Antonim Hiponim 4 5 8 Perubahan Fungsi Sosioekologis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

polisemi ada relasi makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama. Polisemi diartikan sebagai suatu kata yang memiliki banyak makna. Misalnya kata kepala. Kata kepala dapat bermakna bagian benda sebelah atas, dapat bermakna pimpinan atau ketua, dapat juga bermakna sebagai kiasan atau ungkapan.

3. Sinonim

Menurut Saeed 2000:65 sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna yang sama atau hampir sama. Contohnya adalah kata buruk dan jelek merupakan kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua kata bersifat dua arah. Jadi dari contoh dan definisi di atas dapat dikatakan bahwa maknanya kurang lebih sama. Kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih atau tidak bersifat mutlak.

4. Antonim

Antonim merupakan relasi leksikal yang menggambarkan makna yang bertentangan. Maksudnya adalah suatu ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya, kata besar dan kecil. Sama halnya dengan sinonim, hubungan makna antara dua buah kata bersifat dua arah dan maknanya tidak bersifat mutlak. Universitas Sumatera Utara

5. Hiponim

Saeed 2000:68-69 mengatakan bahwa hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi. Hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum. Namun Saeed menyamakan kedua istilah ini. Contohnya anggrek, melati, anyelir, dan mawar merupakan hiponim dari hipernim kata bunga.

6. Meronim

Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal lihat Saeed, 2000:70. Misalnya cover dan page adalah meronim dari book. Contoh lain adalah batang, daun, cabang, ranting, dan akar merupakan meronim dari pohon. pohon batang daun cabang ranting akar Gambar 2.1 Meronim ‘pohon’ 2.1.3 Sosioekologis Sosioekologis memadukan dua sudut pandang yang berbeda namun saling berhubungan. Kedua sudut pandang tersebut adalah ‘sosio atau sosial’ dan ‘ekologi’. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan nonindividualis. Pengertian sosial ini merujuk pada hubungan manusia Universitas Sumatera Utara dalam kemasyarakatan, hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan antara manusia dengan organisasi. Pengertian sosial tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, karena memang diarahkan pada seluk beluk kehidupan manusia bersama kelompok di sekitarnya. Pengertian ini juga dapat diabstraksikan ke dalam perkembangan- perkembangan kehidupan manusia, lengkap dengan dinamika serta masalah- masalah sosial yang terjadi di sekitarnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dengan dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai satu kesatuan atau sistem dengan lingkungannya Ernest Heackel, 1834-1914. Ekologi merupakan studi yang menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Hal ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metode pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sosioekologis merupakan suatu kajian yang membahas hubungan antara lingkungan dengan masyarakat, mempelajari makhluk hidup sebagai satu kesatuan atau sistem dengan lingkungannya dan masyarakat serta masalah-masalah sosial yang ada di dalamnya. Universitas Sumatera Utara

2.2 Penelitian yang Relevan

Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti khususnya ranah leksikon. Beberapa penelitian tersebut menjadi sumber acuan dalam penelitian ini. Pertama, Mbete dan Adisaputra 2009 dalam penelitiannya “Penyusutan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Langkat pada Komunitas Remaja Stabat, Langkat” menggunakan pendekatan ekolinguistik dan semantik leksikal. Metode yang dignakan yaitu metode kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian mereka didapatkan bahwa penguasaan leksikon bahasa Melayu Langkat yang diujikan kepada responden remaja sangat rendah. Hal itu disebabkan karena kurangnya interaksi kelompok remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu; langka dan punahnya entitas sehingga tidak terkonsep dalam pikiran penutur; dan pemahaman pengertian leksikal oleh para penutur tentang entitas itu bukan dalam bahasa Melayu Langkat, tetapi dalam bahasa lain. Dalam penelitian mereka, terdapat 150 leksikon yang diujikan kepada responden. Adapun tujuannya adalah untuk mendeskripsikan pemahaman responden terhadap leksikon yang berhubungan dengan lingkungan mereka dalam bahasa mereka. Kontribusi yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah teori dan metode. Teori- teori dan metode yang digunakan dalam penelitian tersebut dapat digunakan peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Usman 2010 dalam tesisnya “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan Ekolinguistik”, menggunakan metode penelitian kualitatif. Temuan dari penelitian tersebut adalah masyarakat Gayo memiliki bentuk dan makna serta muatan tutur tersendiri yang dalam perkembangannya tutur tersebut jarang Universitas Sumatera Utara digunakan, dan sudah mulai ditinggalkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal adalah faktor yang bersumber dari masyarakat Gayo sendiri selaku masyarakat pengguna tutur, dan faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar masyarakat Gayo yang membawa pengaruh penyusutan tutur tersebut. Penelitian Yusradi Usman tesebut memberikan kontribusi dalam hal kajian ekolinguistik. Penelitian yang dilakukan oleh Yusradi Usman tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaannya adalah penelitian Yusradi Usman mengenai tutur masyarakat Gayo sedangkan penelitian ini mengenai leksikon flora bahasa Pakpak Dairi. Sukhrani 2010 dalam tesisnya “Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedananuan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik” dengan metode penelitian yang digunakan oleh Sukhrani adalah metode penelitian kualitatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada 72 orang responden yang berusia 15-46 tahun, terungkap gambaran barupa terjadi perbedaan pemahaman nomina kedanauan di setiap kecamatan untuk semua kelompok usia. Perbedaan pemahaman nomina kedanauan tersebut berkiatan dengan perbedaan kontur alam danau, perluasan kata, pola hidup praktis dan instan yang disebabkan oleh kemunculan peralatan modern, introdusi biota dari luar. Dalam penelitian ini diperoleh hasil 80,6 penutur masih mengenal dan menggunakan leksikon nomina dalam lingkungan Lut Tawar dalam berkomunikasi sehari-hari. Kontribusi yang diperoleh dari penelitian Sukhrani adalah dalam hal pengertian ekolinguistik, leksikon, dan semantik leksikal. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut membahas mengenai Universitas Sumatera Utara leksikon nomina dengan objek kajian bahasa Gayo sedangkan dalam kajian membahas mengenai leksikon flora pada bahasa Pakpak Dairi. Amri 2011 dalam penelitiannya “Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidempuan” menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Salah satu tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pemahaman leksikon tradisi lisan komunitas remaja di Padangsidempuan. Dalam upacara adat di Padangsidempuan, setelah dianalisis leksikon yang berasal dari lingkungan sebanyak 264 kata yang terdiri dari 15 kelompok leksikon, yaitu 1 leksikon tumbuhan; 2 leksikon alam; 3 leksikon pronnomina; 4 leksikon pronomina kekerabatan; 5 leksikon pronomina rajaadat; 6 leksikon bahasa adat; 7 leksikon ukuran waktu; 8 leksikon ukuran waktu dan arah; 9 leksikon perhitunganangka; 10 leksikon ukuran sifat; 11 leksikon ukuran bentuk; 12 leksikon hewan; 13 leksikon warna; 14 leksikon ukuran tokohstatus kekeluargaan; dan 15 leksikon tumbuhan pada frasa dan klausa. Kemudian, seluruh leksikon tersebut diujikan kepada 240 orang remaja. Hasil yang didapatkan adalah, remaja Padangsidempuan mengalami pentyusutan pemahaman pada semua kelompok leksikon. Penyebabnya adalah, remaja tidak memahami upacara perkawinan ada Tapanuli Selatan, baik itu dari segi jenis maupun urutankronologis. Lembaga adat kurang membarikan sosialisasi adat kepada kelompok remaja dan jarangnya pertunjukan pagelaran budaya adat Padangsidempuan. Kontribusi penelitian Amri terhadap penelitian ini adalah teori-teori ekolinguistik, semantik leksikal dan teknik pengolahan data kualitatif. Penelitian tersebut membahas masalah Universitas Sumatera Utara pemahaman leksikon remaja sedangkan penelitian ini membahas perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora. Widayati, dkk 2012 dalam penelitian mereka “Perubahan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Asahan” menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan khazanah lingual tataran leksikal yang mempresentasikan kekayaan lingkungan sosioekologis komunitas Melayu Asahan dan mendeskripsikan faktor yang melatari pergeseran dan penyusutan fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan. Hasil analisis adalah banyak leksikal biota sungai yang sudah tidak dapat ditemukan entitasnya. Nama tumbuhan ada yang masih dikenal dan ada juga sudah tidak dikenal. Kemudian juga leksikal peralatan tradisional, peralatan rumah, dan bagian rumah sudah banyak yang tidak dikenal lagi oleh kelompok penutur muda akibat kemunculuan peralatan yang lebih modern. Kelangkaan leksikon tumbuhan di daerah ini juga dilatari oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang membari dampak terhadap kebertahanan tumbuhan sekitar karena situasi itu tentu mengakibatkan munculnya bangunan-bangunan baru. Jadi, dari penelitian ini diambil kesimpulan bahwa bergeser dan menyusutnya fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan disebabkan dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi penyusutan konsep, dan faktor eksternal meliputi alam; pemukiman; alat-alat modern; dan pencemaran lingkungan. Kontribusinya terhadap penelitian ini adalah dalam hal teori dan teknik analisis. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut membahas perubahan fungsi Universitas Sumatera Utara sosioekologis bahasa Melayu Asahan sedangkan penelitian ini membahas perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora bahasa Pakpak Dairi. Surbakti 2013 dalam tesisnya “Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei: Kajian Ekolinguistik” yang mengkaji masalah leksikon kesungaian Lau Bingei, pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei, serta nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bahasa Karo melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei. Teori yang digunakan adalahteori ekolinguistik dan antropolinguistik dan menggunakan metode analisis deskriptip kualitatif. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 520 leksikon yang terbagi atas 14 kelompok leksikon yang terdiri dari 409 leksikon nomina dan 111 leksikon verba. Kemudian seluruh leksikon yang dikumpulkan tersebut diujikan dengan menyodorkan 4 kategori pilihan, 1 pernah dilihat, didengar, digunakan; 2 pernah mendengar dan melihat; 3 pernah mendengar saja; 4 tidak dengar dan tidak pernah menggunakan. Keempat kategori pilihan ini diujikan kepada dua kelompok usia, yaitu kelompok usia 15-20 tahun dan kelompok usia 21-45 tahun di 16 kelurahan. Hasil yang diperoleh adalah, pemahaman guyub tutur leksikon nomina kategori A 30,79 , B 37,94 , C 13,39 , D 17,87 . Sementara, pemahaman guyub tutur terhadap leksikon verba kategori A 51,28 , B 27,59 , C 13,65 , dan D 7,46 . Nilai budaya kearifan lingkungan guyub tutur bahasa Karo melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei mengandung nilai sejarah, religius dan keharmonisan, sosial budaya, keseahteraan, dan nilai ciri khas. Sedangkan nilai kearifan lingkungan yang dapat digali adalah nilai kedamaian, dan nilai kesejahteraan dan Universitas Sumatera Utara gotong royong. Kontribusi penelitian tersebut terhadap penelitian ini adalah berkaitan dengan teori-teori ekolinguistik, pengolahan data, pembagian kelompok usia responden. Perbedaannya adalah penelitian tersebut membahas leksikon ekologi kesungaian sedangkan penelitian ini membahas tentang fungsi sosioekologis leksikon flora.

2.3 Kerangka Kerja

Gambar 2.2 Kerangka Kerja Teoritis LEKSIKON TINGKAT PEMAHAMAN RELASI SEMANTIS LEKSIKON FLORA EKOLINGUISTIK SEMANTIK STRUKTURAL TEMUAN ANALISIS DATA Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di pulau Sumatera dan tersebar di beberapa KabupatenKota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Aceh Singkil serta Kota Subulsalam Provinsi Aceh. Kabupaten Dairi yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu Nomor 4 tahun 1964 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu dari 33 KabupatenKota yang ada di wilayah Sumatera Utara dengan luas 191.625 hektar atau sekitar 2,69 dari luas Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir sebelah timur, Kabupaten Aceh Selatan sebelah barat, Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara sebelah utara, serta Kabupaten Pakpak Bharat sebelah selatan. Keadaan topografinya yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan serta udara yang sangat sejuk menjadi salah satu faktor penentu mayoritas pekerjaan masyarakat Dairi pada umumnya yang kini adalah petani. Beberapa komoditas pertanian unggulan dari Kabupaten Dairi antara lain yaitu Nilam, Kemenyan, Jagung, Kopi, Umbi-Umbian, Sayur-mayur, Pisang, Nangka, dan Kentang. Universitas Sumatera Utara Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi di Kecamatan Berampu. Gambar 3.1 Peta Kecamatan Berampu Kecamatan Berampu terdiri atas lima kelurahandesa, yaitu 1 KelurahanDesa Banjar Toba, 2 KelurahanDesa Berampu, 3 KelurahanDesa Karing, 4 KelurahanDesa Pasi, 5 KelurahanDesa Sambaliang, namun kajian ini memilih lokasi di Kelurahan Karing DUG. Data jumlah penduduk Kelurahan Karing DUG akan terlihat dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Berampu 2013 Sumber: Kantor Kecamatan Berampu No Desa Luas KM 2 Jumlah KK Jiwa Jumlah Penduduk LK Jiwa PR Jiwa Jumlah Jiwa 1 Karing 14,65 720 1752 1786 3538 2 Sambaliang 7,80 244 542 551 1093 3 Pasi 12,50 339 799 863 1662 4 Berampu 2,40 405 915 975 1891 5 Banjar Toba 3,50 114 288 295 583 KARING PASI BERAMPU SAMBALIANG BANJAR TOBA Universitas Sumatera Utara Alasan penulis memilih lokasi ini karena kondisi geografisnya yang berada di daerah pegunungan yang kaya akan flora. Kemudian, masyarakat DUG adalah masyarakat yang heterogen, sehingga memengaruhi penggunaan leksikon flora dalam kegiatan komunikasi sehari-hari yang dulunya menggunakan bahasa Dairi, sekarang sudah dipengaruhi bahasa yang lain Batak Toba dan bahasa Indonesia. Data penduduk DUG berdasarkan etnis akan terlihat pada tabel berikut: Tabel 3.2 Data Penduduk DUG Berdasarkan Etnis 2013 Sumber: Kantor Kecamatan Berampu No Etnis Jumlah Penduduk LK Jiwa PR Jiwa Jumlah Jiwa 1 Pakpak 580 593 1173 2 Toba 1159 1185 2344 3 Nias 4 2 6 4 Melayu 5 - 5 5 Sunda 1 1 6 Jawa 3 4 7 7 Bugis 1 1 2 Jumlah 1752 1786 3538 Komunitas terkecil pada suku Pakpak di DUG disebut “Lebuh” dan “Kuta”. Lebuh, merupakan bagian dari “Kuta” yang dihuni oleh klan kecil, dan Kuta adalah gabungan dari “Lebuh-Lebuh” yang dihuni oleh suatu klan besar marga tertentu, yang dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan kelompok kekerabatannya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk Universitas Sumatera Utara perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang incest. Suku Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak. Ada lima SuakSuku Pakpak terbagi lima wilayah, yaitu: Suak Simsim, Suak Keppas, Suak Pegagan, Suak Kelasen, dan Suak Boang. Adapun marga- marga pakpak yang menetap dan berdomisili di setiap Suak tersebut antara lain: 1 Marga Pakpak Simsim: Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, Banurea, , Boangmanalu. 2 Marga Pakpak Keppas: Ujung, Capah, Kudadiri, Maha , Ujung, Angkat, Bako, Bintang, Kudadiri, Maha, Capah, Sinamo dan Gajah Manik. 3 Marga Pakpak Kelasen: Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur, Siketang, Anakampun, Kasogihen. 4 Marga Pakpak Pegagan: Matanari, Maibang, Manik, Lingga 5 Marga Pakpak Boang: Saraan, Sambo, Bancin. Suak Pakpak yang paling banyak menghuni di DUG ini adalah Suak Keppas. Suak Keppas ini meliputi Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Berampu, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sitinjo, Kecamatan Parbuluan, dan Kecamatan Lae Parira. Masyarakat SuakKeppas ini, pada dasarnya hidup pada bidang pertanian. Seperti kebanyakan masyarakat yang hidup di daerah dataran tinggi, rata-rata masyarakatnya memiliki kegiatan sehari-hari sebagai petani. Beberapa memilih bercocok-tanam sayur- sayuran. Selain itu, beberapa pada tanaman keras seperti kopi arabica. Universitas Sumatera Utara

3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah perpaduan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kaulitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah Moleong, 2007:6. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang temuannya tidak diperoleh melali prosedur statistik atau bentuk hitungan. Metode deskriptif kualitatif sangat tepat digunakan dalam kajian ini karena metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; selanjutnya metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi lihat Moleong, 2007:9. Dengan demikian, metode kualitatif sangat tepat digunakan untuk menemukan data, menganalisis, serta melihat fenomena yang terjadi di lingkungan DUG. Sementara itu, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji pemahaman leksikon flora MPD yang dibagi dalam tiga kelompok usia dengan tujuan untuk memperoleh persentasi penyusutan atau pergeseran leksikon flora BPD. Universitas Sumatera Utara

3.3 Data dan Sumber Data

Data merupakan catatan atas kumpulan fakta. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.Data dalam penelitian ini adalah leksikonkata-kata flora. Untuk mendapatkan data dalam penelitian kualitatif, ada tiga sumber data yang dapat dimanfaatkan lihat Mallison dan Blake 1981: 12-18, pertama:data primer data utama; kedua:data sekunder data kedua; dan ketiga: data intuisi penulis. Data primer adalah data lisan: hasil wawancara dan percakapan dari beberapa orang informan kunci guyub tutur BPD di DUG, Kecamatan Berampu, Kabupaten Dairi. Informan yang dimaksud dalam penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh informasi yang lebih akuratsahih mengenai leksikonkata-kata flora pada MPD. Kriteria yang dimaksud adalah: Lofland dan Lofland dalam Moleong 2007:157 mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.” a berjenis kelamin pria atau wanita b usia di atas 65 tahun dan c lahir dan dibesarkan di desa itu d berprofesi sebagai petani minimal 20 tahun e menguasai bahasa Pakpak Dairi f sehat jasmani dan rohani Universitas Sumatera Utara Data sekunder adalah buku-buku BPD seperti mitos cerita rakyat BPD, buku cerita BPD, Buku Ende BPD, Bibel BPD dan buku-buku BPD yang berhubungan dengan lingkungan Kabupaten Dairi. Dalam penelitian ini tidak menggunakan data intuisi karena penulis bukan penutur asli BPD.

3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap Mahsun, 2006:74. Metode simak digunakan untuk memperoleh data tulis. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan adalah menyimak penggunaan leksikon pada MPD dari informan. Teknik dasar metode simak adalah teknik sadap. Dalam upaya memperoleh data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa oleh informan, baik wawancara maupun penggunaan bahasa sehari-hari. Bentuk data yang disadap adalah daftar leksikon flora pada MPD. Dalam praktiknya, metode ini memiliki teknik lanjutan, teknik yang dimaksud adalah:pertama: teknik simak libat cakap, maksudnya adalah terlibat langsung dalam percakapan dengan informan; kedua: teknik simak bebas libat cakap, dalam teknik ini tidak terlibat langsung dalam percakapan; dan ketiga: teknik rekam adalah merekam pembicaraan informan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan pengecekan kembali kebenaran data yang telah dicatat sebelumnya. Metode kedua adalah metode cakap. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan data lisan. Metode ini memiliki dua teknik, yaitu teknik dasar Universitas Sumatera Utara dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode ini adalah teknik pancing. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan melakukan percakapan kepada informan dengan sumber pancingan yang sudah disiapkan atau atau secara spontanitas, maksudnya pancingan dilakukan ditengah-tengah percakapan. Hal ini dilakukan untuk memunculkan data leksikon flora yang diharapkan. Teknik lanjutan dalam metode cakap terbagi atas empat bagian teknik, yaitu: pertama, teknik cakap semuka, dengan terlibat langsung dalam percakapan dengan informan; kedua, teknik cakap taksemuka yaitu melalui kuesioner; ketiga: teknik rekam yang digunakan untuk merekam data leksikon flora; dan keempat: teknik catat yang digunakan dalam mencatat semua data yang diperoleh dari informan. Selain informan, data dalam kajian ini juga diperoleh dari responden dengan menyebarkan daftar tanyaan. Daftar tanyaan disusun dari daftar leksikon flora yang diperoleh dari informan. Responden dibagi dalam tiga kelompok usia, kelompok pertama adalah kelompok remaja 12 – 24 tahun; kelompok dewasa 25 – 59 tahun; dan kelompok tua ≥ 60 tahun. Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Rincian jumlah responden berdasarkan kelompok usia yaitu kelompok usia remaja 12-24 tahun sebanyak 20 orang, kelompok usia dewasa 25-59 tahun sebanyak 20 orang, dan kelompok usia tua ≥ 60 tahun sebanyak 20 orang. Tujuan pembagian informan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman leksikon flora ketiga kelompok usia tersebut. Universitas Sumatera Utara

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dapat dilakukan dengan mengorganisasikan data, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain. Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan metode padan, yaitu metode analisis bahasa yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 1993:13. Metode padan yang digunakan pada tahapan pengkajian data seperti yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa teknik. Teknik yang digunakan dalam metode padan dalam penelitian ini adalah teknik dasar. Teknik dasar merupakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. Alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya Sudaryanto, 1993:21. Metode ini digunakan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon flora yang terdapat dalam BPD. Untuk menjawab permasalahan kedua yaitu relasi semantis yang terbentuk dari LFBPD digunakan metode padan referensial dengan teknik hubung banding. Analisis makna dibatasi pada relasi semantis yaitu sinonim, antonim, homonim, hipernim, dan meronim. Tujuan menerapkan teori semantik leksikal, hasil analisis dari permasalahan pertama dan kedua digunakan sebagai data untuk permasalahan ketiga ini. Pergeseran dan penyusutan pemahaman BPD diuraikan dalam bentuk hubungan leksikal. Untuk menjawab permasalahan ketiga menggunakan metode kuantitatif. Variabel kelompok usia digunakan untuk melihat pemahaman leksikon flora pada Universitas Sumatera Utara kelompok usia yang berbeda. Rumus yang digunakan untuk mendapat persentase pemahaman ketiga kelompok responden itu adalah: P x 100 Ket: P : angka persentase f : jumlah temuan n : total informan Sudjana, 2004:129 Sebelum dihitung dengan rumus tersebut, terlebih dahulu data diuji dengan menggunakan teknik berikut: Tabel 3.3 Pengujian Pemahaman Masyarakat DUG terhadap LFBPD No Leksikon Tua Dewasa Remaja 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 dst Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan 2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan Dengan cara ini, penggunaan leksikon flora pada masyarakat PD akan terjawab. Teknik inilah yang digunakan dalam menganalisis bagaimana pemahaman masyarakat DUG terhadap leksikon flora bahasa Pakpak Dairi. Universitas Sumatera Utara 3.6Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data Dalam penelitian ini, data akan diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Pengunaan teknik ini bertujuan untuk memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data. Oleh karena itu, triangulasi ini dilakukan untuk menguji pemahaman peneliti dan informan mengenai hal-hal yang diinformasikan oleh informan kepada peneliti Bungi, 2003:264. Triangulasi digunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Denzin 2009 triangulasi meliputi empat hal, yaitu: 1 triangulasi metode; 2 triangulasi antar-peneliti jika penelitian dilakukan dengan kelompok; 3 triangulasi sumber data; dan 4 triangulasi teori. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, juga menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, Universitas Sumatera Utara misalnya berupa teks atau naskahtranskrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khazanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat participant obervation, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan insights yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi Universitas Sumatera Utara teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman untuk menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Pengantar

Bab ini merupakan bab yang membahas mengenai paparan data dan temuan penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah diperoleh. Bab ini akan memuat hal yang berkaitan dengan masalah-masalah penelitian yang telah dituliskan pada bab I. Masalah penelitian yang dimaksud adalah leksikon flora BPD apa saja yang terdapat di DUG, bagaimana gambaran pemahaman leksikon flora BPD pada MPD di DUG, dan bagaimana relasi semantis yang terbentuk pada leksikon flora BPDdi DUG?

