Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi

(1)

PEMERTAHANAN BAHASA PAKPAK DAIRI DI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Disusun Oleh:

NURHAYATI SITORUS 127009032

LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

Judul Tesis : Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi

Nama Mahasiswa : Nurhayati Sitorus Nomor Pokok : 127009032

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dwi Widayati, M.Hum.) (Dr. Masdiana Lubis, M.Hum.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Dr.Syahron Lubis, M.A.)


(3)

Telah diuji pada

Tanggal: 29 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dwi Widayati, M.Hum. Anggota : 1. Dr. Masdiana Lubis, M.Hum.

2. Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. 3. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP.


(4)

SURAT PERNYATAAN

Judul Tesis : PEMERTAHANAN BAHASA PAKPAK DAIRI DI KABUPATEN DAIRI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Fokus penelitian ini adalah kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi, faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi, dan upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Responden yang dijaring dalam penelitian ini sebanyak 99 yang diambil melalui teknik acak berlapis dan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Data diperoleh melalui kuesioner, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi sekarang pada kelompok remaja sudah tidak bertahan. Pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sangat rendah di semua ranah, baik ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja/mesjid, dan ranah sekolah. Selanjutnya, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa dan kelompok orang tua hanya bertahan pada ranah tertentu, yakni ranah gereja/mesjid. Namun, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada ranah rumah, ranah luar rumah, dan ranah pekerjaan sudah tidak bertahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi berasal faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Adapun faktor intralinguistik yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi adalah alih kode dan campur kode. Selanjutnya, faktor ekstralinguistik yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi adalah identitas, kepercayaan diri, kesetiaan, kebanggaan budaya, migrasi, kosentrasi tempat tinggal, jumlah penutur, agama, mengikuti ibadah di luar GKPPD, umur, interlokutor, ranah, pekerjaan, perkawinan campuran, dan kebiasaan menghubungi famili di kampung halaman. Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan bahasa Pakpak Dairi adalah harus memiliki sikap positif terhadap bahasa daerah dalam diri masing-masing individu, menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam kehidupan mereka sehari-hari, mengajari dan menggunakan bahasa Pakpak Dairi kepada anak-anak di rumah, menggunakan bahasa dan budaya Pakpak dalam adat-istiadat, menjadi anggota dalam suatu lembaga, menjadikan bahasa Pakpak Dairi sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah, mengikuti ibadah di GKPPD, mengikuti ibadah di mesjid yang menggunakan bahasa Pakpak Dairi mengikuti acara kebaktian kumpulan setiap minggunya, dan kebiasaan mengunjungi famili.


(6)

ABSTRACT

This research discusses about language maintenance of Pakpak Dairi in Dairi District. It focuses on the condition of language maintenance of Pakpak Dairi, the factors influence language maintenance of Pakpak Dairi, and the efforts to maintain Pakpak Dairi language. The respondent consists of 99 persons selected through stratified random sampling technique and divided into three groups, namely adolescent, adult, and parent group. Data were obtained through questioner, observation, and interview. The data were analized by using analysis of statistic descriptive and Miles and Huberman analysis. The result of this study showed the condition of language maintenance for adolescent group is not maintained, for adolescent is very low in all domains, such as home, outside home, church/mosque, and school/education domain, and for adult and parent groups are still maintained at church/mosque domain. However, the condition of language maintenance of Pakpak Dairi at home, outside home, and job domain are no longer maintained. The factors influence language maintenance of Pakpak Dairi are intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factors are code switching and code mixing. While the extralinguistic factors influence language maintenance of Pakpak Dairi are identity, confidence, loyalty, pride of culture, migration, concentration living, larger numbers of speakers, religion, attending the religion services out side of GKPPD, age, interlocutor, domain, occupation, inter marriage and calling the family in hometown. The efforts to maintain Pakpak Dairi language are to have positive attitude, to use Pakpak Dairi language in daily activities, to teach and use Pakpak Dairi language with children at home, to present Pakpak Dairi language and culture in adat activities, to include Pakpak Dairi language as local content subject at school, to attend religious services at GKPPD and the mosque where Pakpak Dairi language is used, to participate in the weekly mass, and to see family.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan pengasih karena berkat dan limpahan kasih karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar magister linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada pihak-pihak terkait.

Pertama-tama, penulis menyampaikan penghargaan setulus hati kepada dosen pembimbing satu. Dr. Dwi Widayati, M.Hum. yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan kesabaran kepada penulis. Ucapan yang serupa ditujukan kepada dosen pembimbing dua, Dr. Masdiana Lubis, M.Hum. yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp. A(K) atas berbagai kemudahan dalam melengkapi fasilitas akademik; kepada Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa Program Magister Linguistik; kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Syahron Lubis, M.A atas pelayanan kebutuhan akademik yang diperoleh penulis; kepada Ketua Program


(8)

Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., serta Sekretaris Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Dr. Nurlela, M.Hum., yang selalu memberikan nasihat kepada penulis dan melengkapi kebutuhan akademik.

Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada penguji tesis, Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D, Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP., dan Dr. Nurlela, M.Hum., atas berbagai saran, kritik, dan sanggahan sehingga tesis ini memiliki kualitas yang dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf pengajar pada Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.s., Prof Aron Meko Mbete, Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D, Dr. Mulyadi, M.Hum., Dr. Masdiana Lubis, M.Hum., Dr. Nurlela, M.Hum, Dr. Gustianingsih, M.Hum., Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP., Dr. Ridwan Hanafiah, M.Hum., Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum yang telah memperluas wawasan penulis tentang kajian linguistik pada setiap mata kuliah.

Pada kesempatan yang sama, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf administrasi Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Yuni dan Nila atas keramahan dan kesantunannya dalam melengkapi kebutuhan akademik penulis.

Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada civitas akademika Universitas HKBP Nommensen yang telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi, kepada Rektor Universitas HKBP Nommensen,


(9)

Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, M.Sc. atas kesempatan untuk studi lanjut; kepada Dekan FKIP Universitas HKBP Nommensen, Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd beserta seluruh Wakil Dekan di kelas paralel Medan atas bimbingan yang diberikan selama ini; kepada Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Sahlan Tampubolon, M.Hum atas pengertiannya yang sungguh besar, dan semua rekan-rekan dosen di FKIP Universitas HKBP Nommensen, Ruth Simanjuntak, S.Pd., M.Si., Dame Ifa Sihombing, M.Si., Imelda Novita Siringoringo, S.E., M.Si (Ak), Erna H. Tampubolon, M,Pd., Linda Septi Yanti Sianipar, S.Pd., M.Pd., Lasma Siagian, S.Pd., M.Pd., Rani Farida Sinaga, S.Pd., M.Si., dan Christin Sitepu, S.Si., M.Pd.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Jacksen Lingga dan sekaligus pegawai BPS Kabupaten Dairi yang telah membantu penulis dalam mengghimpun data. Ucapan yang serupa kepada Bapa tua dan keluarga yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data dan memberikan saran; kepada Roslina Anakampun dan keluarga, R. Banurea dan keluarga yang telah membantu penulis menghimpun data penelitian.

Ucapan terimah kasih yang hangat disampaikan kepada teman-teman kuliah angkatan 2012, khususnya Beslina Afriani Siagian, S.Pd., Rida Suryati Gultom, S.S., Immanuel Tarigan, S.Pd, Demak M. Silaban, S.S., Dairi Sapta Simanjuntak, S.Pd., Erna J. Pakpahan, S.S., Sheila S. Siregar, S.S., Novita Sari, S.Pdi., Rahmawati, S.Pd, sebagai teman-teman seperjuangan dan teman-teman lainnya yang ada di kelas linguistik paralel dan reguler.


(10)

Di atas semua ungkapan itu, rasa terima kasih dan penghormatan yang tinggi disampaikan kepada orang tua penulis, Ayahanda M. Sitorus, S.Pd. dan Ibunda R. Butar-butar, A.Md., yang telah mendoakan penulis dan memberikan motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik, Adinda Surya Honesty Sitorus, S.Km, Jojor Tri Indah Sitorus, S.Kom, Judika Sitorus, Juanda Sitorus dan Apri Sitorus atas doa, kasih sayang dan perhatian serta semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Leberto Tumanggor, S.E. yang telah membantu penulis menghimpun data, dan memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk memperbaiki kesalahan dalam tesis ini. Penulis mengharapkan tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi peneliti linguistik, khususnya bidang sosiolinguistik.


