hidup liar dan tidak dimanfaatkan. Pada umunya dari tumbuhan aren dapat dimanfaatkan berupa airnya ‘tuak’, namun air dari kedua tumbuhan ini tidak
dimanfaatkan. Satu-satunya yang dapat dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah daunnya yang dijadikan sebagai sapu lidi. Semua responden pada kelompok usia
remaja dan beberapa pada kelompok usia dewasa tidak memahami leksikon ini. Penyebabnya adalah kurangnya penggunaan bahasa alam konteks komunikasi
sehari-hari oleh masyarakat, sehingga kelompok usia muda lebih sering menyebutnya dengan pola ‘aren atau tuak’.
Silinjuang merupakan jenis semak yang yang memiliki daun berwarna merah dan berbentuk panjang serta batang yang keras. Tumbuhan ini biasa hidup
di tepi sungai. Bagi masyarakat setempat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat namun masih banyak tumbuh di daerah ini. Pemahaman masyarakat terhadap
tumbuhan ini juga masih tinggi, hanya pada kelompok usia muda sudah terjadi penyusutan pemahaman. Pemahaman kelompok usia remaja terhadap leksikon ini
masuk pada kategori mendengar saja dan tidak pernah mendengar, dan melihat. Persoalan penggunaan bahasa dan pengenalan dari orangtua terhadap generasi
muda menjadi penyebab utama terjadinya penyusutan pemahaman terhadap tumbuhan ini, padahal referenya masih banyak tumbuh di desa ini.
5.1.3 Kelompok Leksikon Suan-suanen
Kelompok suan-suanen ‘tanaman’ adalah data selanjutnya yang diperoleh dari informan. Kelompok flora suan-suanen yang diperoleh dari informan ini
berdasarkan pada profesi masyarakat DUG yang mayoritas adalah petani. Data
Universitas Sumatera Utara
leksikon tumbuhan kelompok suan-suanen yang diperoleh dalam kajian ini adalah semua tumbuhan yang biasa ditanam oleh masyarakat Desa Uruk Gedang.
Tumbuh-tumbuhan ini ditanam karena bernilai ekonomi tinggi, bermanfaat sebagai obat, dan juga untuk konsumsi sehari-hari.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh data leksikon suan- suanen sebanyak 36 jenis flora. Setelah daftar leksikon ini diujikan, diperoleh
kesimpulan bahwa pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok suan-suanen masih tinggi. Hal ini daiakibatkan oleh masih tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap tumbuh-tumbuhan ini karena memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hanya sedikit leksikon
yang tidak dipahami sama sekali oleh kelompok usia remaja karena tumbuhan tersebut sudah jarang ditemukan dan kurangnya pengenalan bahasa dari orangtua
terhadap merekaakibat kondisi sosial masyarakat yang beralatar belakang budaya yang berbeda ‘memaksa’ masyarakat Pakpak harus menggunakan bahasa etnis
lain. Acem ‘asam’, merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam oleh
masyarakat desa Uruk Gedang karena selain untuk dikonsumsi, juga bernilai ekonomi. Dari hasil pengujian terhadap responden, pemahaman mereka terhadap
tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Jadi kesimpulannya, tidak terjadi penyustan pemahaman terhadap tumbuhan ini. Sementara tumbuhan bahing,
cikala, cina, ganderra, keceur, keras, koning, lada, lengkuas, mbungke, neur, rias, rimbang, rimo mungkur,serre, dan tuba merupakan jenis tumbuhan rempah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain karena bernilai ekonomi tinggi,
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan ini juga sengaja ditanaman karena merupakan kebutuhan untuk dikonsumsi sehari-hari. Pemahaman responden pada tumbuh-tumbuhan ini masih
sangat tinggi karena sangat mudah ditemukan dan selalu digunakan sehari-hari. Hanya ada beberapa tumbuhan yang menyusut dari pemahaman remaja seperti
bahing, cikala, ganderra, keceur, lada,mbungke, dan tuba yang masuk pada kategori pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengenalan
dari orangtua kepada anak dengan menggunakan bahasa etnis. Tumbuhan koning gajah, koning putih,dan pala juga merupakan jenis tumbuhan rempah atau bumbu
masakan, namun pemahaman beberapa responden remaja sudah masuk dalam kategori tidak pernah melihat dan mendengar. Masalah itu terjadi karena
tumbuhan koning gajah, koning gajah, dan mbungke kurang bernilai ekonomi yang tinggi dan tidak terlalu dibutuhkan, sehingga masyarakat jarang menanam
tumbuhann ini. Setengah dari jumlah responden remaja juga tidak pernah melihat dan mendengar tumbuhan pala. Kondisi ini terjadi karena tumbuhan ini memang
jarang tumbuh di daerah ini. Semua tumbuhan bumbu dapur di atas tidak mengalami penyusutan dalam pemahaman responden kelompok usia tua dan
dewasa. Gadong ‘singkong’ dan sukat ‘keladi’ merupakan tanaman pengganti
makanan pokok oleh masyarakat setempat. Menanam tumbuhan ini bukan pekerjaan yang sulit karena tidak memerlukan perawatan khusus. Selain
dikonsumsi oleh masyarakat, umbinya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan daun singkong juga dikonsumsi sebagai sayur. Pemahaman seluruh
responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal karena masih dapat
Universitas Sumatera Utara
ditemukan dengan mudah dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Gambir,gatap, dan pinangbiasa dikonsumsi terutama oleh kaum hawa karena dianggap sebagai tradisi. Namun beberap tahun terahir, tradisi ini sudah
mulai ditinggalkan oleh kaum hawa di desa Uruk Gedang. Generasi muda tidak mewarisi tradisi ini karena mereka merasa malu dan tidak ingin dikatakan
ketinggalan. Fungsi gatap tidak terbatas seperti yang telah diuraikan di atas, namun berfungsi juga untuk melambangkan hubungan yang erat dan kuat dalam
konteks budaya. Dalam budaya Pakpak juga mengenal tradisi umpasa ‘pantun’. Dalam acara adat Pakpak, sering sekali ada pihak yang memberikan pantun berisi
nasihat. Pesan atau nasihat yang disampaikan dalam pantun tersebut dalah agar pihak pemberi nasihat dan penerima nasihat tidak terpisahkan dan kuat seperti
gatap yang hidup menjalar dan kuat. Menyadari pentingnya fungsi gatap tersebut, maka seluruh responden ada pada kategori mengenal. Sementara gambir telah
menyusut dari pemahaman beberapa responden remaja karena mereka sudah jarang melihat tradisi mengonsumsi sirih. Sedangkan pinang juga tidak
mengalami penuyusutan dalam pemahaman responden karena masih banyak ditemukan di daerah ini.