4.2 Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi Desa Uruk Gedang

Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah leksikon flora. Untuk memeroleh daftar leksikon tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa orang informan, dan membaca sumber tertulis. Setelah hal itu dilakukan, didapat leksikon flora BPD berjumlah 200 leksikon. Untuk mempermudah penyajian dan pengujian data leksikon tersebut, maka seluruh leksikon dikelompokkan berdasarkan kategorinya. Setelah dibagi, leksikon flora tersebut terbagi atas lima kelompok leksikon, yaitu 1 leksikon kayu ‘kayu’, 2 leksikon rambah ‘semak’, 3 leksikon suan-suanen ‘tanaman’, 4 leksikon buah ‘buah’, dan 5 leksikon rorohen ‘sayuran Universitas Sumatera Utara

4.2.1 Leksikon Kayu

Leksikon flora kelompok kayuBPD di DUG terdiri atas 63 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon kayu BPD. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1. abang-abang sejenis pohon berdaun kecil dan bulat, baik untuk kayu bakar apiapi sejenis pohon yang kayunya merah dan dapat dipakai untuk membuat papan ar u sejenis pohon yang sangat rindang, dan keras, biasa dimanfaatkan menjadi bahan bangunan baronggang pohon berongga bintatar sejenis pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai alat bangunan celmeng sejenis pohon besar yang keras dan berkualitas baik untuk bahan bangunan cik-cik sejenis pohon getah gatal di kepala cingkem kayu air dalung-dalung pohon yang kayunya berwarna kuning dan baik untuk dijadikan bahan bangunan doko-doko sejenis pohon serupa nangka, biasa digunakan sebagai kayu bakar endet pohon yang daunnya dimanfaatkan sebagai obat gula

4.2.2 Leksikon Rambah

Leksikon flora kelompok rambahBPD di DUG terdiri atas 53 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon rambah BPD. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1. alah-alah sejenis rumput yang berdaun lebar, yang dipakai sebagai makanan ternak dan dapat menimbulkan rasa gatal dan Universitas Sumatera Utara raum pada kulit manusia alum-alum sejenis rumput untuk makanan ternak, juga dipakai melawan gatal-gatal pada kulit arsam pakis berukuran kecil bangkuang sejenis kiki yang tumbuhnya di darat berhu sejenis rumput pimping yang batangnya berongga pendek biski semak yang berukuran panjang dan batangnya beruas-ruas buluh-buluh sejenis rumput yang batang dan daunnya menyerupai bambu cikerput putri malu cilekket sejenis rumput yang bijinya melekat pada kain cingkerr u sejenis semak tinggi yang buahnya berbiji-biji dan dapat dimakan

4.2.3 Leksikon Suan-suanen

Leksikon flora kelompok suan-suanenBPD di DUG terdiri atas 36 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1. acem asam bahing jahe cikala kincau cina cabe gadong singkong gambir gambir gatap sirih genderra bawang rambu isap tembakau jagong jagung jerango jerangau kacang Kacang keceur kencur keras kemiri koning kunyit Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Leksikon Buah

Leksikon flora kelompok buah BPD di DUG terdiri atas 23 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1. bettik semangka cibukbuken sejenis rambutan liar yang ukurannya lebih kecil dari rambutan dan memiliki daging buah yang agak kering galuh pisang gerrat sejenis pohon berbuah mirip mangga namun berwarna kuning pucat dan rasa yang asam sekalipun sudah cukup matang jerring jengkol kennas nenas langsat duku mangga mangga manggis manggis mbertik pepaya nangka nangka 4.2.5 Leksikon Rorohen Leksikon flora kelompok suan-suanen BPD di DUG terdiri atas 25 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1. arum bayam bulung gadong kayu daun singkong buncis buncis bungke sayuran yang mirip seperti kemangi, namun buahnya yang digunakan untuk membekukan susu cemun mentimun cemun jipang genjer genjer kalondang gambas berukuran lebih besar dan lebih pahit kentang kentang kol kubis Universitas Sumatera Utara Rincian jumlah leksikon berdasarkan kelompoknya adalah leksikon kayu berjumlah 63 leksikon atau 31,5 dari seluruh data. Leksikon rambah berjumlah 53 leksikon atau 25,5 dari jumlah data. Leksikon suansuanen berjumlah 36 leksikon atau 18 dari 200 leksikon. Leksikon buah berjumlah 23 leksikon atau 11,5 dari 200 leksikon. Leksikon rorohen berjumlah 25 leksikon atau 12,5 dari 200 leksikon.

4.3 Relasi Semantis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

Leksikon adalah komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantik, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya. Pengertian tersebut berkaitan dengan masalah penelitian yang ketiga. Setelah seluruh data leksikon yang berjumlah 200 leksikon flora, dianalisis lihat BAB V, beberapa leksikon memiliki hubungan secara semantis sinonim, antonim, homonim, homofon, homograf, hiponim, dan meronim. Ada 10relasi semantis yang terbentuk dari data leksikon flora BPD,antara lain: 1 antonim tabunggala X mbecih Kedua leksikon tersebut memiliki pertentangan makna. Leksikon tabunggala dan mbecih mengacu pada satu bendayang sama yaitu ‘labu’. Pertentangan makna dari kedua leksikon tersebut adalah pada ukuran. Leksikon tabunggala digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki ukuran besar, sedangkan mbecih digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki ukuran kecil. Universitas Sumatera Utara 2 homonim merupakan sebutan untuk benda yang memilikibentuk dan pelafalannya sama dengan ungkapan lain, tetapi memiliki makna yang berbeda Dari data LFBPD ditemukan beberapa leksikon yang memiliki kesamaan bentuk dan pelafalan, yaitu: a tuyung I dan tuyung II. Leksikon tuyung I digunakan untuk menyebut nama buah ‘terong belanda’ atau ‘tiung’, sedangkan tuyung II digunakan untuk menyebut sayur ‘terong’ b rias I dan rias II. Leksikon rias I merupakan nama sayuran yaitu ‘kacang panjang’, sedangkan leksikon rias II merupakan sebutan untuk tumbuhan yang batangnya digunakan sebagai penambah rasa asam pada masakan c cemun I dan cemun II. Leksikon cemun I merupakan sebutan untuk ‘mentimun’, sedangkan leksikon cemun II merupakan nama jenis sayur merambat atau sering disebut ‘labu siam’ 3 homograf memiliki persamaan dari segi tulisan, namun memiliki makna dan cara pengucapan yang berbeda. Dari data ditemukan dua leksikon yang menjadi contoh homograf, yaitu tuba I dan tuba II. Leksikon tuba I yang digunakan untuk menyebut jenis ‘pohon’ diucapkan [tuba], sedangkan leksikon tuba II yang bermakna ‘andaliman’ diucapkan [tu;ba]. 4 hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum. Universitas Sumatera Utara Dari data LFBPD, ditemukan sepuluh kelompok hiponim, yaitu mpiangi‘meranti’, kayu bangunen‘kayu bangunen’, paku‘paku’, tambar ‘obat’, anyamen‘anyaman’, nakan pinakan‘pakan ternak’, pola‘nira’, gelaga‘gelagah’, parasit‘parasit’, dan gambas‘gambas’. 5 Meronim merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal. Ditemukan tiga contoh meronim berdasarkan data LFBPD, yaitu pola‘nira’, pote‘petai’, dan galuh ‘pisang’. Sementara itu, dari seluruh data LFBPD tidak ditemukan relasi semantis antarleksikon untuk ranah sinonim, homofon dan polisemi.

4.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap LFBPD

Temuan yang diperoleh mengenai gambaran pemahaman leksikon flora BPD di DUG menunjukkan adanya perubahan pemahaman baik pergeseran atau penyusutan. Penyusutan pemahaman ketiga kelompok usia terhadap 200 leksikon yang diperoleh akan terlihat jelas pada tabel. Tabel 4.1 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap LFBPDBerdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 3719 93 3046 76,2 1396 34,9 KATEGORI 2 206 5,1 333 8,3 740 18,5 KATEGORI 3 75 1,9 621 15,5 1864 46,6 Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bagaimana persentase pemahaman MDUG terhadap 200 LF yang diujikan untuk tiga kategori pilihan jawaban yang Universitas Sumatera Utara ditawarkan. Pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, jumlah pemahaman tiga kelompok usia mengalami penurunan atau penyusutan. Pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap 200 LF yang terdiri dari 5 kelompok leksikon cukup signifikan dengan rata-rata 93 .Pada kelompok usia 25-59 tahun mengalami penyusutan mencapai 16,8 . Pada kelompok usia yang lebih muda yaitu 12-24 tahun, persentase penyusutannya mencapai 58,1 dari persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 41,3 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap semua leksikon ini hanya 5,1 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman responden yang ada pada kategori ini menjadi 8,3 persentase penyusutannya bertambah 3,2 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12-24 tahun, pemahaman responden mencapai 18,5 penyusutan mencapai 13,4 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 10,2 dari kelompok usia 25 -59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun sangat rendah, yaitu 1,9 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, angka persentase pemahaman responden menjadi 15,5 menyusut 13,6 dari persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, persentase pemahaman responden mencapai 46,6 angka penyusutan mencapai Universitas Sumatera Utara 44,7 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 31,1 dari kelompok usai 25 -59 tahun. Persentase pemahaman tiga kelompok usia terhadap seluruh leksikon flora yang diujikan akan diuraikan berdasarkan kelompok leksikon. 200 jumlah leksikon yang diujikan terbagi dalam 5 kelompok leksikon kelompok leksikon kayu, leksikon rambah, leksikon suansuanen, leksikon buah, dan leksikon rorohen. Berikut diuraikan bagaimana persentase pemahaman tiga kelompok usia yang dimaksud berdasarkan kelompok leksikonnya. Tabel 4.2 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Kayu BPD Berdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 1038 82,4 811 64,4 150 12 KATEGORI 2 170 13,5 146 11,8 214 17 KATEGORI 3 52 4,1 303 23,8 896 71 Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon kayu pada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 mencapai 82,4 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 64,4 mengalami penyusutan pemahaman 18 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, persentase pemahamannya adalah 12 penyusutan mencapai 70,4 dari kelompok usia ≥ 60, dan 52,4 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon Universitas Sumatera Utara ini adalah 13,5 pada usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25 -59 tahun menjadi 11,8 peningkatan mencapai 1,7 . Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 17 menyusut 3,5 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 5,2 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun mencapai 4,1 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 23,8 menyusut 19,7 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 71 mengalami penyusutan 66,9 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 42,7 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Tabel 4.3 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap Leksikon Rambah BPD Berdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 1002 94,5 704 66,4 159 15,2 KATEGORI 2 35 33 110 10,6 266 24,9 KATEGORI 3 23 2,2 245 23 635 59,9 Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon rambah pada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 mencapai 94,5 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 64,4 mengalami penyusutan pemahaman 30,1 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, Universitas Sumatera Utara persentase pemahamannya adalah 15,2 penyusutan mencapai 79,3 dari kelompok usia ≥ 60, dan 51,2 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon ini adalah 33 pada usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25 -59 tahun menjadi 10,6 pengingkatan mencapai 22,4 . Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 24,9 meningkat 8,1 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan menyusut14,3 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun mencapai 2,2 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 23 menyusut 20,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 59,9 mengalami penyusutan 57,7 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 36,9 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Tabel 4.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Suan-suanen BPD Berdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 720 100 689 95,7 486 69 KATEGORI 2 6 0,8 93 13,8 KATEGORI 3 26 3,5 141 17,2 Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon suansuanen pada pada Kategori 1 mengenal, pernah Universitas Sumatera Utara melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun mencapai 100 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 95,7 mengalami penyusutan pemahaman 4,3 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, persentase pemahamannya adalah 69 penyusutan mencapai 31 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 26,7 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, tidak ada satu pun responden kelompok usia ini masuk dalam kategori jawaban ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun persentase pemahaman responden 0,8 penyusutan pemahaman0,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 13,8 penyusutan pemahaman13,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan menyusut 13 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, tidak ada kelompok usia ≥ 60 tahun pada kategori ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 3,5 menyusut 3,5 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 17,2 mengalami penyusutan 17,2 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 13,7 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Buah BPD Berdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 459 99,8 442 96,1 380 82,6 KATEGORI 2 1 0,2 48 10,4 KATEGORI 3 18 3,9 32 7 Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon buah pada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 mencapai 99,8 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 96,1 mengalami penyusutan pemahaman 3,7 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, persentase pemahamannya adalah 82,6 penyusutan mencapai 17,2 dari kelompok usia ≥ 60, dan 13,5 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon ini adalah 0,2 pada usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25-59 tahun tidak ada responden yang masuk dalam kategori ini. Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 10,4 menyusut 10,2 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 10,4 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, tidak ada kelompok usia ≥ 60 tahun pada kategori ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 3,9 menyusut 3,9 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase Universitas Sumatera Utara pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 7 mengalami penyusutan 7 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 3,1 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Tabel 4.6 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap Leksikon Rorohen BPD Berdasarkan Kategori KATEGORI KELOMPOK USIA ≥ 60 Tahun 25-59 Tahun 12-24 Tahun JP JP JP KATEGORI 1 500 100 400 79,6 221 44,2 KATEGORI 2 71 14,6 119 23,8 KATEGORI 3 29 5,8 160 32 Berdasarkan tabel 4.6tersebut, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon rorohenpada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, semua responden kelompok persentase usia ≥ 60 ada pada kategori ini, yaitu 100 . Pada kelompok usia 25- 59 tahun persentasenya mencapai 79,6 mengalami penyusutan pemahaman 20,4 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun, persentase pemahamannya adalah 44,2 penyusutan mencapai 55,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun , dan 35,4 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan hanya ada dua kelompok usia yang berada pada kategori ini, karena kelompok usia ≥ 60 tahu n seluruhnya ada pada Kategori 1. Pada kelompok usia 25-59 tahun persentase pemahamannya adalah 14,6 penyusutan14,6 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 23,8 peyusutan23,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan menyusut 9,2 dari kelompok usia 25-59 tahun. Universitas Sumatera Utara Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan juga hanya dua kelompok usia yang berada pada kategori ini, karena kelompok usia ≥ 60 tahun seluruhnya ada pada Kategori 1. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 5,8 menyusut 5,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 32 mengalami penyusutan 32 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 26,2 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Dari angka-angka persentase pemahaman oleh tiga kelompok usia pada yang telah diuraikan di atas menunjukkan penurunan pemahaman antargenerasi. Kondisi ini cukup memperihatinkan karena akan berdampak pada punahnya leksikon itu pada masa-massa yang akan datang dan mungkin juga akan berdampak pada punahnya benda yang diacu oleh leksikon tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi Desa Uruk Gedang 5.1.1 Kelompok Leksikon Kayu Leksikon api-api, aru, bintatar, celmeng, dalung-dalung, hori, meang, meddang, mpiangi,jati,kakammbu, kambuaren, kambuturen, keccing, kayu bane, kayu ndelleng, kimang, linjomaroker, sampenur, simarhuni, siterngngem, sona, dan tuba adalah jenis kayuyang memiliki kualitas terbaik untuk dijadikan sebagai bahan bangunan dan perabot, namun belakangan ini sudah semakin jarang digunakan. Informasi ini diperoleh dari informan. Bahan bangunan dengan bentuk, dan harga yang lebih murah menjadikan masyarakat mengurangi rasa ketergantungan terhadap jenis kayu ini. Selain itu juga diakibatkan proses untuk mendapatakannya lebih mudah. Kondisi ini jelas akan berdampak pada keterancaman leksikon tersebut dari pemahaman masyarakat karena tidak berhubungan lagi dengan kehidupan mereka. Khusus leksikon linjomaroker sudah sangat langka, akibatnya banyak sekali responden yang tidak mengenal tumbuhan ini. Semua leksikon kayu yang berkualitas baik untuk dijadikan bahan bangunan di atas sudah semakin menyempit dalam pemahaman responden terutama usia remaja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden, banyak di antara mereka yang mengaku tidak mengetahui leksikon tersebut walaupun mereka pernah melihatnya. Sebagai contoh, leksikon mpiangi, kayu bane, danhori Universitas Sumatera Utara merupakan jenis pohon ‘meranti’, namun beberapa orang tidak dapat membedakan pohon tersebut. Sebagian besar usia tua masih dapat membedakan tumbuhan ini. Pada usia yang lebih muda, untuk menyebutkan ketiga nama pohon tersebut, mereka menyebut dengan satu nama yaitu mpiangi. Fenomena ini menunjukkan telah terjadi penyempitan pemahaman oleh beberapa orang responden mayoritas usia muda. Leksikon abang-abang, bintatar, cikcik, dalung-dalung, doko-doko, intuang, kabo-kabo, kapea, lamtoro, ndaberru, ndapdap, ndulpak, rias-rias, saga, sampula, simarmunte, tambiski, dan tanggolen dapat ditemukan dengan mudah di daerah ini. Pohon-pohon tersebut merupakan jenis kayu yang baik untuk kayu bakar, namun sudah mulai tidak dikenal karena perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat. Fungsi kayu yang dulunya digunakan untuk memasak sudah digantikan dengan hadirnya barang-barang elektronik yang lebih praktis dan tahan lama. Tumbuhan cingkem yang merupakan jenis tumbuhan kayu yang dapat menjaga stabilitas air dalam tanah fungsinya masih bertahan hingga saat ini. Hampir di setiap lahan pertanian masyarakat ditanami jenis pohon ini. Gomet dan sibalik angin merupakan pohon yang memiliki daun lebar dan lembut sudah mengalami perubahan fungsi dalam masyarakat. Daunnya yang lebar dan lembut itu dulu dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan. Pembungkus makanan yang lebih praktis seperti kertas dan plastik membuat keberadaan daun cingkem ini terpinggirkan. Universitas Sumatera Utara Leksikon kayu ara ‘beringin’ dalam konteks adat masih selalu digunakan. Dalam acara adat pesta tugu pemindahan tulang-tulang yang telah meninggal ke dalam tugu, dahan pohon kayu ini harus ditancapkan ke dalam sebuah bakul. Hal ini sudah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat digantikan oleh tumbuhan lain. Beberapa responden yang kurang mengetahui leksikon ini ada pada kategori remaja. Beberapa di antara mereka belum mengenal tumbuhan ini, dan beberapa orang belum mengetahui nama tumbuhan ini dalam bahasa daerah mereka, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman mereka. Tusam merupakan tumbuhan yang sangat penting bagi masyarakat desa ini terutama pada saat musim menanam padi dan saat perayaan hari besar agama kristen. Kayunya yang ringan dan getahnya yang dapat dimanfaatkan sebagai suluh selalu dimanfaatkan sebagai penerang ketika berjaga di lahan pertanian pada malam hari. Namun beberapa tahun belakangan fungsi itu sudah tidak dimanfaatkan lagi akibat cuaca buruk yang mengakibatkan air sungai mengering dan ‘memaksa’ mayarakat mengalih fungsikan lahan sawah menjadi ladang. Sementara itu, daun tumbuhan ini selalu dimanfaatkan sebagai hiasan pada acara besar agama kristen yaitu pada acara Natal. Ranting dan daunnya digunakan sebagai pohon natal. Kehadiran hiasan natal yang lebih indah dan prkatis tidak mampu ‘menggeser’ fungsi pohon ini saat bulan desember tiba. Prinsip ekonomi dan gotong royong yang masih kuat menjadi alasan utama masyarakat tetap menggunakan tumbuhan ini. Leksikon kemenjen ‘kemenyan’ masih tetap bertahan dalam pemahaman masyarakat karena mayoritas penduduk desa ini berprofesi sebagai petani. Lahan Universitas Sumatera Utara pertanian mereka yang berada di lereng hutan memudahkan mereka untuk memanen getah pohon ini. Getah kemenyan yang bernilai ekonomi tinggi menjadikan masyarakat bergantung pada getah kemenyan ini, selain itu getah kemenyan ini juga bermanfaat sebagai obat penyakit kulit. Penyempitan pemahaman juga terjadi pada leksikon panggaben. Tumbuhan ini memiliki buah berukuran kecil serta rasa yang pedas dan biasa digunakan oleh anak-anak sebagai peluru mainan meriam-meriam kecil yang terbuat dari bambu. Permainan ini disebut marultop. Leksikon kabo yang memiliki buah seperti petai dulujuga biasa digunakan oleh anak-anak sebagai mainan. Kehidupan sosial yang berubah membuat anak-anak tidak mengenal permainan ini sehingga tumbuhan ini tidak dikenal lagi oleh kelompok usia remaja. Leksikon nggapuk ‘kapas’ dapat ditemukan di desa ini, namun pemahaman masyarakat pada setiap generasi mengalami penyempitan. Usai remaja mengenal tumbuhan ini, namun kondisi masyarakat yang multietnis berakibat pada penggunaan bahasa. Kelompok usia remaja lebih sering menyebut tumbuhan ini dalam bahasa Indonesia yaitu kapas padahal masyarakat masih menggunakannya untuk bantal dan kasur. Jadi penyempitan pemahaman untuk leksikon ini diakibatkan persoalan kondisi masyarakat yang multietnis dan berdampak pada pengguanaan bahasa. Leksikon lemmas ‘daun salam’ merupakan bahan penyedap masakan yang biasa digunakan oleh masyarakat desa ini. Penyempitan pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini tidak besar, karena ‘daun salam’ ini selalu disediakan di Universitas Sumatera Utara dapur. Leksikon kolit manis ‘kulit manis’ juga dimanfaatkan sebagai penyedap masakan. Banyak masyarakat menanam pohon ini karena kulitnya dapat dijual dan kayunya sangat baik digunakan sebagai kayu bakar. Leksikon ngilkil ‘pohon yang beracun dan biasa digunakan untuk meracuni ikan. Perubahan kondisi alam di desa ini berdampak pada semakin menyempitnya pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini. Musim kemarau berkepanjangan yang melanda desa ini mengakibatkan sungai-sungai mengering. Masyarakat yang biasanya mengisi waktu mencari ikan di sungai dengan memanfaatkan daun pohon ini sudah tidak ditemukan lagi. Akibatnya, generasi yang lebih muda tidak mengenal dan tidak mengetahui manfaat tumbuhan ini. Ndilo adalah tumbuhan yang kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan anyaman untuk tikar, dan kayunya biasa juga dijadikan sumpit, namun perubahan kehidupan sosial membuat masyarakat meninggalkan tradisi menganyam. Sumpit juga bukan peralatan khas masyarakat desa ini, sehingga kayunya dimanfaatkan menjadi kayu bakar. Rambung juga merupakan jenis pohon yang getahnya selalu dimanfaatkan oleh masyarakat dulu sebagai jebakan burung. Kegiatan menangkap burung dengan menggunakan getah kayu ini sering dilakukan oleh kaum hawa. Namun, belakangan getah dianggap tidak efektif dijadikan sebagai perangkap burung karena sangat beresiko terhadap keselamatan burung yang terjebak. Untuk melanjutkan tradisi ini, getah digantikan dengan membuat jebakan dari kayu atau bambu. Sementara itu, pohon rambung ini pada akhirnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Universitas Sumatera Utara Leksikon kandes meruapakan pohon yang buahnya dimanfaatkan sebagai bahan masakan. Buahnya yang asam, diiris-iris dan kemudian dijemur. Pohon ini masih tumbuh di sekitar lereng hutan desa ini. Buahnya juga selalu disiapkan di rumah sebagai bahan penyedap penambah rasa asam pada masakan. Namun pada kelompok usia muda, lebih sering menamai tumbuhan ini dengan acem gelugur. Mereka tidak mengetahui nama dalam bahasa daerahnya akibat kondisi masyarakat yang multietnis. Nderrung merupakan jenis pohon yang bercabang banyak, dan memiliki buah yang biasa dimakan oleh burung. Pohon ini tumbuh liar di lereng hutan, sehingga banyak juga masyarakat memanfaatkan buahnya sebagai pakan untuk burung. Kulitnya yang kuat juga biasa dimanfaatkan sebagai tali saat petani ingin mengikat kayu bakar. Namun leksikon ini sama sekali tidak dikenal lagi oleh kelompok usia remaja karena mereka tidak pernah lagi bekerja ke lereng hutan, meraka lebih banyak menghabiskan waktu di desa. Sehingga aktivitas mereka tidak berhubungan lagi dengan tumbuhan ini. Leksikon jambang dan rugirugi merupakan jenis pohon jenis pakis ukuran besar. Tanaman jenis pakis ini banyak, namun hanya kedua jenis tumbuhan ini yang dikelompokkan ke dalam kategori pohon. Sementara jenis pakis yang lain masuk dalam kategori semak. Dari hasil pengujian pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini disimpulakan bahwa terjadi penyusutan pemahaman pada setiap generasi, bahkan pada usia remaja sama sekali tidak mengenal leksikon ini. Terjadi penyempitan pemahaman para remaja karena mereka tidak dapat membedakan tumbuhan ini. Jadi untuk menamai kedua leksikon ini mereka Universitas Sumatera Utara menyebutnya dengan nama jenis tumbuhan pakis yang lain yaitu tanggiang yang masuk dalam kategori rambah. Baronggang merupakan jenis pohon yang berongga. Tumbuhan ini dulu dimanfaatkan sebagai saluran air karena memiliki daya tahan yang cukup lama. Sejak alih fungsi sawah menjadi ladang akibat musim kemarau yang berkepanjangan, maka tumbuhan ini sama sekali tidak pernah dimanfaatkan lagi sehingga setengah dari responden kelompok usia dewasa dan semua responden remaja tidak mengenal tumbuhan ini. Kayu rimo memiliki kemiripan dengan pohon jeruk, baik dari bentuk batang, daun, dan buah. Namun pohon ini merupakan pohon yang tumbuh sembarang. Buahnya yang sangat asam biasa dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat makanan khas Batak Toba yaitu naniura. Makanan khas ini tidak dimasak, ikan cukup disiram dengan air asam buah ini, dibiarkan beberapa jam agar daging ikan benar-benar matang oleh air asam. Namun, belakangan ini tumbuhan ini sudah semakin sulit ditemukan. Hanya ada beberapa warga yang menanam pohon ini. Masakan khas ini juga sangat jarang dibuat, sehingga kelompok usia muda tidak mengenal makanan khas ini dan akhirnya tidak mengenal tumbuhan ini. Leksikon kalto merupakan sebutan untuk pohon aren dan pisang. Pada usia tua mampu membedakan nama pada setiap bagian pohon ini. Namun pada usia remaja, tidak satu pun di antara mereka yang mengetahui leksikon ini. Mereka tidak mengetahui sebutan untuk batang atau bagian suatu tumbuhan yang memiliki nama yang berbeda-beda. Jadi untuk menamai tumbuhan ini, remaja Universitas Sumatera Utara menyebut dengan batang galuh ‘batang pisang’. Dalam komunikasi sehari-hari antara orangtua dan anak sangat jarang menggunakan sebutan ini. Sehingga generasi muda tidak tahu apa itu kalto, padahal selalu mereka temukan setiap hari. Bagitu juga halnya dengan leksikon pelia merupakan sebutan untuk pohon pote ‘petai’. Seluruh responden remaja tidak mengetahui sebutan ini, mereka menyebut dengan batang pote. Pohon endet belakangan ini banyak dicari-cari oleh masyarakat kota. Daun pohon ini memiliki khasiat untuk menurunkan kadar gula dalam tubuh. Kedatangan orang-orang kota ke desa ini untuk mencari pohon ini mengubah pemahaman masyarakat akan tumbuhan ini. Selama ini mayarakat hanya memanfaatkan batang pohon ini sebagai kayu bakar. Namun setalah mengetahui manfaat daun pohon ini, masyarakat menjaga dan bahkan ada beberapa yang mengonsumsi olahan daun tumbuhan ini. Sehingga manfaat pohon endet ini menjadi semakin luas dalam pemahaman masyarakat. Namun generasi muda belum begitu paham apa manfaat tumbuhan ini akibat dari kurangnya pengenalan dari orangtua.