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Nurhayati Sitorus

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/ Tanggal lahir : Pematang Cengkring, 23 Juli 1988

Alamat : Jln. Baru No. 77 Pasar IV

Perumahan Gading Vista, Marindal

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

HP : 081260149118

Alamat kantor : Universitas HKBP Nommensen Jalan Sutomo Ujung No. 4A, Medan

Email : Nurhayati_sitorus_dori@yahoo.com

II. Riwayat Pendidikan

1994 – 2000 : SD Negeri 117504 Aek Pamingke 2000 – 2003 : SMP Negeri 1 Aek Natas

2003 – 2006 : SMA Negeri 3 Rantau Utara

2006 – 2010 : Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas HKBP Nommensen - Siantar 2012 -2014 : Program Studi Pascasarjana Linguistik,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara III. Riwayat Pekerjaan

Dosen di Universitas HKBP Nommensen, FKIP-Medan Dosen di Universitas HKBP Nommensen, Fakultas Ekonomi


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... .. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... . viii

DAFTAR BAGAN ... . xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... . xiv

DAFTAR SINGKATAN ... . xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... ... 5

1.3.1 Tujuan Khusus ... ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 5

1.4.1 Manfaat Teoretis ... ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... ... 5

1.5 Definisi Istilah ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kontak Bahasa ... 7

2.2 Multilingualisme ... 8

2.3 Sikap Bahasa ... 9

2.4 Pergeseran Bahasa ... 11

2.5 Pemertahanan Bahasa ... ... 12

2.6 Faktor-faktor Pemertahanan Bahasa ... 16

2.7 Teori Sosiolinguistik... 17

2.8 Hasil Penelitian Yang Relevan ... 19

2.9 Kerangka Teoritis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 33

3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian... 35

3.3 Populasi dan sampel ... . 36

3.4 Data dan Sumber Data ... 37

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.6 Analisis Data ... 39

3.7 Kerangka Kerja ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Pengantar ... . 44

4.2 Identitas Sosial Responden ... 44

4.1.1 Jenis kelamin ... . 45


(13)

4.1.3 Pendidikan ... . 46

4.1.4 Pekerjaan ... 47

4.3 Latar belakang Kebahasaan ... 48

4.3.1 Pemerolehan Bahasa Pertama Responden ... 49

4.3.2 Kemampuan Berbahasa Pakpak Dairi Responden ... . 50

4.3.3 Kemampuan Bahasa Daerah Lain Responden ... ... 51

4.4 Penggunaan Bahasa Menurut Kelompok Umur ... . 53

4.4.1 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Rumah... . 54

4.4.1.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Rumah ... ... 54

4.4.1.2 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Rumah ... .. 56

4.4.1.3 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Rumah ... ... 60

4.4.2 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di ranah Luar Rumah... .. 64

4.4.2.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Luar Rumah... . 64

4.4.2.2 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di ranah Luar Rumah ... 66

4.4.2.3 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Luar Rumah ... ... 68

4.4.3 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Gereja/Mesjid... . 70

4.4.3.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Gereja/Mesjid ... ... 70

4.4.3.2 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Gereja/Mesjid... ... 73

4.4.3.3 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Gereja/Mesjid... ... 76

4.4.4 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Sekolah... ... 80

4.4.5 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Pekerjaan... ... 83

4.4.5.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Pekerjaan ... ... 83

4.4.5.2 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Pekerjaan... 86

4.5 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran... 88

4.5.1 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Remaja ... 89

4.5.2 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Dewasa ... . 90

4.5.3 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Orang Tua ... ... 92

4.6 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa... . 94

4.6.1 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Remaja ... 95

4.6.2 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Dewasa ... . 96


(14)

4.6.3 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada

Kelompok Orang Tua ... 97

4.7 Pemilihan Bahasa ... 99

4.7.1 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Remaja ... 99

4.7.2 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Dewasa ... . 101

4.7.3 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Orang Tua ... 101

4.8 Sikap Bahasa... 104

4.8.1 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Remaja ... . 104

4.8.2 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Dewasa ... 105

4.8.3 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Orang Tua ... . 106

4.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi ... 107

4.9.1 Faktor Intralinguistik ... .. 109

4.9.2 Faktor Ekstralinguistik ... . 110

4.10 Upaya Mempertahankan Bahasa Pakpak Dairi ... .. 116

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengantar... . 117

5.2 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi ... . 117

5.2.1 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi Berdasarkan Kelompok Umur ... . 117

5.2.1.1 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Rumah ... ... 120

5.2.1.2 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Luar Rumah ... ... 124

5.2.1.3 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Gereja/Mesjid ... 127

5.2.1.4 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Sekolah ... 129

5.2.1.5 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Pekerjaan... ... 130

5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi ... 132

5.3.1 Faktor Intralinguistik ... .. 132

5.3.2 Faktor Ekstralinguistik ... . 134

5.4 Upaya-upaya Mempertahankan Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi 145 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 151

6.2 Saran ... . 152 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teoretis ... . 30 Bagan 3.1 Analisis Data Model Miles and Huberman... ... 41 Bagan 3.2 Kerangka Kerja Penelitian ... . 43


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Agama 46 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Pendidikan ... 47

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Pekerjaan ... ... 48

Tabel 4.5 Pemerolehan Bahasa Pertama Responden ... 50

Tabel 4.6 Kemampuan Berbahasa Pakpak Dairi Responden ... . 51

Tabel 4.7 Kemampuan Bahasa Daerah Lain Responden ... 52

Tabel 4.8 Penggunaan Bahasa Menurut Kelompok Umur ... 53

Tabel 4.9 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Rumah ... 54

Tabel 4.10 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Rumah ... 56

Tabel 4.11 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Rumah .... 60

Tabel 4.12 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Luar Rumah... ... 64

Tabel 4.13 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Luar Rumah ... ... 66

Tabel 4.14 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Luar Rumah ... ... 68

Tabel 4.15 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Gereja/Mesjid ... 71

Tabel 4.16 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Gereja/Mesjid ... ... 73

Tabel 4.17 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Gereja/Mesjid .... ... 76

Tabel 4.18 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Sekolah ... 80

Tabel 4.19 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Pekerjaan ... 83

Tabel 4.20 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Pekerjaan. 86 Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Remaja ... 89

Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Dewasa ... 91

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Orang tua ... ... 93

Tabel 4.24 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Remaja ... 95

Tabel 4.25Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Dewasa ... 96

Tabel 4.26 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Orang Tua ... 98

Tabel 4.27 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada kelompok Remaja ... 99

Tabel 4.28 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada kelompok Dewasa... . 101

Tabel 4.29 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada kelompok Orang Tua ... 102

Tabel 4.30 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Remaja ... . 105


(17)

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Dairi ... 33

Gambar 4.1 Diagram Pie Pemilihan Bahasa pada Kelompok Remaja ... 100

Gambar 4.2 Diagram Pie Pemilihan Bahasa pada Kelompok Dewasa ... . 102


(19)

DAFTAR SINGKATAN BBT : Bahasa Batak Toba

BDL : Bahasa Daerah lain BI : Bahasa Indonesia BPD : Bahasa Pakpak Dairi

GKPPD : Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi UP : Umur Penutur

JK : Jenis Kelamin ** : Tidak ada pilihan


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Fokus penelitian ini adalah kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi, faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi, dan upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Responden yang dijaring dalam penelitian ini sebanyak 99 yang diambil melalui teknik acak berlapis dan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Data diperoleh melalui kuesioner, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi sekarang pada kelompok remaja sudah tidak bertahan. Pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sangat rendah di semua ranah, baik ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja/mesjid, dan ranah sekolah. Selanjutnya, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa dan kelompok orang tua hanya bertahan pada ranah tertentu, yakni ranah gereja/mesjid. Namun, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada ranah rumah, ranah luar rumah, dan ranah pekerjaan sudah tidak bertahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi berasal faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Adapun faktor intralinguistik yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi adalah alih kode dan campur kode. Selanjutnya, faktor ekstralinguistik yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi adalah identitas, kepercayaan diri, kesetiaan, kebanggaan budaya, migrasi, kosentrasi tempat tinggal, jumlah penutur, agama, mengikuti ibadah di luar GKPPD, umur, interlokutor, ranah, pekerjaan, perkawinan campuran, dan kebiasaan menghubungi famili di kampung halaman. Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan bahasa Pakpak Dairi adalah harus memiliki sikap positif terhadap bahasa daerah dalam diri masing-masing individu, menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam kehidupan mereka sehari-hari, mengajari dan menggunakan bahasa Pakpak Dairi kepada anak-anak di rumah, menggunakan bahasa dan budaya Pakpak dalam adat-istiadat, menjadi anggota dalam suatu lembaga, menjadikan bahasa Pakpak Dairi sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah, mengikuti ibadah di GKPPD, mengikuti ibadah di mesjid yang menggunakan bahasa Pakpak Dairi mengikuti acara kebaktian kumpulan setiap minggunya, dan kebiasaan mengunjungi famili.