Tumbuhan isap ‘tembakau’ juga dapat ditemukan di desa ini walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan karena di daerah Kabupaten Dairi tidak
memiliki pabrik rokok, sehingga masyarakat lebih memilih jenis tanaman lain untuk dibudidayakan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih tinggi,
namun ada beberapa responden remaja masuk pada kategori pernah mendengar
Universitas Sumatera Utara
saja. Hal ini disebabkan oleh kontak bahasa masyarakat Pakpak dengan bahasa dari etnis lain yaitu Batak Toba dan juga bahasa Indonesia.
Jagong, kacang, dan page juga merupakan jenis tumbuhan yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat desa Uruk Gedang. Perubahan lingkungan
alam basah ke alam yang kering akibat terjadinya kemarau yang panjang beberapa tahun terakhir ‘memaksa’ masyarakat megalihkan fungsi sawah menjadi ladang
atau kebun. Dahulu umumnya masyarakat menanam padi, namun kondisi alam yang menjadi kering membuat masyarakat menanam jenis tumbuhan darat seperti
jagong dan kacang. Jagong dan page merupakan jenis tanaman yang paling banyak dibandingkan kacang. Hal ini disebabkan karena jagong dan padi selain
merupakan tumbuhan yang menjadi kebutuhan pokok, tumbuhan ini juga bernilai ekonomi tinggi dan masa panennya yang lebih singkat dibandingkan kacang.
Pemahaman seluruh responden terhadap ketiga tumbuhan ini masuk pada ketegori pertama yaitu mengenal.
Tumbuhan jerango biasa ditanam di sekitar lingkungan tempat tinggal, bukan seperti tumbuhan lain yang sengaja ditanam di ladang atau sawah.
Tumbuhan ini sebenarnya jarang dimanfaatkan, namun menurut masyarakat tumbuhan ini berfungsi sebagai penangkal. Pemahaman responden terhadap
tumbuhan ini masuk pada kategori menganal. Sementara itu, lancing merupakan tanaman merambat dan berdaun lebar dan biasa digunakan sebagai obat penyakit
mag. Tumbuhan ini memang jarang ditanam oleh masyarakat karena penggunaan obat tradisinal sudah digantikan oleh obat-obat kimi yang tersedia di apotek.
Namun pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori
Universitas Sumatera Utara
mengenal. Leuh biasa ditanam berbarengan dengan tanaman lain sebagai penyubur tanah, namun daunnya dapat juga dikonsumsi sebagai sayuran walaupun
sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. pemahaman responden tua dan dewasa terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal, namun pada kelompok
remaja telah mengalami penyusutan akibat kurangnya hubungan aktivitas mereka dengan kegiaan pertanian.
Selain jenis tumbuhan di atas, masyarakat juga menanam tumbuhan pola ‘nira’. Tumbuhan ini sengaja ditanam karena air nira dapat dijual dan daunnya
yang paling muda yaitu mare-mare biasa digunakan sebagai hiasan saat acara adat atau acara keagamaan, sedangkan daunnya yang paling tua dapat dijadikan
sebagai sapu halaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat berguna. Pemahaman responden terhadap leksikon pola ada
pada kategori mengenal, sedangkan mare-mare telah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa responden usia remaja. Hal ini disebabkan karena
kurangnya frekuensi penggunaan bahasa etnis oleh orangtua terhadap mereka karena mare-mare jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tumbuhan terakhir yaitu tebbu ‘tebu’ juga sangat banyak ditemukan di desa ini. Tumbuhan ini ditanam bukan untuk dijual atau diolah menjadi gula,
namun untuk dikonsumsi secara langsung. Masyarakat biasa mengonsumsinya ketika beristirahat saat beraktivitas di ladang. Tidak ada manfaat lain dai tanaman
ini bagi masyarakat desa Uruk Gedang. Pemahaman seluruh responden terhadap tumbuhan ini ada pada ketgori mengenal karena masyarakat memang suka
mengonsumsi tanaman ini.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4 Kelompok Leksikon Buah