5.1.2 Kelompok Leksikon Rambah

Berdasarkan hasil pengujian pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi penyusutan atau penyempitan pemahaman oleh masyarakat terutama kalompok usia muda. Semak yang dulunya dimanfaatkan sebagai obat kini tidak dibutuhkan lagi dan mengakibatkan pengetahuan masyarakat semakin sempit tentang tumbuhan Universitas Sumatera Utara tersebut. Ironisnya, banyak di antara responden kelompok usia muda tidak mengenal leksikon tersebut. Fenomena itu terjadi bukan karena tumbuhan itu langka atau punah. Penyebab utama adalah rendahnya fekuensi penggunaan bahasa itu, serta pudarnya konteks tumbuhan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, penyempitan pemahaman itu terjadi akibat perubahan kehidupan sosial masyarakat. Tumbuhan alum-alum tumbuhan semak yang biasa dijadikan pakan kerbau atau kambing, namun sering juga dimanfaatkan sebagai obat gatal pada kulit. Sindruma selalu dimanfaatkan sebagai obat pertolongan pertama pada luka saat bekerja di sawah atau ladang. Tumbuhan sarindan sejak dulu digunakan sebagai obat penyakit lever. Sarindan merupakan tumbuhan parasit yang menumpang hidup pada tumbuhan lain. Namun tidak semua sarindan yang memiliki khasiat. Sarindan yang menumpang hidup pada tanaman kopi robusta memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan sarindan yang hidup pada tumbuhan lain. Sehingga, tidak semua sarindan yang hidup pada tanaman dibiarkan hidup oleh masyarakat. Berhu dan singgaren juga merupakan tumbuhan semak yang biasa dimanfaatkan sebagai obat. berhu digunakan sebagai obat gula dan singgaren digunakan sebagai obat demam. Akibat perkembangan ilmu dan teknologi, belakangan ini masyarakat lebih sering menggunakan obat kimia, sehingga tumbuhan ini sudah mulai tidak dimanfaatkan. Beberapa masyarakat desa Uruk Gedang juga memiliki ternak seperti kerbau dan kambing Tumbuhan alah-alah, komil, dan oma merupakan semak yang biasa dijadikan sebagai pakan ternak tersebut. Jadi fungsi tumbuhan ini Universitas Sumatera Utara dalam kehidupan mayarakat adalah sebagai pakan ternak. Namun, jika tumbuhan semak ini tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, maka akan dimusnahkan dengan cara penyemprotan. Tumbuhan arsam, dangke, lipan, licin, paku, sapilpil, dan tanggiang merupakan tumbuhan semak jenis pakis. Namun tumbuhan ini tidak termasuk dalam kategori kayu. Tumbuhan ini tidak dimanfaatkan oleh masyarakat desa Uruk Gedang karena tidak memiliki manfaat dan dianggap sebagai pengganggu bagi tanaman. Penyempitan pemahaman kelompok usia remaja terlihat jelas pada leksikon-leksikon ini. Mereka tidak dapat membedakan setiap semak tersebut. Setiap mereka menemukan arsam, dangke, lipan, licin, paku, sapilpil, dan tanggiang tersebut, mereka menyebut hanya dengan dua nama, yaitu tanggiang dan sapilpil. Fenomena ini disebabkan oleh kurangnya pengenalan bahasa oleh orangtua kepada generasi yang muda. Sehingga pemahaman kelompok usia yang lebih muda semakin menyempit. Masyarakat pakpak desa ini dulu juga sering membuat anyaman tikar, bakul untuk tempat nasi, dan tandok ‘bakul untuk upacara adat’. Beberapa jenis semak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan anyaman tersebut. Dari data yang diperoleh, tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai anyaman adalah bangkuang, hipon-hipon, kiki, peldang, dan raso. Perubahan kondisi sosial masyarakat yang sudah mulai meninggalkan tradisi membuat budaya menganyam sudah ditinggalkan. Anyaman ini sudah banyak diperjualbelikan di pasaran dengan berbahan dasar pelastik. Akibatnya, generasi muda tidak mewarisi tradisi budayanya. Karena tradisi ini ditinggalkan, maka masyarakat menganggap Universitas Sumatera Utara tumbuhan ini tidak diperlukan lagi, sehingga ketika mereka menemukan tumbuhan ini akan dibabat atau dibakar. Tumbuhan kelsi merupakan jenis semak yang keras dan menjalar. Tumbuhan ini dianggap pengganggu bagi tanaman masyarakat. Pertumbuhannya yang cepat membuat tumbuhan ini sulit dibasmi. Tumbuhan ini masih bayak ditemukan di daerah ini, namun generasi muda tidak mengetahui nama tumbuhan tersebut karena jarang berhubungan dengan kegiatan mereka. Tumbuhan semak cikerput dan pedem-pedem merupakan jenis semak yang memiliki kesamaan yaitu daunnya akan mengatup jika disentuh. Dalam bahasa Indonesia, tumbuhan ini disebut ‘putri malu’. Namun kedua jenis tumbuhan ini memiliki perbedaan dari segi ukuran. Cikerput lebih kecil dan pendek, sedangkan pedem-pedem ukurannya lebih besar dan batangnya lebih keras. Kelompok usia remaja tidak dapat membedakan kedua jenis semak ini, sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka menyebut tumbuhan ini dengan nama cikerput ‘putri malu.’ Dalam kehidupan masyarakat semak ini tidak memiliki manfaat, sehingga akan dibasmi jika hidup di tengah-tengah lahan pertanian. Tumbuhan palang teguh merupakan semak yang sangat banyak tumbuh di halaman rumah atau di sepanjang jalan desa ini, walaupun semak ini juga sering ditemukan di lahan pertanian. Tumbuhan ini pun cukup dikenal oleh masyarakat dari berbagai kelompok usia. Namun semak ini tidak memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat desa ini. Selanjutnya tumbuhan sibaguri merupakan jenis tanaman yang berbatang keras, berdaun lancip dan kecil; tumbuhan cipurpuren leto berukuran kecil, berbatang kecil dan berdaun halus. Kedua tumbuhan ini Universitas Sumatera Utara sangat mudah ditemukan dan masyarakat biasa memanfaatkan sibaguri menjadi sapu halaman dan cipurpuren leto menjadi sapu lantai tanah. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini juga masih tinggi, hanya ada beberapa responden remaja yang tidak mengenal karena pengetahuan mereka terhadap lingkungan masih kurang. Biski merupakan jenis semak yang banyak ditemukan pada lahan tidur atau lahan yang belum difungsikan. Ukurannya dapat mencapai dua meter dan batangnya beruas-ruas. Kelompok usia remaja sama sekali tidak paham dengan leksikon ini karena tidak berhubungan lagi dengan aktivitas mereka yang lebih banyak dilakukan di rumah atau di tempat lain. Bagi masyarakat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat, sehingga ketika masyarakat akan membuka lahan pertanian baru, tumbuhan ini dimusnahkan dengan cara disemprot atau dibakar. Begitu juga halnya tumbuhan buluh-buluh merupakan semak yang hidup liar dan sulit untuk dimusnahkan karena sangat mengganggu pertumbuhan tanaman pertanian masyarakat. Membakar dan menyemprotkan pestisida merupakan cara yang paling ampuh untuk memusnahkan semak ini. Beberapa responden tidak mengenal tumbuhan ini karena kurang diperkenalkan oleh orang tua dan karena aktivitas kelompok usia remaja sangat sedikit berhungan dengan pertanian. Cilekket adalah jenis semak yang berukuran pendek dan memiliki bunga berwarna hitam berbentuk jarum dan akan lengket pada pakaian jika tersentuh saat melintas atau bekerja di ladang atau sawah. Tumbuhan ini sangat banyak ditemukan di lahan pertanian tetapi merupakan semak yang tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini masih Universitas Sumatera Utara tinggi, hanya ada beberapa responden usia muda yang tidak mengetahui tumbuhan ini karena kurang berhubungan dengan aktivitas mereka dan kurangnya pengenalan dari orangtua. Cingkerru merupakan jenis semak yang memiliki buah berupa biji-bijian dan dapat dikonsumsi. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini masih tinggi karena dalam kehidupan masyarakat setempat tumbuhan ini biasa dimakan namun bukan merupakan makanan pokok. Fungsi itu masih bertahan hingga saat ini. Tumbuhan delipedang merupakan jenis semak berdaun panjang dan tajam yang biasa hidup liar di lahan pertanian. Dalam kehidupan sosial masyarakat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat sehingga semak ini harus dimusnahkan. Tumbuhan ini masih banyak ditemukan di desa ini, namun beberapa responden yang manyoritas kelompok usia remaja tidak memahami leksikon ini akibat kurangnya pengenalan dari orangtua. Tumbuhan dukut cippon merupakan jenis semak yang memiliki kemiripan dengan rumput jepang namun ukurannya lebih panjang dan berbunga. Tumbuhan ini merupakan semak yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini paling rendah pada kelompok usia remaja karena mereka lebih sering menyebutnya dengan ‘rumput manis’. Tumbuhan isa- isa juga merupakan semak yang biasanya hidup liar di lahan pertanian, sehingga dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman pertanian. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih relatif tinggi sekali pun ada penurunan pemahaman pada setiap generasi. Hal ini terjadi akibat kurangnya konteks penggunaan leksikon ini dalam kehidupan kelompok usia muda. Universitas Sumatera Utara Tumbuhan kempaba memiliki kemiripan dengan pinang, namun ukuran batangnya lebih kecil serta buahnya yang kecil. Tumbuhan ini hidup dengan liar dan masuk dalam kategori semak. Bagi masyarakat setempat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat, sehingga wajar semua responden kelompok usia remaja tidak memahami lekskon ini. Kempang batu merupakan semak yang biasa tumbuh di sekeliling tanaman kopi. Tumbuhan ini memiliki batang yang keras dan tumbuh menjalar, akar yang kuat sehingga sulit untuk dicabut. Semak ini dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman, sehingga harus dimusnahkan. Kicik-kicik adalah tumbuhan semak yang memiliki buah seperti buncis; dan simertahuak tumbuhan menjalar yang keras dan sulit untuk dimusnahkan, namun kedua jenis semak ini tidak memiliki manfaat. Jika kedua tumbuhan ini tumbuh di suatu tempat, itu menandakan tanah tersebut subur. Begitu juga halnya dengan tumbuhan kuyuk-kuyuk, oma-oma, paga-paga, simerpage-page, simertulan, dan tempua merupakan semak yang tidak memiliki manfaat dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.Banyak responden yang sudah tidak memahami leksikon ini sekali pun masih banyak tumbuh di lahan-lahan pertanian. Minimnya rasa ingin tahu dan rendahnya pengenalan dari orang tua tentang tumbuhan ini mengakibatkan generasi yang lebih muda tidak memahami leksikon ini. Tumbuhan semak reba-reba dan rih merupakan jenis semak yang memiliki kemiripan. Perbedaannya adalah reba-reba lebih keras, sedangkan rih ukurannya lebih pendek dan kecil. Bagi masyarakat, reba-reba tidak bermanfaat dan dianggap ridak berguna, sedangkan rih biasa dimanfaatkan sebagai atap pondok di sawah atau ladang, biasa juga digunakan sebagai atap pembibitan Universitas Sumatera Utara cabai. Namun tumbuhan ini tetap dianggap dapat mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada di sekitarnya. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan reba-reba mengalami penurunan yang signifikan pada setiap kelompok usia karena anak muda lebih sering menyebutnya dengan rih yang sudah berumur tua, sedangkan pemahaman terhadap tumbuhan rih masih relatif tinggi karena masih sering digunakan dan sangat mudah dijumpai. Tumbuhan sanggar memiliki daun yang mirip seperti rih, tajam dan panjang namun sanggar memiliki batang seperti tebu. Kadang-kadang masyarakat menggunaan tumbuhan untuk dijadikan sebagai sangkar burung atau jebakan burung. Namun tumbuhan ini juga dapat merusak tanaman jika tumbuh di lahan pertanian. Lalau adalah tumbuhan sejenis sirih dan hidup secara liar dan kurang bermanfaat karena tidak dapat dimanfaatkan seperti sirih pada umumnya. Kelompok usia remaja tidak mengetahui leksikon ini padahal masih banyak dijumpai di daerah ini. Mereka lebih sering menyebut tumbuhan ini dengan gatap ‘sirih’ yang berwarna kecokelatan. Tumbuhan nggala merupakan batang padi yang sudah dipanen dan masih tumbuh sehingga menjadi semak namun tidak bermanfaat. Batang padi yang tertinggal ketika panen ini akan tumbuh menjadi semak ketika pemilik lahan membiarkan lahannya beberapa bulan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih tinggi karena masih mudah ditemukan dan masih sering disebutkan dalam komunikasi mereka. Tumbuhan semak berikutnya yang mengalami penyusutan dalam pemahaman responden adalah ndurur dan riman yang merupakan jenis tumbuhan yang mirip dengan aren. Namun kedua tumbuhan ini dikategorikan semak karena Universitas Sumatera Utara hidup liar dan tidak dimanfaatkan. Pada umunya dari tumbuhan aren dapat dimanfaatkan berupa airnya ‘tuak’, namun air dari kedua tumbuhan ini tidak dimanfaatkan. Satu-satunya yang dapat dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah daunnya yang dijadikan sebagai sapu lidi. Semua responden pada kelompok usia remaja dan beberapa pada kelompok usia dewasa tidak memahami leksikon ini. Penyebabnya adalah kurangnya penggunaan bahasa alam konteks komunikasi sehari-hari oleh masyarakat, sehingga kelompok usia muda lebih sering menyebutnya dengan pola ‘aren atau tuak’. Silinjuang merupakan jenis semak yang yang memiliki daun berwarna merah dan berbentuk panjang serta batang yang keras. Tumbuhan ini biasa hidup di tepi sungai. Bagi masyarakat setempat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat namun masih banyak tumbuh di daerah ini. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini juga masih tinggi, hanya pada kelompok usia muda sudah terjadi penyusutan pemahaman. Pemahaman kelompok usia remaja terhadap leksikon ini masuk pada kategori mendengar saja dan tidak pernah mendengar, dan melihat. Persoalan penggunaan bahasa dan pengenalan dari orangtua terhadap generasi muda menjadi penyebab utama terjadinya penyusutan pemahaman terhadap tumbuhan ini, padahal referenya masih banyak tumbuh di desa ini.

5.1.3 Kelompok Leksikon Suan-suanen

Kelompok suan-suanen ‘tanaman’ adalah data selanjutnya yang diperoleh dari informan. Kelompok flora suan-suanen yang diperoleh dari informan ini berdasarkan pada profesi masyarakat DUG yang mayoritas adalah petani. Data Universitas Sumatera Utara leksikon tumbuhan kelompok suan-suanen yang diperoleh dalam kajian ini adalah semua tumbuhan yang biasa ditanam oleh masyarakat Desa Uruk Gedang. Tumbuh-tumbuhan ini ditanam karena bernilai ekonomi tinggi, bermanfaat sebagai obat, dan juga untuk konsumsi sehari-hari. Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh data leksikon suan- suanen sebanyak 36 jenis flora. Setelah daftar leksikon ini diujikan, diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok suan-suanen masih tinggi. Hal ini daiakibatkan oleh masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap tumbuh-tumbuhan ini karena memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hanya sedikit leksikon yang tidak dipahami sama sekali oleh kelompok usia remaja karena tumbuhan tersebut sudah jarang ditemukan dan kurangnya pengenalan bahasa dari orangtua terhadap merekaakibat kondisi sosial masyarakat yang beralatar belakang budaya yang berbeda ‘memaksa’ masyarakat Pakpak harus menggunakan bahasa etnis lain. Acem ‘asam’, merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam oleh masyarakat desa Uruk Gedang karena selain untuk dikonsumsi, juga bernilai ekonomi. Dari hasil pengujian terhadap responden, pemahaman mereka terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Jadi kesimpulannya, tidak terjadi penyustan pemahaman terhadap tumbuhan ini. Sementara tumbuhan bahing, cikala, cina, ganderra, keceur, keras, koning, lada, lengkuas, mbungke, neur, rias, rimbang, rimo mungkur,serre, dan tuba merupakan jenis tumbuhan rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain karena bernilai ekonomi tinggi, Universitas Sumatera Utara tumbuhan ini juga sengaja ditanaman karena merupakan kebutuhan untuk dikonsumsi sehari-hari. Pemahaman responden pada tumbuh-tumbuhan ini masih sangat tinggi karena sangat mudah ditemukan dan selalu digunakan sehari-hari. Hanya ada beberapa tumbuhan yang menyusut dari pemahaman remaja seperti bahing, cikala, ganderra, keceur, lada,mbungke, dan tuba yang masuk pada kategori pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengenalan dari orangtua kepada anak dengan menggunakan bahasa etnis. Tumbuhan koning gajah, koning putih,dan pala juga merupakan jenis tumbuhan rempah atau bumbu masakan, namun pemahaman beberapa responden remaja sudah masuk dalam kategori tidak pernah melihat dan mendengar. Masalah itu terjadi karena tumbuhan koning gajah, koning gajah, dan mbungke kurang bernilai ekonomi yang tinggi dan tidak terlalu dibutuhkan, sehingga masyarakat jarang menanam tumbuhann ini. Setengah dari jumlah responden remaja juga tidak pernah melihat dan mendengar tumbuhan pala. Kondisi ini terjadi karena tumbuhan ini memang jarang tumbuh di daerah ini. Semua tumbuhan bumbu dapur di atas tidak mengalami penyusutan dalam pemahaman responden kelompok usia tua dan dewasa. Gadong ‘singkong’ dan sukat ‘keladi’ merupakan tanaman pengganti makanan pokok oleh masyarakat setempat. Menanam tumbuhan ini bukan pekerjaan yang sulit karena tidak memerlukan perawatan khusus. Selain dikonsumsi oleh masyarakat, umbinya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan daun singkong juga dikonsumsi sebagai sayur. Pemahaman seluruh responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal karena masih dapat Universitas Sumatera Utara ditemukan dengan mudah dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Gambir,gatap, dan pinangbiasa dikonsumsi terutama oleh kaum hawa karena dianggap sebagai tradisi. Namun beberap tahun terahir, tradisi ini sudah mulai ditinggalkan oleh kaum hawa di desa Uruk Gedang. Generasi muda tidak mewarisi tradisi ini karena mereka merasa malu dan tidak ingin dikatakan ketinggalan. Fungsi gatap tidak terbatas seperti yang telah diuraikan di atas, namun berfungsi juga untuk melambangkan hubungan yang erat dan kuat dalam konteks budaya. Dalam budaya Pakpak juga mengenal tradisi umpasa ‘pantun’. Dalam acara adat Pakpak, sering sekali ada pihak yang memberikan pantun berisi nasihat. Pesan atau nasihat yang disampaikan dalam pantun tersebut dalah agar pihak pemberi nasihat dan penerima nasihat tidak terpisahkan dan kuat seperti gatap yang hidup menjalar dan kuat. Menyadari pentingnya fungsi gatap tersebut, maka seluruh responden ada pada kategori mengenal. Sementara gambir telah menyusut dari pemahaman beberapa responden remaja karena mereka sudah jarang melihat tradisi mengonsumsi sirih. Sedangkan pinang juga tidak mengalami penuyusutan dalam pemahaman responden karena masih banyak ditemukan di daerah ini. Tumbuhan isap ‘tembakau’ juga dapat ditemukan di desa ini walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan karena di daerah Kabupaten Dairi tidak memiliki pabrik rokok, sehingga masyarakat lebih memilih jenis tanaman lain untuk dibudidayakan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih tinggi, namun ada beberapa responden remaja masuk pada kategori pernah mendengar Universitas Sumatera Utara saja. Hal ini disebabkan oleh kontak bahasa masyarakat Pakpak dengan bahasa dari etnis lain yaitu Batak Toba dan juga bahasa Indonesia. Jagong, kacang, dan page juga merupakan jenis tumbuhan yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat desa Uruk Gedang. Perubahan lingkungan alam basah ke alam yang kering akibat terjadinya kemarau yang panjang beberapa tahun terakhir ‘memaksa’ masyarakat megalihkan fungsi sawah menjadi ladang atau kebun. Dahulu umumnya masyarakat menanam padi, namun kondisi alam yang menjadi kering membuat masyarakat menanam jenis tumbuhan darat seperti jagong dan kacang. Jagong dan page merupakan jenis tanaman yang paling banyak dibandingkan kacang. Hal ini disebabkan karena jagong dan padi selain merupakan tumbuhan yang menjadi kebutuhan pokok, tumbuhan ini juga bernilai ekonomi tinggi dan masa panennya yang lebih singkat dibandingkan kacang. Pemahaman seluruh responden terhadap ketiga tumbuhan ini masuk pada ketegori pertama yaitu mengenal. Tumbuhan jerango biasa ditanam di sekitar lingkungan tempat tinggal, bukan seperti tumbuhan lain yang sengaja ditanam di ladang atau sawah. Tumbuhan ini sebenarnya jarang dimanfaatkan, namun menurut masyarakat tumbuhan ini berfungsi sebagai penangkal. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori menganal. Sementara itu, lancing merupakan tanaman merambat dan berdaun lebar dan biasa digunakan sebagai obat penyakit mag. Tumbuhan ini memang jarang ditanam oleh masyarakat karena penggunaan obat tradisinal sudah digantikan oleh obat-obat kimi yang tersedia di apotek. Namun pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori Universitas Sumatera Utara mengenal. Leuh biasa ditanam berbarengan dengan tanaman lain sebagai penyubur tanah, namun daunnya dapat juga dikonsumsi sebagai sayuran walaupun sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. pemahaman responden tua dan dewasa terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal, namun pada kelompok remaja telah mengalami penyusutan akibat kurangnya hubungan aktivitas mereka dengan kegiaan pertanian. Selain jenis tumbuhan di atas, masyarakat juga menanam tumbuhan pola ‘nira’. Tumbuhan ini sengaja ditanam karena air nira dapat dijual dan daunnya yang paling muda yaitu mare-mare biasa digunakan sebagai hiasan saat acara adat atau acara keagamaan, sedangkan daunnya yang paling tua dapat dijadikan sebagai sapu halaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat berguna. Pemahaman responden terhadap leksikon pola ada pada kategori mengenal, sedangkan mare-mare telah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa responden usia remaja. Hal ini disebabkan karena kurangnya frekuensi penggunaan bahasa etnis oleh orangtua terhadap mereka karena mare-mare jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tumbuhan terakhir yaitu tebbu ‘tebu’ juga sangat banyak ditemukan di desa ini. Tumbuhan ini ditanam bukan untuk dijual atau diolah menjadi gula, namun untuk dikonsumsi secara langsung. Masyarakat biasa mengonsumsinya ketika beristirahat saat beraktivitas di ladang. Tidak ada manfaat lain dai tanaman ini bagi masyarakat desa Uruk Gedang. Pemahaman seluruh responden terhadap tumbuhan ini ada pada ketgori mengenal karena masyarakat memang suka mengonsumsi tanaman ini. Universitas Sumatera Utara

5.1.4 Kelompok Leksikon Buah

Data leksikon flora berikutnya yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan adalah kelompok leksikon buah. Dari hasil wawancara, diperoleh jumlah leksikon buah sebanyak 23 leksikon. Setelah data diujikan kepada responden, terlihat bahwa pemahaman responden terhadap kelompok flora buah masih sangat tinggi. Kelompok tumbuhan buah memang bukan merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditanam oleh msyarakat DUG. Hanya ada beberapa masyarakat yang membudidayakan kelompok flora ini. Namun, kondisi itu tidak membuat masyarakat kesulitan untuk menemukan tumbuhan ini. Dari pengujian pemahaman yang dilakukan kepada responden, ada satu tumbuhan buah yaitu tapeang yang sama sekali tidak dikenal dan tidak pernah didengar oleh kelompok usia remaja. Hal ini disebabkan karena tumbuhan itu sudah sangat sulit ditemukan atau bahkan punah. Tumbuhan betiik ‘semangka’ mbertik ‘pepaya’ banyak ditanam oleh para petani di desa ini. Hampir semua warga menanam tumbuhan ini di belakang rumah mereka atau juga di ladang. Begitu juga halnya dengan galuh ‘pisang’. Buah papaya yang baik untuk kesehatan pencernaan dan daunnya yang juga dapat dikonsumsi sebagai sayuran serta pisang yang umum dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut membuat masyarakat banyak menanam tumbuhan ini. Selain itu, pembudidayaannya yang tidak memerlukan perawatan khusus karena dapat tumbuh dan hidup dengan mudah menjadikan tumbuhan ini sangat banyak ditemukan di desa ini sehingga sangat wajar pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Universitas Sumatera Utara Cibukbuken dan rambuten merupakan jenis buah rambutan, namun memliki sedikit perbedaan. Cibukbuken memiliki ukuran yang lebih kecil serta warna kulit yang telah matang agak kekuningan dan ketika dimakan daging buahnya dapat lepas dengan mudah dari biji buah. Tumbuhan ini juga biasa tumbuh dengan sendirinya atau liar. Berbeda dengan halnya dengan rambuten yang memiliki warna merah serta ukuran buah yang lebih besar serta daging buah yang lebih banyak mengandung air. Pemamahan responden terhadap kedua tumbuhan ini telah berbeda. Pemahaman responden terhadap leksikon cibukbuken telah mengalami penyusutan pada beberapa kelompok usia remaja. Hal ini disebabkan karena mereka tidak dapat membedakan kedua jenis tumbuhan ini. Ketika mereka melihat atau mengonsumsi cibukbuken, mereka menyebutnya buah rambuten. Jadi dapat disimpulkan, penyebab utama penyusutan pemahaman itu adalah karena kurangnya pengenalan bahasa etnis oleh orangtua terhadap anak dan juga karena kondisi masyarakat yang multi bahasa, sehingga mereka menyebut dengan nama yang sama yang lebih umum. Tumbuhan buah selanjutnya adalah gerrat dan mangga yang juga memiliki kemiripan seperti halnya cibukbuken dan rambuten. Tumbuhan gerrat yang memiliki kemiripan bentuk buah, bentuk pohon, daun, dan batang dengan tumbuhan mangga memiliki perbedaan pada rasa. Gerrat tetap akan tarasa asam dan berwarna kuning pucat sekali pun sudah berumur tua atau sudah matang, sedangkan mangga memiliki rasa yang manis dan warna kekuningan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan gerrat juga mengalami penyusutan pada kelompok usia remaja. Pada kelompok usia ini, hampir setengahnya responden masuk pada Universitas Sumatera Utara kategori pemahaman yang kedua yaitu mendengar, dan beberapa pada kategori tidak mengennal. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengenalan bahasa etnis oleh orangtua terhadap anak dan juga karena tumbuhan ini tidak banyak ditanam oleh warga, sehingga banyak di antara kelompok usia remaja tidak pernah melihat dan mendengar nama tumbuhan ini. Sementara itu, pemahaman seluruh responden pada leksikon mangga masuk pada kategori mengenal karena tumbuhan ini sudah umum dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Jerring ‘jengkol’ merupakan tanaman yang juga banyak ditanam oleh penduduk setempat. Tanaman ini biasa dibudidayakan di sekitar tanaman yang lain. Tidak ada lahan khusus yang dijadikan sebagai tempat untuk membudidayakan tumbuhan ini. Jerring merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, terlebih akhir-akhir ini harga jualnya meningkat. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga masih sangat tinggi karena memang mudah ditemukan meskipun ada dua orang responden remaja yang tidak mengenal tumbuhan ini karena latar belakang usia mereka yang masih sangat muda dan juga karena kurangnya kontak aktivitas mereka dengan dunia pertanian. Tumbuhan buah selanjutnya adalah kennas ‘nenas’ yang sangat cocok ditanam di daerah dingin seperi di DUG. Begitu juga halnya dengan tumbuhan rimo ‘jeruk’, tuyung ‘terung belanda’ atau biasa disebut ‘tiung’, terong ‘markisa’ dan salak ‘salak’. Bagi masyarakat, tidak ada manfaat lain dari buah ini selain untuk dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut. Tumbuhan ini memang tidak akan mudah ditemukan di seluruh lahan pertanian penduduk, namun di desa ini terdapat perkebunan nenas, jeruk, dan terung belandatiung yang cukup luas. Sehingga Universitas Sumatera Utara wajar seluruh responden sangat mengenal tumbuhan ini. Langsat ‘duku’ memang tidak banyak ditemukan di desa ini karena kualitas buah duku dari daerah ini tidak begitu baik sehingga kurang diminati dan kurang dari segi nilai jual. Hanya ada beberapa pohon duku yang dapat ditemukan di desa ini. Namun pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga masih tergolong tinggi, hanya ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar tumbuhan ini, sedangkan sisanya masuk pada kategori mengenal. Hal ini disebabkan karena mereka sering menyebut dalam bahasa Indonesia, sehingga diharapkan peran orangtua untuk lebih sering menggunakan bahasa etnis kepada anak. Tumbuhan buah selanjutnya adalah manggis ‘manggis’ yang sebenarnya memiliki manfaat yang cukup besar. Selain daging buahnya yang biasa dikonsumsi, belakangan ini kulit manggis banyak dicari-cari untuk dijadikan obat alternatif yang berhasiat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan penyakit lain. Namun masyarakat setempat tidak mengetahui manfaat kulit manggis. Jadi selama ini mereka hanya mengonsumsi daging buah saja. Tumbuhan ini juga tidak begitu banyak ditemukan di desa ini karena masyarakat lebih tertarik membudidayakan jenis tumbuhan muda karena dapat dipanen dalam waktu yang tidak begitu lama dan lebih menjanjikan dari segi ekonomi. Pemahaman responden pada tumbuhan ini masih tinggi sekalipun ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengenalan dan minimnya referen di lingkungan mereka. Tumbuhan buah selanjutnya dalah nangka ‘nangka’. Jenis komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat memang bukan jenis Universitas Sumatera Utara tumbuhan buah karena masyarakat lebih suka membudidayakan jenis tanaman muda yang bernilai ekonomi tinggi. Nangka memang sangat mudah ditemukan di daerah ini, namun semua itu tidak pernah ditanam dengan sengaja oleh masyarakat. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih sangat tinggi, namun telah mengalami penyusutan pada pemahaman beberapa responden remaja. Kondisi ini disebabkan oleh faktor yang sama dengan pemahaman pada tumbuhan lain, yaitu kurangnya pengenalan dari orangtua dan minimnya aktivitas beberapa responden remaja dengan dunia pertanian. Sedangkan ndalima ‘jambu biji’ sangat banyak ditemukan di DUG yang tumbuh secara liar. Selain buahnya yang dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, masyarakat juga memnafaatkan daun jambu biji yang lebih muda sebagai obat sakit perut. Begitu juga halnya dengan pote ‘petai’ juga masih banyak ditemukan dan bermanfaat sebagai lalapan. Pemahaman seluruh responden terhadap kedua tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Pemahaman responden terhadap tumbuhan rambe ‘rambe’ juga masih tinggi sekalipun tumbuhan ini tidak banyak ditemukan di desa ini. Seperti yang telah diuraikan di atas, Masyarakat DUG tidak menjadikan jenis tumbuhan buah untuk dijadikan sebagai jenis tanaman utama karena kondisi mereka lebih memilih untuk membudidayakan jenis tanaman muda yang dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat dan bernilai ekonomi tinggi. Setelah diujikan, tumbuhan ini memang sudah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa kelompok usai remaja, namun penyusutan pemahaman itu tidak masuk pada kategori tidak mengenal tetapi masuk pada kategori kedua yaitu pernah Universitas Sumatera Utara mendengar saja, itu artinya tidak ada satupun responden yang tidak mengenal dan tidak pernah mendengar tumbuhan ini. Beberapa masyarakat membudidayakan tanaman randat ‘tomat’ karena merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Kondisi alam pegunungan yang dingin sangat cocok untuk membudidayakan tumbuhan ini. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Tarutung ‘durian’ juga masih banyak ditemukan di DUG. Dairi memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil durian di Sumatera Utara. Namun, daging buah durian dari DUG lebih tipis dibandingkan dari daerah lain karena suhu yang lebih dingin. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Tarutung belanda ‘sirsak’ memang tidak banyak ditemukan di daerah ini karena masyarakat kurang meminati buah ini. Namun bukan hal yang sulit untuk menemukan tumbuhan ini di DUG. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga mayoritas ada pada kategori mengenal. Hanya ada beberapa responden remaja yang hanya pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan karena mereka lebih sering menganal tumbuhan ini dengan nama dalamBI yaitu sirsak. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian orangtua untuk meningkatkan frekuensi penggunaan bahasa etnis kepada generasi muda. Tapeang ‘buah yang ketika muda beracun namun setelah tua dapat dimakan’ menjadi buah yang paling banyak tidak dikenal oleh responden. Lebih dari setengah responden tidak mengenal dan tidak pernah mendengat tumbuhan ini. Hal ini disebabkan karena tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan dan Universitas Sumatera Utara masyarakat merasa tumbuhan ini kurang bermanfaat sehingga tidak dibudidayakan.

5.1.5 Kelompok Leksikon Rorohen

Data leksikon tumbuhan rorohen ‘sayuran’ yang diperoleh dari informan berjumlah 25 leksikon. Tidak semua tumbuhan sayuran ini ditanam untuk dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat, namun juga untuk dijual ke pasar tradisional. Namun di antara tanaman sayuran tersebut ada beberapa yang sudah sulit ditemukan karena sejak beberapa tahun belakangan tidak dibudidayakan lagi oleh masyarakat. Hal itu mengakibatkan responden usia yang lebih muda tidak memahami leksikon tersebut karena mereka tidak mengenal tumbuhan itu. Ada juga beberapa tumbuhan yang mereka tidak paham walaupun masih banyak ditemukan di daerah ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penggunaan bahasa etnis dan pengenalan dari orangtua terhadap generasi muda. Mereka lebih mengenal tumbuhan sayuran itu dengan sebutan dalam bahasa etnis lain dan bahasa Indonesia. Sehingga dibutuhkan perhatian lebih dari orangtua agar lebih sering menggunakan bahasa etnis agar leksikon tersebut tidak benar-benar hilang dari pemahaman remaja dan generasi yang akan datang. Tumbuhan arum ‘bayam’, buncis ‘buncis’, cemun ‘mentimun’, cemun ‘jipang’, kentang ‘kentang’, kol ‘kubis’, nasi-nasi ‘daun katu’, rias ‘kacang panjang’, ruku-ruku ‘kemangi’, sabi ‘sawi’, dan tuyung ‘terung’ merupakan sayuran yang sengaja ditanam untuk dijual. Jadi alasan utama masyarakat menanam jenis sayuran ini adalah karena bernilai ekonomi tinggi, dan masa panen Universitas Sumatera Utara yang singkat. Namun pemahaman responden terhadap beberapa sayur-mayur tersebut sudah mengalami penyusutan pada generasi remaja. Di antara jenis sayur di atas, yang telah menyusut pemahaman remaja adalah arum, nasi-nasi, rias, ruku-ruku, dan tuyung. Kelompok remaja ini lebih mengenal sayuran tersebut dengan nama di luar bahasa etnis mereka yaitu BBT atau BI. Jadi dapat disimpulkan, penyebab penyusutan itu adalah kondisi sosial masarakat DUG yang berasal dari latarbelakang budaya yang berbeda mengakibatkan terjadinya kontak bahasa. Bulung gadong kayu ‘daun singkong’ sangat banyak ditemukan di desa ini karena dapat tumbuh dengan mudah. Bulung gadong kayu ini merupakan sayur yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat karena mudah didapat dan mudah untuk disajikan. Pemahaman responden untuk tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Bungke ‘sejenis kemangi, namun buahnya dapat digunakan untuk membekukan susu’ sebenarnya tidak banyak ditanam oleh masyarakat karena kurang diminati untuk dijadikan sayur dan buahnya juga tidak bermanfaat karena mereka tidak membutuhkannya untuk membekukan susu. Akhirnya banyak kelompok usia remaja yang tidak mengenal tumbuhan ini karena jarang dibudidayakan oleh masyarakat. Genjer ‘genjer’ marupakan jenis sayur yang hidup di tanah yang basah. Kondisi lingkungan alam di desa ini yang berubah mengakibatkan jenis tumbuhan ini sudah jarang ditemukan karena kekeringan yang melanda desa ini. Namun tidak ada satu pun responden yang tidak pernah mendengar leksikon ini. Penyusutan pemahaman yang terjadi pada kelompok usia remaja kategori Universitas Sumatera Utara mengenal ke kategori hanya pernah mendengar. Artinya leksikon ini belum benar- benar punah dari pemahaman mereka, tetapi hal itu bisa saja terjadi akibat perubahan kondisi alam yang telah diuraikan sebelumnya. Kalondang, pariaia, dan tabu merupakan jenis gambas. Ukuran, bentuk, rasa, dan warna menjadi pembeda masing-masing tumbuhan ini. Tumbuhan ini memang kurang disukai oleh masyarakat. Terutama usia remaja tidak menyukai sayuran ini karean rasanya yang pahit. Kondisi ini mengakibatkan tanaman ini tidak banyak dibudidayakan oleh masyarakat, hanya ada beberapa penduduk saja yang membudidayakan tanaman ini. Masalah tersebut mengakibatkan pemahaman responden mengalami penyusutan pada setiap generasi. Selain karena sedikitnya jumlah tanaman ini dibudidayakan, penyebab lain adalah kelompok usia remaja tidak dapat membedakan tumbuhan tersebut, sehingga ketika mereka melihat tumbuhan ini, mereka menyebutnya dengan satu nama yaitu pariaia. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penyempitan pemahaman pada generasi yang lebih muda. Mbecih dan tabunggala juga merupakan jenis labu namun perbedaan ukuran yang kecil dan besar membuat nama keduanya berbeda. Labu ukuran yang lebih kecil dan umumnya hanya untuk dikonsumsi sebagai sayuran dinamai mbecih, sedangkan labu ukuran besar yang dahulu dimanfaatkan juga sebagai tempat menyimpan beras dinamai tabunggala. Pada kedua tumbuhan ini juga telah terjadi penyusutan dalam pemahaman responden remaja. Mereka juga tidak dapat membedakan nama untuk kedua tumbuhan ini. Untuk menamai kedua tumbuhan ini mereka menyebut dengan nama jelok yang merupakan bahasa Batak Universitas Sumatera Utara Toba. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungann sosial seperti yang telah diuraikan di awal. Mberrung, tobis, pitola, pulung, dan santung merupakan jenis sayur yang sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. Hal itu mengakibatkan masyarakat jarang sekali membudidayakan tumbuhan ini, kecuali santung ‘jantung pisang’ yang banyak ditemukan namun tidak begitu disukai oleh masyarakat untuk disajikan sebagai sayur. Mberrung sudah sangat dibudidayakan sehingga berdampak pada hilangnya leksikon ini dari pemahaman responden remaja. Begitu juga halnya dengan pitola dan pulung telah mengalami penyusutan dari pemahaman beberapa responden remaja yang ada pada kategori mengenal, hanya mendengar, dan ada yang tidak pernah mendengar sama sekali. Turbangen adalah tumbuhan sayur yang biasa dikonsumsi oleh seorang wanita yang baru melahirkan. Walaupun begitu, tumbuhan ini masih banyak ditemukan di daerah ini. Karena jenis sayuran ini biasa dikonsumsi oleh seorang yang baru melahirkan, maka pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga menjadi menyusut terutama pada kategori reamaja. Hal ini memang bukan diakibatkan karena mereka tidak pernah mengonsumsi sayuran tersebut, tetapi diakibatkan oleh kondisi sosial masyarakat DUG membuat beberapa di antara mereka lebih mengenal dengan sebutan dalam bahasa etnis lain yaitu bangun- bangun. Namun mereka mengaku pernah mendengar nama tumbuhan tersebut, sehingga penyusutan pemahaman itu hanya sampai pada kategori pernah mendengar saja. Artinya leksikon turbangen belum hilang dari pemahaman mereka. Kondisi ini menuntut orangtua agar lebih memperkenalkan bahasa etnis Universitas Sumatera Utara kepada generasi remaja. Jika hal ini terus dibiarkan,bukan tidak mungkin bahasa etnis merekaakan hilang akibat kontak bahasa dengan bahasa etnis yang lain.

5.2 Relasi Semantis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

Relasi semantis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan kemaknaan antara sebuah leksikon atau satuan bahasa dengan leksikon yang lain atau hubungan struktural di antara leksikon-leksikon. Relasi semantis yang terbentuk dari LFBPD di DUG adalah homonim, antonim, meronimi, dan hiponim.

5.2.1 Antonim

Antonim merupakan sebutan untuk dua hal yang memiliki makna yang bertentengan. Antonim juga dapat diartikan sebagai ungkapan yang maknanya merupakan kebalikan dari uangkapan lain yang bersifat dua arah. Berdasarkan data, diperoleh 2 leksikon yang mengandung pertentangan makna yaitu, leksikon tabunggala dan mbecih. 1 tabunggala X mbecih Leksikon tabunggala digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki ukuran yang besar, dan leksikon mbecih digunakan untuk menamai ‘labu’ ukuran yang lebih kecil. Dari kedua leksikon tersebut terlihat bagaimana masyarakat menggunakan istilah yang berbeda untuk menyebut satu benda yang sama hanya karena Universitas Sumatera Utara ukurannya yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dalam Bahasa Pakpak mengenal istilah antonim.

5.2.2 Homonim dan Homograf A. Homonim

Homonim merupakan nama sama untuk benda atau hal lain. Secara semantik, pengertian homonim suatu ungkapan yang bentuk dan pelafalannya sama dengan ungkapan lain, tetapi memiliki makna yang berbeda. Berdasarkan data LFBPD yang diperoleh, terdapat leksikon dengan pengucapan atau lafalnya sama, tulisannya sama, namun memiliki makna yang berbeda. Kata atau leksikon yang memiliki ciri seperti ini disebut homonim. Tabel 5.1 Homonim ‘Tuyung’ 2 Leksikon tuyung I digunakan untuk menyebut nama buah ‘terong belanda’ atau ‘tiung’, sedangkan tuyung II digunakan untuk menyebut sayur ‘terong’. Tabel 5.2 Homonim ‘Rias’ 3 Leksikon rias I merupakan nama sayuran yaitu ‘kacang panjang’, sedangkan leksikon rias II merupakan sebutan untuk tumbuhan yang bunganya digunakan sebagai penambah rasa asam pada masakan. Leksikon Pengucapan Tulisan Makna tuyung I [tuyung] tuyung terung belanda tuyung II [tuyung] tuyung terung Leksikon Pengucapan Tulisan Makna rias I [rias] rias kacang panjang rias II [rias] rias batang kincung Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Homonim ‘Cemun’ 4 Leksikon cemun I merupakan sebutan untuk ‘mentimun’, sedangkan leksikon cemun II merupakan nama jenis sayur merambat atau sering disebut ‘labu siam’. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa leksikon tuyung I dan tuyung II, antara leksikon rias I dan rias II, dan antara leksikon cemun I dan cemun II memiliki hubungan yang disebut homonim.

B. Homograf

Selain homonim, ada juga data leksikon flora yang diperoleh mengandung hubungan yang memiliki persamaan dari segi tulisan, namun memiliki makna dan cara pengucapan yang berbeda. Hubungan seperti ini disebut dengan istilah homograf. Tabel 5.4 Homograf ‘Tuba’ 5 Dari data tersebut terlihat ada dua leksikon dengan penulisan yang sama, namun cara pengucapan atau lafal yang berbeda serta makna yang berbeda. Leksikon tuba I yang digunakan untuk menyebut jenis ‘pohon’ diucapkan [tuba], sedangkan leksikon tuba II yang bermakna ‘andaliman’ diucapkan [tu;ba]. Leksikon Pengucapan Tulisan Makna cemun I [cemun] cemun mentimun cemun II [cemun] cemun labu siam Leksikon Pengucapan Tulisan Makna tuba I [tuba] tuba jenis pohon tuba II [tu;ba] tuba andaliman Universitas Sumatera Utara

5.2.3 Hiponim

Hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum. Dari data LFBPD yang telah dikumpulkan, maka diperoleh beberapa leksikon yang memiliki hubungan hiponim dan hipernim. Leksikon tersebut adalah mpiangi ‘meranti’, kayu bangunenkayu bangunan, paku paku, tambar tanaman obat, anyamen tumbuhan anyaman, nakan pinaken pakan ternak, pola nira, gelaga gelagah,parasit tumbuhan parasit, dan gambas gambas. 6 bane mpiangi hori Gambar 5.1 Hiponim Mpiangi 7 api-api bintatar celmeng dalung-dalung hori meang meddang mpiangi jati kakembu kayu bangunen kambuaren keccing kayu bane kayu ndelleng kimang linjomaroker sampenur simarhuni siterngem sona tuba Gambar 5.2 Hiponim Kayu Bangunen Universitas Sumatera Utara 8 arsam dangke jambang lipan paku licin paku rugi-rugi sapilpil tanggiang Gambar 5.3 Hiponim Paku 9 alum-alum endet gatap jerango tambar lancing sarindan sindruma singgaren Gambar 5.4 Hiponim Tambar ‘Tumbuhan Obat’ 10 bangkuang kiki anyamen hipon-hipon raso Gambar 5.5 Hiponim Anyamen 11 alah-alah alum-alum nakan pinakan komil oma Gambar 5.6 Hiponim Nakan Pinaken 12 riman pola ndurur pola Gambar 5.7 Hiponim Pola Universitas Sumatera Utara 13 berhu gelaga lahi sanggar Gambar 5.8 Hiponim Gelagah 14 sarindan parasit simerpage-page peldang Gambar 5.9 Hiponim Parasit 15 kalondang gambas pariaia tabu Gambar 5.10 Hiponim Gambas

5.2.4 Meronim

Meronim merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal. Dari data yang diperoleh, terdapat beberapa leksikon yang masuk ke dalam contoh meronim. 16 galuh galuh lambat santung Gambar 5.11Meronim Galuh 17 pelia pote pulung Gambar 5.12 Meronim Pote 18 lambat pola mare-mare pola Gambar 5.13 Meronim Pola Universitas Sumatera Utara Berdasarkan diagram di atas, maka dapat disimpulkan bahwa BPD memiliki bentuk relasi leksikal jenis meronim untuk kategori leksikon flora meskipun jumlahnya sangat sedikit. Sementara itu, dari 200 leksikon yang diperoleh, tidak ada satu leksikon pun yang memiliki relasi semantis jenis sinonim, homofon, dan polisemi.

5.3 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman masyarakat DUG terhadap leksikon flora yang telah dikumpulkan, maka dilakukan pengujian kepada 60 orang responden yang telah dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan latar belakang usia yang telah dijelaskan sebalumnya. Daftar leksikon ini diujikan kepada 60 orang responden tersebut dengan memberikan tiga pilihan jawaban, yaitu 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan, 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan, dan 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan.

5.3.1 Pemahaman Masyarakat DUG Oleh Tiga Kelompok Usia Terhadap LFBPD

Pemahaman masyarakat DUG terhadap 200 jumlah LFBPD dengan tiga kelompok responden yang dibagi berdasarkan kelompok usia yaitu usia ≥ 60 tahun, usia 25-59 tahun, dan usia 12-24 tahun dengan jumlah 60 orang. Jumlah Universitas Sumatera Utara informan tiap kelompok usia adalah 20 orang. Dari hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan, maka masyarakat DUG terhadap leksikon kayu dapat dideskripsikan pada tabel di bawah ini. Tabel 5.5 Persentase Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap LFBPD No KELOMPOK LEKSIKON KATEGORI 1 2 3 JP JP JP 1 Leksikon Kayu 1986 55,3 522 13,6 1272 33,1 2 Leksikon Rambah 1855 59,2 409 13,1 886 27,7 3 Leksikon Suansuanen 1911 88,5 100 4,6 149 6,9 4 Leksikon Buah 1281 92,8 48 3,5 51 3,7 5 Lekaikon Rorohen 1136 75,8 185 12,3 179 11,9 Total 8199 1264 2537 Rata-rata 68,3 10,5 21,2 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat DUG terhadap lima kelompok leksikon adalah Kategori 1 diperoleh jumlah pemahaman JP sebanyak 8199 dan rata-rata berjumlah 63,8 ,. Kategori 2, jumlah pemahaman JP sebanyak 1264 dengan jumlah rata-rata 10,5 . Kategori 3 jumlah pemahaman JP 2537 dan jumlah rata-rata 21,2 . Dalam Kategori 1 kelompok leksikon buah menjadi kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi dengan JP 1281 92,8 , kelompok leksikon yang terendah dalam Kategori 1 adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 1985 55,3 . Kategori 2 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 522 13,6 , kelompok leksikon terendah adalah kelompok leksikon buah dengan JP 48 3,5 . Kategori 3 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon kayu dengan JP 1272 33,1 , dan kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah leksikon Universitas Sumatera Utara buahdengan JP 51 3,7 . Pada kategori 3 terjadi penyusutan pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan kategori2. JP pada kategori 3 adalah 2537 21,2, sementari JP pada kategori 2 adalah 1264 10,5 , itu artinya terjadi peningkatan penyusutan pemahaman 10,7 . Hal itu disebabkan kelompok usia remaja 12-24 tahun mayoritas ada pada kategori 3 terutama padakelompok leksikon kayu dan rambah. Berikut ini akan digambarkan dalam bentuk diagram. Gambar 5.14 Rangkuman PemahamanMasyarakat DUG Terhadap LFBPD Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat di DUG terhadap LFBPD mengalami penyusutan. Hal ini terlihat jelas dalam diagram yang menunjukkan kategori 1 masih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa leksikon-leksikon itu masih ada walaupun mengalami penyusutan yang signifikan dalam kategori 2 dan kategori 3. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah kelompok leksikon buah karena leksikon tersebut masih berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat di desa ini. Buah menjadi Universitas Sumatera Utara kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat setempat sehingga banyak sekali tumbuhan buah ini ditanam oleh hampir seluruh masyarakat karena mata pencaharian masyarakat desa ini adalah bertani. Leksikon kayu menjadi kelompok leksikon dengan JP terendah karena tumbuhan ini jarang sekali berhubungan dengan kehidupan masyarakat saat ini dan tumbuhan ini sudah jarang ditemukan.

5.3.1.1 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Kayu

Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini dapat dilihat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Dari tabel tersebut diperoleh hasil untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 1986 53,5 . Berdasarkan tabel tersebut leksikon dengan JP tertinggi adalah, leksikon sampula JP 60 100 sering dimanfaatkan sebagai katu bakar karena mudah dicari, kayunya ringan dan mudah dikeringkan. Leksikon lamtoro JP 60 100 , memiliki manfaat yang sama seperti sampula. Leksikon ndulpak JP 53 88,3 manfaatnya juga sebagai kayu bakar. Leksikon kemenjen JP 53 88,3 banyak tumbuh di hutan dan masyarakatnya banyak yang mencari kemenjen untuk dijual karena harganya yang tinggi. Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 522 13,6 dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah doko-doko JP 30 50 pohon sejenis nangka yang hidup di hutan. Leksikon cik-cik dengan JP 28 46,7 sejenis pohon yang getahnya gatal. Mayoritas orang tua lebih kenal karena tumbuhan ini ada di hutan Universitas Sumatera Utara tumbuh bersama-sama dengan kemenjen. Leksikon dalung-dalung dengan JP 26 43,4 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 1272 33,1 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon linjomaroker dengan JP 44 73,4 . Tumbuhan ini merupakan jenis pohon kayu keras dan sangat sulit ditemukan. Selanjutnya leksikon ngilkil dengan JP 35 58,3 daun pohon ini dimanfaatkan untuk membuat ikan kehilangan kesadaran atau pingsan. Tumbuhan ini jarang digunakan sekarang karena di desa ini sudah jarang ditemukan kolam atau sungai. Kemudian leksikon ndilo dengan JP 35 58,3 biasanya dimanfaatkan sebagai bahan dasar tikar anyaman, namun akibat perkembangan teknologi, banyak tikar- tikar berbahan plastik dengan harga murah mengakibatkan masyarakat tidak tertarik untuk menganyam tikar sendiri.

5.3.1.2 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rambah

Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon dukutrambah ini juga dimuat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan memiliki JP sebanyak 1885 59,2 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon pandan JP 53 93,3 . Leksikon ini masih dimanfaatkan masyarakat untuk menambah aroma pada makanan seperti bubur. Universitas Sumatera Utara Kemudian leksikon alum-alum JP 52 86,7 masyarakat masih sering menggunakan tumbuhan ini untuk obat gatal pada kulit. Leksikon sindruma JP 48 80 masih sering digunakan sebagai obat pertolongan pertama untuk luka. Selanjutnya leksikon sarindan JP 48 80 tumbuhan pasarasit yang sering dijumpai di pohon kopi, nangka, dan lain-lain dan biasa dimanfaatkan menjadi obat. Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 409 13,1 dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah simertahuak dengan JP 22 36,7 sejenis rumput yang sudah jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi kedua adalah dukut cippon JP 20 33,3 tanaman rumput ini biasa ditanam untuk hiasan pekarangan atau halaman rumah, namun di daerah ini jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah cilekket dengan JP 16 26,7 rumput ini sudah mulai jarang ditemukan karena saat ini sudah banyak pembukaan lahan baru, sehingga tumbuhan ini hanya akan ditemukan di tempat-tempat tertentu. Leksikon tanggiang dengan JP 16 26,7 juga sudah semakin jarang ditemukan karena biasanya ini dimanfaatkan sebagai tiang untuk menopang tanaman anggrek. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 886 27,7 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon lalau dengan JP 34 56,7 tumbuhan liar jenis tuak. Kemudian leksikon ndurur dengan JP 33 55 tumbuhan jenis nira ini sudah sangat sulit ditemukan karena tidak pernah dimanfaatkan lagi. Kemudian leksikon kelsi JP 32 53,4 sejenis semak yang Universitas Sumatera Utara sulit untuk dimusnahkan, sehingga masyarakat melakukan segala upaya untuk memusnahkan tumbuhan ini, sehingga sulit ditemukan, jadi hal ini dianggap sangat wajar. Leksikon kedua dengan JP tertinggi adalah paku dengan JP 32 53,4 tumbuhan sejenis pakis besar ini sudah sulit ditemukan.

5.3.1.3 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Suansuanen

Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini telah dilampirkan dalam tabel 2.1 pada lampiran 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah pemahaman untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan diperoleh JP sebanyak 1911 88,5 . Dalam kategori ini, leksikon dengan JP tertinggi adalah page, koning, lengkuas, gatap, cina, acem, keras, neur, tebbu, jagong, pola, gadong, kacang, dan rias dengan JP 60 100 untuk masing-masing leksikon. Kemudian leksikon gambir, lada, dan rimbang masing-masing JP 57 95 , leksikon pinang dengan JP 56 93,3 . Pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini sangat tinggi karena masyarakat membudidayakan tanaman ini untuk kebutuhan sehari-hari. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 100 4,6 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon ganderra JP 10 16,7 tumbuhan ini sering disebut ‘bawang batak’ memang sudah jarang digunakan untuk masakan. Mayoritas kelompok usia remaja yang masuk dalam kategori ini. Kemudian leksikon cikala dan leuh JP 8 13,3 sebenarnya masih banyak Universitas Sumatera Utara ditemukan, namun generasi yang lebih muda sering menggunakan bahasa Batak Toba untuk menyebut nama tumbuhan ini yaitu leutu. Kemudian leksikon rimo mungkur, keceur, isap, dan sukat JP 7 11,7 nama tumbuhan ini jarang disebut terutama oleh kelompok usia remaja walaupun referennya masih banyak dijumpai di lingkungan tempat tinggal. Hal ini juga disebabkan karena mereka lebih mengenal nama tumbuhan ini dalam bahasa Batak Toba yaitu unte pangir, hasihor, timbaho, dan suhat. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 149 6,9 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah koning gajah dan mbungke dengan JP 26 43,3 . Tumbuhan ini memang merupakan jenis kunyit dan jahe, namun saat ini referennya sudah sulit ditemukan, sehingga wajar generasi yang lebih muda tidak menggunakan leksikon ini dalam kehidupan sehari-hari karena tumbuhan ini sudah tidak berhubungan lagi dengan kehidupan mereka. Leksikon koning putih dan saka sempilit dengan JP 20 33,3 tumbuhan ini juga sudah jarang ditemukan. Kemudian leksikon pala dan maremare dengan JP 10 16,7 menduduki JP terendah ketiga. Tumbuhan ini dulunya masih sering dipakai terutama pada saat pesta, namun belakangan ini sudah dijual dalam bentuk yang lebih praktis.

5.3.1.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Buah

Rincian persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon buah sesuai dengan lampiran 2 tabel 2.1 adalah Kategori 1mengenal, pernah Universitas Sumatera Utara melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 1281 92,8 . Lebih dari 50 leksikon dalam kelompok ini memiliki jumlah pemahaman JP 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah galuh, kennas, tarutung, tuyung, rimo, mangga, rambuten, randat, salak, ndalima, bettik, mbertik, dan terong. Hal ini menunjukkan adanya konsistensi penggunaan leksikon dan pengenalan referen oleh orangtua terhadap generasi yang lebih muda. Tumbuhan tersebut memang banyak sekali dijumpai di daerah ini. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 48 3,5 . Leksikon dengan jumlah pemahaman JP pada kategori ini adalah leksikon gerrat, langsat, rambe, dan cibukbuken dengan JP 8 13,3 untuk tiap-tiap leksikon. Mayoritas kelompok remaja yang ada dalam kategori ini. Tumbuhan tersebut memang masih tumbuh di daerah ini, namun mereka sering sekali menggunakan bahasa Indonesia untuk menamai tumbuhan tersebut. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 51 3,7. Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon tapeang dengan JP 35 58,3. Kelompok usia remaja masuk dalam Kategori 3 ini. Mereka sama sekali tidak mengenal, tidak pernah melihat, bahkan tidak pernah mendengar, dan menggunakan leksikon ini. Menurut keterangan orangtua, tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan di daerah ini. dapat disimpulkan, leksikon ini sudah punah dari pemahaman remaja saat ini. Universitas Sumatera Utara

5.3.1.5 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rorohen

Persentase pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok leksikon ini sesuai dengan lampiran 2 tabel 2.1 adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 1136 75,8. Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon bulung gadong kayu, kentang, tuyung, buncis, cemun, dan kol dengan JP 60 100 untuk masing- masing leksikon. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah cemun dengan JP 58 96,7 dan leksikon tobis dengan JP 57 95. Hal ini sangat wajar karena tumbuhan tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat di daerah ini. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 185 12,3. Leksikon dengan jumlah pemahaman JP tertinggi adalah leksikon mbecih dengan JP 22 36,6. Tumbuhan ini masih banyak ditemukan di daerah ini, namun generasi yang lebih muda terutama remaja lebih mengenal kata jelok untuk menyebut tumbuhan ini. Leksikon berikutnya adalah bungke dengan JP 21 35 merupakan tumbuhan yang biasa juga digunakan untuk membekukan susu ini sudah jarang terlihat. Leksikon tabunggala dengan JP 18 30, tumbuhan ini selain menjadi sayuran, sering juga digunakan untuk menyimpan beras. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 179 11,3. Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon ruku-ruku JP 24 40. 100 generasi remaja masuk dalam kataegori ini karena tumbuhan ini Universitas Sumatera Utara sudah sulit ditemukan. Kemudian leksikon pitola dan leksikon tabu menjadi leksikon dengan JP tertinggi berikutnya yaitu dengan JP 23 38,3 tumbuhan ini juga sudah jarang dibudidayakan oleh masyarakat setempat, sehingga wajar leksikon tersebut tidak digunakan. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah mberrung dengan JP 20 33,3 merupakan tumbuhan yang sudah langka sehingga generasi remaja sama sekali tidak ada yang mengenal bahkan tidak pernah mendengar leksikon ini.

5.3.2 Perbandingan Pemahaman Masyarakat DUG Berdasarkan Kelompok Usia Terhadap LFBPD

5.3.2.1 Pemahaman Kelompok Usia ≥ 60 Tahun DUG Terhadap LFBPD

Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada masyarakat DUG kelompok usia ≥ 60 tahun yang berjumlah 20 orang dengan memberikan tiga pilihan kategori jawaban. Dalam tabel berikut ini akan terlihat bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima kelompok leksikon. Tabel 5.6 Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap LFBPD No KELOMPOK LEKSIKON KATEGORI 1 2 3 JP JP JP 1 Leksikon Kayu 1038 82,4 170 13,5 52 4,1 2 Leksikon Rambah 1002 94,5 35 3,3 23 2,2 3 Leksikon Suansuanen 720 100 4 Leksikon Buah 459 99,8 1 0,2 5 Lekaikon Rorohen 500 100 Total 3719 206 75 Rata-rata 93 5,1 1,9 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah pemahaman atau JP pada Kategori 1 adalah 3719 93,3 , pada Kategori 2 JP 206 5,1 , dan pada Kategori 3 JP 75 1,9 . Dalam Kategori 1, kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah kelompok leksikon suansuanen dengan JP 720 100 dan kelompok leksikon rorohen dengan JP 500 100 dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 1038 82,4 . Dalam Kategori 2, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 170 13,5, dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon suansaunen dan rorohen dengan JP 0 0. Kategori 3, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 75 1,9 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon suansuanen, buah, dan rorohen dengan JP 0 0 . Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun ini akan digambarkan dalam diagram berikut. Gambar 5.15 Universitas Sumatera Utara PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap LFBPD Berdasarkan diagram di atas terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap leksikon flora BPD yang menunjukkan bahwa mayoritas kelompok usia ini ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan. Terdapat beberapa leksikon yang sudah mengalami penyustutan pemahaman. Hal itu terlihat jelas dalam diagram pada Kategori 2 dan Kategori 3. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kelompok usia ini adalah kelompok leksikon suansuanen dan rorohen dengan JP mencapai 100 . Hal ini sangat wajar mengingat bahwa masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai petani. Komoditas pertanian yang banyak ditanam oleh penduduk desa ini adalah tanaman muda dan sayuran. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah kelompok leksikon kayu karena beberapa di antara mereka sudah jarang bercocok tanam ke lereng hutan, mengingat bahwa tumbuhan katu ini lebih banyak tumbuh di lereng hutan DUG. Hal ini juga disebabkan oleh perkembangan teknologi yang pesat. Masyarakat lebih memilih batu untuk membangun rumah, sehingga tidak memerlukan jenis kayu yang baik untuk bangunan.

A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap

Kelompok Leksikon Kayu Gambaran pemahaman masyarakat DUG untuk kelompok usia ≥ 60 tahun dapat dilihat dalam lampiran 3 tabel 3.1. Untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan terdapat 15 leksikon Universitas Sumatera Utara dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah leksikon sampula, cingkem, lamtoro, ndapdap, kayu ara, sona, kemenjen, panggaben, abang-abang, lemmas, kolit manis, kandes, kalto, pelia, dan endet. Leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah leksikon siterngem, cikcik, doko-doko, baronggang, dan saga dengan JP 10 50 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 170 13,5 . Leksikon dnegan jumlah pemahaman tertinggi dalam Kategori 2 ini adalah leksikon siterngem, cikcik, dan doko-doko dengan JP 10 50 atau setengah dari seluruh responden kelompok usia ≥ 60 tahun. Kemudian leksikon keccing dan nggapuk JP 7 35 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 52 4,1 . Leksikon dengan JP tertinggi pada Kategori 3 ini adalah leksikon linjomeroker dan baronggang dengan JP 6 30 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi berikutnya adalah leksikon saga dengan JP 5 25 dan leksikon simarhuni dan jambang dengan JP 4 20 .

B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap

Kelompok Leksikon Rambah Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat dilihat pada lampiran 3 tabel 3.1. Rincian pemahaman kelompok usia ini untuk masing-masing kategori adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, Universitas Sumatera Utara dan pernah menggunakan dengan jumlah pemahaman atau JP 1002 94,5 . Terdapat 26 leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah leksikon sindruma, kelsi, cikerput, palang teguh, sibaguri, paga-paga, tempua, sapilpil, kecik-kicik, cilekket, tanggiang, oma, sanggar, biski, pandan, kiki, simerpagepage, peldang, sarindan, ndurur, rih, singgaren, nggala, kuyuk-kuyuk, isa-isa, dan cingkerru. Leksikon terendah dalam kategori ini adalah leksikon kempang batu dengan JP 14 20 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 35 3,3 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon alum-alum dengan JP 4 20 . Masyarakat sudah jarang menggunakan tumbuhan ini sebagai obat gatal pada kulit karena sudah banyak obat yang lebih praktis tersedia di apotek. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 23 3,3 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon dangke dengan JP 4 20 . Tumbuhan ini merupakan jenis pakis yang dalam bahasa daerha disebut sapilpil. Jadi masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama tersebut. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon lipan dengan JP 3 15 yang juga merupakan jenis tanaman pakis. Universitas Sumatera Utara

C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap

Kelompok Leksikon Suansuanen Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat dilihat pada lampiran 3 tabel 3.1. Pemahaman kelompok usia ini pada kelompok leksikon suansuanen adalah dengan JP 20 100 . Hal ini berarti semua responden kelompok usia ini ada pada Kategori 1mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan. Hal ini sangat wajar mengingatmasyarakat daerah ini berprofesi sebagai petani. Mayoritass tumbuhan yang mereka budidayakan adalah tumbuh-tumbuhan yang ada pada kelompok leksikon ini.

D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap

Kelompok Leksikon Buah Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat di lihat pada lampiran 3 tabel 3.1 dengan JP 459 99,8 dan dapat diakatakan sempurna. Dari 23 leksikon buah yang ada dalam kelompok leksikon ini, hanya 1 leksikon yang tidak mencapai JP maksimal dalam kategori 1. Leksikon tersebut adalah leksikon tapeang dengan JP 19 95 pada kategori satu. Sisanya 1 JP 5 ada pada kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan. Artinya, hanya 1 orang responden yang hanya mendengar saja nama tumbuhan tersebut. Universitas Sumatera Utara

E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap

Kelompok Leksikon Rorohen Pemahaman kelompok usia ini pada kelompok leksikon suansuanen adalah dengan JP 20 100 . Hal ini berarti semua responden kelompok usia ini ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan. Pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap kelompok leksikon ini tinggi karean tumbuh-tumbuhan ini sangat mudah dijumpai di lahan pertanian penduduk karena tumbuhan kelompok ini merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.

5.3.2.2 Pemahaman Kelompok 25-59 Tahun DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada masyarakat DUG kelompok usia 25-59 tahun yang berjumlah 20 orang dengan memberikan tiga pilihan kategori jawaban. Dalam tabel berikut ini akan terlihat bagaiman tingkat pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima kelompok leksikon. Tabel 5.7 Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap LFBPD No KELOMPOK LEKSIKON KATEGORI 1 2 3 JP JP JP 1 Leksikon Kayu 811 64,4 146 11,8 303 23,8 2 Leksikon Rambah 704 66,4 110 10,6 246 23 3 Leksikon Suansuanen 689 95,7 6 0,8 26 3,5 4 Leksikon Buah 442 96,1 18 3,9 5 Lekaikon Rorohen 400 79,6 71 14,6 29 5,8 Total 3046 333 622 Rata-rata 76,2 8,3 15,5 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 5.3 di atas, maka JP untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan adalah 3046 76,2 , JP untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 333 8,3 , dan Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan adalah JP 621 15,5 . Pada Kategori 1, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon buah dengan JP 442 96,1 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 811 64,4 . Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon rorohen dengan JP 71 14,6 . Dalam Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakankelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 303 23,6 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon suansuanen dengan JP 23 3,5 . Gambaran pemahaman kelompok usia 25-59 tahun ini akan digambarkan dalam diagram berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.16 PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap LFBPD Berdasarkan diagram di atas terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap LFBPD yang menunjukkan bahwa mayoritas kelompok usia ini ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan. Terdapat beberapa leksikon yang menyusut dari pemahaman responden kelompok usia ini. Hal ini terlihat jelas dalam diagram pada Kategori 2 dan Kategori 3. Namun, jumlah responden yang masuk pada Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakanyang jumlahnya mencapai 15,5 JP 621lebih banyak dibandingkan Kategori 2 pernah mendengar saja dengan JP 333 8,3 . Kelompok leksikon dengan JP tertinggi pada kelompok usia ini adalah kelompok leksikon buah karena banyak masyarakat setempat yang membudidayakan tumbuhan jenis buah karena merupakan kebutuhan sehari-hari. Universitas Sumatera Utara

A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Kayu Gambaran pemahaman masyarakat DUG untuk kelompok usia 25-59 tahun dapat dilihat dalam lampiran 4 tabel 4.1. Untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 811 64,4 . Terdapat 8 leksikon dengan JP 20 100 dalam kategori ini adalah, yaitu leksikon sampula, cingkem, lamtoro, ndapdap, kemenjen, panggaben, kalit manis, dan pelia. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon jati dengan JP 19 95 dan leksikon rias-rias dan kandes masing-masing dengan JP 18 90 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 146 11,8 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon tembiski, kayu ndelleng, doko-doko, dan baronggang dengan JP 7 35 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon api-api, baronggang, dan kayu rimo dengan JP 6 30 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 303 23,8 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon linjomaroker dengan JP 18 90 , leksikon ngilkil dengan JP 14 70 , kemudian ada 3 leksikon dengan JP 13 65 yaitu leksikon siterngem, ndilo, dan rambung. Tumbuhan ini memang sudah sangat sulit ditemukan di daerah ini, sehingga wajar Universitas Sumatera Utara jika penduduk setempat terutama kelompok usia yang lebih muda tidak mengenal referen leksikon tersebut.

B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Rambah Dalam lampiran 4 tabel 4.1, persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok leksikon ini dapat dijelaskan pada setiap kategori yaitu Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 705 66,4 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon sindruma, pandan, sarindan, nggala, dan cingkerru dengan JP 20 100 . Kemudian, leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon peldang dengan JP 19 95 . Tumbuhan ini masih sangat mudah dijumpai di daerah ini terutama di lahan pertanian masyarakat. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 110 10,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon simertahuak dengan JP 12 60 . Sejenis semak keras yang tumbuh di lahan pertanian, namun masyarakat sudah banyak tidak mengetahui nama tumbuhan tersebut. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon palang teguh dengan JP 8 40 , leksikon sibaguri dan paga-paga memperoleh JP yang sama yaitu 6 30 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 245 23 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon paku dengan JP 17 85 . Universitas Sumatera Utara Masyarakat lebih sering menggunakan nama lain untuk menyebut nama tumbuhan ini yaitu sapilpil. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon delipedang dan kuyuk-kuyuk dengan JP 15 75 kemudian leksikon lalau dan ndurur dengan JP 13 65 .

C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Suansuanen Persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun ini dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 4.1. Untuk lebih jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ini pada setiap kategorinya, berikut akan diuraikan. Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 689 95,7 . Dari 36 leksikon yang ada dalam kelompok leksikon ini, terdapat 29 leksikon dengan JP 20 100 . Leksikon, leksikon tersebut adalah pagee, cikala, bahing, koning, serre, gatap, lengkuas, leuh, ganderra, cina, acem, rimo mungkur, keras, keceur, neur, pinang, gambir, pala, tebbu, jagong, gadong, isap, koning gajah, jerango, rimbang, sukat, kacang, rias, dan maremare. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 6 0,8 . Hanya ada dua leksikon yang ada dalam kategori ini yaitu leksikon lada dan pala dengan JP 3 15 . Dari semua leksikon pada kelompok leksikon ini memang kedua tumbuhan ini yang hanya pernah didengar saja oleh 6 orang responden. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 25 3,5 . Leksikon Universitas Sumatera Utara yang berada pada kategori ini adalah leksikon lancing, koning gajah, dan mbungke dengan JP 6 30 . Leksikon berikutnya adalah leksikon saka sempilit dengan JP 4 20 .

D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Buah Jumlah pemahaman atau JP oleh kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok leksikon ini hampir mendekati angka sempurna mengingat leksikon pada kelompok ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat karena kelompok leksikon ini merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat. Terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ini terhadap kelomok leksikon ini pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 442 96,1 , Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 0 0 , dan pemahaman usia ini pada Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 18 3,9 . Pada Kategori 3 ini hanya ada 2 leksikon yaitu leksikon tapeang dengan JP 14 70 dan leksikon cibukbuken dengan JP 4 20 . Tumbuhan ini memang sangat sulit dicari, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman masyarakat. Universitas Sumatera Utara

E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Rorohen Persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok leksikon ini adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 400 79,6 . Dari 25 leksikon yang ada dalam kelompok leksikon ini, ada 9 leksikon dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah bulung gadong kayu, tobis, nasi-nasi, kentang, tuyung, buncis, cemun, santung, dan kol. Jenis sayuran ini memang sangat mudah dicari di desa ini karena pemeliharaannya yang tidak merepotkan. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 71 14,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon tabunggala dengan JP 15 75 . Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon bungke dengan JP 8 40 , dan leksikon sabi dengan JP 5 35 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan terdapat JP 29 5,8 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon pitola 10 50 . Jenis tumbuhan ini sering disebut cemun oleh masyarakat, selain itu tumbuhan ini juga sudah sangat sulit dicari. Kemudian leksikon bungke dengan JP 8 40 , leksikon mbecih dan ruku-ruku dengan JP 4 20 . Universitas Sumatera Utara

5.3.2.3 Pemahaman Kelompok 12-24 Tahun DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada responden kelompok usia 12-24 tahun sebanyak 20 orang dengan memberikan tiga pilihan jawaban yaitu Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan, Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan, Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan. Dalam tabel berikut ini akan terlihat bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima kelompok leksikon. Tabel 5.8 Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap LFBPD No KELOMPOK LEKSIKON KATEGORI 1 2 3 JP JP JP 1 Leksikon Kayu 150 12 214 17 896 71 2 Leksikon Rambah 159 15,2 266 24,9 635 59,9 3 Leksikon Suansuanen 486 69 93 13,8 141 17,2 4 Leksikon Buah 380 82,6 48 10,4 32 7 5 Lekaikon Rorohen 221 44,2 119 23,8 160 32 Total 1396 740 1864 Rata-rata 34,9 18,5 46,6 Berdasarkan tabel, maka JP untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan adalah 1396 34,9 , JP untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 740 18,5 , dan Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan adalah JP 1864 46,6 . Pada Kategori 1, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah Universitas Sumatera Utara kelompok leksikon buah dengan JP 380 82,6 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 150 12 . Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon dukutrambah dengan JP 266 24,9 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon buah dengan JP 48 10.4 . Dalam Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakankelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 896 71 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon buah dengan JP 32 7 . Gambaran pemahaman kelompok usia 25-59 tahun ini akan digambarkan dalam diagram berikut. Gambar 5.17 PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap LFBPD Universitas Sumatera Utara Berdasarkan diagram di atas terlihat bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap leksikon flora BPD yang menunjukkan bahwa mayoritas kelompok usia ini ada pada Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakandengan JP 1864 46,6 . Hal ini menunjukkan bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ini sudah masuk pada ranah yang kritis. Penyusutan pemahaman kelompok usia ini terhadap 200 leksikon flora harus mendapat perhatian khusus, karena penyebabnya adalah kurangnya pengenalan oelh orang tua terhadap kelompok usia remaja tentang tumbuh-tumbuhan ini, sehingga pemahaman generasi muda tentang leksikon ini menyusut drastis, terutama pada kelompok leksikon kayu. Pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan persentase pemahaman kelompok usia ini mencapai 34,9 , namun kelompok leksikon dengan pemahamn tertinggi adalah kelompok leksikon buah dengan JP 380 82,6 karena memang banyak dibudidayakan oelh masyarakat. Untuk kelompok leksikon yang lain harus ada upaya khusus yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat agar leksikon-leksikon ini tidak benar-benar punah dari lingkungan alam mereka.

A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Kayu Gambaran persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun DUG dapat dilihat dalam lampiran 5 tabel 5.1. Rincian pemahaman kelompok usia pada setiap kategori adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, Universitas Sumatera Utara dan pernah menggunakan dengan JP 150 12 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon sampula dan lamtoro dengan JP 20 100 . Kemudian leksikon tusam dan lemmas dengan JP 16 80 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 214 17 . Leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi pada kategori adalah leksikon dalung-dalung dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya dalah leksikon tembiski dengan JP 14 70 , leksikon jati, cikcik, kayu ndelleng, dan doko-doko dengan JP 13 80. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 894 71 . Dari 63 leksikon dalam kelompok leksikon kayu, sebanyak 23 leksikon ada pada kategori ini dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah tanggolen, bintatar, kayu bane, sona, simarhuni, kabo, kabo-kabo, celmeng, simermunte, kapea, ngilkil, ndilo, kandes, linjomaroker, kakembu, kambuaren, sibalik angin, kambuturren, nderrung, kimang, aru, api-api, tuba, intuang, jambang, rugi-rugi, baronggang, hori, kayu rimo, kalto, pelia, dan saga. Tumbuhan ini memang sudah sangat jarang ditemui oleh anak remaja, mengingat aktivitas mereka yang lebih banyak di sekolah dan lingkungan tempat tinggal, orang tua mereka sudah jarang mengikutserakan mereka mencari hasil hutan. Sehingga wajar leksikon kayu tidak mereka pahami karena tumbuhan ini lebih banyak tumbuh di lereng hutan. Universitas Sumatera Utara

B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Rambah Persentse pemahaman kelompok usia 12-25 tahun terhadap kelompok leksikon ini pada setiap kategori adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 159 15,2 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon pandan dengan JP 16 80 . Leksikon berikutnya adalah bangkuang dengan JP 10 50 . Pengaruh perkembangan yang pesat mengakibatkan tradisi masyarakat menganyam tikar sudah tidak diwariskan lagi. Dulu, masyarakat Pakpak sering menggunakan bangkuang untuk menganyam tikar atau tandok. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 266 24,9 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon dukut cipon, dan leksikon dengan JP 16 80 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon sapilpil, cilekket, kuyuk-kuyuk, dan isa-isa dengan JP 12 60 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 635 59,9 . Sebanyak 18 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini, yaitu leksikon kelsi, pedem-pedem, paga-paga, kempang batu, reba-reba, alum-alum, biski, raso, hipon-hipon, kempaba, lalau, riman, ndurur, lahi, berhu, dangke, licin, dan lipan. Kemudian leksikon delipodang dan simertulan dengan JP 16 80 , leksikon cipurpuren leto dengan JP 15 75 . Universitas Sumatera Utara

C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Suansuanen Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 486 69 . Sebanyak 15 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini. Leksikon-leksikon tersebut adalah page, koning, gatap, lengkuas, cina, acem, keras, neur, tebbu, jagong, pola, gadong, lancing, kacang, dan rias. Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 93 13,8 . Leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah leksikon ganderra dengan JP 10 50 . Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon cikala dengan JP 8 40. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 141 17,2 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon koning gajah, koning putih, dan mbungke dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon saka sempilit dengan JP 16 80 , dan leksikon pala dan mare-mare dengan JP 10 50 . Universitas Sumatera Utara

D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Buah Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 380 82,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon galuh, kennas, tarutung, tuyung, rimo, mangga, rambuten, randat, salak, ndalima, bettik, mbertik, dan terong dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon pote dan jerring dengan JP 18 90 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 48 10,4. Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon gerrat, langsat, rambe, dan terong dengan JP 8 40 untuk masing-masing leksikon. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon tarutung belanda dengan JP 5 25 .. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 32 7 . Hanya ada tiga leksikon yang masuk dalam kategori ini menurut pemahaman kelompok usia 12-24 tahun. Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon tapeang dengan JP 20 100 . Tumbuhan ini sangat sulit ditemukan saat ini karena kurang diminati oleh masyarakat, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman generasi muda. Leksikon berikutnya dengan adalah leksikon cibukbuken dengan JP 8 80 , dan leksikon gerrat dengan JP 4 20 . Universitas Sumatera Utara

E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon

Rorohen Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 221 44,2 . Sebanyak 6 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini. leksikon tersebut adalah bulung gadong kayu, cemun, kentang, tuyung, buncis, dan kol. Leksikon dengan JP tertinggi kedua adalah leksikon tabunggala dan tobis dengan JP 17 85 . Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan JP 119 23,8 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini adalah leksikon mbecih dengan JP 20 100 . Kemudian leksikon nasi-nasi dan bungke dengan JP 13 65 . Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan dengan jumlah pemahaman atau JP 160 32 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini adalah leksikon tabu, ruku-ruku, arum, dan mberrung dengan JP 20 100 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi berikutnya adalah leksikon pitola dengan JP 13 65 , dan leksikon sabi dengan JP 12 60 . Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Leksikon flora bahasa Pakpak Dairi di Desa Uruk Gedang berjumlah 200 leksikon. Leksikon tersebut terbagi atas 5 kelompok leksikon. Rincian kelompok leksikon tersebut adalah 1 kelompok leksikon kayusebanyak 63 leksikon; 2 kelompok leksikon dukutrambah sebanyak 53 leksikon; 3 kelompok leksikon suansuanen sebanyak 36 leksikon; 4 kelompok leksikon buahsebanyak 23 leksikon; dan 5 kelompok leksikon rorohen sebanyak 25 leksikon. 2. Relasi semantis yang terbentuk dari leksikon flora bahasa Pakpak Dairi terdiri dari antonim, homonim, homograf, hiponim, dan meronim. Sementara untuk ranah sinonim, homofon, dan polisemi tidak ada. 3. Pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelima kelompok leksikon tersebut mengalami penyusutan pemahaman pada setiap kelompok usia.

6.2 Saran

Mengingat pentingnya penelitian bahasa, terutama penelitian bahasa daerah sebagai upaya revitalisasi, penelitian ini masih memiliki banyak Universitas Sumatera Utara kekurangan sehingga perlu untuk ditindaklanjuti dengan mengkaji dari segi masalah dan pendekatan yang lain. Misalnya dengan melihat sikap kebahasaan dan profesi penutur, menggunakan teori atau pendekatan fonologis, morfologis, sintaksis, atau semantik pada ranah yang lain, juga dengan yang jumlah sampel yang lebih besar. Model penelitian dengan menerapkan pendekatan ekolinguistik dan dihubungkan dengan teori relasi semantis merupakan model penelitian yang belum banyak dikerjakan oleh peneliti lain. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2010. “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan Ekolinguistik.”[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Adisaputra, Abdurahman. 2011. “Ancaman Terhadap Kebertahanan Bahasa Melayu Langkat.” [Disertasi]. Denpasar: PPS Universitas Udayana. Alwi, Hasan, dkk. 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen PendidikanNasional. Amri, Yusni Khairul. 2011. “Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapaunli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidempuan.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Aslinda dan Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik . Bandung: Refika Aditama. Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Linguistics Morphology Edisi kedua . New York : Oxford University Press Inc. Budiman,Sumiati. 1987. Sari Sastra Indonesia untuk SMP. Surakarta: Intan Pariwara. Bungi, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Denzin dan Lincoln. 2009. Handbook of Qalitative Research.Terj. Dariyatno, Fata, Abi, dan Rinaldi.Yogyakarta: P ustaka Pelajar. Geeraerts, Dirk. 2010. Theories of Lexical Semantics. New York: Oxford. Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler Eds. 2001. The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology, and Environment.London and New York: Continuum. Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terj. Asruddin Barori Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hurlock, Elisabeth B. 1978. Development Psychology. New York: McGraw Hill. Universitas Sumatera Utara Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud . Lindo, Anna Vibeke dan Jeppe Bundsgaard eds. 2000. Dialectical Ecolinguistics Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz December 2000. Austria: Univerisity of Odense Research Group for Ecology, Language and Ecology. Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mallinson, Graham and Barry J. Blake. 1981. Language Typology. New York: North Holland. Mbete, Aron Meko dan Abdurahman Adisaputra. 2009. “Selayang Pandang tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif.” Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrikulasi Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009. Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia. Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda. Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Palmer, F.R. 1976. Semantics A New Outline. Cambridge: Cambridge University Press. Parera, Jos Daniel. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Ricklefs, Robert E. 1976. The Economy of Nature A Textbook in Basic Ecology. New York: Chiron Press Incorporated. Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell. Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Universitas Sumatera Utara Sukhrani, Dewi . 2010. “Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Proyek PLPTK Dirjen Dikti: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Surbakti, Ernawati. 2013. “Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei: Kajian Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. Tumanggor, Ida Basaria. 2011. “Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak Dairi.”[Disertasi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Usman, Yusradi. 2010. “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Widayati, Dwi, dkk. 2012. “Perubahan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Asahan.” Medan: Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 TABEL 1.1 DAFTAR LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI No LEKSIKONBAHASA PAKPAK DAIRI BAHASA INDONESIA I Kayu ‘Kayu’ 1 abang-abang sejenis pohon berdaun kecil dan bulat, baik untuk kayu bakar 2 apiapi sejenis pohon yang kayunya merah dan dapat dipakai untuk membuat papan 3 ar u sejenis pohon yang sangat rindang, dan keras, biasa dimanfaatkan menjadi bahan bangunan 4 baronggang pohon berongga 5 bintatar sejenis pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai alat bangunan 6 celmeng sejenis pohon besar yang keras dan berkualitas baik untuk bahan bangunan 7 cik-cik sejenis pohon getah gatal di kepala 8 cingkem kayu air 9 dalung-dalung pohon yang kayunya berwarna kuning dan baik untuk dijadikan bahan bangunan 10 doko-doko sejenis pohon serupa nangka, biasa digunakan sebagai kayu bakar 11 endet pohon yang daunnya dimanfaatkan sebagai obat gula 12 gomet sejenis pohon yang daun sebelah bawahnya putih 13 hori jenis meranti 14 int uang pohon rindang, namun kayunya ringan 15 jambang pakis besar 16 jati jati 17 kabo tanaman sejenis petai 18 kabo-kabo ‘panji’ panji 19 kalto pohon aren dan pisang 20 kambuturen sejenis pohon berdaun kecil, berbuah kecil-kecil dan biasa dimakan burung, kayunya bahan Universitas Sumatera Utara bangunan yang baik 21 kandes asam glugur 22 kapea karet 23 kay u ara beringin 24 kay u bane sejenis meranti 25 kayu ndelleng sejenis pohon hutan 26 kay u rimo sejenis jeruk, buahnya sangat asam 27 keccing sejenis pohon yang menghasilkan kayu bangunan yang baik 28 kekembu sejenis pohon berdaun lebar, batangnya dimanfaatkan menjadi papan 29 kembuaren sejenis kakembu, tetapi daunnya bulat panjang 30 kemenjen kemenyan 31 kimang sejenis pohon hutan berwarna kuning dan kuat, sangat baik digunakan sebagai bahan bangunan 32 kolit manis kulit manis 33 lemmas daun salam 34 lamtoro sejenis pohon berbuah polong- polongan 35 linjomaroker pohon berbatang besar, tinggi, dan baik untuk bahan bangunan 36 meang sejenis pohon yang menghasilkan ramuan kayu yang baik 37 meddang sejenis pohon yang kayunya putih dan baik untuk ramuan 38 mpiangi pohon meranti 39 ndaberru berdaun bulat lebar dan baik digunakan untuk kayu bakar 40 ndapdap pohon dedap 41 nderrung daun bulat panjang bergerigi, bercabang banyak buahnya biasa dimakan burung, kulitnya biasa digunakanuntuk tali 42 ndilo kayu yang kulitnya digunakan untuk anyaman tikar; kayunya biasa juga dibuat menjadi sumpit 43 ndulpak sejenis pohon yang arangnya dapat dipakai sebagai mesui bedil 44 nggapuk kapuk 45 ngilkil pohon yang daunnya dapat digunakan sebagai racun ikan Universitas Sumatera Utara 46 pelia pohon petai 47 penggaben sejenis pohon yang buahnya biasa digunakan anak-anak sebagai peluru meriam-meriam kecil yang terbuat dari bambu 48 rahu sejenis pohon yang lembut dan buahnya dapat dimakan 49 rambung sejenis karet, getah untuk perangkap burung 50 rias-rias pohon kerdil dan baik untuk kayu bakar 51 rugirugi pakis berdaun halus 52 saga sejenis pohon 53 sampenur sejenis pohon cemara atau pinus 54 sampula senduduk 55 sibalik angin sejenis pohon kecil, berdaun lebar dan bulat, daun sebelah atas berwarna hijau, dan sebelah bawah berwarna putih 56 simarhuni mahoni 57 simarmunte mirip jeruk bali 58 siterngngem sejenis pohon besar 59 sona sejenis pohon yang getahnya berwarna merah darah 60 tembiski sejenis pohon serupa perdu 61 tenggolen sejenis pohon kerdil dan bercabang banyak 62 t uba pohon besar, keras, dan baik untuk papan 63 tusam sejenis pohon cemara yang getah kayunya dapat dipakai untuk suluh II Rambah ‘Semak’ 1 alah-alah sejenis rumput yang berdaun lebar, yang dipakai sebagai makanan ternak dan dapat menimbulkan rasa gatal dan raum pada kulit manusia 2 alum-alum sejenis rumput untuk makanan ternak, juga dipakai melawan gatal-gatal pada kulit 3 arsam pakis berukuran kecil 4 bangkuang sejenis kiki yang tumbuhnya di darat 5 berhu sejenis rumput pimping yang batangnya berongga pendek 6 biski semak yang berukuran panjang dan batangnya beruas-ruas 7 buluh-buluh sejenis rumput yang batang dan Universitas Sumatera Utara daunnya menyerupai bambu 8 cikerput putri malu 9 cilekket sejenis rumput yang bijinya melekat pada kain 10 cingkerr u sejenis semak tinggi yang buahnya berbiji-biji dan dapat dimakan 11 cipurpuren leto rumput berdaun halus dan biasa dibuat jadi sapu 12 dangke sejenis pakis 13 delipedang semak yang daunnya berukuran panjang dan tajam 14 dukut cippon rumput jepang berukuran panjang 15 hipon-hipon sejenis kiki yang ukurannya lebih besar 16 isa-isa semak berdaun bulat dan berbatang lembut 17 kelsi sejenis semak keras yang menjalar 18 kempaba sejenis pinang yang ukurannya lebih kecil 19 kempang batu jenis semak menjalar yang keras 20 kicik-kicik semak berbunga kuning dan berbuah seperi buncis, jika tumbuh pertanda tanah subur 21 kiki sejenis pandan dan hidup di rawa yang dipakai untuk menganyam tikar dan bakul 22 komil sejenis rumput yang biasa dijadikan sebagai pakan kerbau 23 kuyuk-kuyuk semak berakar serabut dan berbatang keras mirip cabai 24 lahi sejenis rumput pimping kecil 25 lalau sejenis sirih berukuran kecil dan berwarna kecokelatan 26 licin sejenis pakis berwarna kehijauan 27 lipan sejenis pakis berwarna kecokelatan 28 ndurur sejenis tuak, batangnya lebih ramping dan tinggi 29 nggala batang padi 30 oma sejenis rumput untuk pakan kuda atau kerbau 31 oma-oma sejenis rumput sejenis oma tetapi kurang baik untuk pakan kuda tau kerbau karena lebih kasar dan keras 32 paga-paga sejenis tanaman merambat, dapat digunakan jadi obat gatal- Universitas Sumatera Utara gatal pada kulit 33 paku tumbuhan semak sejenis pakis besar, paku-pakuan 34 palang teguh rumput kerdil memanjang 35 pandan sejenis tumbuhan yang daunnya dimanfaatkan untukmakanan 36 pedem-pedem tumbuhan yang daunnya mengatup kalau disentuh, ukuran batangnya lebih besar dari putri malu 37 peldang rumput parasit di kopi 38 raso tumbuhan semakyang kulitnya dianyam menjadi tikar 39 reba-reba sejenis alang-alang berdaun tajam, mirip lalang 40 rih lalang 41 riman sejenis tuak batangnya lebih pendek dan besar 42 sanggar sejenis rumput pimping 43 sapilpil pakis 44 sarindan benalu, dimanfaatkan jadi obat 45 sibaguri semak yang keras kayunya, sering dibuat jadi sapu halaman 46 silinjuang tumbuhan berdaun merah dan biasa tumbuh di kuburan 47 simarpage-page semak yang mirip dengan padi 48 simertahuak sejenis semak menjalar, daun kecil, biasa tumbuh di tanah yang subur 49 simertulan sejenis semak yang keras, akar keras 50 sindruma semak yang berbatang lunak dan daunnya biasa digunakan sebagai obat luka 51 singgaren obat demam 52 tanggiang pohon pakis berukuran besar 53 tempua sejenis tumbuhan liar, batang dan daun mirip cabe rawit III Suan-suanen ‘tanaman’ 1 acem asam 2 bahing jahe 3 cikala sejenis tanaman merambat 4 cina cabe 5 gadong singkong 6 gambir gambir 7 gatap sirih 8 genderra bawang rambu 9 isap tembakau 10 jagong jagung Universitas Sumatera Utara IV Buah ‘Buah-buahan’ 1 bettik semangka 2 cibukbuken sejenis rambutan liar yang ukurannya lebih kecil dari rambutan dan memiliki daging buah yang agak kering 3 galuh pisang 4 gerrat sejenis pohon berbuah mirip mangga namun berwarna kuning pucat dan rasa yang asam sekalipun sudah cukup matang 5 jerring jengkol 11 jerango jerangau 12 kacang kacang 13 keceur kencur 14 keras kemiri 15 koning kunyit 16 koning gajah kunyit gajah, ukurannya lebih besar 17 koning putih kunyit putih, berwarna kuning keputih-putihan 18 lada lada 19 lancing tanaman obat maag, berdaun lebar dan merambat 20 lengkuas lengkuas 21 leuh leutu 22 maremare daun muda tuak 23 mbungke sejenis jahe berdaun lebih kecil dan ukuran umbi yang lebih kecil 24 neur kelapa 25 page padi 26 pala pala 27 pinang pinang 28 pola tuak 29 rias sejenis tumbuhan yang bunganya dimakan orang 30 rimbang pohon keci yang buahnya dapat dimakan dan biasanya dicapurkan dengan sayur daun singkong 31 rimo mungkur jeruk purut 32 saka sampilit sejenis tumbuhan yang dipakai sebagai penangkal untuk mengusir hantu 33 serre sereh 34 sukat talas atau keladi 35 tebbu tebu 36 tuba andaliman Universitas Sumatera Utara 6 kennas nenas 7 langsat duku 8 mangga mangga 9 manggis manggis 10 mbertik pepaya 11 nangka nangka 12 ndalima jambu biji 13 pote petai 14 rambe rambe 15 rambuten rambutan 16 randat tomat 17 rimo jeruk 18 salak salak 19 tapeang buah yang ketika muda beracun namun setelah tua dapat dimakan 20 tarutung durian 21 tarutung belanda sirsak 22 terong markisa 23 tuyung tiung V Rorohen ‘Sayuran’ 1 arum bayam 2 bulung gadong kayu daun singkong 3 buncis buncis 4 bungke sayuran yang mirip seperti kemangi, namun buahnya yang digunakan untuk membekukan susu 5 cemun mentimun 6 cemun jipang 7 genjer genjer 8 kalondang gambas berukuran lebih besar dan lebih pahit 9 kentang kentang 10 kol kubis 11 mbecih labu kecil 12 mberrung sayuran yang dapat juga digunakan sebagai obat gigitan serangga 13 nasi-nasi daun katu 14 pariaia gambas 15 pitola sejenis mentimun yang buahnya dari luar kelihatan penuh daging tetapi hanya terdiri dari jaringan serat 16 pulung bunga petai 17 rias kacang panjang 18 ruku-ruku kemangi 19 sabi sawi Universitas Sumatera Utara 20 santung jantung pisang 21 tabu sejenis gambasnamun lebih kecil dan warnanya lebih hijau 22 tabunggala labu besar, selain jadi sayuran dahulu buahnya digunakan untuk menyimpan beras 23 tobis rebung 24 turbangen tumbuhan sayur yang biasa dimakan seorang yang baru melahirkan 25 tuyung terung Universitas Sumatera Utara Lampiran 2 TABEL 2.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI Gabungan Tiga Generasi Usia ≥ 60 Tahun , Usia 25-59 , Usia 12-24 No LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI 1 2 3 JP JP JP I Kayu ‘Kayu’ 1 abang-abang 37 61,6 7 11,7 16 26,7 2 apiapi 27 45 8 13,3 25 41,7 3 ar u 27 45 8 13,3 25 41,7 4 baronggang 14 23,4 10 1,6 36 60 5 bintatar 28 46,7 5 8,3 27 45 6 celmeng 23 38,4 8 13,3 29 48,3 7 cik-cik 20 33,3 28 46,7 12 20 8 cingkem 52 86,7 8 13,3 9 dalung-dalung 25 41,7 26 43,4 9 15 10 doko-doko 13 21,7 30 50 17 28,3 11 endet 35 58,3 9 15 16 26,7 12 gomet 35 58,3 6 10 19 31,7 13 hori 20 33,3 9 15 31 51,7 14 int uang 36 60 3 5 21 35 15 jambang 24 40 4 6,6 32 53,4 16 jati 40 66,6 20 33,4 17 kabo 29 48,3 5 8,3 26 43,4 18 kabo-kabo 26 43,3 4 6,7 30 50 19 kalto 37 61,6 3 5 20 33,4 20 kambuturen 27 45 6 10 27 45 21 kandes 38 63,3 2 3,3 20 33,4 22 kapea 28 46,7 6 10 26 43,3 23 kay u ara 41 68,4 12 20 7 11,6 24 kay u bane 35 58,3 5 8,3 20 33,4 25 kayu ndelleng 26 43,3 24 40 10 16,7 26 kay u rimo 30 50 8 13,3 22 36,7 27 keccing 29 48,3 17 28,4 14 23,3 28 kekembu 28 46,7 1 1,6 31 51,7 29 kembuaren 29 48,3 2 3,3 29 48,4 30 kemenjen 53 88,3 7 11,7 31 kimang 28 46,7 8 13,3 24 40 32 kolit manis 51 85 9 15 33 lamtoro 60 100 34 lemmas 48 80 6 10 6 10 35 linjomaroker 14 23,3 2 3,3 44 73,4 36 meang 26 43,3 12 20 22 36,7 Universitas Sumatera Utara 37 meddang 28 46,7 13 21,6 19 31,7 38 mpiangi 30 50 14 23,3 16 26,7 39 ndaberru 29 48,3 6 10 25 41.7 40 ndapdap 52 86,7 8 13,3 41 nderrung 28 46,7 7 11,6 25 41,7 42 ndilo 24 40 1 1,6 35 58,3 43 ndulpak 53 88,3 7 11,7 44 nggapuk 18 30 16 26,7 26 43,3 45 ngilkil 22 36,7 3 5 35 58,3 46 pelia 40 66,6 20 33,4 47 penggaben 45 75 10 16,7 5 8,3 48 rahu 28 46,7 15 25 17 28,3 49 rambung 26 43,4 4 6,6 30 50 50 rias-rias 41 68,4 1 1,6 18 30 51 rugirugi 22 36 ,6 6 10 32 53 ,4 52 saga 28 46,6 32 53,4 53 sampenur 27 45 11 18,3 22 36,7 54 sampula 60 100 55 sibalik angin 30 50 2 3,3 28 46,7 56 simarhuni 20 33,3 8 13,3 32 53,4 57 simarmunte 31 51,7 3 5 26 43,3 58 siterngngem 17 28,3 13 21,7 30 50 59 sona 34 56,7 2 3,3 24 40 60 tembiski 30 50 24 40 6 10 61 tenggolen 31 51,7 6 10 23 38,3 62 t uba 32 53,4 7 11,6 21 35 63 tusam 51 85 8 13,3 1 1,7 Total 1986 3360,1 522 855,9 1272 2084 53,3 13,6 33,1 II Ra mbah‘Semak’ 1 alah-alah 39 65 21 35 2 alum-alum 52 86,7 4 6,6 4 6,6 3 arsam 38 63,3 10 16,7 12 20 4 bangkuang 43 71,7 3 5 14 23,3 5 berhu 29 48,3 4 6,3 27 45 6 biski 34 56,7 2 3,3 24 40 7 buluh-buluh 42 70 18 30 8 cikerput 40 66,6 12 20 8 13,4 9 cilekket 40 66,7 16 26,7 4 6,7 10 cingkerr u 45 75 10 16,7 5 8,3 11 cipurpuren leto 36 60 6 10 18 30 12 dangke 31 51,7 3 5 26 43,3 13 delipodang 22 36,7 7 11,6 31 51,7 14 dukut cippon 24 40 20 33,3 16 26,7 15 hipon-hipon 32 53,3 28 46,7 16 isa-isa 37 61,7 12 20 11 18,3 17 kelsi 28 46,6 32 53,4 18 kempaba 33 55 4 6,7 23 38,3 19 kempang batu 20 33,3 9 15 31 51,7 Universitas Sumatera Utara 20 kicik-kicik 41 68,3 8 13,3 11 18,4 21 kiki 43 71,7 1 1,7 16 26,6 22 komil 39 65 12 20 9 15 23 kuyuk-kuyuk 26 43,3 12 20 22 37,7 24 lahi 32 53,4 2 3,3 26 43,3 25 lalau 25 41,6 1 1,7 34 56,7 26 licin 27 45 4 6,7 29 48,3 27 lipan 24 40 6 17 30 50 28 ndurur 27 45 33 55 29 nggala 45 75 10 16,7 5 8,3 30 oma 40 66,7 12 20 8 13,3 31 oma-oma 36 60 10 16,7 14 23,3 32 paga-paga 23 38,3 6 10 31 51,7 33 paku 22 36,7 6 10 32 53,4 34 palang teguh 37 61,6 18 30 5 8,4 35 pandan 56 93,3 4 6,7 36 pedem-pedem 29 48,3 5 8,3 26 43,4 37 peldang 39 65 1 1,7 20 33,3 38 raso 28 46,7 4 6,7 28 46,6 39 reba-reba 34 56,7 3 5 23 38,3 40 rih 44 73,3 10 16,7 6 10 41 riman 36 60 1 1,7 23 38,3 42 sanggar 41 68,3 14 23,3 5 8,3 43 sapilpil 41 68,3 15 25 4 6,7 44 sarindan 48 80 12 20 45 sibaguri 37 61,6 16 26,7 7 11,7 46 silinjuang 36 60 12 20 12 20 47 simarpage-page 40 66,6 8 13,4 12 20 48 simertahuak 32 53,3 22 36,7 6 10 49 simertulan 37 61,7 4 6,6 19 31,6 50 sindruma 48 80 8 13,3 4 6,7 51 singgaren 32 53,3 11 18,3 17 28,4 52 tanggiang 44 73,3 16 26,7 53 tempua 31 51,7 13 21,7 16 26,6 Total 1885 3141,3 409 689,4 886 1469,3 59,2 13,1 27,7 III Suan-suanen ‘Tanaman’ 1 acem 60 100 2 bahing 52 86,6 4 6,7 4 6,7 3 cikala 48 80 8 13,3 4 6,7 4 cina 60 100 5 gadong 60 100 6 gambir 57 95 3 5 7 gatap 60 100 8 genderra 44 73,4 10 16,7 6 10 9 isap 53 88,3 7 11,7 10 jagong 60 100 11 jerango 54 90 6 10 12 kacang 60 100 Universitas Sumatera Utara 13 keceur 47 78,3 7 11,7 6 10 14 keras 60 100 15 koning 60 100 16 koning gajah 34 56,7 26 43,3 17 koning putih 40 66,7 20 33,3 18 lada 57 95 3 5 19 lancing 54 90 6 10 20 lengkuas 60 100 21 leuh 44 73,4 8 13,3 8 13,3 22 maremare 45 75 5 8,3 10 16,7 23 mbungke 34 56,7 26 43,3 24 neur 60 100 25 page 60 100 26 pala 45 75 5 8,3 10 16,7 27 pinang 56 93,3 4 6,7 28 pola 60 100 29 rias 60 100 30 rimbang 57 95 3 5 31 rimo mungkur 53 88,3 7 11,7 32 saka sampilit 36 60 4 6,7 20 33,3 33 serre 56 93,3 4 6,7 34 sukat 53 88,3 7 11,7 35 tebbu 60 100 36 tuba 52 86,7 5 8,3 3 5 Total 1911 3184,9 100 166,8 149 248,3 88,5 4,6 6,9 IV Buah ‘Buah-buahan’ 1 bettik 60 100 2 cibukbuken 40 66,7 8 13,3 12 20 3 galuh 60 100 4 gerrat 48 80 8 13,3 4 6,7 5 jerring 58 96,7 2 3,3 6 kennas 60 100 7 langsat 52 86,7 8 13,3 8 mangga 60 100 9 manggis 57 95 3 5 10 mbertik 60 100 11 nangka 56 93,3 4 6,7 12 ndalima 60 100 13 pote 58 96,7 2 3,3 14 rambe 52 86,7 8 13,3 15 rambuten 60 100 16 randat 60 100 17 rimo 60 100 18 salak 60 100 19 tapeang 25 41,7 35 58,3 20 tarutung 60 100 21 tarutung belanda 55 91,7 5 8,3 22 terong 60 100 Universitas Sumatera Utara 23 tuyung 60 100 Total 1281 2135,2 48 79,8 51 85 92,8 3,5 3,7 V Rorohen ‘Sayuran’ 1 arum 37 61,7 3 5 20 33,3 2 bulung gadong kayu 60 100 3 buncis 60 100 4 bungke 24 40 21 35 15 25 5 cemun 58 96,7 2 3,3 6 cemun 60 100 7 genjer 44 73,3 16 26,7 8 kalondang 36 60 14 23,3 10 16,7 9 kentang 60 100 10 kol 60 100 11 mbecih 34 56,7 22 36,6 4 6,7 12 mberrung 37 61,7 3 5 20 33,3 13 nasi-nasi 40 66,7 13 21,6 7 11,7 14 pariaia 52 86,7 3 5 5 8,3 15 pitola 27 45 10 16,7 23 38,3 16 pulung 39 65 13 21,7 8 13,3 17 rias 54 90 6 10 18 ruku-ruku 33 55 3 5 24 40 19 sabi 35 58,4 13 21,6 12 20 20 santung 45 75 7 11,7 8 13,3 21 tabu 34 56,7 3 5 23 38,3 22 tabunggala 42 70 18 30 23 tobis 57 95 3 5 24 turbangen 48 80 12 20 25 tuyung 60 100 Total 1136 1894,6 185 308,2 179 297,2 75,8 12,3 11,9 Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan 2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 TABEL 3.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG KELOMPOK USIA ≥ 60 TAHUN TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI No LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI 1 2 3 JP JP JP I Kayu ‘Kayu’ 1 abang-abang 20 100 2 apiapi 17 85 2 10 1 5 3 ar u 14 70 4 20 2 10 4 baronggang 10 50 4 20 6 30 5 bintatar 16 80 4 20 6 celmeng 13 65 5 25 2 10 7 cik-cik 10 50 10 50 8 cingkem 20 100 9 dalung-dalung 18 90 2 10 10 doko-doko 10 50 10 50 11 endet 20 100 12 gomet 17 85 3 15 13 hori 15 75 2 10 3 15 14 int uang 19 95 1 5 15 jambang 14 70 2 10 4 20 16 jati 14 70 6 30 17 kabo 15 75 5 25 18 kabo-kabo 16 80 2 10 2 10 19 kalto 20 100 20 kambuturen 15 75 3 15 2 10 21 kandes 20 100 22 kapea 17 85 3 15 23 kay u ara 20 100 24 kay u bane 19 95 1 5 25 kayu ndelleng 16 80 4 20 26 kay u rimo 18 90 2 10 27 keccing 13 65 7 35 28 kekembu 16 80 1 5 3 15 29 kembuaren 17 85 2 10 1 5 30 kemenjen 20 100 31 kimang 13 65 5 25 2 10 32 kolit manis 20 100 33 lamtoro 20 100 34 lemmas 20 100 35 linjomaroker 12 60 2 10 6 30 Universitas Sumatera Utara 36 meang 15 75 5 25 37 meddang 18 90 2 10 38 mpiangi 16 80 4 20 39 ndaberru 15 75 4 20 1 5 40 ndapdap 20 100 41 nderrung 16 80 3 15 1 5 42 ndilo 17 85 1 5 2 10 43 ndulpak 17 85 3 15 44 nggapuk 13 65 7 35 45 ngilkil 16 80 3 15 1 5 46 pelia 20 100 47 penggaben 20 100 48 rahu 16 80 3 15 1 5 49 rambung 19 95 1 5 50 rias-rias 19 95 1 5 51 rugirugi 16 80 1 5 3 15 52 saga 10 50 5 25 5 25 53 sampenur 16 80 4 20 54 sampula 20 100 55 sibalik angin 18 90 2 10 56 simarhuni 12 60 4 20 4 20 57 simarmunte 17 85 3 15 58 siterngngem 10 50 10 50 59 sona 20 100 60 tembiski 17 85 3 15 61 tenggolen 15 75 5 25 62 t uba 18 90 2 10 63 tusam 18 90 2 10 Total 1038 5190 170 850 52 260 82,4 13,5 4,1 II Rambah‘Semak’ 1 alah-alah 18 90 2 10 2 alum-alum 16 80 4 20 3 arsam 18 90 2 10 4 bangkuang 19 95 1 5 5 berhu 17 85 1 5 2 10 6 biski 20 100 7 buluh-buluh 19 95 1 5 8 cikerput 20 100 9 cilekket 20 100 10 cingkerr u 20 100 11 cipurpuren leto 19 95 1 5 12 dangke 16 80 4 20 13 delipodang 17 85 3 15 14 dukut cippon 18 90 2 10 15 hipon-hipon 19 95 1 5 16 isa-isa 20 100 17 kelsi 20 100 18 kempaba 20 100 Universitas Sumatera Utara 19 kempang batu 14 70 5 25 1 5 20 kicik-kicik 20 100 21 kiki 20 100 22 komil 18 90 2 10 23 kuyuk-kuyuk 20 100 24 lahi 18 90 2 10 25 lalau 18 90 1 5 1 5 26 licin 17 85 2 10 1 5 27 lipan 15 75 2 10 3 15 28 ndurur 20 100 29 nggala 20 100 30 oma 20 100 31 oma-oma 20 100 32 paga-paga 20 100 33 paku 19 95 1 5 34 palang teguh 20 100 35 pandan 20 100 36 pedem-pedem 17 85 3 15 37 peldang 20 100 38 raso 17 85 2 10 1 5 39 reba-reba 18 90 2 10 40 rih 20 100 41 riman 19 95 1 5 42 sanggar 20 100 43 sapilpil 20 100 44 sarindan 20 100 45 sibaguri 20 100 46 silinjuang 20 100 47 simarpage-page 20 100 48 simertahuak 18 90 2 10 49 simertulan 18 90 2 10 50 sindruma 20 100 51 singgaren 20 100 52 tanggiang 20 100 53 tempua 20 100 Total 1002 5010 35 175 23 115 94,5 3,3 2,2 III Suan-suanen ‘Tanaman’ 1 acem 20 100 2 bahing 20 100 3 cikala 20 100 4 cina 20 100 5 gadong 20 100 6 gambir 20 100 7 gatap 20 100 8 genderra 20 100 9 isap 20 100 10 jagong 20 100 11 jerango 20 100 Universitas Sumatera Utara 12 kacang 20 100 13 keceur 20 100 14 Keras 20 100 15 koning 20 100 16 koning gajah 20 100 17 koning putih 20 100 18 lada 20 100 19 lancing 20 100 20 lengkuas 20 100 21 leuh 20 100 22 maremare 20 100 23 mbungke 20 100 24 neur 20 100 25 page 20 100 26 pala 20 100 27 pinang 20 100 28 pola 20 100 29 Rias 20 100 30 rimbang 20 100 31 rimo mungkur 20 100 32 saka sampilit 20 100 33 serre 20 100 34 sukat 20 100 35 tebbu 20 100 36 tuba 20 100 Total 720 3600 100 IV Buah ‘Buah-buahan’ 1 bettik 20 100 2 cibukbuken 20 100 3 galuh 20 100 4 gerrat 20 100 5 jerring 20 100 6 kennas 20 100 7 langsat 20 100 8 mangga 20 100 9 manggis 20 100 10 mbertik 20 100 11 nangka 20 100 12 ndalima 20 100 13 pote 20 100 14 rambe 20 100 15 rambuten 20 100 16 randat 20 100 17 rimo 20 100 18 salak 20 100 19 tapeang 19 100 1 5 20 tarutung 20 100 21 tarutung belanda 20 100 Universitas Sumatera Utara 22 terong 20 100 23 tuyung 20 100 Total 459 2295 1 5 99,8 0,2 V Rorohen ‘sayuran’ 1 arum 20 100 2 bulung gadong kayu 20 100 3 buncis 20 100 4 bungke 20 100 5 cemun 20 100 6 cemun 20 100 7 genjer 20 100 8 kalondang 20 100 9 kentang 20 100 10 kol 20 100 11 mbecih 20 100 12 mberrung 20 100 13 nasi-nasi 20 100 14 pariaia 20 100 15 pitola 20 100 16 pulung 20 100 17 rias 20 100 18 ruku-ruku 20 100 19 sabi 20 100 20 santung 20 100 21 tabu 20 100 22 tabunggala 20 100 23 tobis 20 100 24 turbangen 20 100 25 tuyung 20 100 Total 500 2500 100 Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan 2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman Universitas Sumatera Utara Lampiran 4 TABEL 4.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG KELOMPOK USIA 25-60 TAHUN TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI No LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI 1 2 3 JP JP JP I Kayu ‘Kayu’ 1 abang-abang 17 85 2 10 1 5 2 apiapi 10 50 6 30 4 20 3 ar u 13 65 4 20 3 15 4 baronggang 4 20 6 30 10 50 5 bintatar 12 60 1 5 7 35 6 celmeng 10 50 3 15 7 35 7 cik-cik 10 50 5 25 5 25 8 cingkem 20 100 9 dalung-dalung 7 35 4 20 9 45 10 doko-doko 3 15 7 35 10 50 11 endet 15 75 5 25 12 gomet 15 75 3 15 2 10 13 hori 5 25 7 35 8 40 14 int uang 17 85 2 10 1 5 15 jambang 10 50 2 10 8 40 16 jati 19 95 1 5 17 kabo 14 70 6 30 18 kabo-kabo 10 50 2 10 8 40 19 kalto 17 85 3 15 20 kambuturen 12 60 3 15 5 25 21 kandes 18 90 2 10 22 kapea 11 55 3 15 6 30 23 kay u ara 16 80 2 10 2 10 24 kay u bane 16 80 4 20 25 kayu ndelleng 10 50 7 35 3 15 26 kay u rimo 12 60 6 30 2 10 27 keccing 16 80 2 10 2 10 28 kekembu 12 60 8 40 29 kembuaren 12 60 8 40 30 kemenjen 20 100 31 kimang 15 75 3 15 2 10 32 kolit manis 20 100 33 lamtoro 20 100 34 lemmas 12 60 4 20 4 20 35 linjomaroker 2 10 18 90 Universitas Sumatera Utara 36 meang 11 55 3 15 6 30 37 meddang 10 50 5 25 5 25 38 mpiangi 14 70 3 15 3 15 39 ndaberru 14 70 6 30 40 ndapdap 20 100 41 nderrung 12 60 4 20 4 20 42 ndilo 7 35 13 65 43 ndulpak 18 90 2 10 44 nggapuk 5 25 5 25 10 50 45 ngilkil 6 30 14 70 46 pelia 20 100 47 penggaben 20 100 48 rahu 12 60 8 40 49 rambung 7 35 13 65 50 rias-rias 18 90 2 10 51 rugirugi 6 30 5 25 9 45 52 saga 8 40 12 60 53 sampenur 11 55 3 15 6 30 54 sampula 20 100 55 sibalik angin 12 60 8 40 56 simarhuni 8 40 4 20 8 40 57 simarmunte 14 70 6 30 58 siterngngem 7 35 13 65 59 sona 14 70 2 10 4 20 60 tembiski 13 65 7 35 61 tenggolen 16 80 1 5 3 15 62 t uba 14 70 5 25 1 5 63 tusam 17 85 2 10 1 5 Total 811 4055 146 745 303 1500 64,4 11,8 23,8 II Rambah‘Semak’ 1 alah-alah 15 75 5 25 2 alum-alum 16 80 4 20 3 arsam 16 80 4 20 4 bangkuang 14 70 2 10 4 20 5 berhu 12 60 3 15 5 25 6 biski 14 70 2 10 4 20 7 buluh-buluh 14 70 6 30 8 cikerput 16 80 4 20 9 cilekket 16 80 4 20 10 cingkerr u 20 100 11 cipurpuren leto 17 85 3 15 12 dangke 15 75 3 15 2 10 13 delipedang 5 25 15 75 14 dukut cippon 6 30 4 20 10 50 15 hipon-hipon 13 65 7 35 16 isa-isa 17 85 3 15 17 kelsi 8 40 12 60 18 kempaba 13 65 4 20 3 15 Universitas Sumatera Utara 19 kempang batu 6 30 4 20 10 50 20 kicik-kicik 17 85 3 15 21 kiki 16 80 1 5 3 15 22 komil 16 80 4 20 23 kuyuk-kuyuk 6 30 14 70 24 lahi 14 70 2 10 4 20 25 lalau 7 35 13 65 26 licin 10 50 2 10 8 40 27 lipan 9 45 4 20 7 35 28 ndurur 7 35 13 65 29 nggala 20 100 30 oma 16 80 4 20 31 oma-oma 11 55 9 45 32 paga-paga 3 15 6 30 11 55 33 paku 3 15 17 85 34 palang teguh 12 60 8 40 35 pandan 20 100 36 pedem-pedem 12 60 2 10 6 30 37 peldang 19 95 1 10 38 raso 11 55 2 10 7 35 39 reba-reba 16 80 1 5 3 15 40 rih 17 85 3 15 41 riman 17 85 3 15 42 sanggar 16 80 4 20 43 sapilpil 17 85 3 15 44 sarindan 20 100 45 sibaguri 12 60 6 30 2 10 46 silinjuang 16 80 4 20 47 simarpage-page 16 80 4 20 48 simertahuak 2 10 12 60 6 30 49 simertulan 15 75 2 10 3 15 50 sindruma 20 100 51 singgaren 12 60 4 20 4 20 52 tanggiang 15 75 5 25 53 tempua 11 55 5 25 4 20 Total 705 3520 110 560 245 1215 66,4 10,6 23 III Suan-suanen ‘Tanaman’ 1 acem 20 100 2 bahing 20 100 3 cikala 20 100 4 cina 20 100 5 gadong 20 100 6 gambir 20 100 7 gatap 20 100 8 genderra 20 100 9 isap 20 100 10 jagong 20 100 11 jerango 20 100 Universitas Sumatera Utara 12 kacang 20 100 13 keceur 20 100 14 keras 20 100 15 koning 20 100 16 koning gajah 14 70 6 30 17 koning putih 20 100 18 lada 17 85 3 15 19 lancing 14 70 6 30 20 lengkuas 20 100 21 leuh 20 100 22 maremare 20 100 23 mbungke 14 70 6 30 24 neur 20 100 25 page 20 100 26 pala 20 100 27 pinang 20 100 28 pola 17 85 3 15 29 rias 20 100 30 rimbang 20 100 31 rimo mungkur 20 100 32 saka sampilit 16 80 4 20 33 serre 20 100 34 sukat 20 100 35 tebbu 20 100 36 tuba 17 85 3 15 Total 689 3445 6 30 25 125 95,7 0,8 3,5 IV Buah ‘Buah-buahan’ 1 bettik 20 100 2 cibukbuken 16 80 4 20 3 galuh 20 100 4 gerrat 20 100 5 jerring 20 100 6 kennas 20 100 7 langsat 20 100 8 mangga 20 100 9 manggis 20 100 10 mbertik 20 100 11 nangka 20 100 12 ndalima 20 100 13 pote 20 100 14 rambe 20 100 15 rambuten 20 100 16 randat 20 100 17 rimo 20 100 18 salak 20 100 19 tapeang 6 30 14 70 20 tarutung 20 100 21 tarutung belanda 20 100 Universitas Sumatera Utara 22 terong 20 100 23 tuyung 20 100 Total 442 2210 18 90 96,1 3,9 V Rorohen ‘Sayuran’ 1 arum 17 85 3 15 2 bulung gadong kayu 20 100 3 buncis 20 100 4 bungke 4 20 8 40 8 40 5 cemun 18 90 2 10 6 cemun 20 100 7 genjer 16 80 4 20 8 kalondang 16 80 4 20 9 kentang 20 100 10 kol 20 100 11 mbecih 14 70 2 10 4 20 12 mberrung 17 85 3 15 13 nasi-nasi 20 100 14 pariaia 18 90 2 10 15 pitola 7 35 3 15 10 50 16 pulung 15 75 5 25 17 rias 14 70 6 30 18 ruku-ruku 13 65 3 15 4 20 19 sabi 15 75 5 25 20 santung 20 100 21 tabu 14 70 3 15 3 15 22 tabunggala 5 15 15 75 23 tobis 20 100 24 turbangen 17 85 3 15 25 tuyung 20 100 Total 400 1990 71 365 29 145 79,6 14,6 5,8 Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan 2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman Universitas Sumatera Utara Lampiran 5 TABEL5.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG KELOMPOK USIA 12-24 TAHUN TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI No LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI 1 2 3 JP JP JP I Kayu ‘Kayu’ 1 abang-abang 5 25 15 75 2 apiapi 20 100 3 ar u 20 100 4 baronggang 20 100 5 bintatar 20 100 6 celmeng 20 100 7 cik-cik 13 65 7 35 8 cingkem 12 60 8 40 9 dalung-dalung 20 100 10 doko-doko 13 65 7 35 11 endet 4 20 16 80 12 gomet 3 15 17 85 13 hori 20 100 14 int uang 20 100 15 jambang 20 100 16 jati 7 35 13 65 17 kabo 20 100 18 kabo-kabo 20 100 19 kalto 20 100 20 kambuturen 20 100 21 kandes 20 100 22 kapea 20 100 23 kay u ara 5 25 10 50 5 25 24 kay u bane 20 100 25 kayu ndelleng 13 65 7 35 26 kay u rimo 20 100 27 keccing 8 40 12 60 28 kekembu 20 100 29 kembuaren 20 100 30 kemenjen 13 65 7 35 31 kimang 20 100 32 kolit manis 11 55 9 45 33 lamtoro 20 100 34 lemmas 16 80 2 10 2 10 35 linjomaroker 20 100 Universitas Sumatera Utara 36 meang 4 20 16 80 37 meddang 6 30 14 70 38 mpiangi 7 35 13 65 39 ndaberru 2 10 18 90 40 ndapdap 12 60 8 40 41 nderrung 20 100 42 ndilo 20 100 43 ndulpak 6 30 8 40 6 30 44 nggapuk 4 20 16 80 45 ngilkil 20 100 46 pelia 20 100 47 penggaben 5 25 10 50 5 25 48 rahu 12 60 8 40 49 rambung 3 15 17 85 50 rias-rias 4 20 16 80 51 rugirugi 20 100 52 saga 20 100 53 sampenur 4 20 16 80 54 sampula 20 100 55 sibalik angin 20 100 56 simarhuni 20 100 57 simarmunte 20 100 58 siterngngem 3 15 17 85 59 sona 20 100 60 tembiski 14 70 6 30 61 tenggolen 20 100 62 t uba 20 100 63 tusam 16 80 4 20 Total 150 750 214 1070 896 4480 12 17 71 II Rambah ‘Semak’ 1 alah-alah 6 30 14 70 2 alum-alum 20 100 3 arsam 4 20 8 40 8 40 4 bangkuang 10 50 10 50 5 berhu 20 100 6 biski 20 100 7 buluh-buluh 9 45 11 55 8 cikerput 4 20 8 40 8 40 9 cilekket 4 20 12 60 4 20 10 cingkerr u 5 25 10 50 5 25 11 cipurpuren leto 5 25 15 75 12 dangke 20 100 13 delipodang 4 20 16 80 14 dukut cippon 16 80 4 20 15 hipon-hipon 20 100 16 isa-isa 12 60 8 40 17 kelsi 20 100 18 kempaba 20 100 Universitas Sumatera Utara 19 kempang batu 20 100 20 kicik-kicik 4 20 8 40 8 40 21 kiki 7 35 13 65 22 komil 5 25 10 50 5 50 23 kuyuk-kuyuk 12 60 8 40 24 lahi 20 100 25 lalau 20 100 26 licin 20 100 27 lipan 20 100 28 ndurur 20 100 29 nggala 5 25 10 50 5 25 30 oma 4 20 8 40 8 40 31 oma-oma 5 25 10 50 5 25 32 paga-paga 20 100 33 paku 5 25 15 75 34 palang teguh 5 25 10 50 5 25 35 pandan 16 80 4 20 36 pedem-pedem 20 100 37 peldang 20 100 38 raso 20 100 39 reba-reba 20 100 40 rih 7 35 7 35 6 30 41 riman 20 100 42 sanggar 5 25 10 50 5 25 43 sapilpil 4 20 12 60 4 20 44 sarindan 8 40 12 60 45 sibaguri 5 25 10 50 5 25 46 silinjuang 8 40 12 60 47 simarpage-page 4 20 8 40 8 40 48 simertahuak 12 60 8 40 49 simertulan 4 20 16 80 50 sindruma 8 40 8 40 4 20 51 singgaren 7 35 13 65 52 tanggiang 9 45 11 55 53 tempua 8 40 12 60 Total 159 805 266 1320 635 3175 15,2 24,9 59,9 III Suan-suanen ‘Tanaman’ 1 acem 20 100 2 bahing 12 60 4 20 4 20 3 cikala 8 40 8 40 4 20 4 cina 20 100 5 gadong 20 100 6 gambir 17 85 3 15 7 gatap 20 100 8 genderra 4 20 10 50 6 30 9 isap 13 65 7 35 10 jagong 20 100 11 jerango 14 70 6 30 Universitas Sumatera Utara 12 kacang 20 100 13 keceur 7 35 7 35 6 30 14 keras 20 100 15 koning 20 100 16 koning gajah 20 100 17 koning putih 20 100 18 lada 17 85 3 15 19 lancing 20 100 20 lengkuas 20 100 21 leuh 4 20 8 40 8 40 22 maremare 5 25 5 25 10 50 23 mbungke 20 100 24 neur 20 100 25 page 20 100 26 pala 5 25 5 25 10 50 27 pinang 16 80 4 20 28 pola 20 100 29 rias 20 100 30 rimbang 17 85 3 15 31 rimo mungkur 13 65 7 35 32 saka sampilit 4 20 16 80 33 serre 16 80 4 20 34 sukat 13 65 7 35 35 tebbu 20 100 36 tuba 15 75 5 25 Total 486 2480 93 500 141 620 69 13,8 17,2 IV Buah ‘Buah-buahan’ 1 bettik 20 100 2 cibukbuken 4 20 8 40 8 40 3 galuh 20 100 4 gerrat 8 40 8 40 4 20 5 jerring 18 90 2 10 6 kennas 20 100 7 langsat 12 60 8 40 8 mangga 20 100 9 manggis 17 85 3 15 10 mbertik 20 100 11 nangka 16 80 4 20 12 ndalima 20 100 13 pote 18 90 2 10 14 rambe 12 60 8 40 15 rambuten 20 100 16 randat 20 100 17 rimo 20 100 18 salak 20 100 19 tapeang 20 100 20 tarutung 20 100 21 tarutung belanda 15 75 5 25 Universitas Sumatera Utara 22 terong 20 100 23 tuyung 20 100 Total 380 1900 48 240 32 160 82,6 10,4 7 V Rorohen ‘Sayuran’ 1 arum 20 100 2 bulung gadong kayu 20 100 3 buncis 20 100 4 bungke 13 65 7 35 5 cemun 20 100 6 cemun 20 100 7 genjer 8 40 12 60 8 kalondang 10 50 10 50 9 kentang 20 100 10 kol 20 100 11 mbecih 20 100 12 mberrung 20 100 13 nasi-nasi 13 65 7 35 14 pariaia 14 70 1 5 5 25 15 pitola 7 35 13 65 16 pulung 4 20 8 40 8 40 17 rias 5 25 5 25 10 50 18 ruku-ruku 20 100 19 sabi 8 40 12 60 20 santung 5 25 7 35 8 40 21 tabu 20 100 22 tabunggala 17 85 3 15 23 tobis 17 85 3 15 24 turbangen 11 55 9 45 25 tuyung 20 100 Total 221 1105 119 595 160 800 44,2 23,8 32 Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan 2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman Universitas Sumatera Utara Lampiran 6 TABEL 6.1 RANGKUMAN PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG OLEH TIGA GENERASI Usia ≥ 60 Tahun , Usia 25-60 , Usia 12-24 TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI No LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI Kayu ‘Kayu’ KELOMPOK TUA DEWASA REMAJA KATEGORI KATEGORI KATEGORI 1 2 3 1 2 3 1 2 3 JP JP JP JP JP JP JP JP JP I Kayu 1 abang-abang 20 10 17 85 2 10 1 5 5 25 15 75 2 apiapi 17 85 2 10 1 5 10 50 6 30 4 20 20 10 3 aru 14 70 4 20 2 10 13 65 4 20 3 15 20 10 4 baronggang 10 50 4 20 6 30 4 20 6 30 10 50 20 10 5 bintatar 16 80 4 20 12 60 1 5 7 35 20 10 6 celmeng 13 65 5 25 2 10 10 50 3 15 7 35 20 10 7 cik-cik 10 50 10 50 10 50 5 25 5 25 13 65 7 35 8 cingkem 20 10 20 10 12 60 8 40 9 dalung-dalung 18 90 2 10 7 35 4 20 9 45 20 100 10 doko-doko 10 50 10 50 3 15 7 35 10 50 13 65 7 35 11 endet 20 10 15 75 5 25 4 20 16 80 12 gomet 17 85 3 15 15 75 3 15 2 10 3 15 17 85 13 hori 15 75 2 10 3 15 5 25 7 35 8 40 20 10 14 intuang 19 95 1 5 17 85 2 10 1 5 20 10 15 jambang 14 70 2 10 4 20 10 50 2 10 8 40 20 10 16 jati 14 70 6 30 19 95 1 5 7 35 13 65 17 kabo 15 75 5 25 14 70 6 30 20 10 18 kabo-kabo 16 80 2 10 2 10 10 50 2 10 8 40 20 10 19 kalto 20 10 17 85 3 15 20 10 20 kambuturen 15 75 3 15 2 10 12 60 3 15 5 25 20 10 21 kandes 20 10 18 90 2 10 20 10 22 kapea 17 85 3 15 11 55 3 15 6 30 20 10 23 kayu ara 20 10 16 80 2 10 2 10 5 25 10 50 5 25 24 kayu bane 19 95 1 5 16 80 4 20 20 10 25 kayu ndelleng 16 80 4 20 10 50 7 35 3 15 13 65 7 35 26 kayu rimo 18 90 2 10 12 60 6 30 2 10 20 10 27 keccing 13 65 7 35 16 80 2 10 2 10 8 40 12 60 28 kekembu 16 80 1 5 3 15 12 60 8 40 20 10 29 kembuaren 17 85 2 10 1 5 12 60 8 40 20 10 30 kemenjen 20 10 20 10 13 65 7 35 Universitas Sumatera Utara 31 kimang 13 65 5 25 2 10 15 75 3 15 2 10 20 10 32 kolit manis 20 10 20 10 11 55 9 45 33 lamtoro 20 10 20 10 20 10 34 lemmas 20 10 12 60 4 20 4 20 16 80 2 10 2 10 35 linjomaroker 12 60 2 10 6 30 2 10 18 90 20 10 36 meang 15 75 5 25 11 55 3 15 6 30 4 20 16 80 37 meddang 18 90 2 10 10 50 5 25 5 25 6 30 14 70 38 mpiangi 16 80 4 20 14 70 3 15 3 15 7 35 13 65 39 ndaberru 15 75 4 20 1 5 14 70 6 30 2 10 18 90 40 ndapdap 20 10 20 10 12 60 8 40 41 nderrung 16 80 3 15 1 5 12 60 4 20 4 20 20 10 42 ndilo 17 85 1 5 2 10 7 35 13 65 20 10 43 ndulpak 17 85 3 15 18 90 2 10 6 30 8 40 6 30 44 nggapuk 13 65 7 35 5 25 5 25 10 50 4 20 16 80 45 ngilkil 16 80 3 15 1 5 6 30 14 70 20 10 46 pelia 20 10 20 10 20 10 47 penggaben 20 10 20 10 5 25 10 50 5 25 48 rahu 16 80 3 15 1 5 12 60 8 40 12 60 8 40 49 rambung 19 95 1 5 7 35 13 65 3 15 17 85 50 rias-rias 19 95 1 5 18 90 2 10 4 20 16 80 51 rugirugi 16 80 1 5 3 15 6 30 5 25 9 45 20 10 52 saga 10 50 5 25 5 25 8 40 12 60 20 10 53 sampenur 16 80 4 20 11 55 3 15 6 30 4 20 16 80 54 sampula 20 10 20 10 20 10 55 sibalik angin 18 90 2 10 12 60 8 40 20 10 56 simarhuni 12 60 4 20 4 20 8 40 4 20 8 40 20 10 57 simarmunte 17 85 3 15 14 70 6 30 20 10 58 siterngngem 10 50 10 50 7 35 13 65 3 15 17 85 59 sona 20 10 14 70 2 10 4 20 20 10 60 tembiski 17 85 3 15 13 65 7 35 14 70 6 30 61 tenggolen 15 75 5 25 16 80 1 5 3 15 20 10 62 tuba 18 90 2 10 14 70 5 25 1 5 20 10 63 tusam 18 90 2 10 17 85 2 10 1 5 16 80 4 20 Total 10 38 51 90 17 85 52 26 81 1 40 55 146 745 303 15 00 15 75 21 4 1070 89 6 44 80

82, 4

13, 5

4,1 64, 4 11,8

23, 8

12 17 71 II Rambah ‘Semak’ 1 alah-alah 18 90 2 10 15 75 5 25 6 30 14 70 2 alum-alum 16 80 4 20 16 80 4 20 20 10 3 arsam 18 90 2 10 16 80 4 20 4 20 8 40 8 40 4 bangkuang 19 95 1 5 14 70 2 10 4 20 10 50 10 50 5 berhu 17 85 1 5 2 10 12 60 3 15 5 25 20 10 6 biski 20 10 14 70 2 10 4 20 20 10 Universitas Sumatera Utara 7 buluh-buluh 19 95 1 5 14 70 6 30 9 45 11 55 8 cikerput 20 10 16 80 4 20 4 20 8 40 8 40 9 cilekket 20 10 16 80 4 20 4 20 12 60 4 20 10 cingkerru 20 10 20 10 5 25 10 50 5 25 11 cipurpuren leto 19 95 1 5 17 85 3 15 5 25 15 75 12 dangke 16 80 4 20 15 75 3 15 2 10 20 10 13 delipodang 17 85 3 15 5 25 15 75 4 20 16 80 14 dukut cippon 18 90 2 10 6 30 4 20 10 50 16 80 4 20 15 hipon-hipon 19 95 1 5 13 65 7 35 20 10 16 isa-isa 20 10 17 85 3 15 12 60 8 40 17 kelsi 20 10 8 40 12 60 20 10 18 kempaba 20 10 13 65 4 20 3 15 20 10 19 kempang batu 14 70 5 25 1 5 6 30 4 20 10 50 20 10 20 kicik-kicik 20 10 17 85 3 15 4 20 8 40 8 40 21 kiki 20 10 16 80 1 5 3 15 7 35 13 65 22 komil 18 90 2 10 16 80 4 20 5 25 10 50 5 50 23 kuyuk-kuyuk 20 10 6 30 14 70 12 60 8 40 24 lahi 18 90 2 10 14 70 2 10 4 20 20 10 25 lalau 18 90 1 5 1 5 7 35 13 65 20 10 26 licin 17 85 2 10 1 5 10 50 2 10 8 40 20 10 27 lipan 15 75 2 10 3 15 9 45 4 20 7 35 20 10 28 ndurur 20 10 7 35 13 65 20 10 29 nggala 20 10 20 10 5 25 10 50 5 25 30 oma 20 10 16 80 4 20 4 20 8 40 8 40 31 oma-oma 20 10 11 55 9 45 5 25 10 50 5 25 32 paga-paga 20 10 3 15 6 30 11 55 20 10 33 paku 19 95 1 5 3 15 17 85 5 25 15 75 34 palang teguh 20 10 12 60 8 40 5 25 10 50 5 25 35 pandan 20 10 20 10 16 80 4 20 36 pedem-pedem 17 85 3 15 12 60 2 10 6 30 20 10 37 peldang 20 10 19 95 1 10 20 10 38 raso 17 85 2 10 1 5 11 55 2 10 7 35 20 10 39 reba-reba 18 90 2 10 16 80 1 5 3 15 20 10 40 rih 20 10 17 85 3 15 7 35 7 35 6 30 41 riman 19 95 1 5 17 85 3 15 20 10 42 sanggar 20 10 16 80 4 20 5 25 10 50 5 25 43 sapilpil 20 10 17 85 3 15 4 20 12 60 4 20 44 sarindan 20 10 20 10 8 40 12 60 Universitas Sumatera Utara 45 sibaguri