(21)

ABSTRACT

This research discusses about language maintenance of Pakpak Dairi in Dairi District. It focuses on the condition of language maintenance of Pakpak Dairi, the factors influence language maintenance of Pakpak Dairi, and the efforts to maintain Pakpak Dairi language. The respondent consists of 99 persons selected through stratified random sampling technique and divided into three groups, namely adolescent, adult, and parent group. Data were obtained through questioner, observation, and interview. The data were analized by using analysis of statistic descriptive and Miles and Huberman analysis. The result of this study showed the condition of language maintenance for adolescent group is not maintained, for adolescent is very low in all domains, such as home, outside home, church/mosque, and school/education domain, and for adult and parent groups are still maintained at church/mosque domain. However, the condition of language maintenance of Pakpak Dairi at home, outside home, and job domain are no longer maintained. The factors influence language maintenance of Pakpak Dairi are intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factors are code switching and code mixing. While the extralinguistic factors influence language maintenance of Pakpak Dairi are identity, confidence, loyalty, pride of culture, migration, concentration living, larger numbers of speakers, religion, attending the religion services out side of GKPPD, age, interlocutor, domain, occupation, inter marriage and calling the family in hometown. The efforts to maintain Pakpak Dairi language are to have positive attitude, to use Pakpak Dairi language in daily activities, to teach and use Pakpak Dairi language with children at home, to present Pakpak Dairi language and culture in adat activities, to include Pakpak Dairi language as local content subject at school, to attend religious services at GKPPD and the mosque where Pakpak Dairi language is used, to participate in the weekly mass, and to see family.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Batak yang terdiri atas lima etnik, yakni etnik Batak Toba, etnik Pakpak Dairi, etnik Simalungun, etnik Karo, dan etnik Mandailing. Setiap etnik memiliki bahasa daerah masing-masing. Etnik Batak Toba menggunakan bahasa Batak Toba, etnik Pakpak Dairi menggunakan bahasa Pakpak Dairi, etnik Simalungun menggunakan bahasa Simalungun, etnik Karo menggunakan bahasa Karo, dan etnik Mandailing menggunakan bahasa Mandailing sebagai bahasa daerah mereka.

Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain untuk menyampaikan informasi. Melalui bahasa manusia dapat mengekspresikan seluruh ide dan gagasan mereka. Bahasa merupakan lambang yang menunjuk identitas seseorang sebagai penutur bahasa tersebut, misalnya bahasa Pakpak Dairi adalah bahasa ibu yang digunakan oleh suku Pakpak Dairi (masyarakat Pakpak Dairi). Masyarakat Pakpak mempunyai lima dialek, yakni dialek Simsim, dialek Keppas, dialek Pegagan, dialek Kelasen dan dialek Boang (Solin, 1988:107). Masyarakat Pakpak Dairi merupakan masyarakat minoritas di Kabupaten Dairi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 bahwa masyarakat mayoritas di Kabupaten Dairi adalah suku Batak Toba, dengan persentase 72,50%, suku Pakpak Dairi 12,20%, suku Karo 9,50%, suku Melayu 0,46%, suku Mandailing 0,37%, suku Simalungun 1,81%, suku Nias


(23)

0,47%, suku Minangkabau 0,39%, suku Jawa 1,75%, suku Cina 0,14% , suku Aceh 0,14% dan lain-lain 0,25% (Sumber : BPS Kabupaten Dairi).

Dalam hal ini jumlah penduduk dan lingkungan sangat mempengaruhi pemertahanan suatu bahasa oleh penutur bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Jendra (2010:144-146) juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempertahankan bahasa adalah jumlah penutur, tempat tinggal, identitas, dan kebanggaan budaya, dan kondisi ekonomi yang baik. Walaupun masyarakat Pakpak Dairi hanya masyarakat minoritas di Kabupaten Dairi, bukan berarti mereka tidak mempertahankan bahasa daerah mereka. Pemertahanan bahasa itu bergantung kepada pilihan bahasa yang mereka pilih untuk dipakai dalam berkomunikasi dan juga bergantung kepada sikap bahasa yang dimiliki oleh penutur bahasa tersebut dalam mempertahankan bahasa daerah mereka.

Melalui peristiwa bahasa masyarakat Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi merupakan masyarakat multilingual (multilingual society). Masyarakat multilingual adalah masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk berbahasa lebih dari dua bahasa bila berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat lainnya (Holmes, 2001:19). Bahasa-bahasa yang digunakan oleh masyarakat Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi seperti bahasa Pakpak Dairi, bahasa Batak Toba, dan bahasa Indonesia. Keanekabahasaan berpotensi menimbulkan fenomena bagi individu-individu ataupun kelompok individu terutama bagi kelompok penutur minoritas bahasa. Hal itu disebabkan individu tersebut tidak mampu memelihara dan mempertahankan bahasa daerah mereka maka bahasa daerah mereka akan bergeser dan lama kelamaan akan punah. Namun, apabila mereka dapat menghadapi tantangan atau ancaman yang datang


(24)

dengan memilih bahasa daerah mereka sebagai loyalitas mereka, bahasa daerah mereka akan bertahan.

Fishman (1972a:97) mengatakan bahwa pemertahanan bahasa (language maintenance) bergantung pada ideologi nasional dalam masyarakat atau bergantung paling sedikit pada ideologi yang dimiliki masyarakat yang mempertahankan konteks sosial mereka untuk melawan perubahan yang datang. Dalam hal ini, sebagian masyarakat Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi khususnya orang tua memiliki ideologi yang tinggi terhadap bahasa daerahnya, yakni dengan tetap mempergunakan bahasa daerahnya walaupun lingkungan sangat mempengaruhinya. Hal ini ditandai dengan mereka masih tetap menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi baik di dalam rumah maupun di luar rumah bila bertemu dengan orang yang sesuku dengannya. Kadangkala mereka juga menggunakan bahasa Pakpak Dairi di rumah ataupun di luar rumah walaupun mereka mengetahui bahwa mitra tutur mereka tidak sesuku dengan mereka. Dalam hal ini mereka memiliki kesetiaan terhadap bahasa daerah mereka walaupun lingkungan sangat mempengaruhi penggunaan bahasa daerah mereka. Mereka tetap menggunakan dan mempertahankan bahasa daerah mereka meskipun mereka hanya masyarakat minoritas di Kabupaten Dairi.

Selanjutnya, para remaja kurang memiliki ideologi terhadap bahasa daerahnya. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari tetapi di ranah keluarga juga mereka menggunakan bahasa Indonesia bila berkomunikasi dengan orang tua mereka walaupun kedua orang tua mereka bersuku Pakpak Dairi. Para remaja cenderung mengikuti perubahan yang


(25)

terjadi di lingkungan masyarakat. Hal ini merupakan suatu ancaman bagi bahasa daerah mereka. Apabila mereka tidak dapat mempertahankan bahasa daerah mereka, bahasa daerah mereka akan bergeser dan akan terancam punah.

Berlandaskan latar belakang, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai “Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimanakah kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi sekarang? 2. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak

Dairi?

3. Bagaimanakah upaya masyarakat Pakpak Dairi dalam pemertahanan bahasa Pakpak Dairi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini dijabarkan dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui langkah-langkah pemertahanan bahasa khususnya bahasa Pakpak Dairi.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.


(26)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi sekarang. 2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan

bahasa Pakpak Dairi.

3. Untuk menganalisis upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada masyarakat penuturnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas dua bagian yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

1. Menambah teori, khususnya yang berhubungan dengan pemertahanan bahasa.

2. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain yang berkaitan dengan bahasa Pakpak Dairi.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Membangun kesadaran pada masyarakat Pakpak Dairi untuk berbahasa Pakpak Dairi untuk menunjukkan identitas mereka sebagai pemakai bahasa dan juga untuk menunjukkan loyalitas mereka terhadap bahasa daerah mereka.

2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian baru tentang pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.


(27)

1.6 Definisi Istilah

1. Multilingualisme adalah masyarakat yang anggota-anggotanya berkemampuan atau biasa menggunakan lebih dari dua bahasa bila berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat lainnya (Holmes, 2001:19)

2. Sikap Bahasa adalah keinginan seseorang untuk melakukan tindakan untuk memilih bahasa yang digunakan sesuai yang diinginkannya (Sumarsono, 2004:363).

3. Pemertahanan bahasa adalah penggunaan bahasa daerah dari generasi ke generasi walaupun ada tantangan ataupun ancaman yang datang yang berpengaruh terhadap pergeseran kepada bahasa yang lain (Holmes, 2001:61; Jendra, 2010:144). Sedangkan Sumarsono (2004:200) mengatakan bahwa pemertahanan bahasa adalah sikap seseorang yang mampu mempergunakan bahasa daerahnya pada fungsi dan ranah tertentu.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS

2.1 Kontak Bahasa

Masyarakat tutur terdiri atas dua, yakni masyarakat tutur tertutup dan masyarakat tutur terbuka. Masyarakat tutur tertutup adalah masyarakat yang tidak tersentuh oleh dunia luar dan mampu menjadikan bahasa mereka statis sehingga tetap monolingual. Sedangkan masyarakat tutur terbuka adalah masyarakat yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lainnya sehingga akan mengalami kontak bahasa dengan segala peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi.

Kontak bahasa terjadi pada masyarakat yang bilingual ataupun multilingual. Thomason (2001:1) mengatakan bahwa kontak bahasa adalah peristiwa penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang sama. Dalam hal ini masyarakat bilingual ataupun multilingual tidak dituntut untuk dapat berbicara dua bahasa dengan lancar sebagai dwibahasawan atau multibahasawan. Komunikasi yang terjadi antara penutur dua bahasa yang berbeda merupakan peristiwa kontak bahasa.

Kontak bahasa mengakibatkan beberapa kasus seperti multilingualisme, pilihan bahasa, pemertahanan bahasa, pergeseran bahasa, kepunahan bahasa, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada masyarakat Pakpak Dairi dalam masyarakat multilingualisme.


(29)

2.2 Multilingualisme

Adanya kontak bahasa menyebabkan perubahan terhadap masyarakat monolingual menjadi bilingual dan pada akhirnya menjadi multilingual. Hal ini disebabkan banyak faktor, seperti perkembangan teknologi komunikasi, adanya globalisasi, dan pesatnya dunia pendidikan. Hal itu juga menyebabkan kebutuhan masyarakat mengenai bahasa mengalami pergeseran.

Multilingualisme dihubungkan dengan masyarakat multilingual, masyarakat yang anggota-anggotanya berkemampuan atau biasa menggunakan lebih dari dua bahasa bila berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat lainnya (Holmes, 2001:19). Masyarakat multilingual mengembangkan kemampuan mereka dalam masing-masing kode untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemampuan mereka menggunakan bahasa bergantung pada situasi dimana masing-masing bahasa digunakan. Multilingualisme terjadi karena adanya kontak bahasa (Chaer, 2007:65). Kontak bahasa adalah penggunaan lebih dari satu bahasa pada tempat dan waktu yang bersamaan (Thomason, 2001:1). Peristiwa kontak bahasa ini hanya terjadi pada masyarakat terbuka. Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang mempunyai hubungan dengan masyarakat lain.

Keanekaragaman bahasa merupakan gejala bahasa yang sangat menarik untuk peneliti sosiolinguistik. Keanekaragaman ini menyebabkan para peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan. Dengan kata lain, para peneliti ingin mengkaji penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan gejala sosial, unsur globalisasi dan unsur budaya. Gejala sosial, unsur globalisasi dan unsur budaya


(30)

ini berpengaruh terhadap penggunaan bahasa, yakni pergeseran, kepunahan dan pemertahanan bahasa. Pergeseran, kepunahan dan pemertahanan bahasa terdapat pada masyarakat multilingual. Inilah yang menjadi fenomena dalam masyarakat multilingual. Dalam hal ini masyarakat penutur minoritas dituntut untuk dapat mempertahankan dan melestarikan bahasa minoritas (bahasa daerah) diantara masyarakat penutur mayoritas. Ini merupakan ancaman dan tantangan bagi masyarakat penutur minoritas.

Keanekaragaman dapat terjadi karena migrasi. Migrasi atau perpindahan penduduk menimbulkan fenomena kebahasaan. Migrasi ini juga berpengaruh terhadap penggunaan bahasa. Migrasi dapat menyebabkan suatu masyarakat meninggalkan bahasa daerahnya atau menggeser bahasa daerahnya ke bahasa lain. Migrasi juga tidak selamanya mengarah ke arah kemunduran tetapi bisa juga mengarah kemajuan, yakni pemertahanan bahasa (language maintenance). Pemertahanan bahasa bergantung pada masyarakat tutur itu sendiri sebagai pemakai bahasa.

2.3 Sikap Bahasa

Sikap adalah cara seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai yang diinginkannya. Sejalan dengan itu, Rokeach (dalam Halim, 1983: 138) mengatakan bahwa sikap adalah jaringan keyakinan (kognisi) dan nilai yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk berbuat atau bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu yang disenanginya.

Sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif (Lambert, 1967:91-102). Komponen kognitif


(31)

menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan atau gagasan yang terdapat dalam komponen kognitif. Komponen konatif menyangkut nirai rasa „baik atau tidak baik‟, „senang‟ atau „tidak senang‟ terhadap sesuatu. Apabila seseorang memiliki sikap „positif‟ terhadap sesuatu tersebut, komponen konatif ini pada umumnya tertanam sejak lama dan merupakan salah satu aspek dari sikap yang paling bertahan lama. Sebaliknya, apabila seseorang mempunyai rasa „tidak senang‟ atau „tidak suka‟ terhadap sesuatu, maka ia mempunyai sikap „negatif‟. Komponen konatif menyangkut kecendrungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan.

Garvin dan Mathiot (dalam Suwito, 1983:91) mengatakan bahwa sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride) dan kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm). Kesetiaan bahasa (language loyalty) adalah keinginan masyarakat pendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa itu. Sejalan dengan Garvin dan mathiot, Weinreich (1974:99) mengatakan bahwa kesetiaan bahasa (language loyalty) itu sama halnya seperti nasionalisme, yaitu daya ide yang mengisi mental dan hati manusia dengan pikiran-pikiran dan sistem dan mengendalikan manusia untuk menerjemahkan kesadarannya dalam tingkah laku berpola. Artinya kesetiaan itu mengandung nilai mental dan emosi yang sangat menentukan tingkah laku berbahasa dan kesetiaan bahasa inilah terutama mendorong seseorang untuk berusaha mempertahankan bahasanya. Kebanggaan bahasa (language pride) merupakan penanda jati diri atau


(32)

identitas sebagai pemakai bahasa. Sedangkan kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm) adalah pemakaian bahasa sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, sopan, baik dan benar.

Intinya, sikap bahasa ini yang pada akhirnya akan menentukan apakah suatu guyup (komunitas) akan mempertahankan bahasa daerah mereka atau mereka akan memilih bahasa kedua untuk mereka gunakan nantinya. Sikap bahasa itu semua bergantung pada guyup (komunitas) tersebut. Apabila mereka mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap bahasa daerah mereka, mereka akan memelihara dan mempertahankan bahasa daerah mereka yang sekaligus menunjukkan identitas mereka sebagai pemakai bahasa.

2.4 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa terjadi karena adanya kontak bahasa. Pergeseran bahasa terjadi dalam masyarakat bilingual atau multilingual. Menurut Romaine (1995:49-54) mengatakan bahwa pergeseran bahasa adalah gejala perubahan bentuk dan makna suatu bahasa hingga munculnya gejala kolektif, yaitu ketika komunitas tutur meninggalkan bahasanya dan beralih ke bahasa yang lain. Gejala kolektif ini disebabkan oleh adanya dinamika masyarakat yang multilingual dengan berbagai aspek sosial di dalamnya. Pada masyarakat multilingual, kontak bahasa tidak dapat dihindari. Peran, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa menyebabkan terjadinya pilihan bahasa.

Menurut Edwards (1985:48) mengatakan ada dua hal yang menyangkut pergeseran bahasa. Pertama, dikatakan bahwa bahasa itu bergeser apabila budaya yang dimiliki masyarakat tersebut sudah mengalami perubahan. Hal ini jelas


(33)

mempengaruhi pemertahanan bahasa, apabila seseorang itu sudah tidak menggunakan budaya yang mereka miliki dalam segala aktivitas khususnya dalam adat-istiadat, budaya mereka akan bergeser dan lama kelamaan akan punah. Kedua, pergeseran bahasa itu terjadi karena mereka menganggap bahwa bahasa daerah tidak penting untuk kelanjutan identitas mereka sebagai pemakai bahasa. Apabila seseorang itu tidak menganggap bahwa bahasa daerah itu adalah identitas mereka, ini menyebabkan melemahnya pemertahanan bahasa. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki sikap terhadap bahasa daerah mereka.

Selanjutnya, dalam penelitian Gal di Oberwart tentang pilihan bahasa dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa adalah ekonomi, agama, umur, perbedaan prestise dan sikap ambivalen (mendua). Sumarsono (2004:235-238) juga mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa adalah kedwibahasaan, migrasi, ekonomi, dan sekolah. Dapat di simpulkan bahwa faktor yang memicu pergeseran bahasa adalah kedwibahasaan, agama, ekonomi, sikap bahasa, umur, sikap ambivalen, dan sekolah.

2.5 Pemertahanan Bahasa

Sebagai salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala pemertahanan bahasa sangat menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu bahasa di mata masyarakat pendukungnya.

Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan erat dengan pergeseran bahasa (language shift). Sumarsono (2004: 231) mengatakan bahwa pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa ibarat dua sisi dari satu mata uang


(34)

yang tidak dapat dipisahkan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) sering dilakukan melalui identifikasi pada domain dan situasi. Dalam hal ini bahasa tidak lebih lama digunakan atau berangsur-angsur dipilih untuk penggunaan bahasa yang lain. Sebaliknya, pergeseran bahasa (language shift) mengimplikasikan kepada perubahan penutur, sekelompok penutur, dan masyarakat tutur.

Pemertahanan bahasa (language maintenance) digunakan untuk mendeskripsikan suatu situasi seorang penutur, sekelompok penutur, maupun komunitas penutur melanjutkan untuk menggunakan bahasa mereka dalam kehidupan mereka walaupun ada persaingan dengan bahasa yang dominan untuk menjadikan bahasa utama dalam lingkungan tersebut (Anne Pauwels dalam Davies, 2004:719).

Selanjutnya, Fishman (1972:97) mengatakan bahwa pemertahanan bahasa (language maintenance) bergantung pada ideologi nasional dalam masyarakat atau bergantung paling sedikit pada ideologi yang dimiliki masyarakat yang mempertahankan konteks sosial mereka untuk melawan perubahan yang datang.

Peristiwa pemertahanan bahasa ataupun pergeseran bahasa muncul karena adanya peristiwa kontak bahasa (Anne Pauwels dalam Davies, 2004:719). Kontak bahasa (language contact) tidak selalu melibatkan kompetisi linguistik dimana hanya satu bahasa yang bertahan, ada banyak situasi kontak bahasa (language contact) dimana suatu bahasa kehilangan bahasa daerah dalam menghadapi bahasa lain. Kehilangan bahasa daerah ini mempunyai konsekuensi bagi bahasa dan masyarakat tutur. Konsekuensi ini merujuk kepada kepunahan bahasa dan pergeseran bahasa. Kepunahan bahasa merupakan pengaruh yang sangat besar. Dalam hal ini masyarakat tutur berhenti menggunakan bahasa daerahnya untuk


(35)

berbagai alasan. Selanjutnya, pergeseran bahasa mempunyai pengaruh lebih sedikit. Dalam hal ini masyarakat tutur kehilangan penggunaan bahasanya dan/atau penggunaan fungsi bahasa dan bergeser pada penggunaan bahasa lain.

Pemertahanan bahasa pada suatu guyup (komunitas) masyarakat dapat bertahan lebih lama jika guyup (komunitas) masyarakat tersebut menganggap bahasa daerah mereka memiliki prestise dan juga menganggap bahwa bahasa daerah itu sebagai lambang identitas mereka sebagai pemakai bahasa. Pemertahanan bahasa terjadi pada masyarakat yang dapat mempertahankan bahasa hanya pada fungsi dan ranah tertentu (Sumarsono, 2004:200). Dalam pemertahanan bahasa, guyup (komunitas) secara kolektif memutuskan untuk terus menggunakan bahasa tersebut atau bahasa itu telah digunakan secara tradisional. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu budaya, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Sikap bahasa (language attitude) adalah cara seseorang untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkannya (Sumarsono, 2004:363). Dengan kata lain, sikap bahasa menentukan pilihan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

Sikap bahasa ditandai dengan pemilihan bahasa pada masyarakat multilingual, distribusi perbendaharaan bahasa, perbendaan-perbendaan dialektikal dan problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu (Dittmar dalam Suwito, 1982:58). Sikap bahasa merujuk kepada sikap bahasa positif dan sikap bahasa negatif. Sikap bahasa positif adalah sikap seseorang untuk memelihara dan mempertahankan bahasa daerahnya (Sumarsono, 2004:368). Hal ini terjadi karena didalam dirinya ada rasa setia terhadap bahasa


(36)

daerahnya. Selain itu, sikap bahasa positif juga terlihat pada seseorang yang memiliki rasa kebanggaan terhadap bahasa daerahnya yang menujukkan bahwa bahasa daerahnya sebagai penanda jati dirinya sebagai pemakai bahasa atau pemilik bahasa. Sebaliknya, sikap bahasa negatif adalah sikap acuh yang dimiliki seseorang untuk membina dan melestarikan bahasa daerahnya (Sumarsono, 2004:369). Ini terjadi karena adanya rasa malu terhadap bahasa daerah dan menganggap bahasanya tidak memiliki prestise dan juga disebabkan tidak adanya kebanggaan terhadap bahasa daerahnya sebagai penanda jati dirinya. Hal ini menyebabkan lemahnya pemertahanan bahasa yang pada akhirnya bahasa daerah itu akan bergeser dan berujung pada kepunahan jika tidak ada kesadaran terhadap bahasa daerah yang dimilikinya. Sikap bahasa merupakan faktor pendukung bagi masyarakat minoritas untuk menggunakan bahasa mereka dalam berbagai domain (ranah). Sikap bahasa juga membantu masyarakat minoritas untuk melawan kelompok mayoritas yang menjadikan bahasa mereka sebagai bahasa utama (Holmes, 2001:61). Intinya sikap bahasa inilah penentu bahasa apa yang akan digunakan seseorang itu dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat. Jika masyarakat itu memilih untuk tetap menggunakan bahasa daerahnya, pilihan bahasa yang dilakukan masyarakat itu merupakan upaya pemertahanan bahasa. Sebaliknya, jika masyarakat itu memilih untuk tidak menggunakan bahasa daerahnya karena mereka menganggap bahwa bahasa daerahnya itu tidak berprestise, ini merupakan suatu ancaman yang berakibat bergesernya bahasa daerah mereka dan mereka menggunakan bahasa yang lain. Fishman (1968:76) mengatakan bahwa ada 3 topik yang diidentifikasi dalam pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa, yaitu:


(37)

1. Kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi.

2. Proses psikologi, sosial dan budaya dan hubungan mereka terhadap stabilitas atau perubahan dalam kebiasaan menggunakan bahasa.

3. Perilaku terhadap bahasa, termasuk pada perilaku sikap dan perilaku kognitif.

Dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa, kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi, perubahan lingkungan memeiliki pengaruh terhadap pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa.

2.6 Faktor-faktor Pemertahanan Bahasa

Ada beberapa faktor yang akan mempertahankan bahasa agar bahasa itu tidak punah. Menurut Sumarsono (2004:200) faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa (language maintenance) adalah ekonomi, agama dan politik. Selanjutnya, Jendra (2010:144-146) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempertahankan bahasa adalah jumlah penutur, tempat tinggal, identitas dan kebanggaan budaya, dan kondisi ekonomi yang baik.

Romaine (2000:44-67) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, ranah, partisipan, ekonomi, budaya, politik, agama, latar belakang pendidikan, menghubungi famili di kampung halaman, sikap bahasa, perkawinan tidak sesuku, administrasi, konsentrasi tempat tinggal, pekerjaan, umur, jenis kelamin, campur kode, dan alih kode. Selanjutnya, Holmes (2001:52-64) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, sekolah, administrasi


(38)

pemerintahan, pekerjaan, koran, sikap bahasa, identitas, menghubungi famili di kampung halaman, partisipan, ranah, perkawinan tidak sesuku, dan televisi.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah ekonomi, agama, politik, jumlah penutur, tempat tinggal, identitas dan kebanggaan budaya, migrasi, perkawinan tidak sesuku, pekerjaan, partisipan, ranah, latar belakang pendidikan, pekerjaan, administrasi, sikap bahasa, konsentrasi tempat tinggal, sekolah, campur kode, dan alih kode.

2.7 Teori Sosiolinguistik

Sosiolinguistik adalah ilmu yang membahas mengenai hubungan antara bahasa dan masyarakat dengan tujuan agar bahasa itu berfungsi dalam berkomunikasi ( Wardhaugh, 2010:12; Holmes, 2001:1; Romaine, 2000:64-67). Kajian bahasa dan masyarakat berkaitan erat dengan kehidupan sosial. Jadi, segala gejala atau faktor sosial yang ada di masyarakat dikaitkan dengan ragam bahasa atau sebaliknya ada dua ragam bahasa yang berbeda dalam satu bahasa, kemudian mengaitkan dengan gejala sosial (Sumarsono, 2004:3; Romaine, 2000:67). Misalnya seseorang bisa memulai dengan melihat gejala sosial dan memilah masyarakat berdasarkan gejala sosial, seperti jenis kelamin (pria dan wanita), kemudian menganalisis bahasa atau tutur yang biasa dipakai oleh pria atau wanita atau sebaliknya seseorang bisa melihat dulu adanya dua ragam bahasa yang berbeda dalam satu bahasa, kemudian mengaitkannya dengan gejala sosial seperti perbedaan jenis kelamin, umur dan lain-lain. Gejala-gejala sosial ini sangat berpengaruh terhadap penggunaan suatu bahasa dalam komunitas masyarakat.


(39)

Selain gejala sosial seperti umur dan jenis kelamin, globalisasi juga mempengaruhi penggunaan dan pemertahanan suatu bahasa (Romaine, 2000:83-85; Holmes, 2001:59). Kemajuan teknologi dapat menjadikan masyarakat akan lupa terhadap bahasa daerahnya, sebagai contoh televisi dan internet. Siaran televisi dapat mengakibatkan fungsi dan kedudukan bahasa itu menurun. Ini disebabkan karena siaran di televisi menggunakan bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa asing. Secara tidak langsung masyarakat akan belajar untuk mengetahui bahasa Indonesia atau bahasa asing itu agar mereka dapat menerima informasi yang disampaikan melalui televisi tersebut.

Gejala sosial dan globalisasi ini akan mengakibatkan perubahan sosial. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada masyarakat (Romaine, 2000: 78 – 85). Perubahan ini mengarah kepada dua arah, yakni ke arah kemajuan dan bisa mengarah ke arah kemunduran. Perubahan ini bergantung kepada masyarakat itu sendiri. Perubahan sosial ini mempengaruhi suatu bahasa. Apabila bahasa itu bertahan berarti perubahan itu mengarah ke arah kemajuan, tetapi apabila bahasa itu bergeser ataupun punah berarti perubahan sosial itu mengarah ke arah kemunduran.

Pemertahanan bahasa adalah sikap seseorang yang mampu mempergunakan bahasa daerahnya pada fungsi dan ranah tertentu (Sumarsono, 2004:200). Pemertahanan bahasa terjadi pada masyarakat multilingual. Dalam hal ini, komunitas masyarakat dituntut untuk mampu memelihara dan mempertahankan bahasa daerahnya walaupun mereka hanya masyarakat penutur minoritas.


(40)

Pemertahanan bahasa tidak terlepas kaitannya dengan budaya (Trudgil dan Holmes dalam Sumarsono, 2004:3). Budaya memiliki nilai-nilai luhur dari para nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dijaga keberadaannya. Budaya juga menunjuk kepada identitas suatu komunitas. Melalui budaya, masyarakat yang lain akan mengetahui identitas masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan setiap masyarakat memiliki keanekaragaman budaya dan merupakan ciri khas masyarakat itu sendiri.

Jadi, pemertahanan bahasa itu berkaitan erat dengan budaya, masyarakat dan globalisasi. Pemertahanan bahasa itu bergantung kepada masyararakat penutur itu sendiri sebagai pemakai bahasa dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Holmes (2001:60-64) mengatakan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan penggunaan bahasa adalah sikap positif, kebiasaan menggunakan bahasa daerah, mengikuti ibadah yang bahasa pengantarnya bahasa ibu (bahasa daerah) dan kebiasaan mengunjungi famili. Selanjutnya, Jendra (2010:159-160) mengatakan bahwa upaya untuk mempertahankan penggunaan bahasa daerah dapat dilakukan oleh pemerintah, agen non pemerintah (yang tidak berhubungan dengan pemerintah) seperti penyiar radio, penerbit-penerbit yang berpengaruh dan lain sebagainya dan yang terakhir dapat dilakukan oleh masing-masing individu.

2.8 Hasil Penelitian Yang Relevan

Sejalan dengan penelitian ini Sumarsono (1990) dalam disertasi

Pemertahanan bahasa Melayu Loloan memfokuskan kepada pencarian faktor - faktor pendukung pemertahanan bahasa Melayu Loloan. Bahasa ini dipakai oleh


(41)

guyup Loloan, suatu guyup minoritas beragama Islam yang tinggal di tengah-tengah kota Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode survei. Teknik yang dipakai adalah wawancara intensif, pengumpulan dokumen, pengamatan partisipasi dan kuesioner. Data utama yang dijaring merupakan pengakuan diri (self-report) dari tiga generasi, dengan percontoh (sampel) 290 kepala keluarga (KK), 120 anak muda (13-21 tahun), dan 28 anak usia 6-12 tahun. Data dianalisis dengan menggunakan tabel skala implikasional dan deskriptif. Analisis deskriptif menggunakan tabel-tabel. Hasil penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor pendukung pemertahanan bahasa Melayu Loloan terhadap Bahasa Bali menghasilkan adanya faktor eksternal dan faktor internal yang saling berpaut. Pertama, adanya wilayah konsentrasi pemukiman guyup mayoritas Bali. Kedua, adanya sikap toleransi, atau tanpa rasa enggan mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam interaksi mereka dengan warga guyup minoritas, tanpa mengurangi kenyataan bahasa Bali pun kadang-kadang dipakai dalam interaksi semacam itu. Faktor-faktor pendukung pemertahanan bahasa yaitu pertama, sikap atau pandangan keislaman guyup Loloan yang “tidak akomodatif” terhadap guyup, budaya, dan bahasa Bali. Kedua, adanya loyalitas yang tinggi terhadap bahasa Melayu Loloan, sebagai konsekuensi posisi bahasa ini sebagai lambang identitas guyup Loloan yang beragama Islam, sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas masyarakat Bali yang beragama Hindu. Akibatnya, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama kegiatan dalam ranah agama. Ketiga, adanya kesinambungan pengalihan (transmisi) bahasa Melayu Loloan dari generasi ke generasi berikutnya. Kelemahan


(42)

pemertahanan bahasa Melayu Loloan terhadap bahasa Indonesia itu terlihat pada penggunaan bahasa dalam tujuh ranah, yaitu ranah keluarga, ketetanggaan, kekariban, agama, pendidikan, transaksi dan pemerintahan. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa, teknik pengumpulan data serta teori-teori yang berhubungan dengan pemertahanan bahasa. Perbedaan penelitian Sumarsono dengan penelitian ini adalah dari teknik analisis data. Dalam penelitian Sumarsono, penulis menganalisis data dengan tabel skala implikasional dan deskriftip. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan analisis statistik deskriftip dan analisis Miles and Huberman. Selain itu, dalam penelitian Sumarsono hanya membahas kondisi pemertahanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi bahasa Loloan Melayu. Sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya membahas kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak dairi di Kabupaten Dairi. Tetapi juga membahas upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

Siahaan (2002) dalam tesis Pemertahanan Bahasa Pada Masyarakat Batak Toba di Medan Berdasarkan Perilaku Pilih Bahasa membahas (1) penggunaan bahasa yang lebih menonjol digunakan oleh kelompok orang tua dan anak-anak dari dua repertoar bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba, (2) tingkat pemertahanan bahasa oleh masyarakat Batak Toba dilihat dari perilaku pilih bahasanya pada kelompok orang tua dan anak, dan (3) pola pemertahanan bahasa oleh kelompok orang tua dan anak pada masyarakat Batak Toba di Medan menunjukkan pemertahanan atau pergeseran. Tujuan penelitian ini


(43)

adalah untuk mendeskripsikan pemertahanan bahasa pada masyarakat bahasa Batak Toba di Medan. Fokus penelitian ini adalah perilaku pilih bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba pada tiga interaksi intrakelompok; di rumah, arisan keluarga, dan arisan marga etnis Batak Toba dalam ranah keluarga dan persahabatan. Berdasarkan acuan analisis ranah Fishman (1972) dan Siregar (1998) dikaji 3 komponen antara lain: ranah, hubungan peran, dan peristiwa bahasa. Data dikumpul melalui angket yang disebarkan kepada 200 responden. Data dihitung berdasarkan 3 skala nilai: (1) selalu bahasa Indonesia, (2) campur bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba, dan (3) selalu bahasa Batak Toba dalam bentuk persentase sebaran nilai, nilai rata-rata, dan standart deviasi. Penggunaan bahasa dikelompokkan pada dua kelompok, yaitu kelompok orang tua dan kelompok anak. Hasil penelitian menggambarkan bahwa masyarakat bahasa pada kelompok orang tua mengacu pada pola pemertahanan bahasa aktif, sedangkan masyarakat bahasa pada kelompok anak sedang dalam proses pergeseran bahasa yang mengacu kepada pola pemertahanan bahasa pasif. Meskipun masyarakat Batak Toba di Medan mengakui bahasanya sebagai lambang identitas etnis, pengakuan yang demikian tidak menyertai perilaku bahasa kelompok anak secara konsisten dalam interaksi mereka. Kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini adalah teori, metode dan menambah wawasan penulis dalam menjawab permasalahan penelitian nomor 1 (satu). Perbedaan penelitian Siahaan dengan penelitian ini adalah dari teknik analisis data. Siahaan menggunakan analisis ranah Fishman (1972) dan Siregar (1998). Sedangkan dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan analisis statistik deskriftip dan Miles and Huberman. Selain itu, Siahaan dalam penelitiannya hanya membahas kondisi


(44)

pemertahanan bahasa Batak Toba. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membahas kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tetapi juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

Deliana (2002) dalam tesis Faktor-faktor Pemertahanan bahasa Minangkabau di Kotamadya Medan: Studi Kasus Pedagang-pedagang Minangkabau Bilingual di Pasar Sukaramai Medan membahas (1) faktor-faktor identitas sosial yang lebih berpengaruh pada penggunaan bahasa Minangkabau di Pasar Sukaramai Medan, dan (2) mengenai penutur bahasa Minangkabau di Pasar Sukaramai Medan apakah mereka masih mempertahankan atau meninggalkan bahasa ibu mereka dilihat dari faktor-faktor identitas sosial penutur bahasanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan pengamatan langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data dianalisis secara kuantitatif. Analisis meliputi frekuensi penggunaan bahasa dan juga melihat hubungan antara penggunaan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa. Hasil penelitian ini adalah besar kecilnya derajat pemertahanan bahasa daerah Minangkabau bagi pedagang Minangkabau di Pasar Sukaramai Medan dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, faktor usia, faktor partisipan, faktor tempat, dan faktor peristiwa bahasa dan para pedagang di pasar Sukaramai Medan tetap mempertahankan bahasa ibu mereka dalam berkomunikasi. Kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini adalah teori, metode pengumpulan data, dan menambah wawasan peneliti dalam menjawab pertanyaan nomor 2 (dua), yakni menambah wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempertahankan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Perbedaan penelitian yang dirujuk dengan


(45)

penelitian ini adalah penelitian yang dirujuk menggunakan analisis statistik deskriftip. Sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya menggunakan analisis data statistik deskriftip tetapi juga menggunakan analisis Miles and Huberman. Selain itu, penelitian yang dirujuk hanya membahas faktor-faktor yang mempengaruhi bahasa Minangkabau. Sedangkan penelitian ini tidak hanya membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tetapi juga menganalisis kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

Mukhamdanah (2005) dalam tesis Pemertahanan dan Sikap Bahasa di kalangan Mahasiswa WNI Keturunan Cina di Medan dalam Konteks Kedwibahasaan membahas (1) pemertahanan bahasa di kalangan mahasiswa WNI keturunan Cina di Medan dalam konteks kedwibahasaan, dan (2) sikap bahasa Mahasiswa WNI Cina terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Cina (Hokkian). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif dalam pemerolehan dan penganalisisan data. Data diperoleh melalui pemberian daftar pertanyaan (kuesioner) kepada responden. Untuk mengetahui pemertahanan bahasa responden, ranah-ranah penggunaan bahasa yang dikaji dalam penelitian ini adalah ranah keluarga, ranah ketetanggaan, ranah kekariban, ranah transaksi, ranah agama, dan ranah pendidikan. Selain itu untuk mengetahui penggunaan bahasa responden, juga dikaji bagaimana penggunaan bahasa responden berdasarkan peristiwa bahasa, diantaranya pada saat bersenandung, berhitung dalam hati, bersenda gurau, bermusyawarah, dan berdiskusi. Keseringannya mendengarkan lagu-lagu dan menonton film, mengumpat, menulis surat/pesan, mengkhayal/merenung, marah, dan penggunaan bahasa pada saat


(46)

bermimpi juga diberikan untuk mengetahui penggunaan bahasa responden. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa responden wanita cenderung lebih banyak menggunakan bahasa Hokkian. Sedangkan responden laki-laki cenderung menggunakan bahasa Hokkian pada ranah ketetanggaan, ranah kekariban, ranah transaksi, ranah agama, dan ranah pendidikan. Baik responden laki-laki maupun perempuan cenderung menggunakan bahasa Hokkian saat bersenandung, berhitung dalam hati, bersenda gurau, bermusyawarah, dan berdiskusi. Tetapi responden menggunakan bahasa Indonesia saat menulis surat/pesan dan responden lebih sering mendengarkan lagu-lagu dan menonton film berbahasa Inggris dan Indonesia daripada film dan lagu berbahasa Cina. Sedangkan sikap bahasa yang dimiliki para responden menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Hokkian. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini untuk peneliti adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempertahanan bahasa Pakpak Dairi dan metode dalam pengumpulan data. Perbedaan penelitian yang dirujuk dengan penelitian ini adalah penelitian yang dirujuk membahasa pemertahanan bahasa dan sikap bahasa terhadap bahasa Indonesia dan Hokkian. Sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya membahas kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tetapi juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Damanik (2009) dalam tesis Pemertahanan Bahasa Simalungun di Kabupaten Simalungun membahas (1) ranah penggunaan bahasa Simalungun, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa Simalungun, (3) pemertahanan bahasa Simalungun sebagai lingua franca. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan data dikumpulkan dengan cara


(47)

penyebaran daftar kuesioner kepada 60 responden. Setelah data dikumpulkan kemudian data dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan frekuensi penggunaan bahasa dan kemudian mendeskripsikan pemertahanan bahasa responden pada ranah keluarga, ranah pergaulan, ranah pendidikan, ranah pemerintahan, ranah transaksi, ranah pekerjaan, dan ranah tetangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Simalungun masih tetap menggunakan bahasa Simalungun. Hal ini ditandai dengan sikap penutur terhadap bahasa Simalungun cenderung positif berkisar 70% hampir pada setiap ranah, seperti ranah keluarga, pendidikan, pemerintahan, ranah transaksi, ranah pekerjaan, dan ranah tetangga. Pemertahanan terendah terjadi pada ranah pemerintahan yang persentasenya berkisar 50%. Secara keseluruhan dari semua kelompok (remaja, dewasa, dan orang tua) persentase pemertahanan bahasa Simalungun adalah 75%. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini untuk peneliti adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Perbedaan penelitian yang dirujuk dengan penelitian ini adalah penelitian yang dirujuk menggunakan analisis data kuantitatif. Sedangkan penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriftip. Selain itu, kondisi pemertahanan bahasa Simalungun dikatakan bertahan apabila tingkat pemertahanan bahasa mencapai 50%. Tetapi dalam penelitian ini, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dikatakan bertahan apabila tingkat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi mencapai 85%. Selain itu, penelitian ini hanya membahas kondisi pemertahanan bahasa Simalungun dan faktor-faktor yang mempengaruhi bahasa Simalungun. Sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya membahas kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan faktor-faktor yang


(48)

mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tetapi juga upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

Widayati (2010) dalam disertasi Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan membahas (1) sistem segmental dialek-dialek di Asahan, (2) variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi, (3) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan, dan (4) bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, diterapkan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara, metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra wicara, dan metode padan translasional dengan alat penentunya bahasa atau dialek lain. Ketiga metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Selain itu, pendekatan dari atas ke bawah juga dilakukan dalam analisis diakronis. Berdasarkan kajian segmental, ditemukan bahwa dalam dialek Tanjungbalai (DTB) terdapat 5 segmen vokal, yaitu, /i, u, a, Ε, dan � /. Dalam dialek Batubara (DBB) terdapat 6 segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, ฀, dan � /. DTB dan DBB memiliki jumlah konsonan yang sama

masing-masing 19 segmen konsonan, yaitu /p, b, t, d, c&, j&, k, g, ฀, s, h, m, n, ฀, Ν, l, ⊗, w, dan j/. Dalam Bahasa Batak (BBT) terdapat lima segmen vokal, yaitu, /i, u, a, e, dan o/. Dalam bahasa Jawa (BJW) terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, e, ฀, dan o/. Segmen konsonan BBT ada 14, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ dan dalam BJW terdapat 20 segmen konsonan, yaitu /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, ⎠, j, g, k, Ν, r, dan h/. Variasi dialek di Asahan muncul karena adanya konvergensi dan divergensi dalam interaksi masyarakat. Dari konvergensi


(49)

dan divergensi ini muncul wujud imitasi, interferensi, dan integrasi. Dari ketiga proses tersebut ditemukan adanya dialek lain di Asahan, yaitu dialek Melayu Batak Asahan (DMBA) dan dialek Melayu Jawa Asahan (DMJA). Atas dasar sistem segmental DTB, DBB, BBT, dan BJW ditemukan bahwa dalam DMBA terdapat lima segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, dan � / yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid akibat artikulasi primer, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [Ε]; [� ]; [ε] dan [e]. Dalam DMJA terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, ฀, e, dan � / yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [฀]; [� ]; [฀]; [ε]. Segmen konsonan dalam DMBA ada delapan belas, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/ dan dalam DMJA /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/. Kedelapan belas segmen konsonan tersebut direpresentasikan persis sama dengan segmen asalnya, kecuali segmen konsonan /k/ yang direpresentasikan sebagai [k, dan ฀], segmen konsonan /b/ direpresentasikan sebagai [b dan p], segmen konsonan /d/ direpresentasikan [d dan t], dan segmen konsonan /h/ direpresentasikan sebagai [h dan ฀]. Dalam DTB, DBB, DMBA, dan DMJA terdapat perangkat korespondensi bunyi yang diwujudkan dengan [a _ ฀] dan pada afiks terdapat korespondensi ba(⊗)(r)-} _ {b฀(⊗)(r)-}, {ba(⊗)(r)-an} _ {b฀(⊗)(r)-an}, {basi-an} _ {b฀si-an}, {maN-} _ {m฀N-}, {paN-} _ {p฀N-}, {ta-} _ {t฀-}, {ka-an} _ {k฀-an}, dan {sa-} _ {s฀-}. Pola kalimat yang ditemukan dalam empat dialek di Asahan adalah pola VSO/VOS dan SVO. Pola VSO/VOS terutama ditemukan pada penutur DTB, DBB, dan DMBA, sedangkan pola SVO ditemukan dalam DMJA. Konvergensi dan divergensi disebabkan oleh faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Faktor intralinguistik ini meliputi proses


(50)

asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses penambahan bunyi, proses pergantian bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam bahasa. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis. Perbandingan keempat dialek menunjukkan adanya refleks vokal dan konsonan yang inovatif dan konservatif. Vokal umumnya direflekskan secara inovatif daripada konsonan. Konsonan yang direflekskan secara inovatif terdapat pada konsonan /*h/, /*k/, /*//, dan /*r/. Refleks yang inovatif pada vokal menyebabkan leksem-leksem yang direflekskan pun mengalami inovasi. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini untuk peneliti adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempertahanan bahasa Pakpak Dairi dan teori-teori yang berhubungan dengan pemertahanan bahasa.

Juliana (2012) dalam tesis Pemertahanan bahasa Mandailing di Medan-Tembung membahas (1) faktor-faktor pendukung pemertahanan bahasa Mandailing di Medan-Tembung, dan (2) alasan penutur bahasa Mandailing mempertahankan bahasanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini yang mengkaji tentang peran penutur bahasa Mandailing dalam mempertahankan bahasa Mandailing di Medan-Tembung. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 penutur bahasa Mandailing di Kelurahan Bandar Selamat, Kecamatan Medan-Tembung yang dibagi menjadi


(51)

dua kelompok yaitu tiga puluh orang dalam kelompok orang tua (sebagai generasi kedua) dan tiga puluh orang dalam kelompok anak (sebagai generasi ketiga). Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner dan interview. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang penutur bahasa Mandailing dalam mempertahankan bahasa mereka sendiri seperti bahasa apa yang mereka gunakan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka, sanak saudara dan teman-teman mereka. Sedangkan interview digunakan untuk memperoleh data-data yang lebih mendalam atau lebih akurat mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemertahanan bahasa Mandailing di Medan-Tembung. Data dianalisis berdasarkan analisis data Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemertahanan bahasa Mandailing di generasi kedua tetap bertahan karena mereka masih dapat menggunakan bahasa Mandailing dalam berkomunikasi sehari-hari dengan penutur bahasa Mandailing yang lain sedangkan generasi ketiga tidak, mereka beralih menggunakan bahasa lain yaitu bahasa yang lebih dominan digunakan yaitu bahasa Indonesia. Ada sepuluh faktor yang dianalisa dalam penelitian ini yang dapat mempertahankan bahasa Mandailing di Medan-Tembung yaitu menikah dengan sesama suku Mandailing, tinggal di daerah yang didominasi orang-orang Mandailing, menggunakan bahasa Mandailing di rumah, kebanggaan terhadap suku dan bahasa Mandailing, menggunakan bahasa Mandailing di lingkungan tetangga, menggunakan bahasa Mandailing di lingkungan pendidikan, menggunakan bahasa Mandailing di lingkungan pekerjaan, mengikuti adat-istiadat, dan pulang kampung secara beraturan. Keberadaan bahasa Mandailing pada saat sekarang ini hanya berada pada generasi kedua sedangkan generasi ketiga beralih


(52)

menggunakan bahasa Indonesia. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini untuk peneliti adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi, metode penelitian, metode pengumpulan data dan teori-teori yang berhubungan dengan pemertahanan bahasa. Perbedaan penelitian yang dirujuk dengan penelitian ini adalah analis data yang digunakan dalam penelitian yang dirujuk hanya menggunakan analisis data Miles and Huberman. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis tidak hanya menggunakan analisis data Miles and Huberman tetapi juga menggunakan analisis data statistik deskriftip. Selain itu, penelitian yang dirujuk membahas kondisi pemertahanan bahasa Mandailing dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Mandailing. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membahasa kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tetapi juga upaya-upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.


(53)

2.9 Kerangka Teoretis

Bagan 2.1 Kerangka Teoretis

Kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi

Upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi

Faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa

Pakpak Dairi

Masalah Teori

Sosiolinguistik Sumarsono

Romaine


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Dairi. Penduduk Kabupaten Dairi pada tahun 2013 berjumlah 276.238 orang. Dengan perincian jumlah penduduk pria 137.918 orang dan jumlah penduduk perempuan 138.320 orang Persentase suku Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi adalah 12,20%, sekitar 33701 orang yang bersuku Pakpak Dairi berdiam di Kabupaten Dairi (Sumber : BPS Kabupaten Dairi). Ini berarti masyarakat Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi adalah masyarakat minoritas. Walaupun masyarakat Pakpak Dairi merupakan masyarakat minoritas di Kabupaten Dairi, sebagian dari mereka masih mempergunakan bahasa daerah mereka. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi.


(55)

Daerah Kabupaten Dairi mempunyai luas 1.927,77 km2. Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat Laut Propinsi Sumatera Utara. Rincian luas wilayah dan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Jumlah RT Menurut Kecamatan

Luas JUMLAH PENDUDUK Kepadatan Jumlah

Kode KECAMATAN Wilayah

Lk Pr Lk+Pr (Jiwa/Km2) RT

(Km2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Sidikalang 86,84 25.016 24.802 49.818 573,68 11.263

2 Berampu 31,65 4.153 4.071 8.224 259,84 1.864

3 Sitinjo 39,48 6.228 6.006 12.234 309,88 2.547

4 Parbuluan 227,00 10.755 10.597 21.352 94,06 4,.849

5 Sumbul 149,00 20.127 20.225 40.352 270,82 9.608

6 Silahisabungan 119,20 2.273 2.282 4.555 38,21 1.191 7

Silima

Pungga-pungga 101,68 6.324 6.548 12.872 126,59 3.430

8 Lae Parira 42,72 6.820 6.948 13.768 322,28 3.462 9 Siempat Nempu 60,30 8.927 9.272 18.199 301,81 4.528 10

Siempat Nempu

Hulu 93,60 8.915 8.953 17.868 190,90 4.359

11

Siempat Nempu

Hilir 104,50 5.292 5.291 10.583 101,27 2.728

12 Tigalingga 201,87 10.689 11.003 21.692 107,46 5.672 13 Gunung Sitember 75,20 4.665 4.578 9.243 122,91 2.417 14 Pegagan Hilir 155,33 7.479 7.451 14.930 96,12 3.774 15 Tanah Pinem 439,40 10.255 10.293 20.548 46,76 5.742 JUMLAH 1.927,77 137.918 138.320 276.238 143,29 67.434 Sumber: BPS Kabupaten Dairi

Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit yang terletak antara 98000' - 98030' dan 2015'-3000' LU. Sebagian besar tanahnya terdapat gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan tropis. Kota Sidikalang adalah ibukota Kabupaten Dairi, berada pada ketinggian 1.066 meter di atas permukaan laut. Kabupaten


(56)

Dairi terdiri dari 15 Kecamatan dan 169 Desa/kelurahan. Desa/kelurahan yang dijadikan tempat penelitian adalah Kelurahan Batang Beruh (Kecamatan Sidikalang), Desa Pegagan Julu VIII (Kecamatan Sumbul), Kelurahan Panji Dabutar (Bako) dan Sitinjo II (Kecamatan Sitinjo), dan Desa Tiga Lingga (Kecamatan Tiga Lingga).

Secara administrasi batas-batas wilayah Kabupaten Dairi dapat diuraikan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat

Sebelah Timur : Kabupaten Samosir Sebelah Barat : Provinsi Aceh

3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan atau ancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi. Dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dan data yang dihasilkan berupa angka-angka (Sugiyono, 2008:8). Sedangkan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono, 2008:9).


(57)

Penulis menggunakan penggabungan kedua metode penelitian ini untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Ini disebabkan karena hasil analisis (yang cenderung statistik) akan mendapatkan informasi yang lebih mendalam jika digunakan penelitian kualitatif sebagai tambahan.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat tutur yang bersuku Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi, yakni berjumlah 33701 orang. Mengingat jumlah populasi khusus Penutur bahasa Pakpak Dairi besar di Kabupaten Dairi, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi. Penentuan Sample dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel Taro Yamane yang menyatakan bahwa untuk penelitian survei nilai d = 0,1 (Riduwan, 2008), yakni:

Keterangan:

n : Besarnya sampel N : Besarnya populasi

D : Tingkat kepercayaan (0,1)

Berlandaskan rumus, jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 99 orang. Pemilihan responden (sampel) dilakukan dengan acak berlapis (stratified random sampling). Pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah individu yang dijadikan sampel ditetapkan sama untuk setiap kelompok. Setiap kelompok terdiri


(1)

67. Nama : Amijah Tinambunan Umur : 46 tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat : Kecamatan Sitinjo 68. Nama : Mawarni Berasa

Umur : 46 tahun Pekerjaan : PNS

Alamat : Kecamatan Sidikalang 69. Nama : L. Hasugian

Umur : 47 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sidikalang 70. Nama : T. Bako

Umur : 47 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kecamatan Sitinjo 71. Nama : B. Lingga

Umur : 49 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kecamatan Tiga Lingga 72. Nama : B. Sinamo

Umur : 49 tahun Pekerjaan : Wiraswasta


(2)

73. Nama : Manian br. Boang Manalu Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sidikalang 74. Nama : R. Manik

Umur : 50 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sitinjo 75. Nama : L. Kesogihen

Umur : 50 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kecamatan Sitinjo 76. Nama : M. Berutu

Umur : 51 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Tiga Lingga 77. Nama : R. Siboro

Umur : 52 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sumbul 78. Nama : N. Tinambunan

Umur : 52 tahun Pekerjaan : Petani


(3)

79. Nama : S. Lingga Umur : 53 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kecamatan Tiga Lingga 80. Nama : N. Berutu

Umur : 54 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sumbul 81. Nama : H. Banurea

Umur : 54 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sitinjo 82. Nama : T. Bako

Umur : 55 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sitinjo 83. Nama : H. Tumanggor

Umur : 55 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sitinjo 84. Nama : J. Lingga

Umur : 56 tahun Pekerjaan : Wiraswasta


(4)

85. Nama : A. Angkat Umur : 56 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kecamatan Sumbul 86. Nama : N. Berutu

Umur : 56 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Tiga lingga 87. Nama : B. Tinambunan

Umur : 57 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kecamatan Sumbul 88. Nama : F. Boang Manalu

Umur : 58 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kecamatan Sidikalang 89. Nama : Hilmina br. Solin

Umur : 58 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sidikalang 90. Nama : H. Banurea

Umur : 60 tahun Pekerjaan : Bidan


(5)

91. Nama : B. Lingga Umur : 60 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Tiga Lingga 92. Nama : E. Berasa

Umur : 61 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sumbul 93. Nama : R. Banurea

Umur : 62 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sidikalang 94. Nama : R. Berasa

Umur : 62 tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Kecamatan Sumbul 95. Nama : Hotmauli

Umur : 62 tahun Pekerjaan : Pensiunan PNS Alamat : Kecamatan Sitinjo 96. Nama : N. Banurea

Umur : 63 tahun Pekerjaan : Pensiunan PNS


(6)

97. Nama : P. Berasa Umur : 64 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kecamatan Sitinjo 98. Nama : S. Banurea

Umur : 65 tahun Pekerjaan : PNS

Alamat : Kecamatan Sidikalang 99. Nama : R. Padang

Umur : 65 tahun Pekerjaan : Petani