, 4 kontrol diri, dan 5 dukungan sosial dikarenakan aspek-aspek tersebut lebih menggambarkan secara rinci
bagaimana strategi individu dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan. Sumber aspek-aspek tersebut berasal dari dalam diri individu didukung
dengan adanya dukungan sosial.
32
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Problem-Focused Coping
Kemampuan individu dalam menggunakan problem-focused coping berbeda-beda, disebabkan oleh beragam faktor. Salah satu faktor
tersebut adalah penilaian kognitif Folkman dalam Siti Rohmah Nurhayati, 2006: 22. Selain penilaian kognitif, tentunya terdapat pula faktor lain
yang mempengaruhi problem-focused coping. Seperti yang disampaikan oleh Andrian Pramadi dan Hari Lasmono
2003: 331 beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan problem-focused coping. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Jenis kelamin Perempuan lebih cenderung berorientasi pada tugas dalam
menghadapi masalah sehingga perempuan cenderung kurang menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah
dibandingkan dengan laki-laki. b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin
tinggi pula kompleksitas kognitifnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih realistis dalam memecahkan masalah.
c. Perkembangan usia Kemampuan dalam merespon masalah atau kesulitan akan
berbeda sejalan dengan perkembangan usia yang merubah struktur
33
psikologis seseorang. Usia seringkali berkaitan dengan pengalaman dalam menghadapi tekanan yang diperoleh dari perjalanan hidupnya.
d. Status sosial dan ekonomi Seseorang dengan status sosial dan ekonomi yang rendah
cenderung akan melakukan coping yang kurang aktif, kurang realisitis, dan lebih fatal atau dengan kata lain menampilkan respon menyangkal
dibandingkan dengan seseorang dengan status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kognitif, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, serta status sosial dan
ekonomi merupakan yang mempengaruhi individu dalam melakukan problem-focused coping.
D. Tahapan Perkembangan Mahasiswa
1. Pengertian Mahasiswa pada Masa Dewasa Dini
Mahasiswa adalah peserta didik dalam jenjang pendidikan tinggi. Dalam penelitian ini mahasiswa yang menjadi subyek berada dalam
rentang usia 18-23 tahun yang memasuki tahap perkembangan pada masa dewasa dini. Sesuai dengan pendapat Hurlock 1980: 272 masa dewasa
dini dimulai sejak usia 18 tahun hingga kira-kira 40 tahun. Lebih lanjut Hurlock menjelaskan bahwa masa dewasa dini adalah masa pencarian
kemantapan dan masa reproduktif yaitu masa yang penuh dengan masalah dan gangguan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan