polisemi ada relasi makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama. Polisemi diartikan sebagai suatu kata yang memiliki banyak makna.
Misalnya kata kepala. Kata kepala dapat bermakna bagian benda sebelah atas, dapat bermakna pimpinan atau ketua, dapat juga bermakna sebagai kiasan atau
ungkapan.
3. Sinonim
Menurut Saeed 2000:65 sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna yang sama atau hampir sama. Contohnya adalah
kata buruk dan jelek merupakan kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua kata bersifat dua arah. Jadi dari contoh dan definisi di atas dapat dikatakan
bahwa maknanya kurang lebih sama. Kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih atau tidak bersifat mutlak.
4. Antonim
Antonim merupakan relasi leksikal yang menggambarkan makna yang bertentangan. Maksudnya adalah suatu ungkapan yang maknanya dianggap
kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya, kata besar dan kecil. Sama halnya dengan sinonim, hubungan makna antara dua buah kata bersifat dua arah dan
maknanya tidak bersifat mutlak.
Universitas Sumatera Utara
5. Hiponim
Saeed 2000:68-69 mengatakan bahwa hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi. Hiponim kata yang
ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum.
Namun Saeed menyamakan kedua istilah ini. Contohnya anggrek, melati, anyelir, dan mawar merupakan hiponim dari hipernim kata bunga.
6. Meronim
Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal lihat Saeed, 2000:70. Misalnya
cover dan page adalah meronim dari book. Contoh lain adalah batang, daun, cabang, ranting, dan akar merupakan meronim dari pohon.
pohon batang daun
cabang ranting akar
Gambar 2.1 Meronim ‘pohon’
2.1.3 Sosioekologis
Sosioekologis memadukan dua sudut pandang yang berbeda namun saling berhubungan. Kedua sudut pandang tersebut adalah ‘sosio atau sosial’ dan
‘ekologi’. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan nonindividualis. Pengertian sosial ini merujuk pada hubungan manusia
Universitas Sumatera Utara
dalam kemasyarakatan, hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan antara manusia dengan organisasi.
Pengertian sosial tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, karena memang diarahkan pada seluk beluk kehidupan manusia bersama kelompok di
sekitarnya. Pengertian ini juga dapat diabstraksikan ke dalam perkembangan- perkembangan kehidupan manusia, lengkap dengan dinamika serta masalah-
masalah sosial yang terjadi di sekitarnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar
makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dengan dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai satu
kesatuan atau sistem dengan lingkungannya Ernest Heackel, 1834-1914. Ekologi merupakan studi yang menyelidiki interaksi organisme dengan
lingkungannya. Hal ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan
metode pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi,
komunitas, dan ekosistem Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sosioekologis
merupakan suatu kajian yang membahas hubungan antara lingkungan dengan masyarakat, mempelajari makhluk hidup sebagai satu kesatuan atau sistem dengan
lingkungannya dan masyarakat serta masalah-masalah sosial yang ada di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian yang Relevan
Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti khususnya ranah leksikon. Beberapa penelitian tersebut menjadi sumber
acuan dalam penelitian ini. Pertama, Mbete dan Adisaputra 2009 dalam penelitiannya “Penyusutan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Langkat pada
Komunitas Remaja Stabat, Langkat” menggunakan pendekatan ekolinguistik dan semantik leksikal. Metode yang dignakan yaitu metode kualitatif deskriptif. Dari
hasil penelitian mereka didapatkan bahwa penguasaan leksikon bahasa Melayu Langkat yang diujikan kepada responden remaja sangat rendah. Hal itu
disebabkan karena kurangnya interaksi kelompok remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu; langka dan punahnya entitas sehingga tidak terkonsep
dalam pikiran penutur; dan pemahaman pengertian leksikal oleh para penutur tentang entitas itu bukan dalam bahasa Melayu Langkat, tetapi dalam bahasa lain.
Dalam penelitian mereka, terdapat 150 leksikon yang diujikan kepada responden. Adapun tujuannya adalah untuk mendeskripsikan pemahaman responden terhadap
leksikon yang berhubungan dengan lingkungan mereka dalam bahasa mereka. Kontribusi yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah teori dan metode. Teori-
teori dan metode yang digunakan dalam penelitian tersebut dapat digunakan peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian ini.
Usman 2010 dalam tesisnya “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan Ekolinguistik”, menggunakan metode penelitian kualitatif. Temuan
dari penelitian tersebut adalah masyarakat Gayo memiliki bentuk dan makna serta muatan tutur tersendiri yang dalam perkembangannya tutur tersebut jarang
Universitas Sumatera Utara
digunakan, dan sudah mulai ditinggalkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal adalah faktor yang bersumber dari
masyarakat Gayo sendiri selaku masyarakat pengguna tutur, dan faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar masyarakat Gayo yang membawa
pengaruh penyusutan tutur tersebut. Penelitian Yusradi Usman tesebut memberikan kontribusi dalam hal kajian ekolinguistik. Penelitian yang dilakukan
oleh Yusradi Usman tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaannya adalah penelitian Yusradi Usman mengenai tutur masyarakat Gayo
sedangkan penelitian ini mengenai leksikon flora bahasa Pakpak Dairi. Sukhrani 2010 dalam tesisnya “Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam
Lingkungan Kedananuan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik” dengan metode penelitian yang digunakan oleh Sukhrani adalah metode penelitian kualitatif. Dari
hasil penelitian yang dilakukan kepada 72 orang responden yang berusia 15-46 tahun, terungkap gambaran barupa terjadi perbedaan pemahaman nomina
kedanauan di setiap kecamatan untuk semua kelompok usia. Perbedaan pemahaman nomina kedanauan tersebut berkiatan dengan perbedaan kontur alam
danau, perluasan kata, pola hidup praktis dan instan yang disebabkan oleh kemunculan peralatan modern, introdusi biota dari luar. Dalam penelitian ini
diperoleh hasil 80,6 penutur masih mengenal dan menggunakan leksikon nomina dalam lingkungan Lut Tawar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Kontribusi yang diperoleh dari penelitian Sukhrani adalah dalam hal pengertian ekolinguistik, leksikon, dan semantik leksikal. Perbedaan penelitian
tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut membahas mengenai
Universitas Sumatera Utara
leksikon nomina dengan objek kajian bahasa Gayo sedangkan dalam kajian membahas mengenai leksikon flora pada bahasa Pakpak Dairi.
Amri 2011 dalam penelitiannya “Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidempuan”
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Salah satu tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pemahaman leksikon tradisi lisan
komunitas remaja di Padangsidempuan. Dalam upacara adat di Padangsidempuan, setelah dianalisis leksikon yang berasal dari lingkungan sebanyak 264 kata yang
terdiri dari 15 kelompok leksikon, yaitu 1 leksikon tumbuhan; 2 leksikon alam; 3 leksikon pronnomina; 4 leksikon pronomina kekerabatan; 5 leksikon
pronomina rajaadat; 6 leksikon bahasa adat; 7 leksikon ukuran waktu; 8 leksikon ukuran waktu dan arah; 9 leksikon perhitunganangka; 10 leksikon
ukuran sifat; 11 leksikon ukuran bentuk; 12 leksikon hewan; 13 leksikon warna; 14 leksikon ukuran tokohstatus kekeluargaan; dan 15 leksikon
tumbuhan pada frasa dan klausa. Kemudian, seluruh leksikon tersebut diujikan kepada 240 orang remaja. Hasil yang didapatkan adalah, remaja
Padangsidempuan mengalami pentyusutan pemahaman pada semua kelompok leksikon. Penyebabnya adalah, remaja tidak memahami upacara perkawinan ada
Tapanuli Selatan, baik itu dari segi jenis maupun urutankronologis. Lembaga adat kurang membarikan sosialisasi adat kepada kelompok remaja dan jarangnya
pertunjukan pagelaran budaya adat Padangsidempuan. Kontribusi penelitian Amri terhadap penelitian ini adalah teori-teori ekolinguistik, semantik leksikal dan
teknik pengolahan data kualitatif. Penelitian tersebut membahas masalah
Universitas Sumatera Utara
pemahaman leksikon remaja sedangkan penelitian ini membahas perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora.
Widayati, dkk 2012 dalam penelitian mereka “Perubahan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Asahan” menggunakan metode kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan khazanah lingual tataran leksikal yang mempresentasikan kekayaan lingkungan sosioekologis komunitas Melayu
Asahan dan mendeskripsikan faktor yang melatari pergeseran dan penyusutan fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan. Hasil analisis adalah banyak leksikal
biota sungai yang sudah tidak dapat ditemukan entitasnya. Nama tumbuhan ada yang masih dikenal dan ada juga sudah tidak dikenal. Kemudian juga leksikal
peralatan tradisional, peralatan rumah, dan bagian rumah sudah banyak yang tidak dikenal lagi oleh kelompok penutur muda akibat kemunculuan peralatan yang
lebih modern. Kelangkaan leksikon tumbuhan di daerah ini juga dilatari oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang membari dampak terhadap
kebertahanan tumbuhan sekitar karena situasi itu tentu mengakibatkan munculnya bangunan-bangunan baru. Jadi, dari penelitian ini diambil kesimpulan bahwa
bergeser dan menyusutnya fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan disebabkan dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
penyusutan konsep, dan faktor eksternal meliputi alam; pemukiman; alat-alat modern; dan pencemaran lingkungan. Kontribusinya terhadap penelitian ini
adalah dalam hal teori dan teknik analisis. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut membahas perubahan fungsi
Universitas Sumatera Utara
sosioekologis bahasa Melayu Asahan sedangkan penelitian ini membahas perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora bahasa Pakpak Dairi.
Surbakti 2013 dalam tesisnya “Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei: Kajian Ekolinguistik” yang mengkaji masalah leksikon kesungaian Lau
Bingei, pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei, serta nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur
bahasa Karo melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei. Teori yang digunakan adalahteori ekolinguistik dan antropolinguistik dan menggunakan
metode analisis deskriptip kualitatif. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 520 leksikon yang terbagi atas 14 kelompok leksikon yang terdiri dari 409 leksikon
nomina dan 111 leksikon verba. Kemudian seluruh leksikon yang dikumpulkan tersebut diujikan dengan menyodorkan 4 kategori pilihan, 1 pernah dilihat,
didengar, digunakan; 2 pernah mendengar dan melihat; 3 pernah mendengar saja; 4 tidak dengar dan tidak pernah menggunakan. Keempat kategori pilihan ini
diujikan kepada dua kelompok usia, yaitu kelompok usia 15-20 tahun dan kelompok usia 21-45 tahun di 16 kelurahan. Hasil yang diperoleh adalah,
pemahaman guyub tutur leksikon nomina kategori A 30,79 , B 37,94 , C 13,39 , D 17,87 . Sementara, pemahaman guyub tutur terhadap leksikon
verba kategori A 51,28 , B 27,59 , C 13,65 , dan D 7,46 . Nilai budaya kearifan lingkungan guyub tutur bahasa Karo melalui leksikon ekologi
kesungaian Lau Bingei mengandung nilai sejarah, religius dan keharmonisan, sosial budaya, keseahteraan, dan nilai ciri khas. Sedangkan nilai kearifan
lingkungan yang dapat digali adalah nilai kedamaian, dan nilai kesejahteraan dan
Universitas Sumatera Utara
gotong royong. Kontribusi penelitian tersebut terhadap penelitian ini adalah berkaitan dengan teori-teori ekolinguistik, pengolahan data, pembagian kelompok
usia responden. Perbedaannya adalah penelitian tersebut membahas leksikon ekologi kesungaian sedangkan penelitian ini membahas tentang fungsi
sosioekologis leksikon flora.
2.3 Kerangka Kerja
Gambar 2.2 Kerangka Kerja Teoritis
LEKSIKON
TINGKAT PEMAHAMAN
RELASI SEMANTIS
LEKSIKON FLORA
EKOLINGUISTIK SEMANTIK
STRUKTURAL
TEMUAN ANALISIS DATA
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di pulau Sumatera dan tersebar di beberapa KabupatenKota di Sumatera Utara dan Aceh,
yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Aceh Singkil serta Kota Subulsalam Provinsi Aceh.
Kabupaten Dairi yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu Nomor 4 tahun 1964 yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu dari 33 KabupatenKota yang ada di wilayah Sumatera Utara dengan luas 191.625 hektar
atau sekitar 2,69 dari luas Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir sebelah timur, Kabupaten Aceh Selatan sebelah
barat, Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara sebelah utara, serta Kabupaten Pakpak Bharat sebelah selatan.
Keadaan topografinya yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan serta udara yang sangat sejuk menjadi salah satu faktor penentu mayoritas pekerjaan
masyarakat Dairi pada umumnya yang kini adalah petani. Beberapa komoditas pertanian unggulan dari Kabupaten Dairi antara lain yaitu Nilam, Kemenyan,
Jagung, Kopi, Umbi-Umbian, Sayur-mayur, Pisang, Nangka, dan Kentang.
Universitas Sumatera Utara
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi
di Kecamatan Berampu.
Gambar 3.1 Peta Kecamatan Berampu Kecamatan Berampu terdiri atas lima kelurahandesa, yaitu 1
KelurahanDesa Banjar Toba, 2 KelurahanDesa Berampu, 3 KelurahanDesa Karing, 4 KelurahanDesa Pasi, 5 KelurahanDesa Sambaliang, namun kajian
ini memilih lokasi di Kelurahan Karing DUG. Data jumlah penduduk Kelurahan Karing DUG akan terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Berampu 2013
Sumber: Kantor Kecamatan Berampu
No Desa
Luas KM
2
Jumlah KK
Jiwa Jumlah Penduduk
LK Jiwa
PR Jiwa
Jumlah Jiwa
1 Karing
14,65 720
1752 1786
3538 2
Sambaliang 7,80
244 542
551 1093
3 Pasi
12,50 339
799 863
1662 4
Berampu 2,40
405 915
975 1891
5 Banjar Toba
3,50 114
288 295
583
KARING PASI
BERAMPU SAMBALIANG
BANJAR TOBA
Universitas Sumatera Utara
Alasan penulis memilih lokasi ini karena kondisi geografisnya yang berada di daerah pegunungan yang kaya akan flora. Kemudian, masyarakat DUG
adalah masyarakat yang heterogen, sehingga memengaruhi penggunaan leksikon flora dalam kegiatan komunikasi sehari-hari yang dulunya menggunakan bahasa
Dairi, sekarang sudah dipengaruhi bahasa yang lain Batak Toba dan bahasa Indonesia. Data penduduk DUG berdasarkan etnis akan terlihat pada tabel
berikut: Tabel 3.2
Data Penduduk DUG Berdasarkan Etnis 2013 Sumber: Kantor Kecamatan Berampu
No Etnis
Jumlah Penduduk LK
Jiwa PR
Jiwa Jumlah
Jiwa
1 Pakpak
580 593
1173 2
Toba 1159
1185 2344
3 Nias
4 2
6 4
Melayu 5
- 5
5 Sunda
1 1
6 Jawa
3 4
7 7
Bugis 1
1 2
Jumlah 1752
1786 3538
Komunitas terkecil pada suku Pakpak di DUG disebut “Lebuh” dan “Kuta”. Lebuh, merupakan bagian dari “Kuta” yang dihuni oleh klan kecil,
dan Kuta adalah gabungan dari “Lebuh-Lebuh” yang dihuni oleh suatu klan besar marga tertentu, yang dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu
dikategorikan sebagai pendatang. Orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan kelompok
kekerabatannya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk
Universitas Sumatera Utara
perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat
karena dikategorikan sebagai sumbang incest. Suku Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak.
Ada lima SuakSuku Pakpak terbagi lima wilayah, yaitu: Suak Simsim, Suak Keppas, Suak Pegagan, Suak Kelasen, dan Suak Boang. Adapun marga-
marga pakpak yang menetap dan berdomisili di setiap Suak tersebut antara lain: 1
Marga Pakpak Simsim: Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, Banurea, , Boangmanalu.
2 Marga Pakpak Keppas: Ujung, Capah, Kudadiri, Maha , Ujung, Angkat, Bako,
Bintang, Kudadiri, Maha, Capah, Sinamo dan Gajah Manik. 3
Marga Pakpak Kelasen: Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur, Siketang, Anakampun, Kasogihen.
4 Marga Pakpak Pegagan: Matanari, Maibang, Manik, Lingga
5 Marga Pakpak Boang: Saraan, Sambo, Bancin.
Suak Pakpak yang paling banyak menghuni di DUG ini adalah Suak Keppas. Suak Keppas ini meliputi Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Berampu,
Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sitinjo, Kecamatan Parbuluan, dan Kecamatan Lae Parira. Masyarakat
SuakKeppas ini, pada dasarnya hidup pada bidang pertanian. Seperti kebanyakan masyarakat yang hidup di daerah dataran tinggi, rata-rata masyarakatnya memiliki
kegiatan sehari-hari sebagai petani. Beberapa memilih bercocok-tanam sayur- sayuran. Selain itu, beberapa pada tanaman keras seperti kopi arabica.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah perpaduan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kaulitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
Moleong, 2007:6. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang temuannya tidak diperoleh melali prosedur
statistik atau bentuk hitungan. Metode deskriptif kualitatif sangat tepat digunakan dalam kajian ini karena
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; selanjutnya metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dan responden; dan lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi lihat
Moleong, 2007:9. Dengan demikian, metode kualitatif sangat tepat digunakan untuk menemukan data, menganalisis, serta melihat fenomena yang terjadi di
lingkungan DUG. Sementara itu, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji pemahaman leksikon flora MPD yang dibagi dalam tiga kelompok usia dengan
tujuan untuk memperoleh persentasi penyusutan atau pergeseran leksikon flora BPD.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Data dan Sumber Data
Data merupakan catatan atas kumpulan fakta. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka,
kata-kata, atau citra.Data dalam penelitian ini adalah leksikonkata-kata flora.
Untuk mendapatkan data dalam penelitian kualitatif, ada tiga sumber data yang dapat dimanfaatkan lihat Mallison dan Blake 1981: 12-18, pertama:data
primer data utama; kedua:data sekunder data kedua; dan ketiga: data intuisi penulis. Data primer adalah data lisan: hasil wawancara dan percakapan dari
beberapa orang informan kunci guyub tutur BPD di DUG, Kecamatan Berampu, Kabupaten Dairi. Informan yang dimaksud dalam penelitian ini harus memenuhi
beberapa kriteria. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh informasi yang lebih akuratsahih mengenai leksikonkata-kata flora pada MPD. Kriteria yang
dimaksud adalah: Lofland dan Lofland dalam Moleong 2007:157 mengatakan bahwa sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.”
a berjenis kelamin pria atau wanita
b usia di atas 65 tahun dan
c lahir dan dibesarkan di desa itu
d berprofesi sebagai petani minimal 20 tahun
e menguasai bahasa Pakpak Dairi
f sehat jasmani dan rohani
Universitas Sumatera Utara
Data sekunder adalah buku-buku BPD seperti mitos cerita rakyat BPD, buku cerita BPD, Buku Ende BPD, Bibel BPD dan buku-buku BPD yang
berhubungan dengan lingkungan Kabupaten Dairi. Dalam penelitian ini tidak menggunakan data intuisi karena penulis bukan penutur asli BPD.
3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap Mahsun, 2006:74. Metode simak
digunakan untuk memperoleh data tulis. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan adalah menyimak penggunaan leksikon pada MPD dari informan. Teknik dasar
metode simak adalah teknik sadap. Dalam upaya memperoleh data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa oleh informan, baik wawancara maupun
penggunaan bahasa sehari-hari. Bentuk data yang disadap adalah daftar leksikon flora pada MPD.
Dalam praktiknya, metode ini memiliki teknik lanjutan, teknik yang dimaksud adalah:pertama: teknik simak libat cakap, maksudnya adalah terlibat
langsung dalam percakapan dengan informan; kedua: teknik simak bebas libat cakap, dalam teknik ini tidak terlibat langsung dalam percakapan; dan ketiga:
teknik rekam adalah merekam pembicaraan informan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan pengecekan kembali kebenaran data
yang telah dicatat sebelumnya. Metode kedua adalah metode cakap. Penggunaan metode ini bertujuan
untuk mendapatkan data lisan. Metode ini memiliki dua teknik, yaitu teknik dasar
Universitas Sumatera Utara
dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode ini adalah teknik pancing. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan melakukan percakapan kepada informan dengan sumber
pancingan yang sudah disiapkan atau atau secara spontanitas, maksudnya pancingan dilakukan ditengah-tengah percakapan. Hal ini dilakukan untuk
memunculkan data leksikon flora yang diharapkan. Teknik lanjutan dalam metode cakap terbagi atas empat bagian teknik, yaitu: pertama, teknik cakap semuka,
dengan terlibat langsung dalam percakapan dengan informan; kedua, teknik cakap taksemuka yaitu melalui kuesioner; ketiga: teknik rekam yang digunakan
untuk merekam data leksikon flora; dan keempat: teknik catat yang digunakan dalam mencatat semua data yang diperoleh dari informan.
Selain informan, data dalam kajian ini juga diperoleh dari responden dengan menyebarkan daftar tanyaan. Daftar tanyaan disusun dari daftar leksikon
flora yang diperoleh dari informan. Responden dibagi dalam tiga kelompok usia, kelompok pertama adalah kelompok remaja 12 – 24 tahun; kelompok dewasa
25 – 59 tahun; dan kelompok tua ≥ 60 tahun. Jumlah keseluruhan responden
dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Rincian jumlah responden berdasarkan kelompok usia yaitu kelompok usia remaja 12-24 tahun sebanyak 20 orang,
kelompok usia dewasa 25-59 tahun sebanyak 20 orang, dan kelompok usia tua ≥
60 tahun sebanyak 20 orang. Tujuan pembagian informan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman leksikon flora ketiga kelompok usia tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data dapat dilakukan dengan mengorganisasikan data, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan yang akan
diceritakan kepada orang lain. Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan metode padan, yaitu metode analisis bahasa yang alat penentunya di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 1993:13.
Metode padan yang digunakan pada tahapan pengkajian data seperti yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa teknik. Teknik yang digunakan dalam
metode padan dalam penelitian ini adalah teknik dasar. Teknik dasar merupakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. Alatnya adalah daya pilah yang
bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya Sudaryanto, 1993:21. Metode ini digunakan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu mendeskripsikan
sejumlah leksikon flora yang terdapat dalam BPD. Untuk menjawab permasalahan kedua yaitu relasi semantis yang terbentuk
dari LFBPD digunakan metode padan referensial dengan teknik hubung banding. Analisis makna dibatasi pada relasi semantis yaitu sinonim, antonim, homonim,
hipernim, dan meronim. Tujuan menerapkan teori semantik leksikal, hasil analisis dari permasalahan pertama dan kedua digunakan sebagai data untuk permasalahan
ketiga ini. Pergeseran dan penyusutan pemahaman BPD diuraikan dalam bentuk hubungan leksikal.
Untuk menjawab permasalahan ketiga menggunakan metode kuantitatif. Variabel kelompok usia digunakan untuk melihat pemahaman leksikon flora pada
Universitas Sumatera Utara
kelompok usia yang berbeda. Rumus yang digunakan untuk mendapat persentase pemahaman ketiga kelompok responden itu adalah:
P
x 100
Ket: P : angka persentase f : jumlah temuan
n : total informan Sudjana, 2004:129
Sebelum dihitung dengan rumus tersebut, terlebih dahulu data diuji dengan menggunakan teknik berikut:
Tabel 3.3 Pengujian Pemahaman Masyarakat DUG terhadap LFBPD
No Leksikon Tua
Dewasa Remaja
1 2
3 1
2 3
1 2
3
1 2
3 dst
Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
Dengan cara ini, penggunaan leksikon flora pada masyarakat PD akan terjawab. Teknik inilah yang digunakan dalam menganalisis bagaimana
pemahaman masyarakat DUG terhadap leksikon flora bahasa Pakpak Dairi.
Universitas Sumatera Utara
3.6Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, data akan diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Pengunaan teknik ini bertujuan untuk memeriksa keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data. Oleh karena itu, triangulasi ini dilakukan untuk menguji pemahaman peneliti dan informan mengenai hal-hal
yang diinformasikan oleh informan kepada peneliti Bungi, 2003:264. Triangulasi digunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode
yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Denzin 2009 triangulasi meliputi empat hal, yaitu: 1
triangulasi metode; 2 triangulasi antar-peneliti jika penelitian dilakukan dengan kelompok; 3 triangulasi sumber data; dan 4 triangulasi teori.
Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif menggunakan metode
wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, menggunakan
metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain
itu, juga menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan
diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan
penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas,
Universitas Sumatera Utara
misalnya berupa teks atau naskahtranskrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya
khazanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu
harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari
triangulasi. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat
participant obervation, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu
akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan insights yang berbeda pula mengenai fenomena yang
diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi
Universitas Sumatera Utara
teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman untuk menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Pengantar
Bab ini merupakan bab yang membahas mengenai paparan data dan temuan penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah
diperoleh. Bab ini akan memuat hal yang berkaitan dengan masalah-masalah penelitian yang telah dituliskan pada bab I. Masalah penelitian yang dimaksud
adalah leksikon flora BPD apa saja yang terdapat di DUG, bagaimana gambaran pemahaman leksikon flora BPD pada MPD di DUG, dan bagaimana relasi
semantis yang terbentuk pada leksikon flora BPDdi DUG?
4.2 Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi Desa Uruk Gedang
Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah leksikon flora. Untuk memeroleh daftar leksikon tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa orang
informan, dan membaca sumber tertulis. Setelah hal itu dilakukan, didapat leksikon flora BPD berjumlah 200 leksikon.
Untuk mempermudah penyajian dan pengujian data leksikon tersebut, maka seluruh leksikon dikelompokkan berdasarkan kategorinya. Setelah dibagi,
leksikon flora tersebut terbagi atas lima kelompok leksikon, yaitu 1 leksikon kayu ‘kayu’, 2 leksikon rambah ‘semak’, 3 leksikon suan-suanen ‘tanaman’,
4 leksikon buah ‘buah’, dan 5 leksikon rorohen ‘sayuran
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Leksikon Kayu
Leksikon flora kelompok kayuBPD di DUG terdiri atas 63 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon kayu BPD. Data selengkapnya
dapat dilihat dalam lampiran 1.
abang-abang sejenis pohon berdaun kecil dan
bulat, baik untuk kayu bakar apiapi
sejenis pohon yang kayunya merah dan dapat dipakai untuk
membuat papan ar
u
sejenis pohon yang sangat rindang, dan keras, biasa
dimanfaatkan menjadi bahan bangunan
baronggang pohon berongga
bintatar sejenis pohon yang kayunya
dapat digunakan sebagai alat bangunan
celmeng sejenis pohon besar yang keras
dan berkualitas baik untuk bahan bangunan
cik-cik sejenis pohon getah gatal di
kepala cingkem
kayu air dalung-dalung
pohon yang kayunya berwarna kuning dan baik untuk dijadikan
bahan bangunan doko-doko
sejenis pohon serupa nangka, biasa digunakan sebagai kayu
bakar endet
pohon yang daunnya dimanfaatkan sebagai obat gula
4.2.2 Leksikon Rambah
Leksikon flora kelompok rambahBPD di DUG terdiri atas 53 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon rambah BPD. Data selengkapnya
dapat dilihat dalam lampiran 1.
alah-alah sejenis rumput yang berdaun
lebar, yang dipakai sebagai makanan ternak dan dapat
menimbulkan rasa gatal dan
Universitas Sumatera Utara
raum pada kulit manusia alum-alum
sejenis rumput untuk makanan ternak, juga dipakai melawan
gatal-gatal pada kulit arsam
pakis berukuran kecil bangkuang
sejenis kiki yang tumbuhnya di darat
berhu sejenis rumput pimping yang
batangnya berongga pendek biski
semak yang berukuran panjang dan batangnya beruas-ruas
buluh-buluh sejenis rumput yang batang dan
daunnya menyerupai bambu cikerput
putri malu cilekket
sejenis rumput yang bijinya melekat pada kain
cingkerr
u
sejenis semak tinggi yang buahnya berbiji-biji dan dapat
dimakan
4.2.3 Leksikon Suan-suanen
Leksikon flora kelompok suan-suanenBPD di DUG terdiri atas 36 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data
selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1.
acem asam
bahing jahe
cikala kincau
cina cabe
gadong singkong
gambir gambir
gatap sirih
genderra bawang rambu
isap tembakau
jagong jagung
jerango jerangau
kacang Kacang
keceur kencur
keras kemiri
koning kunyit
Universitas Sumatera Utara
4.2.4 Leksikon Buah
Leksikon flora kelompok buah BPD di DUG terdiri atas 23 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data
selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1.
bettik semangka
cibukbuken sejenis rambutan liar yang
ukurannya lebih kecil dari rambutan dan memiliki daging
buah yang agak kering galuh
pisang gerrat
sejenis pohon berbuah mirip mangga namun berwarna kuning
pucat dan rasa yang asam sekalipun sudah cukup matang
jerring jengkol
kennas nenas
langsat duku
mangga mangga
manggis manggis
mbertik pepaya
nangka nangka
4.2.5 Leksikon
Rorohen
Leksikon flora kelompok suan-suanen BPD di DUG terdiri atas 25 leksikon. Berikut ini dilampirkan beberapa data leksikon suan-suanen BPD. Data
selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 1.
arum bayam
bulung gadong kayu daun singkong
buncis buncis
bungke sayuran yang mirip seperti
kemangi, namun buahnya yang digunakan untuk membekukan
susu cemun
mentimun cemun
jipang genjer
genjer kalondang
gambas berukuran lebih besar dan lebih pahit
kentang kentang
kol kubis
Universitas Sumatera Utara
Rincian jumlah leksikon berdasarkan kelompoknya adalah leksikon kayu berjumlah 63 leksikon atau 31,5 dari seluruh data. Leksikon rambah berjumlah
53 leksikon atau 25,5 dari jumlah data. Leksikon suansuanen berjumlah 36 leksikon atau 18 dari 200 leksikon. Leksikon buah berjumlah 23 leksikon atau
11,5 dari 200 leksikon. Leksikon rorohen berjumlah 25 leksikon atau 12,5 dari 200 leksikon.
4.3 Relasi Semantis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi
Leksikon adalah komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantik, sintaksis, morfologis, dan
fonologisnya. Pengertian tersebut berkaitan dengan masalah penelitian yang ketiga. Setelah seluruh data leksikon yang berjumlah 200 leksikon flora,
dianalisis lihat BAB V, beberapa leksikon memiliki hubungan secara semantis sinonim, antonim, homonim, homofon, homograf, hiponim, dan meronim.
Ada 10relasi semantis yang terbentuk dari data leksikon flora BPD,antara lain:
1 antonim tabunggala X mbecih
Kedua leksikon tersebut memiliki pertentangan makna. Leksikon tabunggala dan mbecih mengacu pada satu bendayang sama yaitu ‘labu’. Pertentangan
makna dari kedua leksikon tersebut adalah pada ukuran. Leksikon tabunggala digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki ukuran besar, sedangkan
mbecih digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki ukuran kecil.
Universitas Sumatera Utara
2 homonim merupakan sebutan untuk benda yang memilikibentuk dan
pelafalannya sama dengan ungkapan lain, tetapi memiliki makna yang berbeda Dari data LFBPD ditemukan beberapa leksikon yang memiliki kesamaan
bentuk dan pelafalan, yaitu: a
tuyung I dan tuyung II. Leksikon tuyung I digunakan untuk menyebut nama buah ‘terong belanda’ atau ‘tiung’, sedangkan tuyung II digunakan untuk
menyebut sayur ‘terong’ b
rias I dan rias II. Leksikon rias I merupakan nama sayuran yaitu ‘kacang panjang’, sedangkan leksikon rias II merupakan sebutan untuk tumbuhan
yang batangnya digunakan sebagai penambah rasa asam pada masakan c
cemun I dan cemun II. Leksikon cemun I merupakan sebutan untuk ‘mentimun’, sedangkan leksikon cemun II merupakan nama jenis sayur
merambat atau sering disebut ‘labu siam’ 3
homograf memiliki persamaan dari segi tulisan, namun memiliki makna dan cara pengucapan yang berbeda.
Dari data ditemukan dua leksikon yang menjadi contoh homograf, yaitu tuba I dan tuba II. Leksikon tuba I yang digunakan untuk menyebut jenis ‘pohon’
diucapkan [tuba], sedangkan leksikon tuba II yang bermakna ‘andaliman’ diucapkan [tu;ba].
4 hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut
kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum.
Universitas Sumatera Utara
Dari data LFBPD, ditemukan sepuluh kelompok hiponim, yaitu mpiangi‘meranti’, kayu bangunen‘kayu bangunen’, paku‘paku’, tambar ‘obat’,
anyamen‘anyaman’, nakan pinakan‘pakan ternak’, pola‘nira’, gelaga‘gelagah’, parasit‘parasit’, dan gambas‘gambas’.
5 Meronim merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal. Ditemukan tiga contoh meronim berdasarkan data LFBPD, yaitu pola‘nira’,
pote‘petai’, dan galuh ‘pisang’. Sementara itu, dari seluruh data LFBPD tidak ditemukan relasi semantis
antarleksikon untuk ranah sinonim, homofon dan polisemi.
4.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap LFBPD
Temuan yang diperoleh mengenai gambaran pemahaman leksikon flora BPD di DUG menunjukkan adanya perubahan pemahaman baik pergeseran atau
penyusutan. Penyusutan pemahaman ketiga kelompok usia terhadap 200 leksikon yang diperoleh akan terlihat jelas pada tabel.
Tabel 4.1 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap LFBPDBerdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 3719
93 3046
76,2 1396
34,9 KATEGORI 2
206 5,1
333 8,3
740 18,5
KATEGORI 3 75
1,9 621
15,5 1864
46,6
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bagaimana persentase pemahaman MDUG terhadap 200 LF yang diujikan untuk tiga kategori pilihan jawaban yang
Universitas Sumatera Utara
ditawarkan. Pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, jumlah pemahaman tiga kelompok usia mengalami penurunan
atau penyusutan. Pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap 200 LF yang
terdiri dari 5 kelompok leksikon cukup signifikan dengan rata-rata 93 .Pada kelompok usia 25-59 tahun mengalami penyusutan mencapai 16,8 . Pada
kelompok usia yang lebih muda yaitu 12-24 tahun, persentase penyusutannya mencapai 58,1 dari persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 41,3 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun terhadap semua leksikon ini hanya 5,1 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase
pemahaman responden yang ada pada kategori ini menjadi 8,3 persentase penyusutannya bertambah 3,2 dari kelompok usia
≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12-24 tahun, pemahaman responden mencapai 18,5 penyusutan mencapai
13,4 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 10,2 dari kelompok usia 25 -59
tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah
mendengar, dan tidak pernah digunakan, pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun
sangat rendah, yaitu 1,9 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, angka persentase pemahaman responden menjadi 15,5 menyusut 13,6 dari persentase
pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun,
persentase pemahaman responden mencapai 46,6 angka penyusutan mencapai
Universitas Sumatera Utara
44,7 dari kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 31,1 dari kelompok usai 25 -59
tahun. Persentase pemahaman tiga kelompok usia terhadap seluruh leksikon flora
yang diujikan akan diuraikan berdasarkan kelompok leksikon. 200 jumlah leksikon yang diujikan terbagi dalam 5 kelompok leksikon kelompok leksikon
kayu, leksikon rambah, leksikon suansuanen, leksikon buah, dan leksikon rorohen. Berikut diuraikan bagaimana persentase pemahaman tiga kelompok usia
yang dimaksud berdasarkan kelompok leksikonnya.
Tabel 4.2 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Kayu BPD Berdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 1038
82,4 811
64,4 150
12 KATEGORI 2
170 13,5
146 11,8
214 17
KATEGORI 3 52
4,1 303
23,8 896
71
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon kayu pada pada Kategori 1 mengenal, pernah
melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 mencapai 82,4 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 64,4 mengalami penyusutan pemahaman 18 dari
persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun,
persentase pemahamannya adalah 12 penyusutan mencapai 70,4 dari kelompok usia
≥ 60, dan 52,4 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,
dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon
Universitas Sumatera Utara
ini adalah 13,5 pada usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25 -59 tahun menjadi
11,8 peningkatan mencapai 1,7 . Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 17 menyusut 3,5 dari kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 5,2 dari kelompok usia 25-59 tahun.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun mencapai 4,1 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 23,8 menyusut 19,7 dari kelompok usia
≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 71
mengalami penyusutan 66,9 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan
42,7 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun.
Tabel 4.3 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap Leksikon Rambah BPD Berdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 1002
94,5 704
66,4 159
15,2 KATEGORI 2
35 33
110 10,6
266 24,9
KATEGORI 3 23
2,2 245
23 635
59,9
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon rambah pada pada Kategori 1 mengenal, pernah
melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 mencapai 94,5 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 64,4 mengalami penyusutan pemahaman 30,1 dari
persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun,
Universitas Sumatera Utara
persentase pemahamannya adalah 15,2 penyusutan mencapai 79,3 dari kelompok usia
≥ 60, dan 51,2 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,
dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon ini adalah 33 pada usia
≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25 -59 tahun menjadi 10,6 pengingkatan mencapai 22,4 . Pada kelompok usia 12-24 tahun,
persentase pemahaman mencapai 24,9 meningkat 8,1 dari kelompok usia ≥
60 tahun, dan menyusut14,3 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah
mendengar, dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun mencapai 2,2 . Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase
pemahaman adalah 23 menyusut 20,8 dari kelompok usia ≥ 60 tahun.
Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 59,9 mengalami penyusutan 57,7 dari pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 36,9 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun.
Tabel 4.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Suan-suanen BPD
Berdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 720
100 689
95,7 486
69 KATEGORI 2
6 0,8
93 13,8
KATEGORI 3 26
3,5 141
17,2
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon suansuanen pada pada Kategori 1 mengenal, pernah
Universitas Sumatera Utara
melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun mencapai 100 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 95,7 mengalami penyusutan pemahaman 4,3 dari
persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun,
persentase pemahamannya adalah 69 penyusutan mencapai 31 dari kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 26,7 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,
dan tidak pernah digunakan, tidak ada satu pun responden kelompok usia ini masuk dalam kategori jawaban ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun persentase
pemahaman responden 0,8 penyusutan pemahaman0,8 dari kelompok usia ≥
60 tahun. Pada kelompok usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 13,8 penyusutan pemahaman13,8 dari kelompok usia
≥ 60 tahun, dan menyusut 13 dari kelompok usia 25-59 tahun.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan, tidak ada kelompok usia
≥ 60 tahun pada kategori ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman
adalah 3,5 menyusut 3,5 dari kelompok usia ≥ 60 tahun. Selanjutnya,
persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 17,2 mengalami penyusutan 17,2 dari pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 13,7 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Buah BPD Berdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 459
99,8 442
96,1 380
82,6 KATEGORI 2
1 0,2
48 10,4
KATEGORI 3 18
3,9 32
7
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon buah pada pada Kategori 1 mengenal, pernah
melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, persentase pemahaman kelompok usia
≥ 60 mencapai 99,8 . Pada kelompok usia 25 -59 tahun persentasenya mencapai 96,1 mengalami penyusutan pemahaman 3,7 dari
persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24 tahun,
persentase pemahamannya adalah 82,6 penyusutan mencapai 17,2 dari kelompok usia
≥ 60, dan 13,5 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,
dan tidak pernah digunakan, persentase pemahaman terhadap kelompok leksikon ini adalah 0,2 pada usia
≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 25-59 tahun tidak ada responden yang masuk dalam kategori ini. Pada kelompok usia 12-24 tahun,
persentase pemahaman mencapai 10,4 menyusut 10,2 dari kelompok usia ≥
60 tahun, dan 10,4 dari kelompok usia 25-59 tahun. Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah
mendengar, dan tidak pernah digunakan, tidak ada kelompok usia ≥ 60 tahun
pada kategori ini. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 3,9 menyusut 3,9 dari kelompok usia
≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase
Universitas Sumatera Utara
pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 7 mengalami penyusutan 7 dari pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun, dan 3,1 dari persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun.
Tabel 4.6 Pemahaman Masyarakat DUG terhadap Leksikon Rorohen BPD Berdasarkan Kategori
KATEGORI KELOMPOK USIA
≥ 60 Tahun 25-59 Tahun
12-24 Tahun JP
JP JP
KATEGORI 1 500
100 400
79,6 221
44,2 KATEGORI 2
71 14,6
119 23,8
KATEGORI 3 29
5,8 160
32
Berdasarkan tabel 4.6tersebut, dapat dijelaskan bahwa pemahaman seluruh responden terhadap leksikon rorohenpada pada Kategori 1 mengenal, pernah
melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan, semua responden kelompok persentase usia
≥ 60 ada pada kategori ini, yaitu 100 . Pada kelompok usia 25- 59 tahun persentasenya mencapai 79,6 mengalami penyusutan pemahaman
20,4 dari persentase pemahaman usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok usia 12 -24
tahun, persentase pemahamannya adalah 44,2 penyusutan mencapai 55,8 dari kelompok usia
≥ 60 tahun , dan 35,4 dari kelompok usai 25-59 tahun. Pada Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,
dan tidak pernah digunakan hanya ada dua kelompok usia yang berada pada kategori ini, karena kelompok usia
≥ 60 tahu n seluruhnya ada pada Kategori 1. Pada kelompok usia 25-59 tahun persentase pemahamannya adalah 14,6
penyusutan14,6 dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun. Pada kelompok
usia 12-24 tahun, persentase pemahaman mencapai 23,8 peyusutan23,8 dari kelompok usia
≥ 60 tahun, dan menyusut 9,2 dari kelompok usia 25-59 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan juga hanya dua kelompok usia yang
berada pada kategori ini, karena kelompok usia ≥ 60 tahun seluruhnya ada pada
Kategori 1. Pada kelompok usia 25-59 tahun, persentase pemahaman adalah 5,8 menyusut 5,8 dari kelompok usia
≥ 60 tahun. Selanjutnya, persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun adalah 32 mengalami penyusutan 32
dari pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun, dan 26,2 dari persentase
pemahaman kelompok usia 25-59 tahun. Dari angka-angka persentase pemahaman oleh tiga kelompok usia pada
yang telah diuraikan di atas menunjukkan penurunan pemahaman antargenerasi. Kondisi ini cukup memperihatinkan karena akan berdampak pada punahnya
leksikon itu pada masa-massa yang akan datang dan mungkin juga akan berdampak pada punahnya benda yang diacu oleh leksikon tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi Desa Uruk Gedang 5.1.1 Kelompok Leksikon
Kayu
Leksikon api-api, aru, bintatar, celmeng, dalung-dalung, hori, meang, meddang, mpiangi,jati,kakammbu, kambuaren, kambuturen, keccing, kayu bane,
kayu ndelleng, kimang, linjomaroker, sampenur, simarhuni, siterngngem, sona, dan tuba adalah jenis kayuyang memiliki kualitas terbaik untuk dijadikan sebagai
bahan bangunan dan perabot, namun belakangan ini sudah semakin jarang digunakan. Informasi ini diperoleh dari informan. Bahan bangunan dengan
bentuk, dan harga yang lebih murah menjadikan masyarakat mengurangi rasa ketergantungan terhadap jenis kayu ini. Selain itu juga diakibatkan proses untuk
mendapatakannya lebih mudah. Kondisi ini jelas akan berdampak pada keterancaman leksikon tersebut dari pemahaman masyarakat karena tidak
berhubungan lagi dengan kehidupan mereka. Khusus leksikon linjomaroker sudah sangat langka, akibatnya banyak sekali responden yang tidak mengenal tumbuhan
ini. Semua leksikon kayu yang berkualitas baik untuk dijadikan bahan bangunan di atas sudah semakin menyempit dalam pemahaman responden terutama usia
remaja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden, banyak
di antara mereka yang mengaku tidak mengetahui leksikon tersebut walaupun mereka pernah melihatnya. Sebagai contoh, leksikon mpiangi, kayu bane, danhori
Universitas Sumatera Utara
merupakan jenis pohon ‘meranti’, namun beberapa orang tidak dapat membedakan pohon tersebut. Sebagian besar usia tua masih dapat membedakan
tumbuhan ini. Pada usia yang lebih muda, untuk menyebutkan ketiga nama pohon tersebut, mereka menyebut dengan satu nama yaitu mpiangi. Fenomena ini
menunjukkan telah terjadi penyempitan pemahaman oleh beberapa orang responden mayoritas usia muda.
Leksikon abang-abang, bintatar, cikcik, dalung-dalung, doko-doko, intuang, kabo-kabo, kapea, lamtoro, ndaberru, ndapdap, ndulpak, rias-rias, saga,
sampula, simarmunte, tambiski, dan tanggolen dapat ditemukan dengan mudah di daerah ini. Pohon-pohon tersebut merupakan jenis kayu yang baik untuk kayu
bakar, namun sudah mulai tidak dikenal karena perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat. Fungsi kayu yang dulunya digunakan untuk memasak sudah
digantikan dengan hadirnya barang-barang elektronik yang lebih praktis dan tahan lama.
Tumbuhan cingkem yang merupakan jenis tumbuhan kayu yang dapat menjaga stabilitas air dalam tanah fungsinya masih bertahan hingga saat ini.
Hampir di setiap lahan pertanian masyarakat ditanami jenis pohon ini. Gomet dan sibalik angin merupakan pohon yang memiliki daun lebar dan lembut sudah
mengalami perubahan fungsi dalam masyarakat. Daunnya yang lebar dan lembut itu dulu dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan. Pembungkus makanan yang
lebih praktis seperti kertas dan plastik membuat keberadaan daun cingkem ini terpinggirkan.
Universitas Sumatera Utara
Leksikon kayu ara ‘beringin’ dalam konteks adat masih selalu digunakan. Dalam acara adat pesta tugu pemindahan tulang-tulang yang telah meninggal ke
dalam tugu, dahan pohon kayu ini harus ditancapkan ke dalam sebuah bakul. Hal ini sudah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat digantikan oleh tumbuhan
lain. Beberapa responden yang kurang mengetahui leksikon ini ada pada kategori remaja. Beberapa di antara mereka belum mengenal tumbuhan ini, dan beberapa
orang belum mengetahui nama tumbuhan ini dalam bahasa daerah mereka, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman mereka.
Tusam merupakan tumbuhan yang sangat penting bagi masyarakat desa ini terutama pada saat musim menanam padi dan saat perayaan hari besar agama
kristen. Kayunya yang ringan dan getahnya yang dapat dimanfaatkan sebagai suluh selalu dimanfaatkan sebagai penerang ketika berjaga di lahan pertanian pada
malam hari. Namun beberapa tahun belakangan fungsi itu sudah tidak dimanfaatkan lagi akibat cuaca buruk yang mengakibatkan air sungai mengering
dan ‘memaksa’ mayarakat mengalih fungsikan lahan sawah menjadi ladang. Sementara itu, daun tumbuhan ini selalu dimanfaatkan sebagai hiasan pada acara
besar agama kristen yaitu pada acara Natal. Ranting dan daunnya digunakan sebagai pohon natal. Kehadiran hiasan natal yang lebih indah dan prkatis tidak
mampu ‘menggeser’ fungsi pohon ini saat bulan desember tiba. Prinsip ekonomi dan gotong royong yang masih kuat menjadi alasan utama masyarakat tetap
menggunakan tumbuhan ini. Leksikon kemenjen ‘kemenyan’ masih tetap bertahan dalam pemahaman
masyarakat karena mayoritas penduduk desa ini berprofesi sebagai petani. Lahan
Universitas Sumatera Utara
pertanian mereka yang berada di lereng hutan memudahkan mereka untuk memanen getah pohon ini. Getah kemenyan yang bernilai ekonomi tinggi
menjadikan masyarakat bergantung pada getah kemenyan ini, selain itu getah kemenyan ini juga bermanfaat sebagai obat penyakit kulit.
Penyempitan pemahaman juga terjadi pada leksikon panggaben. Tumbuhan ini memiliki buah berukuran kecil serta rasa yang pedas dan biasa
digunakan oleh anak-anak sebagai peluru mainan meriam-meriam kecil yang terbuat dari bambu. Permainan ini disebut marultop. Leksikon kabo yang
memiliki buah seperti petai dulujuga biasa digunakan oleh anak-anak sebagai mainan. Kehidupan sosial yang berubah membuat anak-anak tidak mengenal
permainan ini sehingga tumbuhan ini tidak dikenal lagi oleh kelompok usia remaja.
Leksikon nggapuk ‘kapas’ dapat ditemukan di desa ini, namun pemahaman masyarakat pada setiap generasi mengalami penyempitan. Usai
remaja mengenal tumbuhan ini, namun kondisi masyarakat yang multietnis berakibat pada penggunaan bahasa. Kelompok usia remaja lebih sering menyebut
tumbuhan ini dalam bahasa Indonesia yaitu kapas padahal masyarakat masih menggunakannya untuk bantal dan kasur. Jadi penyempitan pemahaman untuk
leksikon ini diakibatkan persoalan kondisi masyarakat yang multietnis dan berdampak pada pengguanaan bahasa.
Leksikon lemmas ‘daun salam’ merupakan bahan penyedap masakan yang biasa digunakan oleh masyarakat desa ini. Penyempitan pemahaman masyarakat
terhadap leksikon ini tidak besar, karena ‘daun salam’ ini selalu disediakan di
Universitas Sumatera Utara
dapur. Leksikon kolit manis ‘kulit manis’ juga dimanfaatkan sebagai penyedap masakan. Banyak masyarakat menanam pohon ini karena kulitnya dapat dijual
dan kayunya sangat baik digunakan sebagai kayu bakar. Leksikon ngilkil ‘pohon yang beracun dan biasa digunakan untuk
meracuni ikan. Perubahan kondisi alam di desa ini berdampak pada semakin menyempitnya pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini. Musim kemarau
berkepanjangan yang melanda desa ini mengakibatkan sungai-sungai mengering. Masyarakat yang biasanya mengisi waktu mencari ikan di sungai dengan
memanfaatkan daun pohon ini sudah tidak ditemukan lagi. Akibatnya, generasi yang lebih muda tidak mengenal dan tidak mengetahui manfaat tumbuhan ini.
Ndilo adalah tumbuhan yang kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan anyaman untuk tikar, dan kayunya biasa juga dijadikan sumpit, namun perubahan
kehidupan sosial membuat masyarakat meninggalkan tradisi menganyam. Sumpit juga bukan peralatan khas masyarakat desa ini, sehingga kayunya dimanfaatkan
menjadi kayu bakar. Rambung juga merupakan jenis pohon yang getahnya selalu dimanfaatkan oleh masyarakat dulu sebagai jebakan burung. Kegiatan menangkap
burung dengan menggunakan getah kayu ini sering dilakukan oleh kaum hawa. Namun, belakangan getah dianggap tidak efektif dijadikan sebagai perangkap
burung karena sangat beresiko terhadap keselamatan burung yang terjebak. Untuk melanjutkan tradisi ini, getah digantikan dengan membuat jebakan dari kayu atau
bambu. Sementara itu, pohon rambung ini pada akhirnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Universitas Sumatera Utara
Leksikon kandes meruapakan pohon yang buahnya dimanfaatkan sebagai bahan masakan. Buahnya yang asam, diiris-iris dan kemudian dijemur. Pohon ini
masih tumbuh di sekitar lereng hutan desa ini. Buahnya juga selalu disiapkan di rumah sebagai bahan penyedap penambah rasa asam pada masakan. Namun pada
kelompok usia muda, lebih sering menamai tumbuhan ini dengan acem gelugur. Mereka tidak mengetahui nama dalam bahasa daerahnya akibat kondisi
masyarakat yang multietnis. Nderrung merupakan jenis pohon yang bercabang banyak, dan memiliki
buah yang biasa dimakan oleh burung. Pohon ini tumbuh liar di lereng hutan, sehingga banyak juga masyarakat memanfaatkan buahnya sebagai pakan untuk
burung. Kulitnya yang kuat juga biasa dimanfaatkan sebagai tali saat petani ingin mengikat kayu bakar. Namun leksikon ini sama sekali tidak dikenal lagi oleh
kelompok usia remaja karena mereka tidak pernah lagi bekerja ke lereng hutan, meraka lebih banyak menghabiskan waktu di desa. Sehingga aktivitas mereka
tidak berhubungan lagi dengan tumbuhan ini. Leksikon jambang dan rugirugi merupakan jenis pohon jenis pakis ukuran
besar. Tanaman jenis pakis ini banyak, namun hanya kedua jenis tumbuhan ini yang dikelompokkan ke dalam kategori pohon. Sementara jenis pakis yang lain
masuk dalam kategori semak. Dari hasil pengujian pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini disimpulakan bahwa terjadi penyusutan pemahaman pada
setiap generasi, bahkan pada usia remaja sama sekali tidak mengenal leksikon ini. Terjadi penyempitan pemahaman para remaja karena mereka tidak dapat
membedakan tumbuhan ini. Jadi untuk menamai kedua leksikon ini mereka
Universitas Sumatera Utara
menyebutnya dengan nama jenis tumbuhan pakis yang lain yaitu tanggiang yang masuk dalam kategori rambah.
Baronggang merupakan jenis pohon yang berongga. Tumbuhan ini dulu dimanfaatkan sebagai saluran air karena memiliki daya tahan yang cukup lama.
Sejak alih fungsi sawah menjadi ladang akibat musim kemarau yang berkepanjangan, maka tumbuhan ini sama sekali tidak pernah dimanfaatkan lagi
sehingga setengah dari responden kelompok usia dewasa dan semua responden remaja tidak mengenal tumbuhan ini.
Kayu rimo memiliki kemiripan dengan pohon jeruk, baik dari bentuk batang, daun, dan buah. Namun pohon ini merupakan pohon yang tumbuh
sembarang. Buahnya yang sangat asam biasa dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat makanan khas Batak Toba yaitu naniura. Makanan khas ini tidak
dimasak, ikan cukup disiram dengan air asam buah ini, dibiarkan beberapa jam agar daging ikan benar-benar matang oleh air asam. Namun, belakangan ini
tumbuhan ini sudah semakin sulit ditemukan. Hanya ada beberapa warga yang menanam pohon ini. Masakan khas ini juga sangat jarang dibuat, sehingga
kelompok usia muda tidak mengenal makanan khas ini dan akhirnya tidak mengenal tumbuhan ini.
Leksikon kalto merupakan sebutan untuk pohon aren dan pisang. Pada usia tua mampu membedakan nama pada setiap bagian pohon ini. Namun pada usia
remaja, tidak satu pun di antara mereka yang mengetahui leksikon ini. Mereka tidak mengetahui sebutan untuk batang atau bagian suatu tumbuhan yang
memiliki nama yang berbeda-beda. Jadi untuk menamai tumbuhan ini, remaja
Universitas Sumatera Utara
menyebut dengan batang galuh ‘batang pisang’. Dalam komunikasi sehari-hari antara orangtua dan anak sangat jarang menggunakan sebutan ini. Sehingga
generasi muda tidak tahu apa itu kalto, padahal selalu mereka temukan setiap hari. Bagitu juga halnya dengan leksikon pelia merupakan sebutan untuk pohon pote
‘petai’. Seluruh responden remaja tidak mengetahui sebutan ini, mereka menyebut dengan batang pote.
Pohon endet belakangan ini banyak dicari-cari oleh masyarakat kota. Daun pohon ini memiliki khasiat untuk menurunkan kadar gula dalam tubuh.
Kedatangan orang-orang kota ke desa ini untuk mencari pohon ini mengubah pemahaman masyarakat akan tumbuhan ini. Selama ini mayarakat hanya
memanfaatkan batang pohon ini sebagai kayu bakar. Namun setalah mengetahui manfaat daun pohon ini, masyarakat menjaga dan bahkan ada beberapa yang
mengonsumsi olahan daun tumbuhan ini. Sehingga manfaat pohon endet ini menjadi semakin luas dalam pemahaman masyarakat. Namun generasi muda
belum begitu paham apa manfaat tumbuhan ini akibat dari kurangnya pengenalan dari orangtua.
5.1.2 Kelompok Leksikon Rambah
Berdasarkan hasil pengujian pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi penyusutan atau
penyempitan pemahaman oleh masyarakat terutama kalompok usia muda. Semak yang dulunya dimanfaatkan sebagai obat kini tidak dibutuhkan lagi dan
mengakibatkan pengetahuan masyarakat semakin sempit tentang tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Ironisnya, banyak di antara responden kelompok usia muda tidak mengenal leksikon tersebut. Fenomena itu terjadi bukan karena tumbuhan itu
langka atau punah. Penyebab utama adalah rendahnya fekuensi penggunaan bahasa itu, serta pudarnya konteks tumbuhan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan kata lain, penyempitan pemahaman itu terjadi akibat perubahan kehidupan sosial masyarakat.
Tumbuhan alum-alum tumbuhan semak yang biasa dijadikan pakan kerbau atau kambing, namun sering juga dimanfaatkan sebagai obat gatal pada kulit.
Sindruma selalu dimanfaatkan sebagai obat pertolongan pertama pada luka saat bekerja di sawah atau ladang. Tumbuhan sarindan sejak dulu digunakan sebagai
obat penyakit lever. Sarindan merupakan tumbuhan parasit yang menumpang hidup pada tumbuhan lain. Namun tidak semua sarindan yang memiliki khasiat.
Sarindan yang menumpang hidup pada tanaman kopi robusta memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan sarindan yang hidup pada tumbuhan lain. Sehingga,
tidak semua sarindan yang hidup pada tanaman dibiarkan hidup oleh masyarakat. Berhu dan singgaren juga merupakan tumbuhan semak yang biasa dimanfaatkan
sebagai obat. berhu digunakan sebagai obat gula dan singgaren digunakan sebagai obat demam. Akibat perkembangan ilmu dan teknologi, belakangan ini
masyarakat lebih sering menggunakan obat kimia, sehingga tumbuhan ini sudah mulai tidak dimanfaatkan.
Beberapa masyarakat desa Uruk Gedang juga memiliki ternak seperti kerbau dan kambing Tumbuhan alah-alah, komil, dan oma merupakan semak
yang biasa dijadikan sebagai pakan ternak tersebut. Jadi fungsi tumbuhan ini
Universitas Sumatera Utara
dalam kehidupan mayarakat adalah sebagai pakan ternak. Namun, jika tumbuhan semak ini tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, maka akan dimusnahkan
dengan cara penyemprotan. Tumbuhan arsam, dangke, lipan, licin, paku, sapilpil, dan tanggiang
merupakan tumbuhan semak jenis pakis. Namun tumbuhan ini tidak termasuk dalam kategori kayu. Tumbuhan ini tidak dimanfaatkan oleh masyarakat desa
Uruk Gedang karena tidak memiliki manfaat dan dianggap sebagai pengganggu bagi tanaman. Penyempitan pemahaman kelompok usia remaja terlihat jelas pada
leksikon-leksikon ini. Mereka tidak dapat membedakan setiap semak tersebut. Setiap mereka menemukan arsam, dangke, lipan, licin, paku, sapilpil, dan
tanggiang tersebut, mereka menyebut hanya dengan dua nama, yaitu tanggiang dan sapilpil. Fenomena ini disebabkan oleh kurangnya pengenalan bahasa oleh
orangtua kepada generasi yang muda. Sehingga pemahaman kelompok usia yang lebih muda semakin menyempit.
Masyarakat pakpak desa ini dulu juga sering membuat anyaman tikar, bakul untuk tempat nasi, dan tandok ‘bakul untuk upacara adat’. Beberapa jenis
semak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan anyaman tersebut. Dari data yang diperoleh, tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai anyaman adalah bangkuang,
hipon-hipon, kiki, peldang, dan raso. Perubahan kondisi sosial masyarakat yang sudah mulai meninggalkan tradisi membuat budaya menganyam sudah
ditinggalkan. Anyaman ini sudah banyak diperjualbelikan di pasaran dengan berbahan dasar pelastik. Akibatnya, generasi muda tidak mewarisi tradisi
budayanya. Karena tradisi ini ditinggalkan, maka masyarakat menganggap
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan ini tidak diperlukan lagi, sehingga ketika mereka menemukan tumbuhan ini akan dibabat atau dibakar.
Tumbuhan kelsi merupakan jenis semak yang keras dan menjalar. Tumbuhan ini dianggap pengganggu bagi tanaman masyarakat. Pertumbuhannya
yang cepat membuat tumbuhan ini sulit dibasmi. Tumbuhan ini masih bayak ditemukan di daerah ini, namun generasi muda tidak mengetahui nama tumbuhan
tersebut karena jarang berhubungan dengan kegiatan mereka. Tumbuhan semak cikerput dan pedem-pedem merupakan jenis semak yang
memiliki kesamaan yaitu daunnya akan mengatup jika disentuh. Dalam bahasa Indonesia, tumbuhan ini disebut ‘putri malu’. Namun kedua jenis tumbuhan ini
memiliki perbedaan dari segi ukuran. Cikerput lebih kecil dan pendek, sedangkan pedem-pedem ukurannya lebih besar dan batangnya lebih keras. Kelompok usia
remaja tidak dapat membedakan kedua jenis semak ini, sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka menyebut tumbuhan ini dengan nama cikerput ‘putri malu.’
Dalam kehidupan masyarakat semak ini tidak memiliki manfaat, sehingga akan dibasmi jika hidup di tengah-tengah lahan pertanian.
Tumbuhan palang teguh merupakan semak yang sangat banyak tumbuh di halaman rumah atau di sepanjang jalan desa ini, walaupun semak ini juga sering
ditemukan di lahan pertanian. Tumbuhan ini pun cukup dikenal oleh masyarakat dari berbagai kelompok usia. Namun semak ini tidak memiliki manfaat bagi
kehidupan masyarakat desa ini. Selanjutnya tumbuhan sibaguri merupakan jenis tanaman yang berbatang keras, berdaun lancip dan kecil; tumbuhan cipurpuren
leto berukuran kecil, berbatang kecil dan berdaun halus. Kedua tumbuhan ini
Universitas Sumatera Utara
sangat mudah ditemukan dan masyarakat biasa memanfaatkan sibaguri menjadi sapu halaman dan cipurpuren leto menjadi sapu lantai tanah. Pemahaman
masyarakat terhadap tumbuhan ini juga masih tinggi, hanya ada beberapa responden remaja yang tidak mengenal karena pengetahuan mereka terhadap
lingkungan masih kurang. Biski merupakan jenis semak yang banyak ditemukan pada lahan tidur atau
lahan yang belum difungsikan. Ukurannya dapat mencapai dua meter dan batangnya beruas-ruas. Kelompok usia remaja sama sekali tidak paham dengan
leksikon ini karena tidak berhubungan lagi dengan aktivitas mereka yang lebih banyak dilakukan di rumah atau di tempat lain. Bagi masyarakat, tumbuhan ini
tidak memiliki manfaat, sehingga ketika masyarakat akan membuka lahan pertanian baru, tumbuhan ini dimusnahkan dengan cara disemprot atau dibakar.
Begitu juga halnya tumbuhan buluh-buluh merupakan semak yang hidup liar dan sulit untuk dimusnahkan karena sangat mengganggu pertumbuhan tanaman
pertanian masyarakat. Membakar dan menyemprotkan pestisida merupakan cara yang paling ampuh untuk memusnahkan semak ini. Beberapa responden tidak
mengenal tumbuhan ini karena kurang diperkenalkan oleh orang tua dan karena aktivitas kelompok usia remaja sangat sedikit berhungan dengan pertanian.
Cilekket adalah jenis semak yang berukuran pendek dan memiliki bunga berwarna hitam berbentuk jarum dan akan lengket pada pakaian jika tersentuh saat
melintas atau bekerja di ladang atau sawah. Tumbuhan ini sangat banyak ditemukan di lahan pertanian tetapi merupakan semak yang tidak memiliki
manfaat bagi masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini masih
Universitas Sumatera Utara
tinggi, hanya ada beberapa responden usia muda yang tidak mengetahui tumbuhan ini karena kurang berhubungan dengan aktivitas mereka dan kurangnya
pengenalan dari orangtua. Cingkerru merupakan jenis semak yang memiliki buah berupa biji-bijian
dan dapat dikonsumsi. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan ini masih tinggi karena dalam kehidupan masyarakat setempat tumbuhan ini biasa dimakan
namun bukan merupakan makanan pokok. Fungsi itu masih bertahan hingga saat ini. Tumbuhan delipedang merupakan jenis semak berdaun panjang dan tajam
yang biasa hidup liar di lahan pertanian. Dalam kehidupan sosial masyarakat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat sehingga semak ini harus dimusnahkan.
Tumbuhan ini masih banyak ditemukan di desa ini, namun beberapa responden yang manyoritas kelompok usia remaja tidak memahami leksikon ini akibat
kurangnya pengenalan dari orangtua. Tumbuhan dukut cippon merupakan jenis semak yang memiliki kemiripan
dengan rumput jepang namun ukurannya lebih panjang dan berbunga. Tumbuhan ini merupakan semak yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemahaman
masyarakat terhadap tumbuhan ini paling rendah pada kelompok usia remaja karena mereka lebih sering menyebutnya dengan ‘rumput manis’. Tumbuhan isa-
isa juga merupakan semak yang biasanya hidup liar di lahan pertanian, sehingga dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman pertanian. Pemahaman responden
terhadap tumbuhan ini masih relatif tinggi sekali pun ada penurunan pemahaman pada setiap generasi. Hal ini terjadi akibat kurangnya konteks penggunaan
leksikon ini dalam kehidupan kelompok usia muda.
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan kempaba memiliki kemiripan dengan pinang, namun ukuran batangnya lebih kecil serta buahnya yang kecil. Tumbuhan ini hidup dengan liar
dan masuk dalam kategori semak. Bagi masyarakat setempat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat, sehingga wajar semua responden kelompok usia remaja tidak
memahami lekskon ini. Kempang batu merupakan semak yang biasa tumbuh di sekeliling tanaman kopi. Tumbuhan ini memiliki batang yang keras dan tumbuh
menjalar, akar yang kuat sehingga sulit untuk dicabut. Semak ini dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman, sehingga harus dimusnahkan. Kicik-kicik
adalah tumbuhan semak yang memiliki buah seperti buncis; dan simertahuak tumbuhan menjalar yang keras dan sulit untuk dimusnahkan, namun kedua jenis
semak ini tidak memiliki manfaat. Jika kedua tumbuhan ini tumbuh di suatu tempat, itu menandakan tanah tersebut subur. Begitu juga halnya dengan
tumbuhan kuyuk-kuyuk, oma-oma, paga-paga, simerpage-page, simertulan, dan tempua merupakan semak yang tidak memiliki manfaat dan dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman.Banyak responden yang sudah tidak memahami leksikon ini sekali pun masih banyak tumbuh di lahan-lahan pertanian. Minimnya rasa
ingin tahu dan rendahnya pengenalan dari orang tua tentang tumbuhan ini mengakibatkan generasi yang lebih muda tidak memahami leksikon ini.
Tumbuhan semak reba-reba dan rih merupakan jenis semak yang memiliki kemiripan. Perbedaannya adalah reba-reba lebih keras, sedangkan rih
ukurannya lebih pendek dan kecil. Bagi masyarakat, reba-reba tidak bermanfaat dan dianggap ridak berguna, sedangkan rih biasa dimanfaatkan sebagai atap
pondok di sawah atau ladang, biasa juga digunakan sebagai atap pembibitan
Universitas Sumatera Utara
cabai. Namun tumbuhan ini tetap dianggap dapat mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada di sekitarnya. Pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan
reba-reba mengalami penurunan yang signifikan pada setiap kelompok usia karena anak muda lebih sering menyebutnya dengan rih yang sudah berumur tua,
sedangkan pemahaman terhadap tumbuhan rih masih relatif tinggi karena masih sering digunakan dan sangat mudah dijumpai. Tumbuhan sanggar memiliki daun
yang mirip seperti rih, tajam dan panjang namun sanggar memiliki batang seperti tebu. Kadang-kadang masyarakat menggunaan tumbuhan untuk dijadikan sebagai
sangkar burung atau jebakan burung. Namun tumbuhan ini juga dapat merusak tanaman jika tumbuh di lahan pertanian.
Lalau adalah tumbuhan sejenis sirih dan hidup secara liar dan kurang bermanfaat karena tidak dapat dimanfaatkan seperti sirih pada umumnya.
Kelompok usia remaja tidak mengetahui leksikon ini padahal masih banyak dijumpai di daerah ini. Mereka lebih sering menyebut tumbuhan ini dengan gatap
‘sirih’ yang berwarna kecokelatan. Tumbuhan nggala merupakan batang padi yang sudah dipanen dan masih tumbuh sehingga menjadi semak namun tidak
bermanfaat. Batang padi yang tertinggal ketika panen ini akan tumbuh menjadi semak ketika pemilik lahan membiarkan lahannya beberapa bulan. Pemahaman
responden terhadap tumbuhan ini masih tinggi karena masih mudah ditemukan dan masih sering disebutkan dalam komunikasi mereka.
Tumbuhan semak berikutnya yang mengalami penyusutan dalam pemahaman responden adalah ndurur dan riman yang merupakan jenis tumbuhan
yang mirip dengan aren. Namun kedua tumbuhan ini dikategorikan semak karena
Universitas Sumatera Utara
hidup liar dan tidak dimanfaatkan. Pada umunya dari tumbuhan aren dapat dimanfaatkan berupa airnya ‘tuak’, namun air dari kedua tumbuhan ini tidak
dimanfaatkan. Satu-satunya yang dapat dimanfaatkan dari tumbuhan ini adalah daunnya yang dijadikan sebagai sapu lidi. Semua responden pada kelompok usia
remaja dan beberapa pada kelompok usia dewasa tidak memahami leksikon ini. Penyebabnya adalah kurangnya penggunaan bahasa alam konteks komunikasi
sehari-hari oleh masyarakat, sehingga kelompok usia muda lebih sering menyebutnya dengan pola ‘aren atau tuak’.
Silinjuang merupakan jenis semak yang yang memiliki daun berwarna merah dan berbentuk panjang serta batang yang keras. Tumbuhan ini biasa hidup
di tepi sungai. Bagi masyarakat setempat, tumbuhan ini tidak memiliki manfaat namun masih banyak tumbuh di daerah ini. Pemahaman masyarakat terhadap
tumbuhan ini juga masih tinggi, hanya pada kelompok usia muda sudah terjadi penyusutan pemahaman. Pemahaman kelompok usia remaja terhadap leksikon ini
masuk pada kategori mendengar saja dan tidak pernah mendengar, dan melihat. Persoalan penggunaan bahasa dan pengenalan dari orangtua terhadap generasi
muda menjadi penyebab utama terjadinya penyusutan pemahaman terhadap tumbuhan ini, padahal referenya masih banyak tumbuh di desa ini.
5.1.3 Kelompok Leksikon Suan-suanen
Kelompok suan-suanen ‘tanaman’ adalah data selanjutnya yang diperoleh dari informan. Kelompok flora suan-suanen yang diperoleh dari informan ini
berdasarkan pada profesi masyarakat DUG yang mayoritas adalah petani. Data
Universitas Sumatera Utara
leksikon tumbuhan kelompok suan-suanen yang diperoleh dalam kajian ini adalah semua tumbuhan yang biasa ditanam oleh masyarakat Desa Uruk Gedang.
Tumbuh-tumbuhan ini ditanam karena bernilai ekonomi tinggi, bermanfaat sebagai obat, dan juga untuk konsumsi sehari-hari.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh data leksikon suan- suanen sebanyak 36 jenis flora. Setelah daftar leksikon ini diujikan, diperoleh
kesimpulan bahwa pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok suan-suanen masih tinggi. Hal ini daiakibatkan oleh masih tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap tumbuh-tumbuhan ini karena memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hanya sedikit leksikon
yang tidak dipahami sama sekali oleh kelompok usia remaja karena tumbuhan tersebut sudah jarang ditemukan dan kurangnya pengenalan bahasa dari orangtua
terhadap merekaakibat kondisi sosial masyarakat yang beralatar belakang budaya yang berbeda ‘memaksa’ masyarakat Pakpak harus menggunakan bahasa etnis
lain. Acem ‘asam’, merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam oleh
masyarakat desa Uruk Gedang karena selain untuk dikonsumsi, juga bernilai ekonomi. Dari hasil pengujian terhadap responden, pemahaman mereka terhadap
tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Jadi kesimpulannya, tidak terjadi penyustan pemahaman terhadap tumbuhan ini. Sementara tumbuhan bahing,
cikala, cina, ganderra, keceur, keras, koning, lada, lengkuas, mbungke, neur, rias, rimbang, rimo mungkur,serre, dan tuba merupakan jenis tumbuhan rempah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain karena bernilai ekonomi tinggi,
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan ini juga sengaja ditanaman karena merupakan kebutuhan untuk dikonsumsi sehari-hari. Pemahaman responden pada tumbuh-tumbuhan ini masih
sangat tinggi karena sangat mudah ditemukan dan selalu digunakan sehari-hari. Hanya ada beberapa tumbuhan yang menyusut dari pemahaman remaja seperti
bahing, cikala, ganderra, keceur, lada,mbungke, dan tuba yang masuk pada kategori pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengenalan
dari orangtua kepada anak dengan menggunakan bahasa etnis. Tumbuhan koning gajah, koning putih,dan pala juga merupakan jenis tumbuhan rempah atau bumbu
masakan, namun pemahaman beberapa responden remaja sudah masuk dalam kategori tidak pernah melihat dan mendengar. Masalah itu terjadi karena
tumbuhan koning gajah, koning gajah, dan mbungke kurang bernilai ekonomi yang tinggi dan tidak terlalu dibutuhkan, sehingga masyarakat jarang menanam
tumbuhann ini. Setengah dari jumlah responden remaja juga tidak pernah melihat dan mendengar tumbuhan pala. Kondisi ini terjadi karena tumbuhan ini memang
jarang tumbuh di daerah ini. Semua tumbuhan bumbu dapur di atas tidak mengalami penyusutan dalam pemahaman responden kelompok usia tua dan
dewasa. Gadong ‘singkong’ dan sukat ‘keladi’ merupakan tanaman pengganti
makanan pokok oleh masyarakat setempat. Menanam tumbuhan ini bukan pekerjaan yang sulit karena tidak memerlukan perawatan khusus. Selain
dikonsumsi oleh masyarakat, umbinya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan daun singkong juga dikonsumsi sebagai sayur. Pemahaman seluruh
responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal karena masih dapat
Universitas Sumatera Utara
ditemukan dengan mudah dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Gambir,gatap, dan pinangbiasa dikonsumsi terutama oleh kaum hawa karena dianggap sebagai tradisi. Namun beberap tahun terahir, tradisi ini sudah
mulai ditinggalkan oleh kaum hawa di desa Uruk Gedang. Generasi muda tidak mewarisi tradisi ini karena mereka merasa malu dan tidak ingin dikatakan
ketinggalan. Fungsi gatap tidak terbatas seperti yang telah diuraikan di atas, namun berfungsi juga untuk melambangkan hubungan yang erat dan kuat dalam
konteks budaya. Dalam budaya Pakpak juga mengenal tradisi umpasa ‘pantun’. Dalam acara adat Pakpak, sering sekali ada pihak yang memberikan pantun berisi
nasihat. Pesan atau nasihat yang disampaikan dalam pantun tersebut dalah agar pihak pemberi nasihat dan penerima nasihat tidak terpisahkan dan kuat seperti
gatap yang hidup menjalar dan kuat. Menyadari pentingnya fungsi gatap tersebut, maka seluruh responden ada pada kategori mengenal. Sementara gambir telah
menyusut dari pemahaman beberapa responden remaja karena mereka sudah jarang melihat tradisi mengonsumsi sirih. Sedangkan pinang juga tidak
mengalami penuyusutan dalam pemahaman responden karena masih banyak ditemukan di daerah ini.
Tumbuhan isap ‘tembakau’ juga dapat ditemukan di desa ini walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan karena di daerah Kabupaten Dairi tidak
memiliki pabrik rokok, sehingga masyarakat lebih memilih jenis tanaman lain untuk dibudidayakan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih tinggi,
namun ada beberapa responden remaja masuk pada kategori pernah mendengar
Universitas Sumatera Utara
saja. Hal ini disebabkan oleh kontak bahasa masyarakat Pakpak dengan bahasa dari etnis lain yaitu Batak Toba dan juga bahasa Indonesia.
Jagong, kacang, dan page juga merupakan jenis tumbuhan yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat desa Uruk Gedang. Perubahan lingkungan
alam basah ke alam yang kering akibat terjadinya kemarau yang panjang beberapa tahun terakhir ‘memaksa’ masyarakat megalihkan fungsi sawah menjadi ladang
atau kebun. Dahulu umumnya masyarakat menanam padi, namun kondisi alam yang menjadi kering membuat masyarakat menanam jenis tumbuhan darat seperti
jagong dan kacang. Jagong dan page merupakan jenis tanaman yang paling banyak dibandingkan kacang. Hal ini disebabkan karena jagong dan padi selain
merupakan tumbuhan yang menjadi kebutuhan pokok, tumbuhan ini juga bernilai ekonomi tinggi dan masa panennya yang lebih singkat dibandingkan kacang.
Pemahaman seluruh responden terhadap ketiga tumbuhan ini masuk pada ketegori pertama yaitu mengenal.
Tumbuhan jerango biasa ditanam di sekitar lingkungan tempat tinggal, bukan seperti tumbuhan lain yang sengaja ditanam di ladang atau sawah.
Tumbuhan ini sebenarnya jarang dimanfaatkan, namun menurut masyarakat tumbuhan ini berfungsi sebagai penangkal. Pemahaman responden terhadap
tumbuhan ini masuk pada kategori menganal. Sementara itu, lancing merupakan tanaman merambat dan berdaun lebar dan biasa digunakan sebagai obat penyakit
mag. Tumbuhan ini memang jarang ditanam oleh masyarakat karena penggunaan obat tradisinal sudah digantikan oleh obat-obat kimi yang tersedia di apotek.
Namun pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori
Universitas Sumatera Utara
mengenal. Leuh biasa ditanam berbarengan dengan tanaman lain sebagai penyubur tanah, namun daunnya dapat juga dikonsumsi sebagai sayuran walaupun
sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. pemahaman responden tua dan dewasa terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal, namun pada kelompok
remaja telah mengalami penyusutan akibat kurangnya hubungan aktivitas mereka dengan kegiaan pertanian.
Selain jenis tumbuhan di atas, masyarakat juga menanam tumbuhan pola ‘nira’. Tumbuhan ini sengaja ditanam karena air nira dapat dijual dan daunnya
yang paling muda yaitu mare-mare biasa digunakan sebagai hiasan saat acara adat atau acara keagamaan, sedangkan daunnya yang paling tua dapat dijadikan
sebagai sapu halaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat berguna. Pemahaman responden terhadap leksikon pola ada
pada kategori mengenal, sedangkan mare-mare telah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa responden usia remaja. Hal ini disebabkan karena
kurangnya frekuensi penggunaan bahasa etnis oleh orangtua terhadap mereka karena mare-mare jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tumbuhan terakhir yaitu tebbu ‘tebu’ juga sangat banyak ditemukan di desa ini. Tumbuhan ini ditanam bukan untuk dijual atau diolah menjadi gula,
namun untuk dikonsumsi secara langsung. Masyarakat biasa mengonsumsinya ketika beristirahat saat beraktivitas di ladang. Tidak ada manfaat lain dai tanaman
ini bagi masyarakat desa Uruk Gedang. Pemahaman seluruh responden terhadap tumbuhan ini ada pada ketgori mengenal karena masyarakat memang suka
mengonsumsi tanaman ini.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4 Kelompok Leksikon Buah
Data leksikon flora berikutnya yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan adalah kelompok leksikon buah. Dari hasil wawancara,
diperoleh jumlah leksikon buah sebanyak 23 leksikon. Setelah data diujikan kepada responden, terlihat bahwa pemahaman responden terhadap kelompok flora
buah masih sangat tinggi. Kelompok tumbuhan buah memang bukan merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditanam oleh msyarakat DUG. Hanya ada beberapa
masyarakat yang membudidayakan kelompok flora ini. Namun, kondisi itu tidak membuat masyarakat kesulitan untuk menemukan tumbuhan ini. Dari pengujian
pemahaman yang dilakukan kepada responden, ada satu tumbuhan buah yaitu tapeang yang sama sekali tidak dikenal dan tidak pernah didengar oleh kelompok
usia remaja. Hal ini disebabkan karena tumbuhan itu sudah sangat sulit ditemukan atau bahkan punah.
Tumbuhan betiik ‘semangka’ mbertik ‘pepaya’ banyak ditanam oleh para petani di desa ini. Hampir semua warga menanam tumbuhan ini di belakang
rumah mereka atau juga di ladang. Begitu juga halnya dengan galuh ‘pisang’. Buah papaya yang baik untuk kesehatan pencernaan dan daunnya yang juga dapat
dikonsumsi sebagai sayuran serta pisang yang umum dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut membuat masyarakat banyak menanam tumbuhan ini. Selain itu,
pembudidayaannya yang tidak memerlukan perawatan khusus karena dapat tumbuh dan hidup dengan mudah menjadikan tumbuhan ini sangat banyak
ditemukan di desa ini sehingga sangat wajar pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal.
Universitas Sumatera Utara
Cibukbuken dan rambuten merupakan jenis buah rambutan, namun memliki sedikit perbedaan. Cibukbuken memiliki ukuran yang lebih kecil serta
warna kulit yang telah matang agak kekuningan dan ketika dimakan daging buahnya dapat lepas dengan mudah dari biji buah. Tumbuhan ini juga biasa
tumbuh dengan sendirinya atau liar. Berbeda dengan halnya dengan rambuten yang memiliki warna merah serta ukuran buah yang lebih besar serta daging buah
yang lebih banyak mengandung air. Pemamahan responden terhadap kedua tumbuhan ini telah berbeda. Pemahaman responden terhadap leksikon cibukbuken
telah mengalami penyusutan pada beberapa kelompok usia remaja. Hal ini disebabkan karena mereka tidak dapat membedakan kedua jenis tumbuhan ini.
Ketika mereka melihat atau mengonsumsi cibukbuken, mereka menyebutnya buah rambuten. Jadi dapat disimpulkan, penyebab utama penyusutan pemahaman itu
adalah karena kurangnya pengenalan bahasa etnis oleh orangtua terhadap anak dan juga karena kondisi masyarakat yang multi bahasa, sehingga mereka
menyebut dengan nama yang sama yang lebih umum. Tumbuhan buah selanjutnya adalah gerrat dan mangga yang juga
memiliki kemiripan seperti halnya cibukbuken dan rambuten. Tumbuhan gerrat yang memiliki kemiripan bentuk buah, bentuk pohon, daun, dan batang dengan
tumbuhan mangga memiliki perbedaan pada rasa. Gerrat tetap akan tarasa asam dan berwarna kuning pucat sekali pun sudah berumur tua atau sudah matang,
sedangkan mangga memiliki rasa yang manis dan warna kekuningan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan gerrat juga mengalami penyusutan pada kelompok
usia remaja. Pada kelompok usia ini, hampir setengahnya responden masuk pada
Universitas Sumatera Utara
kategori pemahaman yang kedua yaitu mendengar, dan beberapa pada kategori tidak mengennal. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengenalan bahasa etnis
oleh orangtua terhadap anak dan juga karena tumbuhan ini tidak banyak ditanam oleh warga, sehingga banyak di antara kelompok usia remaja tidak pernah melihat
dan mendengar nama tumbuhan ini. Sementara itu, pemahaman seluruh responden pada leksikon mangga masuk pada kategori mengenal karena tumbuhan ini sudah
umum dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Jerring ‘jengkol’ merupakan tanaman yang juga banyak ditanam oleh
penduduk setempat. Tanaman ini biasa dibudidayakan di sekitar tanaman yang lain. Tidak ada lahan khusus yang dijadikan sebagai tempat untuk
membudidayakan tumbuhan ini. Jerring merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, terlebih akhir-akhir ini harga jualnya meningkat.
Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga masih sangat tinggi karena memang mudah ditemukan meskipun ada dua orang responden remaja yang tidak
mengenal tumbuhan ini karena latar belakang usia mereka yang masih sangat muda dan juga karena kurangnya kontak aktivitas mereka dengan dunia pertanian.
Tumbuhan buah selanjutnya adalah kennas ‘nenas’ yang sangat cocok ditanam di daerah dingin seperi di DUG. Begitu juga halnya dengan tumbuhan
rimo ‘jeruk’, tuyung ‘terung belanda’ atau biasa disebut ‘tiung’, terong ‘markisa’ dan salak ‘salak’. Bagi masyarakat, tidak ada manfaat lain dari buah ini selain
untuk dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut. Tumbuhan ini memang tidak akan mudah ditemukan di seluruh lahan pertanian penduduk, namun di desa ini terdapat
perkebunan nenas, jeruk, dan terung belandatiung yang cukup luas. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
wajar seluruh responden sangat mengenal tumbuhan ini. Langsat ‘duku’ memang tidak banyak ditemukan di desa ini karena kualitas buah duku dari daerah ini tidak
begitu baik sehingga kurang diminati dan kurang dari segi nilai jual. Hanya ada beberapa pohon duku yang dapat ditemukan di desa ini. Namun pemahaman
responden terhadap tumbuhan ini juga masih tergolong tinggi, hanya ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar tumbuhan ini,
sedangkan sisanya masuk pada kategori mengenal. Hal ini disebabkan karena mereka sering menyebut dalam bahasa Indonesia, sehingga diharapkan peran
orangtua untuk lebih sering menggunakan bahasa etnis kepada anak. Tumbuhan buah selanjutnya adalah manggis ‘manggis’ yang sebenarnya
memiliki manfaat yang cukup besar. Selain daging buahnya yang biasa dikonsumsi, belakangan ini kulit manggis banyak dicari-cari untuk dijadikan obat
alternatif yang berhasiat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan penyakit lain. Namun masyarakat setempat tidak mengetahui manfaat kulit
manggis. Jadi selama ini mereka hanya mengonsumsi daging buah saja. Tumbuhan ini juga tidak begitu banyak ditemukan di desa ini karena masyarakat
lebih tertarik membudidayakan jenis tumbuhan muda karena dapat dipanen dalam waktu yang tidak begitu lama dan lebih menjanjikan dari segi ekonomi.
Pemahaman responden pada tumbuhan ini masih tinggi sekalipun ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pengenalan dan minimnya referen di lingkungan mereka. Tumbuhan buah selanjutnya dalah nangka ‘nangka’. Jenis komoditi
pertanian yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat memang bukan jenis
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan buah karena masyarakat lebih suka membudidayakan jenis tanaman muda yang bernilai ekonomi tinggi. Nangka memang sangat mudah ditemukan di
daerah ini, namun semua itu tidak pernah ditanam dengan sengaja oleh masyarakat. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih sangat tinggi,
namun telah mengalami penyusutan pada pemahaman beberapa responden remaja. Kondisi ini disebabkan oleh faktor yang sama dengan pemahaman pada tumbuhan
lain, yaitu kurangnya pengenalan dari orangtua dan minimnya aktivitas beberapa responden remaja dengan dunia pertanian. Sedangkan ndalima ‘jambu biji’ sangat
banyak ditemukan di DUG yang tumbuh secara liar. Selain buahnya yang dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, masyarakat juga memnafaatkan daun
jambu biji yang lebih muda sebagai obat sakit perut. Begitu juga halnya dengan pote ‘petai’ juga masih banyak ditemukan dan bermanfaat sebagai lalapan.
Pemahaman seluruh responden terhadap kedua tumbuhan ini ada pada kategori mengenal.
Pemahaman responden terhadap tumbuhan rambe ‘rambe’ juga masih tinggi sekalipun tumbuhan ini tidak banyak ditemukan di desa ini. Seperti yang
telah diuraikan di atas, Masyarakat DUG tidak menjadikan jenis tumbuhan buah untuk dijadikan sebagai jenis tanaman utama karena kondisi mereka lebih
memilih untuk membudidayakan jenis tanaman muda yang dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat dan bernilai ekonomi tinggi. Setelah diujikan,
tumbuhan ini memang sudah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa kelompok usai remaja, namun penyusutan pemahaman itu tidak masuk pada
kategori tidak mengenal tetapi masuk pada kategori kedua yaitu pernah
Universitas Sumatera Utara
mendengar saja, itu artinya tidak ada satupun responden yang tidak mengenal dan tidak pernah mendengar tumbuhan ini.
Beberapa masyarakat membudidayakan tanaman randat ‘tomat’ karena merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Kondisi alam pegunungan yang dingin
sangat cocok untuk membudidayakan tumbuhan ini. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Tarutung ‘durian’ juga masih
banyak ditemukan di DUG. Dairi memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil durian di Sumatera Utara. Namun, daging buah durian dari DUG lebih
tipis dibandingkan dari daerah lain karena suhu yang lebih dingin. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Tarutung
belanda ‘sirsak’ memang tidak banyak ditemukan di daerah ini karena masyarakat kurang meminati buah ini. Namun bukan hal yang sulit untuk menemukan
tumbuhan ini di DUG. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga mayoritas ada pada kategori mengenal. Hanya ada beberapa responden remaja
yang hanya pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan karena mereka lebih sering menganal tumbuhan ini dengan nama dalamBI yaitu sirsak. Kondisi ini
tentu harus menjadi perhatian orangtua untuk meningkatkan frekuensi penggunaan bahasa etnis kepada generasi muda.
Tapeang ‘buah yang ketika muda beracun namun setelah tua dapat dimakan’ menjadi buah yang paling banyak tidak dikenal oleh responden. Lebih
dari setengah responden tidak mengenal dan tidak pernah mendengat tumbuhan ini. Hal ini disebabkan karena tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat merasa tumbuhan ini kurang bermanfaat sehingga tidak dibudidayakan.
5.1.5 Kelompok Leksikon Rorohen
Data leksikon tumbuhan rorohen ‘sayuran’ yang diperoleh dari informan berjumlah 25 leksikon. Tidak semua tumbuhan sayuran ini ditanam untuk
dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat, namun juga untuk dijual ke pasar tradisional. Namun di antara tanaman sayuran tersebut ada beberapa yang sudah
sulit ditemukan karena sejak beberapa tahun belakangan tidak dibudidayakan lagi oleh masyarakat. Hal itu mengakibatkan responden usia yang lebih muda tidak
memahami leksikon tersebut karena mereka tidak mengenal tumbuhan itu. Ada juga beberapa tumbuhan yang mereka tidak paham walaupun masih banyak
ditemukan di daerah ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penggunaan bahasa etnis dan pengenalan dari orangtua terhadap generasi muda. Mereka lebih
mengenal tumbuhan sayuran itu dengan sebutan dalam bahasa etnis lain dan bahasa Indonesia. Sehingga dibutuhkan perhatian lebih dari orangtua agar lebih
sering menggunakan bahasa etnis agar leksikon tersebut tidak benar-benar hilang dari pemahaman remaja dan generasi yang akan datang.
Tumbuhan arum ‘bayam’, buncis ‘buncis’, cemun ‘mentimun’, cemun ‘jipang’, kentang ‘kentang’, kol ‘kubis’, nasi-nasi ‘daun katu’, rias ‘kacang
panjang’, ruku-ruku ‘kemangi’, sabi ‘sawi’, dan tuyung ‘terung’ merupakan sayuran yang sengaja ditanam untuk dijual. Jadi alasan utama masyarakat
menanam jenis sayuran ini adalah karena bernilai ekonomi tinggi, dan masa panen
Universitas Sumatera Utara
yang singkat. Namun pemahaman responden terhadap beberapa sayur-mayur tersebut sudah mengalami penyusutan pada generasi remaja. Di antara jenis sayur
di atas, yang telah menyusut pemahaman remaja adalah arum, nasi-nasi, rias, ruku-ruku, dan tuyung. Kelompok remaja ini lebih mengenal sayuran tersebut
dengan nama di luar bahasa etnis mereka yaitu BBT atau BI. Jadi dapat disimpulkan, penyebab penyusutan itu adalah kondisi sosial masarakat DUG yang
berasal dari latarbelakang budaya yang berbeda mengakibatkan terjadinya kontak bahasa.
Bulung gadong kayu ‘daun singkong’ sangat banyak ditemukan di desa ini karena dapat tumbuh dengan mudah. Bulung gadong kayu ini merupakan sayur
yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat karena mudah didapat dan mudah untuk disajikan. Pemahaman responden untuk tumbuhan ini ada pada
kategori mengenal. Bungke ‘sejenis kemangi, namun buahnya dapat digunakan untuk membekukan susu’ sebenarnya tidak banyak ditanam oleh masyarakat
karena kurang diminati untuk dijadikan sayur dan buahnya juga tidak bermanfaat karena mereka tidak membutuhkannya untuk membekukan susu. Akhirnya
banyak kelompok usia remaja yang tidak mengenal tumbuhan ini karena jarang dibudidayakan oleh masyarakat.
Genjer ‘genjer’ marupakan jenis sayur yang hidup di tanah yang basah. Kondisi lingkungan alam di desa ini yang berubah mengakibatkan jenis tumbuhan
ini sudah jarang ditemukan karena kekeringan yang melanda desa ini. Namun tidak ada satu pun responden yang tidak pernah mendengar leksikon ini.
Penyusutan pemahaman yang terjadi pada kelompok usia remaja kategori
Universitas Sumatera Utara
mengenal ke kategori hanya pernah mendengar. Artinya leksikon ini belum benar- benar punah dari pemahaman mereka, tetapi hal itu bisa saja terjadi akibat
perubahan kondisi alam yang telah diuraikan sebelumnya. Kalondang, pariaia, dan tabu merupakan jenis gambas. Ukuran, bentuk,
rasa, dan warna menjadi pembeda masing-masing tumbuhan ini. Tumbuhan ini memang kurang disukai oleh masyarakat. Terutama usia remaja tidak menyukai
sayuran ini karean rasanya yang pahit. Kondisi ini mengakibatkan tanaman ini tidak banyak dibudidayakan oleh masyarakat, hanya ada beberapa penduduk saja
yang membudidayakan tanaman ini. Masalah tersebut mengakibatkan pemahaman responden mengalami penyusutan pada setiap generasi. Selain karena sedikitnya
jumlah tanaman ini dibudidayakan, penyebab lain adalah kelompok usia remaja tidak dapat membedakan tumbuhan tersebut, sehingga ketika mereka melihat
tumbuhan ini, mereka menyebutnya dengan satu nama yaitu pariaia. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penyempitan pemahaman pada generasi yang
lebih muda. Mbecih dan tabunggala juga merupakan jenis labu namun perbedaan
ukuran yang kecil dan besar membuat nama keduanya berbeda. Labu ukuran yang lebih kecil dan umumnya hanya untuk dikonsumsi sebagai sayuran dinamai
mbecih, sedangkan labu ukuran besar yang dahulu dimanfaatkan juga sebagai tempat menyimpan beras dinamai tabunggala. Pada kedua tumbuhan ini juga
telah terjadi penyusutan dalam pemahaman responden remaja. Mereka juga tidak dapat membedakan nama untuk kedua tumbuhan ini. Untuk menamai kedua
tumbuhan ini mereka menyebut dengan nama jelok yang merupakan bahasa Batak
Universitas Sumatera Utara
Toba. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungann sosial seperti yang telah diuraikan di awal.
Mberrung, tobis, pitola, pulung, dan santung merupakan jenis sayur yang sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. Hal itu mengakibatkan masyarakat
jarang sekali membudidayakan tumbuhan ini, kecuali santung ‘jantung pisang’ yang banyak ditemukan namun tidak begitu disukai oleh masyarakat untuk
disajikan sebagai sayur. Mberrung sudah sangat dibudidayakan sehingga berdampak pada hilangnya leksikon ini dari pemahaman responden remaja.
Begitu juga halnya dengan pitola dan pulung telah mengalami penyusutan dari pemahaman beberapa responden remaja yang ada pada kategori mengenal, hanya
mendengar, dan ada yang tidak pernah mendengar sama sekali. Turbangen adalah tumbuhan sayur yang biasa dikonsumsi oleh seorang
wanita yang baru melahirkan. Walaupun begitu, tumbuhan ini masih banyak ditemukan di daerah ini. Karena jenis sayuran ini biasa dikonsumsi oleh seorang
yang baru melahirkan, maka pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga menjadi menyusut terutama pada kategori reamaja. Hal ini memang bukan
diakibatkan karena mereka tidak pernah mengonsumsi sayuran tersebut, tetapi diakibatkan oleh kondisi sosial masyarakat DUG membuat beberapa di antara
mereka lebih mengenal dengan sebutan dalam bahasa etnis lain yaitu bangun- bangun. Namun mereka mengaku pernah mendengar nama tumbuhan tersebut,
sehingga penyusutan pemahaman itu hanya sampai pada kategori pernah mendengar saja. Artinya leksikon turbangen belum hilang dari pemahaman
mereka. Kondisi ini menuntut orangtua agar lebih memperkenalkan bahasa etnis
Universitas Sumatera Utara
kepada generasi remaja. Jika hal ini terus dibiarkan,bukan tidak mungkin bahasa etnis merekaakan hilang akibat kontak bahasa dengan bahasa etnis yang lain.
5.2 Relasi Semantis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi
Relasi semantis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan kemaknaan antara sebuah leksikon atau satuan bahasa dengan leksikon yang lain
atau hubungan struktural di antara leksikon-leksikon. Relasi semantis yang
terbentuk dari LFBPD di DUG adalah homonim, antonim, meronimi, dan hiponim.
5.2.1 Antonim
Antonim merupakan sebutan untuk dua hal yang memiliki makna yang bertentengan. Antonim juga dapat diartikan sebagai ungkapan yang maknanya
merupakan kebalikan dari uangkapan lain yang bersifat dua arah. Berdasarkan data, diperoleh 2 leksikon yang mengandung pertentangan
makna yaitu, leksikon tabunggala dan mbecih. 1
tabunggala X mbecih Leksikon tabunggala digunakan untuk menamai ‘labu’ yang memiliki
ukuran yang besar, dan leksikon mbecih digunakan untuk menamai ‘labu’ ukuran yang lebih kecil.
Dari kedua leksikon tersebut terlihat bagaimana masyarakat menggunakan istilah yang berbeda untuk menyebut satu benda yang sama hanya karena
Universitas Sumatera Utara
ukurannya yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dalam Bahasa Pakpak mengenal istilah antonim.
5.2.2 Homonim dan Homograf A. Homonim
Homonim merupakan nama sama untuk benda atau hal lain. Secara semantik, pengertian homonim suatu ungkapan yang bentuk dan pelafalannya sama dengan
ungkapan lain, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Berdasarkan data LFBPD yang diperoleh, terdapat leksikon dengan pengucapan atau lafalnya sama, tulisannya sama, namun memiliki makna yang
berbeda. Kata atau leksikon yang memiliki ciri seperti ini disebut homonim. Tabel 5.1
Homonim ‘Tuyung’ 2
Leksikon tuyung I digunakan untuk menyebut nama buah ‘terong belanda’ atau ‘tiung’, sedangkan tuyung II digunakan untuk menyebut sayur ‘terong’.
Tabel 5.2 Homonim ‘Rias’
3
Leksikon rias I merupakan nama sayuran yaitu ‘kacang panjang’, sedangkan leksikon rias II merupakan sebutan untuk tumbuhan yang bunganya
digunakan sebagai penambah rasa asam pada masakan.
Leksikon Pengucapan
Tulisan Makna
tuyung I [tuyung]
tuyung terung belanda
tuyung II [tuyung]
tuyung terung
Leksikon Pengucapan Tulisan Makna
rias I [rias]
rias kacang panjang
rias II [rias]
rias batang kincung
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3 Homonim ‘Cemun’
4
Leksikon cemun I merupakan sebutan untuk ‘mentimun’, sedangkan leksikon cemun II merupakan nama jenis sayur merambat atau sering disebut
‘labu siam’. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa leksikon tuyung I dan
tuyung II, antara leksikon rias I dan rias II, dan antara leksikon cemun I dan cemun II memiliki hubungan yang disebut homonim.
B. Homograf
Selain homonim, ada juga data leksikon flora yang diperoleh mengandung hubungan yang memiliki persamaan dari segi tulisan, namun memiliki makna dan
cara pengucapan yang berbeda. Hubungan seperti ini disebut dengan istilah homograf.
Tabel 5.4 Homograf ‘Tuba’
5
Dari data tersebut terlihat ada dua leksikon dengan penulisan yang sama, namun cara pengucapan atau lafal yang berbeda serta makna yang berbeda.
Leksikon tuba I yang digunakan untuk menyebut jenis ‘pohon’ diucapkan [tuba], sedangkan leksikon tuba II yang bermakna ‘andaliman’ diucapkan [tu;ba].
Leksikon Pengucapan
Tulisan Makna
cemun I [cemun]
cemun mentimun
cemun II [cemun]
cemun labu siam
Leksikon Pengucapan
Tulisan Makna
tuba I [tuba]
tuba jenis pohon
tuba II [tu;ba]
tuba andaliman
Universitas Sumatera Utara
5.2.3 Hiponim
Hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas
disebut hipernim atau kata umum. Dari data LFBPD yang telah dikumpulkan, maka diperoleh beberapa
leksikon yang memiliki hubungan hiponim dan hipernim. Leksikon tersebut adalah mpiangi ‘meranti’, kayu bangunenkayu bangunan, paku paku, tambar
tanaman obat, anyamen tumbuhan anyaman, nakan pinaken pakan ternak, pola nira, gelaga gelagah,parasit tumbuhan parasit, dan gambas gambas.
6 bane
mpiangi hori
Gambar 5.1 Hiponim Mpiangi
7 api-api
bintatar celmeng
dalung-dalung hori
meang meddang
mpiangi jati
kakembu kayu bangunen
kambuaren keccing
kayu bane kayu ndelleng
kimang linjomaroker
sampenur simarhuni
siterngem sona
tuba
Gambar 5.2 Hiponim Kayu Bangunen
Universitas Sumatera Utara
8 arsam
dangke jambang
lipan
paku licin
paku rugi-rugi
sapilpil tanggiang
Gambar 5.3 Hiponim Paku
9 alum-alum
endet gatap
jerango
tambar lancing
sarindan sindruma
singgaren
Gambar 5.4 Hiponim Tambar ‘Tumbuhan Obat’
10 bangkuang
kiki anyamen
hipon-hipon raso
Gambar 5.5 Hiponim Anyamen
11 alah-alah
alum-alum nakan pinakan
komil oma
Gambar 5.6 Hiponim Nakan Pinaken
12 riman
pola ndurur
pola
Gambar 5.7 Hiponim Pola
Universitas Sumatera Utara
13 berhu
gelaga lahi
sanggar
Gambar 5.8 Hiponim Gelagah
14 sarindan
parasit simerpage-page
peldang
Gambar 5.9 Hiponim Parasit
15 kalondang
gambas pariaia
tabu
Gambar 5.10 Hiponim Gambas
5.2.4 Meronim
Meronim merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal. Dari data yang diperoleh, terdapat beberapa leksikon yang masuk ke dalam contoh meronim.
16 galuh
galuh lambat
santung
Gambar 5.11Meronim Galuh
17 pelia
pote pulung
Gambar 5.12 Meronim Pote
18 lambat
pola mare-mare
pola
Gambar 5.13 Meronim Pola
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan diagram di atas, maka dapat disimpulkan bahwa BPD memiliki bentuk relasi leksikal jenis meronim untuk kategori leksikon flora
meskipun jumlahnya sangat sedikit. Sementara itu, dari 200 leksikon yang diperoleh, tidak ada satu leksikon pun yang memiliki relasi semantis jenis
sinonim, homofon, dan polisemi.
5.3 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi
Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman masyarakat DUG terhadap leksikon flora yang telah dikumpulkan, maka dilakukan pengujian
kepada 60 orang responden yang telah dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan latar belakang usia yang telah dijelaskan sebalumnya. Daftar leksikon ini diujikan
kepada 60 orang responden tersebut dengan memberikan tiga pilihan jawaban, yaitu 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan,
2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan, dan 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah
mendengar, dan tidak pernah menggunakan.
5.3.1 Pemahaman Masyarakat DUG Oleh Tiga Kelompok Usia Terhadap LFBPD
Pemahaman masyarakat DUG terhadap 200 jumlah LFBPD dengan tiga kelompok responden yang dibagi berdasarkan kelompok usia yaitu usia
≥ 60 tahun, usia 25-59 tahun, dan usia 12-24 tahun dengan jumlah 60 orang. Jumlah
Universitas Sumatera Utara
informan tiap kelompok usia adalah 20 orang. Dari hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan, maka masyarakat DUG terhadap leksikon kayu dapat
dideskripsikan pada tabel di bawah ini. Tabel 5.5
Persentase Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap LFBPD
No KELOMPOK
LEKSIKON KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
1 Leksikon Kayu
1986 55,3
522 13,6
1272 33,1
2 Leksikon Rambah
1855 59,2
409 13,1
886 27,7
3 Leksikon Suansuanen
1911 88,5
100 4,6
149 6,9
4 Leksikon Buah
1281 92,8
48 3,5
51 3,7
5 Lekaikon Rorohen
1136 75,8
185 12,3
179 11,9
Total 8199
1264 2537
Rata-rata 68,3
10,5 21,2
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat DUG terhadap lima kelompok leksikon adalah Kategori 1 diperoleh jumlah pemahaman JP
sebanyak 8199 dan rata-rata berjumlah 63,8 ,. Kategori 2, jumlah pemahaman JP sebanyak 1264 dengan jumlah rata-rata 10,5 . Kategori 3 jumlah
pemahaman JP 2537 dan jumlah rata-rata 21,2 . Dalam Kategori 1 kelompok leksikon buah menjadi kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi
dengan JP 1281 92,8 , kelompok leksikon yang terendah dalam Kategori 1 adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 1985 55,3 . Kategori 2 kelompok
leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 522 13,6 , kelompok leksikon terendah adalah kelompok leksikon
buah dengan JP 48 3,5 . Kategori 3 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon kayu dengan JP 1272 33,1 , dan
kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah leksikon
Universitas Sumatera Utara
buahdengan JP 51 3,7 . Pada kategori 3 terjadi penyusutan pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan kategori2. JP pada kategori 3 adalah 2537 21,2,
sementari JP pada kategori 2 adalah 1264 10,5 , itu artinya terjadi peningkatan penyusutan pemahaman 10,7 . Hal itu disebabkan kelompok usia remaja 12-24
tahun mayoritas ada pada kategori 3 terutama padakelompok leksikon kayu dan rambah. Berikut ini akan digambarkan dalam bentuk diagram.
Gambar 5.14 Rangkuman PemahamanMasyarakat DUG Terhadap LFBPD
Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat di DUG terhadap LFBPD mengalami penyusutan. Hal ini terlihat jelas dalam
diagram yang menunjukkan kategori 1 masih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa leksikon-leksikon itu masih ada walaupun mengalami penyusutan yang signifikan
dalam kategori 2 dan kategori 3. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah kelompok leksikon buah karena leksikon tersebut masih
berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat di desa ini. Buah menjadi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat setempat sehingga banyak sekali tumbuhan buah ini ditanam oleh hampir seluruh masyarakat karena mata
pencaharian masyarakat desa ini adalah bertani. Leksikon kayu menjadi kelompok leksikon dengan JP terendah karena tumbuhan ini jarang sekali berhubungan
dengan kehidupan masyarakat saat ini dan tumbuhan ini sudah jarang ditemukan.
5.3.1.1 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Kayu
Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini dapat dilihat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Dari tabel tersebut diperoleh hasil untuk
Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 1986 53,5 . Berdasarkan tabel tersebut leksikon dengan JP tertinggi adalah, leksikon sampula JP 60 100 sering dimanfaatkan
sebagai katu bakar karena mudah dicari, kayunya ringan dan mudah dikeringkan. Leksikon lamtoro JP 60 100 , memiliki manfaat yang sama seperti sampula.
Leksikon ndulpak JP 53 88,3 manfaatnya juga sebagai kayu bakar. Leksikon kemenjen JP 53 88,3 banyak tumbuh di hutan dan masyarakatnya banyak
yang mencari kemenjen untuk dijual karena harganya yang tinggi.
Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
JP 522 13,6 dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah doko-doko JP 30 50 pohon sejenis nangka yang
hidup di hutan. Leksikon cik-cik dengan JP 28 46,7 sejenis pohon yang getahnya gatal. Mayoritas orang tua lebih kenal karena tumbuhan ini ada di hutan
Universitas Sumatera Utara
tumbuh bersama-sama dengan kemenjen. Leksikon dalung-dalung dengan JP 26 43,4 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 1272 33,1 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon linjomaroker dengan JP 44 73,4
. Tumbuhan ini merupakan jenis pohon kayu keras dan sangat sulit ditemukan. Selanjutnya leksikon ngilkil dengan JP 35 58,3 daun pohon ini dimanfaatkan
untuk membuat ikan kehilangan kesadaran atau pingsan. Tumbuhan ini jarang digunakan sekarang karena di desa ini sudah jarang ditemukan kolam atau sungai.
Kemudian leksikon ndilo dengan JP 35 58,3 biasanya dimanfaatkan sebagai bahan dasar tikar anyaman, namun akibat perkembangan teknologi, banyak tikar-
tikar berbahan plastik dengan harga murah mengakibatkan masyarakat tidak tertarik untuk menganyam tikar sendiri.
5.3.1.2 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rambah
Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon dukutrambah ini juga dimuat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dijelaskan bahwa pemahaman masyarakat terhadap kelompok
leksikon ini pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
memiliki JP sebanyak 1885 59,2 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon pandan JP 53 93,3 . Leksikon ini masih
dimanfaatkan masyarakat untuk menambah aroma pada makanan seperti bubur.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian leksikon alum-alum JP 52 86,7 masyarakat masih sering menggunakan tumbuhan ini untuk obat gatal pada kulit. Leksikon sindruma JP 48
80 masih sering digunakan sebagai obat pertolongan pertama untuk luka. Selanjutnya leksikon sarindan JP 48 80 tumbuhan pasarasit yang sering
dijumpai di pohon kopi, nangka, dan lain-lain dan biasa dimanfaatkan menjadi obat.
Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
JP 409 13,1 dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah simertahuak dengan JP 22 36,7 sejenis rumput
yang sudah jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi kedua adalah dukut cippon JP 20 33,3 tanaman rumput ini biasa ditanam untuk hiasan pekarangan
atau halaman rumah, namun di daerah ini jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah cilekket dengan JP 16 26,7 rumput ini sudah mulai
jarang ditemukan karena saat ini sudah banyak pembukaan lahan baru, sehingga tumbuhan ini hanya akan ditemukan di tempat-tempat tertentu. Leksikon
tanggiang dengan JP 16 26,7 juga sudah semakin jarang ditemukan karena biasanya ini dimanfaatkan sebagai tiang untuk menopang tanaman anggrek.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 886 27,7 . Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon lalau dengan JP 34 56,7
tumbuhan liar jenis tuak. Kemudian leksikon ndurur dengan JP 33 55 tumbuhan jenis nira ini sudah sangat sulit ditemukan karena tidak pernah
dimanfaatkan lagi. Kemudian leksikon kelsi JP 32 53,4 sejenis semak yang
Universitas Sumatera Utara
sulit untuk dimusnahkan, sehingga masyarakat melakukan segala upaya untuk memusnahkan tumbuhan ini, sehingga sulit ditemukan, jadi hal ini dianggap
sangat wajar. Leksikon kedua dengan JP tertinggi adalah paku dengan JP 32 53,4 tumbuhan sejenis pakis besar ini sudah sulit ditemukan.
5.3.1.3 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Suansuanen
Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini telah dilampirkan dalam tabel 2.1 pada lampiran 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa
jumlah pemahaman untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
diperoleh JP sebanyak 1911 88,5 . Dalam kategori ini, leksikon dengan JP tertinggi adalah page, koning, lengkuas,
gatap, cina, acem, keras, neur, tebbu, jagong, pola, gadong, kacang, dan rias dengan JP 60 100 untuk masing-masing leksikon. Kemudian leksikon gambir,
lada, dan rimbang masing-masing JP 57 95 , leksikon pinang dengan JP 56 93,3 . Pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini sangat tinggi karena
masyarakat membudidayakan tanaman ini untuk kebutuhan sehari-hari.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 100 4,6 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon ganderra JP 10 16,7
tumbuhan ini sering disebut ‘bawang batak’ memang sudah jarang digunakan untuk masakan. Mayoritas kelompok usia remaja yang masuk dalam kategori ini.
Kemudian leksikon cikala dan leuh JP 8 13,3 sebenarnya masih banyak
Universitas Sumatera Utara
ditemukan, namun generasi yang lebih muda sering menggunakan bahasa Batak Toba untuk menyebut nama tumbuhan ini yaitu leutu. Kemudian leksikon rimo
mungkur, keceur, isap, dan sukat JP 7 11,7 nama tumbuhan ini jarang disebut terutama oleh kelompok usia remaja walaupun referennya masih banyak dijumpai
di lingkungan tempat tinggal. Hal ini juga disebabkan karena mereka lebih mengenal nama tumbuhan ini dalam bahasa Batak Toba yaitu unte pangir,
hasihor, timbaho, dan suhat.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 149 6,9 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah koning gajah dan mbungke dengan
JP 26 43,3 . Tumbuhan ini memang merupakan jenis kunyit dan jahe, namun saat ini referennya sudah sulit ditemukan, sehingga wajar generasi yang lebih
muda tidak menggunakan leksikon ini dalam kehidupan sehari-hari karena tumbuhan ini sudah tidak berhubungan lagi dengan kehidupan mereka. Leksikon
koning putih dan saka sempilit dengan JP 20 33,3 tumbuhan ini juga sudah jarang ditemukan. Kemudian leksikon pala dan maremare dengan JP 10 16,7
menduduki JP terendah ketiga. Tumbuhan ini dulunya masih sering dipakai terutama pada saat pesta, namun belakangan ini sudah dijual dalam bentuk yang
lebih praktis.
5.3.1.4 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Buah
Rincian persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon
buah sesuai dengan lampiran 2 tabel 2.1 adalah Kategori 1mengenal, pernah
Universitas Sumatera Utara
melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan dengan JP 1281 92,8
. Lebih dari 50 leksikon dalam kelompok ini memiliki jumlah pemahaman JP 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah galuh, kennas, tarutung, tuyung,
rimo, mangga, rambuten, randat, salak, ndalima, bettik, mbertik, dan terong. Hal ini menunjukkan adanya konsistensi penggunaan leksikon dan pengenalan referen
oleh orangtua terhadap generasi yang lebih muda. Tumbuhan tersebut memang banyak sekali dijumpai di daerah ini.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 48 3,5 . Leksikon dengan jumlah pemahaman JP pada kategori ini adalah leksikon gerrat, langsat,
rambe, dan cibukbuken dengan JP 8 13,3 untuk tiap-tiap leksikon. Mayoritas kelompok remaja yang ada dalam kategori ini. Tumbuhan tersebut memang masih
tumbuh di daerah ini, namun mereka sering sekali menggunakan bahasa Indonesia untuk menamai tumbuhan tersebut.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 51 3,7. Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon tapeang dengan JP 35
58,3. Kelompok usia remaja masuk dalam Kategori 3 ini. Mereka sama sekali tidak mengenal, tidak pernah melihat, bahkan tidak pernah mendengar, dan
menggunakan leksikon ini. Menurut keterangan orangtua, tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan di daerah ini. dapat disimpulkan, leksikon ini sudah punah
dari pemahaman remaja saat ini.
Universitas Sumatera Utara
5.3.1.5 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rorohen
Persentase pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok
leksikon ini sesuai dengan lampiran 2 tabel 2.1 adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 1136 75,8. Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon bulung gadong kayu,
kentang, tuyung, buncis, cemun, dan kol dengan JP 60 100 untuk masing- masing leksikon. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah cemun dengan
JP 58 96,7 dan leksikon tobis dengan JP 57 95. Hal ini sangat wajar karena tumbuhan tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat di daerah ini.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 185 12,3. Leksikon dengan jumlah pemahaman JP tertinggi adalah leksikon mbecih
dengan JP 22 36,6. Tumbuhan ini masih banyak ditemukan di daerah ini, namun generasi yang lebih muda terutama remaja lebih mengenal kata jelok untuk
menyebut tumbuhan ini. Leksikon berikutnya adalah bungke dengan JP 21 35 merupakan tumbuhan yang biasa juga digunakan untuk membekukan susu ini
sudah jarang terlihat. Leksikon tabunggala dengan JP 18 30, tumbuhan ini selain menjadi sayuran, sering juga digunakan untuk menyimpan beras.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 179 11,3. Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon ruku-ruku JP 24
40. 100 generasi remaja masuk dalam kataegori ini karena tumbuhan ini
Universitas Sumatera Utara
sudah sulit ditemukan. Kemudian leksikon pitola dan leksikon tabu menjadi leksikon dengan JP tertinggi berikutnya yaitu dengan JP 23 38,3 tumbuhan ini
juga sudah jarang dibudidayakan oleh masyarakat setempat, sehingga wajar leksikon tersebut tidak digunakan. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah
mberrung dengan JP 20 33,3 merupakan tumbuhan yang sudah langka sehingga generasi remaja sama sekali tidak ada yang mengenal bahkan tidak
pernah mendengar leksikon ini.
5.3.2 Perbandingan Pemahaman Masyarakat DUG Berdasarkan Kelompok Usia Terhadap LFBPD
5.3.2.1 Pemahaman Kelompok Usia ≥ 60 Tahun DUG Terhadap LFBPD
Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada masyarakat DUG kelompok usia ≥
60 tahun yang berjumlah 20 orang dengan memberikan tiga pilihan kategori jawaban. Dalam tabel berikut ini akan terlihat bagaimana tingkat pemahaman
kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima
kelompok leksikon. Tabel 5.6
Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap LFBPD
No KELOMPOK
LEKSIKON KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
1 Leksikon Kayu
1038 82,4
170 13,5
52 4,1
2 Leksikon Rambah
1002 94,5
35 3,3
23 2,2
3 Leksikon Suansuanen
720 100
4 Leksikon Buah
459 99,8
1 0,2
5 Lekaikon Rorohen
500 100
Total 3719
206 75
Rata-rata 93
5,1 1,9
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah pemahaman atau JP pada Kategori 1 adalah 3719 93,3 , pada Kategori 2 JP 206 5,1 , dan pada
Kategori 3 JP 75 1,9 . Dalam Kategori 1, kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah kelompok leksikon suansuanen dengan JP
720 100 dan kelompok leksikon rorohen dengan JP 500 100 dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP
1038 82,4 . Dalam Kategori 2, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 170 13,5, dan kelompok leksikon dengan
JP terendah adalah kelompok leksikon suansaunen dan rorohen dengan JP 0 0. Kategori 3, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok
leksikon kayu dengan JP 75 1,9 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon suansuanen, buah, dan rorohen dengan JP 0 0 .
Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun ini akan digambarkan dalam
diagram berikut.
Gambar 5.15
Universitas Sumatera Utara
PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap LFBPD
Berdasarkan diagram di atas terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun terhadap leksikon flora BPD yang menunjukkan bahwa mayoritas kelompok usia ini ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat,
pernah mendengar, dan pernah digunakan. Terdapat beberapa leksikon yang sudah mengalami penyustutan pemahaman. Hal itu terlihat jelas dalam diagram
pada Kategori 2 dan Kategori 3. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kelompok usia ini adalah kelompok leksikon suansuanen dan
rorohen dengan JP mencapai 100 . Hal ini sangat wajar mengingat bahwa masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai petani. Komoditas pertanian yang
banyak ditanam oleh penduduk desa ini adalah tanaman muda dan sayuran. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah kelompok
leksikon kayu karena beberapa di antara mereka sudah jarang bercocok tanam ke lereng hutan, mengingat bahwa tumbuhan katu ini lebih banyak tumbuh di lereng
hutan DUG. Hal ini juga disebabkan oleh perkembangan teknologi yang pesat. Masyarakat lebih memilih batu untuk membangun rumah, sehingga tidak
memerlukan jenis kayu yang baik untuk bangunan.
A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap
Kelompok Leksikon Kayu
Gambaran pemahaman masyarakat DUG untuk kelompok usia ≥ 60 tahun
dapat dilihat dalam lampiran 3 tabel 3.1. Untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
terdapat 15 leksikon
Universitas Sumatera Utara
dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah leksikon sampula, cingkem, lamtoro, ndapdap, kayu ara, sona, kemenjen, panggaben, abang-abang,
lemmas, kolit manis, kandes, kalto, pelia, dan endet. Leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah leksikon siterngem, cikcik, doko-doko, baronggang,
dan saga dengan JP 10 50 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 170 13,5 . Leksikon dnegan jumlah pemahaman tertinggi dalam Kategori 2 ini adalah
leksikon siterngem, cikcik, dan doko-doko dengan JP 10 50 atau setengah dari seluruh responden kelompok usia
≥ 60 tahun. Kemudian leksikon keccing dan nggapuk JP 7 35 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 52 4,1 . Leksikon dengan JP tertinggi pada Kategori 3 ini adalah leksikon linjomeroker dan
baronggang dengan JP 6 30 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi berikutnya adalah leksikon saga dengan JP 5 25 dan leksikon simarhuni dan
jambang dengan JP 4 20 .
B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap
Kelompok Leksikon Rambah
Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat dilihat pada
lampiran 3 tabel 3.1. Rincian pemahaman kelompok usia ini untuk masing-masing
kategori adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar,
Universitas Sumatera Utara
dan pernah menggunakan dengan jumlah pemahaman atau JP 1002 94,5 .
Terdapat 26 leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah leksikon sindruma,
kelsi, cikerput, palang teguh, sibaguri, paga-paga, tempua, sapilpil, kecik-kicik, cilekket, tanggiang, oma, sanggar, biski, pandan, kiki, simerpagepage, peldang,
sarindan, ndurur, rih, singgaren, nggala, kuyuk-kuyuk, isa-isa, dan cingkerru. Leksikon terendah dalam kategori ini adalah leksikon kempang batu dengan JP 14
20 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 35 3,3 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon alum-alum dengan JP 4 20
. Masyarakat sudah jarang menggunakan tumbuhan ini sebagai obat gatal pada kulit karena sudah banyak obat yang lebih praktis tersedia di apotek.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 23 3,3 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon dangke
dengan JP 4 20 . Tumbuhan ini merupakan jenis pakis yang dalam bahasa daerha disebut sapilpil. Jadi masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama
tersebut. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon lipan dengan JP 3 15 yang juga merupakan jenis tanaman pakis.
Universitas Sumatera Utara
C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap
Kelompok Leksikon Suansuanen
Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat dilihat pada
lampiran 3 tabel 3.1. Pemahaman kelompok usia ini pada kelompok leksikon suansuanen adalah dengan JP 20 100 . Hal ini berarti semua responden
kelompok usia ini ada pada Kategori 1mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan.
Hal ini sangat wajar mengingatmasyarakat daerah ini berprofesi sebagai petani. Mayoritass tumbuhan
yang mereka budidayakan adalah tumbuh-tumbuhan yang ada pada kelompok leksikon ini.
D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap
Kelompok Leksikon Buah
Gambaran pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun dapat di lihat pada
lampiran 3 tabel 3.1 dengan JP 459 99,8 dan dapat diakatakan sempurna. Dari 23 leksikon buah yang ada dalam kelompok leksikon ini, hanya 1 leksikon yang
tidak mencapai JP maksimal dalam kategori 1. Leksikon tersebut adalah leksikon tapeang dengan JP 19 95 pada kategori satu. Sisanya 1 JP 5 ada pada
kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan. Artinya, hanya 1 orang responden yang hanya mendengar
saja nama tumbuhan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia ≥ 60 Tahun Terhadap
Kelompok Leksikon Rorohen
Pemahaman kelompok usia ini pada kelompok leksikon suansuanen adalah dengan JP 20 100 . Hal ini berarti semua responden kelompok usia ini
ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan.
Pemahaman kelompok usia ≥ 60 tahun terhadap
kelompok leksikon ini tinggi karean tumbuh-tumbuhan ini sangat mudah dijumpai di lahan pertanian penduduk karena tumbuhan kelompok ini merupakan
kebutuhan sehari-hari masyarakat.
5.3.2.2 Pemahaman Kelompok 25-59 Tahun DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi
Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada masyarakat DUG kelompok usia 25-59 tahun yang berjumlah 20 orang dengan memberikan tiga pilihan kategori
jawaban. Dalam tabel berikut ini akan terlihat bagaiman tingkat pemahaman kelompok usia
≥ 60 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima kelompok leksikon.
Tabel 5.7 Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap LFBPD
No KELOMPOK
LEKSIKON KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
1 Leksikon Kayu
811 64,4
146 11,8
303 23,8
2 Leksikon Rambah
704 66,4
110 10,6
246 23
3 Leksikon Suansuanen
689 95,7
6 0,8
26 3,5
4 Leksikon Buah
442 96,1
18 3,9
5 Lekaikon Rorohen
400 79,6
71 14,6
29 5,8
Total 3046
333 622
Rata-rata 76,2
8,3 15,5
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, maka JP untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan adalah 3046 76,2
, JP untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 333 8,3 , dan Kategori 3 tidak
mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan adalah JP 621 15,5 . Pada Kategori 1, kelompok leksikon
dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon buah dengan JP 442 96,1 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP
811 64,4 . Untuk Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan kelompok leksikon dengan JP
tertinggi adalah kelompok leksikon rorohen dengan JP 71 14,6 . Dalam Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan
tidak pernah menggunakankelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 303 23,6 , dan kelompok leksikon dengan
JP terendah adalah kelompok leksikon suansuanen dengan JP 23 3,5 . Gambaran pemahaman kelompok usia 25-59 tahun ini akan digambarkan dalam
diagram berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.16 PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap LFBPD
Berdasarkan diagram di atas terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap LFBPD yang menunjukkan bahwa mayoritas
kelompok usia ini ada pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan. Terdapat beberapa leksikon yang
menyusut dari pemahaman responden kelompok usia ini. Hal ini terlihat jelas dalam diagram pada Kategori 2 dan Kategori 3. Namun, jumlah responden yang
masuk pada Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakanyang jumlahnya mencapai 15,5 JP
621lebih banyak dibandingkan Kategori 2 pernah mendengar saja dengan JP 333 8,3 . Kelompok leksikon dengan JP tertinggi pada kelompok usia ini
adalah kelompok leksikon buah karena banyak masyarakat setempat yang membudidayakan tumbuhan jenis buah karena merupakan kebutuhan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Kayu
Gambaran pemahaman masyarakat DUG untuk kelompok usia 25-59
tahun dapat dilihat dalam lampiran 4 tabel 4.1. Untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 811 64,4 . Terdapat 8 leksikon dengan JP 20 100 dalam kategori ini
adalah, yaitu leksikon sampula, cingkem, lamtoro, ndapdap, kemenjen, panggaben, kalit manis, dan pelia. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya
adalah leksikon jati dengan JP 19 95 dan leksikon rias-rias dan kandes masing-masing dengan JP 18 90 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 146 11,8 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon tembiski, kayu
ndelleng, doko-doko, dan baronggang dengan JP 7 35 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon api-api, baronggang, dan kayu rimo dengan
JP 6 30 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 303 23,8 . Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon linjomaroker
dengan JP 18 90 , leksikon ngilkil dengan JP 14 70 , kemudian ada 3 leksikon dengan JP 13 65 yaitu leksikon siterngem, ndilo, dan rambung.
Tumbuhan ini memang sudah sangat sulit ditemukan di daerah ini, sehingga wajar
Universitas Sumatera Utara
jika penduduk setempat terutama kelompok usia yang lebih muda tidak mengenal referen leksikon tersebut.
B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Rambah
Dalam lampiran 4 tabel 4.1, persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok leksikon ini dapat dijelaskan pada setiap kategori yaitu
Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 705 66,4 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon sindruma, pandan, sarindan, nggala, dan cingkerru
dengan JP 20 100 . Kemudian, leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon peldang dengan JP 19 95 . Tumbuhan ini masih sangat mudah dijumpai di
daerah ini terutama di lahan pertanian masyarakat.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 110 10,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon simertahuak
dengan JP 12 60 . Sejenis semak keras yang tumbuh di lahan pertanian, namun masyarakat sudah banyak tidak mengetahui nama tumbuhan tersebut. Leksikon
dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon palang teguh dengan JP 8 40 , leksikon sibaguri dan paga-paga memperoleh JP yang sama yaitu 6 30 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 245 23 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon paku dengan JP 17 85 .
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat lebih sering menggunakan nama lain untuk menyebut nama tumbuhan ini yaitu sapilpil. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon
delipedang dan kuyuk-kuyuk dengan JP 15 75 kemudian leksikon lalau dan ndurur dengan JP 13 65 .
C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Suansuanen
Persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun ini dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 4.1. Untuk lebih jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok
usia ini pada setiap kategorinya, berikut akan diuraikan. Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 689 95,7 . Dari 36 leksikon yang ada dalam kelompok leksikon ini, terdapat
29 leksikon dengan JP 20 100 . Leksikon, leksikon tersebut adalah pagee, cikala, bahing, koning, serre, gatap, lengkuas, leuh, ganderra, cina, acem, rimo
mungkur, keras, keceur, neur, pinang, gambir, pala, tebbu, jagong, gadong, isap, koning gajah, jerango, rimbang, sukat, kacang, rias, dan maremare.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 6 0,8 . Hanya ada dua leksikon yang ada dalam kategori ini yaitu leksikon lada dan pala dengan JP
3 15 . Dari semua leksikon pada kelompok leksikon ini memang kedua tumbuhan ini yang hanya pernah didengar saja oleh 6 orang responden.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 25 3,5 . Leksikon
Universitas Sumatera Utara
yang berada pada kategori ini adalah leksikon lancing, koning gajah, dan mbungke dengan JP 6 30 . Leksikon berikutnya adalah leksikon saka sempilit
dengan JP 4 20 .
D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Buah
Jumlah pemahaman atau JP oleh kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok leksikon ini hampir mendekati angka sempurna mengingat leksikon
pada kelompok ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat karena kelompok leksikon ini merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat.
Terlihat jelas bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ini terhadap kelomok
leksikon ini pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 442 96,1 , Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah
menggunakan JP 0 0 , dan pemahaman usia ini pada Kategori 3 tidak
mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
JP 18 3,9 . Pada Kategori 3 ini hanya ada 2 leksikon yaitu leksikon tapeang dengan JP 14 70 dan leksikon cibukbuken dengan JP 4 20
. Tumbuhan ini memang sangat sulit dicari, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 25-59 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Rorohen
Persentase pemahaman kelompok usia 25-59 tahun terhadap kelompok
leksikon ini adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 400 79,6 . Dari 25 leksikon yang ada dalam kelompok leksikon ini, ada 9 leksikon dengan JP 20 100
. Leksikon-leksikon tersebut adalah bulung gadong kayu, tobis, nasi-nasi, kentang, tuyung, buncis, cemun, santung, dan kol. Jenis sayuran ini memang
sangat mudah dicari di desa ini karena pemeliharaannya yang tidak merepotkan.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
JP 71 14,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon tabunggala dengan JP 15 75 .
Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon bungke dengan JP 8 40 , dan leksikon sabi dengan JP 5 35 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
terdapat JP 29 5,8 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon pitola 10 50 . Jenis
tumbuhan ini sering disebut cemun oleh masyarakat, selain itu tumbuhan ini juga sudah sangat sulit dicari. Kemudian leksikon bungke dengan JP 8 40 , leksikon
mbecih dan ruku-ruku dengan JP 4 20 .
Universitas Sumatera Utara
5.3.2.3 Pemahaman Kelompok 12-24 Tahun DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi
Sebanyak 200 leksikon diujikan kepada responden kelompok usia 12-24 tahun sebanyak 20 orang dengan memberikan tiga pilihan jawaban yaitu Kategori
1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan, Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak
pernah menggunakan, Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan. Dalam tabel berikut ini akan
terlihat bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap semua leksikon yang telah dibagi dalam lima kelompok leksikon.
Tabel 5.8 Pemahaman Masyarakat DUGKelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap LFBPD
No KELOMPOK
LEKSIKON KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
1 Leksikon Kayu
150 12
214 17
896 71
2 Leksikon Rambah
159 15,2
266 24,9
635 59,9
3 Leksikon Suansuanen
486 69
93 13,8
141 17,2
4 Leksikon Buah
380 82,6
48 10,4
32 7
5 Lekaikon Rorohen
221 44,2
119 23,8
160 32
Total 1396
740 1864
Rata-rata 34,9
18,5 46,6
Berdasarkan tabel, maka JP untuk Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan adalah 1396 34,9 , JP untuk
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan JP 740 18,5 , dan Kategori 3 tidak mengenal, tidak
pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan adalah JP 1864 46,6 . Pada Kategori 1, kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah
Universitas Sumatera Utara
kelompok leksikon buah dengan JP 380 82,6 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 150 12 . Untuk
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah digunakan kelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok
leksikon dukutrambah dengan JP 266 24,9 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon buah dengan JP 48 10.4 . Dalam
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah digunakankelompok leksikon dengan JP tertinggi adalah kelompok
leksikon kayu dengan JP 896 71 , dan kelompok leksikon dengan JP terendah adalah kelompok leksikon buah dengan JP 32 7 . Gambaran pemahaman
kelompok usia 25-59 tahun ini akan digambarkan dalam diagram berikut.
Gambar 5.17 PemahamanMasyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap LFBPD
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan diagram di atas terlihat bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap leksikon flora BPD yang menunjukkan
bahwa mayoritas kelompok usia ini ada pada Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakandengan
JP 1864 46,6 . Hal ini menunjukkan bagaimana tingkat pemahaman kelompok usia ini sudah masuk pada ranah yang kritis. Penyusutan pemahaman kelompok
usia ini terhadap 200 leksikon flora harus mendapat perhatian khusus, karena penyebabnya adalah kurangnya pengenalan oelh orang tua terhadap kelompok
usia remaja tentang tumbuh-tumbuhan ini, sehingga pemahaman generasi muda tentang leksikon ini menyusut drastis, terutama pada kelompok leksikon kayu.
Pada Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan persentase pemahaman kelompok usia ini mencapai 34,9 ,
namun kelompok leksikon dengan pemahamn tertinggi adalah kelompok leksikon buah dengan JP 380 82,6 karena memang banyak dibudidayakan oelh
masyarakat. Untuk kelompok leksikon yang lain harus ada upaya khusus yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat agar leksikon-leksikon
ini tidak benar-benar punah dari lingkungan alam mereka.
A. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Kayu
Gambaran persentase pemahaman kelompok usia 12-24 tahun DUG dapat dilihat dalam lampiran 5 tabel 5.1. Rincian pemahaman kelompok usia pada setiap
kategori adalah: Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar,
Universitas Sumatera Utara
dan pernah menggunakan dengan JP 150 12 . Leksikon dengan JP tertinggi
pada kategori ini adalah leksikon sampula dan lamtoro dengan JP 20 100 . Kemudian leksikon tusam dan lemmas dengan JP 16 80 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 214 17 . Leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi pada kategori adalah leksikon dalung-dalung
dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya dalah leksikon tembiski dengan JP 14 70 , leksikon jati, cikcik, kayu ndelleng, dan doko-doko
dengan JP 13 80.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 894 71 . Dari 63 leksikon dalam kelompok leksikon kayu, sebanyak 23 leksikon ada pada kategori
ini dengan JP 20 100 . Leksikon-leksikon tersebut adalah tanggolen, bintatar, kayu bane, sona, simarhuni, kabo, kabo-kabo, celmeng, simermunte, kapea,
ngilkil, ndilo, kandes, linjomaroker, kakembu, kambuaren, sibalik angin, kambuturren, nderrung, kimang, aru, api-api, tuba, intuang, jambang, rugi-rugi,
baronggang, hori, kayu rimo, kalto, pelia, dan saga. Tumbuhan ini memang sudah sangat jarang ditemui oleh anak remaja, mengingat aktivitas mereka yang
lebih banyak di sekolah dan lingkungan tempat tinggal, orang tua mereka sudah jarang mengikutserakan mereka mencari hasil hutan. Sehingga wajar leksikon
kayu tidak mereka pahami karena tumbuhan ini lebih banyak tumbuh di lereng hutan.
Universitas Sumatera Utara
B. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Rambah
Persentse pemahaman kelompok usia 12-25 tahun terhadap kelompok
leksikon ini pada setiap kategori adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 159 15,2 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon pandan dengan JP
16 80 . Leksikon berikutnya adalah bangkuang dengan JP 10 50 . Pengaruh perkembangan yang pesat mengakibatkan tradisi masyarakat
menganyam tikar sudah tidak diwariskan lagi. Dulu, masyarakat Pakpak sering menggunakan bangkuang untuk menganyam tikar atau tandok.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 266 24,9 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon dukut cipon, dan
leksikon dengan JP 16 80 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon sapilpil, cilekket, kuyuk-kuyuk, dan isa-isa dengan JP 12 60 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 635 59,9 . Sebanyak 18 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini, yaitu leksikon
kelsi, pedem-pedem, paga-paga, kempang batu, reba-reba, alum-alum, biski, raso, hipon-hipon, kempaba, lalau, riman, ndurur, lahi, berhu, dangke, licin, dan
lipan. Kemudian leksikon delipodang dan simertulan dengan JP 16 80 , leksikon cipurpuren leto dengan JP 15 75 .
Universitas Sumatera Utara
C. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Suansuanen
Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok
leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 486 69 . Sebanyak 15 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini. Leksikon-leksikon tersebut
adalah page, koning, gatap, lengkuas, cina, acem, keras, neur, tebbu, jagong, pola, gadong, lancing, kacang, dan rias.
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 93 13,8 . Leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah leksikon ganderra dengan JP
10 50 . Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon cikala dengan JP 8 40.
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 141 17,2 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon koning gajah,
koning putih, dan mbungke dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah leksikon saka sempilit dengan JP 16 80 , dan leksikon pala
dan mare-mare dengan JP 10 50 .
Universitas Sumatera Utara
D. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Buah
Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok
leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 380 82,6 . Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon galuh, kennas, tarutung,
tuyung, rimo, mangga, rambuten, randat, salak, ndalima, bettik, mbertik, dan terong dengan JP 20 100 . Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah
leksikon pote dan jerring dengan JP 18 90 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 48 10,4. Leksikon dengan JP tertinggi pada kategori ini adalah leksikon gerrat, langsat, rambe, dan
terong dengan JP 8 40 untuk masing-masing leksikon. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah leksikon tarutung belanda dengan JP 5 25 ..
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 32 7 . Hanya ada tiga leksikon yang masuk dalam kategori ini menurut pemahaman kelompok usia
12-24 tahun. Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon tapeang dengan JP 20 100 . Tumbuhan ini sangat sulit ditemukan saat ini
karena kurang diminati oleh masyarakat, sehingga leksikon ini hilang dari pemahaman generasi muda. Leksikon berikutnya dengan adalah leksikon
cibukbuken dengan JP 8 80 , dan leksikon gerrat dengan JP 4 20 .
Universitas Sumatera Utara
E. Pemahaman Masyarakat DUG Kelompok Usia 12-24 Tahun Terhadap Kelompok Leksikon
Rorohen
Tingkat pemahaman kelompok usia 12-24 tahun terhadap kelompok
leksikon ini adalah Kategori 1 mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan
dengan JP 221 44,2 . Sebanyak 6 leksikon dengan JP 20 100 ada pada kategori ini. leksikon tersebut adalah
bulung gadong kayu, cemun, kentang, tuyung, buncis, dan kol. Leksikon dengan JP tertinggi kedua adalah leksikon tabunggala dan tobis dengan JP 17 85 .
Kategori 2 tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan JP 119 23,8 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini adalah leksikon
mbecih dengan JP 20 100 . Kemudian leksikon nasi-nasi dan bungke dengan JP 13 65 .
Kategori 3 tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan
dengan jumlah pemahaman atau JP 160 32 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi pada kategori ini
adalah leksikon tabu, ruku-ruku, arum, dan mberrung dengan JP 20 100 . Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi berikutnya adalah leksikon pitola
dengan JP 13 65 , dan leksikon sabi dengan JP 12 60 .
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Leksikon flora bahasa Pakpak Dairi di Desa Uruk Gedang berjumlah 200
leksikon. Leksikon tersebut terbagi atas 5 kelompok leksikon. Rincian kelompok leksikon tersebut adalah 1 kelompok leksikon kayusebanyak 63
leksikon; 2 kelompok leksikon dukutrambah sebanyak 53 leksikon; 3 kelompok leksikon suansuanen sebanyak 36 leksikon; 4 kelompok leksikon
buahsebanyak 23 leksikon; dan 5 kelompok leksikon rorohen sebanyak 25 leksikon.
2. Relasi semantis yang terbentuk dari leksikon flora bahasa Pakpak Dairi terdiri
dari antonim, homonim, homograf, hiponim, dan meronim. Sementara untuk ranah sinonim, homofon, dan polisemi tidak ada.
3. Pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelima kelompok
leksikon tersebut mengalami penyusutan pemahaman pada setiap kelompok usia.
6.2 Saran
Mengingat pentingnya penelitian bahasa, terutama penelitian bahasa daerah sebagai upaya revitalisasi, penelitian ini masih memiliki banyak
Universitas Sumatera Utara
kekurangan sehingga perlu untuk ditindaklanjuti dengan mengkaji dari segi masalah dan pendekatan yang lain. Misalnya dengan melihat sikap kebahasaan
dan profesi penutur, menggunakan teori atau pendekatan fonologis, morfologis, sintaksis, atau semantik pada ranah yang lain, juga dengan yang jumlah sampel
yang lebih besar. Model penelitian dengan menerapkan pendekatan ekolinguistik dan dihubungkan dengan teori relasi semantis merupakan model penelitian yang
belum banyak dikerjakan oleh peneliti lain.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2010. “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo:
Pendekatan Ekolinguistik.”[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Adisaputra, Abdurahman. 2011. “Ancaman Terhadap Kebertahanan Bahasa
Melayu Langkat.” [Disertasi]. Denpasar: PPS Universitas Udayana. Alwi, Hasan, dkk. 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
PendidikanNasional. Amri, Yusni Khairul. 2011. “Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapaunli
Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidempuan.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Aslinda dan Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik . Bandung: Refika
Aditama. Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Linguistics
Morphology Edisi kedua . New York : Oxford University Press Inc.
Budiman,Sumiati. 1987. Sari Sastra Indonesia untuk SMP. Surakarta: Intan Pariwara.
Bungi, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Denzin dan Lincoln. 2009. Handbook of Qalitative Research.Terj. Dariyatno,
Fata, Abi, dan Rinaldi.Yogyakarta: P ustaka Pelajar.
Geeraerts, Dirk. 2010. Theories of Lexical Semantics. New York: Oxford. Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler Eds. 2001. The Ecolinguistics Reader:
Language, Ecology, and Environment.London and New York: Continuum.
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terj. Asruddin Barori
Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hurlock, Elisabeth B. 1978. Development Psychology. New York: McGraw Hill.
Universitas Sumatera Utara
Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud
. Lindo, Anna Vibeke dan Jeppe Bundsgaard eds. 2000. Dialectical Ecolinguistics
Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz December 2000. Austria: Univerisity of Odense Research Group for
Ecology, Language and Ecology.
Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mallinson, Graham and Barry J. Blake. 1981. Language Typology. New York:
North Holland. Mbete, Aron Meko dan Abdurahman Adisaputra. 2009. “Selayang Pandang
tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif.” Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrikulasi Program
Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009.
Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda. Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar
. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Palmer, F.R. 1976. Semantics A New Outline. Cambridge: Cambridge University Press.
Parera, Jos Daniel. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Ricklefs, Robert E. 1976. The Economy of Nature A Textbook in Basic Ecology.
New York: Chiron Press Incorporated. Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell.
Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Universitas Sumatera Utara
Sukhrani, Dewi . 2010. “Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan
Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Proyek PLPTK Dirjen Dikti: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Surbakti, Ernawati. 2013. “Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei: Kajian Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. Tumanggor, Ida Basaria. 2011. “Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak
Dairi.”[Disertasi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Usman, Yusradi. 2010. “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan
Ekolinguistik.” [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Widayati, Dwi, dkk. 2012. “Perubahan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu
Asahan.” Medan: Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
TABEL 1.1 DAFTAR LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI
No LEKSIKONBAHASA PAKPAK
DAIRI BAHASA INDONESIA
I Kayu ‘Kayu’
1 abang-abang
sejenis pohon berdaun kecil dan bulat, baik untuk kayu bakar
2 apiapi
sejenis pohon yang kayunya merah dan dapat dipakai untuk
membuat papan 3
ar
u
sejenis pohon yang sangat rindang, dan keras, biasa
dimanfaatkan menjadi bahan bangunan
4 baronggang
pohon berongga 5
bintatar sejenis pohon yang kayunya
dapat digunakan sebagai alat bangunan
6 celmeng
sejenis pohon besar yang keras dan berkualitas baik untuk
bahan bangunan 7
cik-cik sejenis pohon getah gatal di
kepala 8
cingkem kayu air
9 dalung-dalung
pohon yang kayunya berwarna kuning dan baik untuk dijadikan
bahan bangunan 10
doko-doko sejenis pohon serupa nangka,
biasa digunakan sebagai kayu bakar
11 endet
pohon yang daunnya dimanfaatkan sebagai obat gula
12 gomet
sejenis pohon yang daun sebelah bawahnya putih
13 hori
jenis meranti 14
int
uang
pohon rindang, namun kayunya ringan
15 jambang
pakis besar 16
jati jati
17 kabo
tanaman sejenis petai 18
kabo-kabo ‘panji’ panji
19 kalto
pohon aren dan pisang 20
kambuturen sejenis pohon berdaun kecil,
berbuah kecil-kecil dan biasa dimakan burung, kayunya bahan
Universitas Sumatera Utara
bangunan yang baik 21
kandes asam glugur
22 kapea
karet 23
kay
u ara
beringin 24
kay
u bane
sejenis meranti 25
kayu ndelleng sejenis pohon hutan
26 kay
u rimo
sejenis jeruk, buahnya sangat asam
27 keccing
sejenis pohon yang menghasilkan kayu bangunan
yang baik 28
kekembu sejenis pohon berdaun lebar,
batangnya dimanfaatkan menjadi papan
29 kembuaren
sejenis kakembu, tetapi daunnya bulat panjang
30 kemenjen
kemenyan 31
kimang sejenis pohon hutan berwarna
kuning dan kuat, sangat baik digunakan sebagai bahan
bangunan 32
kolit manis kulit manis
33 lemmas
daun salam 34
lamtoro sejenis pohon berbuah polong-
polongan 35
linjomaroker pohon berbatang besar, tinggi,
dan baik untuk bahan bangunan 36
meang sejenis pohon yang
menghasilkan ramuan kayu yang baik
37 meddang
sejenis pohon yang kayunya putih dan baik untuk ramuan
38 mpiangi
pohon meranti 39
ndaberru berdaun bulat lebar dan baik
digunakan untuk kayu bakar 40
ndapdap pohon dedap
41 nderrung
daun bulat panjang bergerigi, bercabang banyak buahnya biasa
dimakan burung, kulitnya biasa digunakanuntuk tali
42 ndilo
kayu yang kulitnya digunakan untuk anyaman tikar; kayunya
biasa juga dibuat menjadi sumpit
43 ndulpak
sejenis pohon yang arangnya dapat dipakai sebagai mesui
bedil 44
nggapuk kapuk
45 ngilkil
pohon yang daunnya dapat digunakan sebagai racun ikan
Universitas Sumatera Utara
46 pelia
pohon petai 47
penggaben sejenis pohon yang buahnya
biasa digunakan anak-anak sebagai peluru meriam-meriam
kecil yang terbuat dari bambu 48
rahu sejenis pohon yang lembut dan
buahnya dapat dimakan 49
rambung sejenis karet, getah untuk
perangkap burung 50
rias-rias pohon kerdil dan baik untuk
kayu bakar 51
rugirugi
pakis berdaun halus 52
saga sejenis pohon
53 sampenur
sejenis pohon cemara atau pinus 54
sampula senduduk
55 sibalik angin
sejenis pohon kecil, berdaun lebar dan bulat, daun sebelah
atas berwarna hijau, dan sebelah bawah berwarna putih
56 simarhuni
mahoni 57
simarmunte mirip jeruk bali
58 siterngngem
sejenis pohon besar 59
sona sejenis pohon yang getahnya
berwarna merah darah 60
tembiski sejenis pohon serupa perdu
61 tenggolen
sejenis pohon kerdil dan bercabang banyak
62 t
uba
pohon besar, keras, dan baik untuk papan
63 tusam
sejenis pohon cemara yang getah kayunya dapat dipakai
untuk suluh
II Rambah ‘Semak’
1 alah-alah
sejenis rumput yang berdaun lebar, yang dipakai sebagai
makanan ternak dan dapat menimbulkan rasa gatal dan
raum pada kulit manusia 2
alum-alum sejenis rumput untuk makanan
ternak, juga dipakai melawan gatal-gatal pada kulit
3 arsam
pakis berukuran kecil 4
bangkuang sejenis kiki yang tumbuhnya di
darat 5
berhu sejenis rumput pimping yang
batangnya berongga pendek 6
biski semak yang berukuran panjang
dan batangnya beruas-ruas 7
buluh-buluh sejenis rumput yang batang dan
Universitas Sumatera Utara
daunnya menyerupai bambu 8
cikerput putri malu
9 cilekket
sejenis rumput yang bijinya melekat pada kain
10 cingkerr
u
sejenis semak tinggi yang buahnya berbiji-biji dan dapat
dimakan 11
cipurpuren leto rumput berdaun halus dan biasa
dibuat jadi sapu 12
dangke sejenis pakis
13 delipedang
semak yang daunnya berukuran panjang dan tajam
14 dukut cippon
rumput jepang berukuran panjang
15 hipon-hipon
sejenis kiki yang ukurannya lebih besar
16 isa-isa
semak berdaun bulat dan berbatang lembut
17 kelsi
sejenis semak keras yang menjalar
18 kempaba
sejenis pinang yang ukurannya lebih kecil
19 kempang batu
jenis semak menjalar yang keras 20
kicik-kicik semak berbunga kuning dan
berbuah seperi buncis, jika tumbuh pertanda tanah subur
21 kiki
sejenis pandan dan hidup di rawa yang dipakai untuk
menganyam tikar dan bakul 22
komil sejenis rumput yang biasa
dijadikan sebagai pakan kerbau 23
kuyuk-kuyuk semak berakar serabut dan
berbatang keras mirip cabai 24
lahi sejenis rumput pimping kecil
25 lalau
sejenis sirih berukuran kecil dan berwarna kecokelatan
26 licin
sejenis pakis berwarna kehijauan 27
lipan sejenis pakis berwarna
kecokelatan 28
ndurur sejenis tuak, batangnya lebih
ramping dan tinggi 29
nggala batang padi
30 oma
sejenis rumput untuk pakan kuda atau kerbau
31 oma-oma
sejenis rumput sejenis oma tetapi kurang baik untuk pakan
kuda tau kerbau karena lebih kasar dan keras
32 paga-paga
sejenis tanaman merambat, dapat digunakan jadi obat gatal-
Universitas Sumatera Utara
gatal pada kulit 33
paku tumbuhan semak sejenis pakis
besar, paku-pakuan 34
palang teguh rumput kerdil memanjang
35 pandan
sejenis tumbuhan yang daunnya dimanfaatkan untukmakanan
36 pedem-pedem
tumbuhan yang daunnya mengatup kalau disentuh,
ukuran batangnya lebih besar dari putri malu
37 peldang
rumput parasit di kopi 38
raso tumbuhan semakyang kulitnya
dianyam menjadi tikar 39
reba-reba sejenis alang-alang berdaun
tajam, mirip lalang 40
rih lalang
41 riman
sejenis tuak batangnya lebih pendek dan besar
42 sanggar
sejenis rumput pimping 43
sapilpil pakis
44 sarindan
benalu, dimanfaatkan jadi obat 45
sibaguri semak yang keras kayunya,
sering dibuat jadi sapu halaman 46
silinjuang tumbuhan berdaun merah dan
biasa tumbuh di kuburan 47
simarpage-page semak yang mirip dengan padi
48 simertahuak
sejenis semak menjalar, daun kecil, biasa tumbuh di tanah
yang subur 49
simertulan sejenis semak yang keras, akar
keras 50
sindruma semak yang berbatang lunak dan
daunnya biasa digunakan sebagai obat luka
51 singgaren
obat demam 52
tanggiang pohon pakis berukuran besar
53 tempua
sejenis tumbuhan liar, batang dan daun mirip cabe rawit
III
Suan-suanen ‘tanaman’
1 acem
asam 2
bahing jahe
3 cikala
sejenis tanaman merambat 4
cina cabe
5 gadong
singkong 6
gambir gambir
7 gatap
sirih 8
genderra bawang rambu
9 isap
tembakau 10
jagong jagung
Universitas Sumatera Utara
IV
Buah ‘Buah-buahan’
1 bettik
semangka 2
cibukbuken sejenis rambutan liar yang
ukurannya lebih kecil dari rambutan dan memiliki daging
buah yang agak kering 3
galuh pisang
4 gerrat
sejenis pohon berbuah mirip mangga namun berwarna kuning
pucat dan rasa yang asam sekalipun sudah cukup matang
5 jerring
jengkol 11
jerango jerangau
12 kacang
kacang 13
keceur kencur
14 keras
kemiri 15
koning kunyit
16 koning gajah
kunyit gajah, ukurannya lebih besar
17 koning putih
kunyit putih, berwarna kuning keputih-putihan
18 lada
lada 19
lancing tanaman obat maag, berdaun
lebar dan merambat 20
lengkuas lengkuas
21 leuh
leutu 22
maremare daun muda tuak
23 mbungke
sejenis jahe berdaun lebih kecil dan ukuran umbi yang lebih
kecil 24
neur kelapa
25 page
padi 26
pala pala
27 pinang
pinang 28
pola tuak
29 rias
sejenis tumbuhan yang bunganya dimakan orang
30 rimbang
pohon keci yang buahnya dapat dimakan dan biasanya
dicapurkan dengan sayur daun singkong
31 rimo mungkur
jeruk purut 32
saka sampilit sejenis tumbuhan yang dipakai
sebagai penangkal untuk mengusir hantu
33 serre
sereh 34
sukat talas atau keladi
35 tebbu
tebu 36
tuba andaliman
Universitas Sumatera Utara
6 kennas
nenas 7
langsat duku
8 mangga
mangga 9
manggis manggis
10 mbertik
pepaya 11
nangka nangka
12 ndalima
jambu biji 13
pote petai
14 rambe
rambe 15
rambuten rambutan
16 randat
tomat 17
rimo jeruk
18 salak
salak 19
tapeang buah yang ketika muda beracun
namun setelah tua dapat dimakan
20 tarutung
durian 21
tarutung belanda sirsak
22 terong
markisa 23
tuyung tiung
V Rorohen ‘Sayuran’
1 arum
bayam 2
bulung gadong kayu daun singkong
3 buncis
buncis 4
bungke sayuran yang mirip seperti
kemangi, namun buahnya yang digunakan untuk membekukan
susu 5
cemun mentimun
6 cemun
jipang 7
genjer genjer
8 kalondang
gambas berukuran lebih besar dan lebih pahit
9 kentang
kentang 10
kol kubis
11 mbecih
labu kecil 12
mberrung sayuran yang dapat juga
digunakan sebagai obat gigitan serangga
13 nasi-nasi
daun katu 14
pariaia gambas
15 pitola
sejenis mentimun yang buahnya dari luar kelihatan penuh daging
tetapi hanya terdiri dari jaringan serat
16 pulung
bunga petai 17
rias kacang panjang
18 ruku-ruku
kemangi 19
sabi sawi
Universitas Sumatera Utara
20 santung
jantung pisang 21
tabu sejenis gambasnamun lebih kecil
dan warnanya lebih hijau 22
tabunggala labu besar, selain jadi sayuran
dahulu buahnya digunakan untuk menyimpan beras
23 tobis
rebung 24
turbangen tumbuhan sayur yang biasa
dimakan seorang yang baru melahirkan
25 tuyung
terung
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
TABEL 2.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK
GEDANG TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI Gabungan Tiga Generasi
Usia ≥ 60 Tahun
,
Usia 25-59
,
Usia 12-24
No LEKSIKON FLORA
BAHASA PAKPAK DAIRI
KATEGORI 1
2 3
JP JP
JP I
Kayu ‘Kayu’
1 abang-abang
37 61,6
7 11,7
16 26,7
2 apiapi
27 45
8 13,3
25 41,7
3 ar
u
27 45
8 13,3
25 41,7
4 baronggang
14 23,4
10 1,6
36 60
5 bintatar
28 46,7
5 8,3
27 45
6 celmeng
23 38,4
8 13,3
29 48,3
7 cik-cik
20 33,3
28 46,7
12 20
8 cingkem
52 86,7
8 13,3
9 dalung-dalung
25 41,7
26 43,4
9 15
10 doko-doko
13 21,7
30 50
17 28,3
11 endet
35 58,3
9 15
16 26,7
12 gomet
35 58,3
6 10
19 31,7
13 hori
20 33,3
9 15
31 51,7
14 int
uang
36 60
3 5
21 35
15 jambang
24 40
4 6,6
32 53,4
16 jati
40 66,6
20 33,4
17 kabo
29 48,3
5 8,3
26 43,4
18 kabo-kabo
26 43,3
4 6,7
30 50
19 kalto
37 61,6
3 5
20 33,4
20 kambuturen
27 45
6 10
27 45
21 kandes
38 63,3
2 3,3
20 33,4
22 kapea
28 46,7
6 10
26 43,3
23 kay
u ara
41 68,4
12 20
7 11,6
24 kay
u bane
35 58,3
5 8,3
20 33,4
25 kayu ndelleng
26 43,3
24 40
10 16,7
26 kay
u rimo
30 50
8 13,3
22 36,7
27 keccing
29 48,3
17 28,4
14 23,3
28 kekembu
28 46,7
1 1,6
31 51,7
29 kembuaren
29 48,3
2 3,3
29 48,4
30 kemenjen
53 88,3
7 11,7
31 kimang
28 46,7
8 13,3
24 40
32 kolit manis
51 85
9 15
33 lamtoro
60 100
34 lemmas
48 80
6 10
6 10
35 linjomaroker
14 23,3
2 3,3
44 73,4
36 meang
26 43,3
12 20
22 36,7
Universitas Sumatera Utara
37 meddang
28 46,7
13 21,6
19 31,7
38 mpiangi
30 50
14 23,3
16 26,7
39 ndaberru
29 48,3
6 10
25 41.7
40 ndapdap
52 86,7
8 13,3
41 nderrung
28 46,7
7 11,6
25 41,7
42 ndilo
24 40
1 1,6
35 58,3
43 ndulpak
53 88,3
7 11,7
44 nggapuk
18 30
16 26,7
26 43,3
45 ngilkil
22 36,7
3 5
35 58,3
46 pelia
40 66,6
20 33,4
47 penggaben
45 75
10 16,7
5 8,3
48 rahu
28 46,7
15 25
17 28,3
49 rambung
26 43,4
4 6,6
30 50
50 rias-rias
41 68,4
1 1,6
18 30
51
rugirugi 22
36
,6
6 10
32 53
,4 52
saga 28
46,6 32
53,4 53
sampenur 27
45 11
18,3 22
36,7 54
sampula 60
100 55
sibalik angin 30
50 2
3,3 28
46,7 56
simarhuni 20
33,3 8
13,3 32
53,4 57
simarmunte 31
51,7 3
5 26
43,3 58
siterngngem 17
28,3 13
21,7 30
50 59
sona 34
56,7 2
3,3 24
40 60
tembiski 30
50 24
40 6
10 61
tenggolen 31
51,7 6
10 23
38,3 62
t
uba
32 53,4
7 11,6
21 35
63 tusam
51 85
8 13,3
1 1,7
Total 1986 3360,1
522 855,9
1272 2084
53,3 13,6
33,1 II
Ra mbah‘Semak’
1 alah-alah
39 65
21 35
2 alum-alum
52 86,7
4 6,6
4 6,6
3 arsam
38 63,3
10 16,7
12 20
4 bangkuang
43 71,7
3 5
14 23,3
5 berhu
29 48,3
4 6,3
27 45
6 biski
34 56,7
2 3,3
24 40
7 buluh-buluh
42 70
18 30
8 cikerput
40 66,6
12 20
8 13,4
9 cilekket
40 66,7
16 26,7
4 6,7
10 cingkerr
u
45 75
10 16,7
5 8,3
11 cipurpuren leto
36 60
6 10
18 30
12 dangke
31 51,7
3 5
26 43,3
13 delipodang
22 36,7
7 11,6
31 51,7
14 dukut cippon
24 40
20 33,3
16 26,7
15 hipon-hipon
32 53,3
28 46,7
16 isa-isa
37 61,7
12 20
11 18,3
17 kelsi
28 46,6
32 53,4
18 kempaba
33 55
4 6,7
23 38,3
19 kempang batu
20 33,3
9 15
31 51,7
Universitas Sumatera Utara
20 kicik-kicik
41 68,3
8 13,3
11 18,4
21 kiki
43 71,7
1 1,7
16 26,6
22 komil
39 65
12 20
9 15
23 kuyuk-kuyuk
26 43,3
12 20
22 37,7
24 lahi
32 53,4
2 3,3
26 43,3
25 lalau
25 41,6
1 1,7
34 56,7
26 licin
27 45
4 6,7
29 48,3
27 lipan
24 40
6 17
30 50
28 ndurur
27 45
33 55
29 nggala
45 75
10 16,7
5 8,3
30 oma
40 66,7
12 20
8 13,3
31 oma-oma
36 60
10 16,7
14 23,3
32 paga-paga
23 38,3
6 10
31 51,7
33 paku
22 36,7
6 10
32 53,4
34 palang teguh
37 61,6
18 30
5 8,4
35 pandan
56 93,3
4 6,7
36 pedem-pedem
29 48,3
5 8,3
26 43,4
37 peldang
39 65
1 1,7
20 33,3
38 raso
28 46,7
4 6,7
28 46,6
39 reba-reba
34 56,7
3 5
23 38,3
40 rih
44 73,3
10 16,7
6 10
41 riman
36 60
1 1,7
23 38,3
42 sanggar
41 68,3
14 23,3
5 8,3
43 sapilpil
41 68,3
15 25
4 6,7
44 sarindan
48 80
12 20
45 sibaguri
37 61,6
16 26,7
7 11,7
46 silinjuang
36 60
12 20
12 20
47 simarpage-page
40 66,6
8 13,4
12 20
48 simertahuak
32 53,3
22 36,7
6 10
49 simertulan
37 61,7
4 6,6
19 31,6
50 sindruma
48 80
8 13,3
4 6,7
51 singgaren
32 53,3
11 18,3
17 28,4
52 tanggiang
44 73,3
16 26,7
53 tempua
31 51,7
13 21,7
16 26,6
Total 1885 3141,3
409 689,4
886 1469,3
59,2 13,1
27,7 III
Suan-suanen ‘Tanaman’
1 acem
60 100
2 bahing
52 86,6
4 6,7
4 6,7
3 cikala
48 80
8 13,3
4 6,7
4 cina
60 100
5 gadong
60 100
6 gambir
57 95
3 5
7 gatap
60 100
8 genderra
44 73,4
10 16,7
6 10
9 isap
53 88,3
7 11,7
10 jagong
60 100
11 jerango
54 90
6 10
12 kacang
60 100
Universitas Sumatera Utara
13 keceur
47 78,3
7 11,7
6 10
14 keras
60 100
15 koning
60 100
16 koning gajah
34 56,7
26 43,3
17 koning putih
40 66,7
20 33,3
18 lada
57 95
3 5
19 lancing
54 90
6 10
20 lengkuas
60 100
21 leuh
44 73,4
8 13,3
8 13,3
22 maremare
45 75
5 8,3
10 16,7
23 mbungke
34 56,7
26 43,3
24 neur
60 100
25 page
60 100
26 pala
45 75
5 8,3
10 16,7
27 pinang
56 93,3
4 6,7
28 pola
60 100
29 rias
60 100
30 rimbang
57 95
3 5
31 rimo mungkur
53 88,3
7 11,7
32 saka sampilit
36 60
4 6,7
20 33,3
33 serre
56 93,3
4 6,7
34 sukat
53 88,3
7 11,7
35 tebbu
60 100
36 tuba
52 86,7
5 8,3
3 5
Total 1911 3184,9
100 166,8
149 248,3
88,5 4,6
6,9 IV
Buah ‘Buah-buahan’
1 bettik
60 100
2 cibukbuken
40 66,7
8 13,3
12 20
3 galuh
60 100
4 gerrat
48 80
8 13,3
4 6,7
5 jerring
58 96,7
2 3,3
6 kennas
60 100
7 langsat
52 86,7
8 13,3
8 mangga
60 100
9 manggis
57 95
3 5
10 mbertik
60 100
11 nangka
56 93,3
4 6,7
12 ndalima
60 100
13 pote
58 96,7
2 3,3
14 rambe
52 86,7
8 13,3
15 rambuten
60 100
16 randat
60 100
17 rimo
60 100
18 salak
60 100
19 tapeang
25 41,7
35 58,3
20 tarutung
60 100
21 tarutung belanda
55 91,7
5 8,3
22 terong
60 100
Universitas Sumatera Utara
23 tuyung
60 100
Total 1281 2135,2
48 79,8
51 85
92,8 3,5
3,7 V
Rorohen ‘Sayuran’
1 arum
37 61,7
3 5
20 33,3
2 bulung gadong kayu
60 100
3 buncis
60 100
4 bungke
24 40
21 35
15 25
5 cemun
58 96,7
2 3,3
6 cemun
60 100
7 genjer
44 73,3
16 26,7
8 kalondang
36 60
14 23,3
10 16,7
9 kentang
60 100
10 kol
60 100
11 mbecih
34 56,7
22 36,6
4 6,7
12 mberrung
37 61,7
3 5
20 33,3
13 nasi-nasi
40 66,7
13 21,6
7 11,7
14 pariaia
52 86,7
3 5
5 8,3
15 pitola
27 45
10 16,7
23 38,3
16 pulung
39 65
13 21,7
8 13,3
17 rias
54 90
6 10
18 ruku-ruku
33 55
3 5
24 40
19 sabi
35 58,4
13 21,6
12 20
20 santung
45 75
7 11,7
8 13,3
21 tabu
34 56,7
3 5
23 38,3
22 tabunggala
42 70
18 30
23 tobis
57 95
3 5
24 turbangen
48 80
12 20
25 tuyung
60 100
Total 1136 1894,6
185 308,2
179 297,2
75,8 12,3
11,9
Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
TABEL 3.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK
GEDANG KELOMPOK USIA ≥ 60 TAHUN TERHADAP LEKSIKON
FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI
No LEKSIKON FLORA
BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
I Kayu ‘Kayu’
1 abang-abang
20 100
2 apiapi
17 85
2 10
1 5
3 ar
u
14 70
4 20
2 10
4 baronggang
10 50
4 20
6 30
5 bintatar
16 80
4 20
6 celmeng
13 65
5 25
2 10
7 cik-cik
10 50
10 50
8 cingkem
20 100
9 dalung-dalung
18 90
2 10
10 doko-doko
10 50
10 50
11 endet
20 100
12 gomet
17 85
3 15
13 hori
15 75
2 10
3 15
14 int
uang
19 95
1 5
15 jambang
14 70
2 10
4 20
16 jati
14 70
6 30
17 kabo
15 75
5 25
18 kabo-kabo
16 80
2 10
2 10
19 kalto
20 100
20 kambuturen
15 75
3 15
2 10
21 kandes
20 100
22 kapea
17 85
3 15
23 kay
u ara
20 100
24 kay
u bane
19 95
1 5
25 kayu ndelleng
16 80
4 20
26 kay
u rimo
18 90
2 10
27 keccing
13 65
7 35
28 kekembu
16 80
1 5
3 15
29 kembuaren
17 85
2 10
1 5
30 kemenjen
20 100
31 kimang
13 65
5 25
2 10
32 kolit manis
20 100
33 lamtoro
20 100
34 lemmas
20 100
35 linjomaroker
12 60
2 10
6 30
Universitas Sumatera Utara
36 meang
15 75
5 25
37 meddang
18 90
2 10
38 mpiangi
16 80
4 20
39 ndaberru
15 75
4 20
1 5
40 ndapdap
20 100
41 nderrung
16 80
3 15
1 5
42 ndilo
17 85
1 5
2 10
43 ndulpak
17 85
3 15
44 nggapuk
13 65
7 35
45 ngilkil
16 80
3 15
1 5
46 pelia
20 100
47 penggaben
20 100
48 rahu
16 80
3 15
1 5
49 rambung
19 95
1 5
50 rias-rias
19 95
1 5
51
rugirugi 16
80 1
5 3
15
52 saga
10 50
5 25
5 25
53 sampenur
16 80
4 20
54 sampula
20 100
55 sibalik angin
18 90
2 10
56 simarhuni
12 60
4 20
4 20
57 simarmunte
17 85
3 15
58 siterngngem
10 50
10 50
59 sona
20 100
60 tembiski
17 85
3 15
61 tenggolen
15 75
5 25
62 t
uba
18 90
2 10
63 tusam
18 90
2 10
Total 1038 5190
170 850
52 260
82,4 13,5
4,1 II
Rambah‘Semak’
1 alah-alah
18 90
2 10
2 alum-alum
16 80
4 20
3 arsam
18 90
2 10
4 bangkuang
19 95
1 5
5 berhu
17 85
1 5
2 10
6 biski
20 100
7 buluh-buluh
19 95
1 5
8 cikerput
20 100
9 cilekket
20 100
10 cingkerr
u
20 100
11 cipurpuren leto
19 95
1 5
12 dangke
16 80
4 20
13 delipodang
17 85
3 15
14 dukut cippon
18 90
2 10
15 hipon-hipon
19 95
1 5
16 isa-isa
20 100
17 kelsi
20 100
18 kempaba
20 100
Universitas Sumatera Utara
19 kempang batu
14 70
5 25
1 5
20 kicik-kicik
20 100
21 kiki
20 100
22 komil
18 90
2 10
23 kuyuk-kuyuk
20 100
24 lahi
18 90
2 10
25 lalau
18 90
1 5
1 5
26 licin
17 85
2 10
1 5
27 lipan
15 75
2 10
3 15
28 ndurur
20 100
29 nggala
20 100
30 oma
20 100
31 oma-oma
20 100
32 paga-paga
20 100
33 paku
19 95
1 5
34 palang teguh
20 100
35 pandan
20 100
36 pedem-pedem
17 85
3 15
37 peldang
20 100
38 raso
17 85
2 10
1 5
39 reba-reba
18 90
2 10
40 rih
20 100
41 riman
19 95
1 5
42 sanggar
20 100
43 sapilpil
20 100
44 sarindan
20 100
45 sibaguri
20 100
46 silinjuang
20 100
47 simarpage-page
20 100
48 simertahuak
18 90
2 10
49 simertulan
18 90
2 10
50 sindruma
20 100
51 singgaren
20 100
52 tanggiang
20 100
53 tempua
20 100
Total 1002 5010
35 175
23 115
94,5 3,3
2,2 III
Suan-suanen ‘Tanaman’
1 acem
20 100
2 bahing
20 100
3 cikala
20 100
4 cina
20 100
5 gadong
20 100
6 gambir
20 100
7 gatap
20 100
8 genderra
20 100
9 isap
20 100
10 jagong
20 100
11 jerango
20 100
Universitas Sumatera Utara
12 kacang
20 100
13 keceur
20 100
14 Keras
20 100
15 koning
20 100
16 koning gajah
20 100
17 koning putih
20 100
18 lada
20 100
19 lancing
20 100
20 lengkuas
20 100
21 leuh
20 100
22 maremare
20 100
23 mbungke
20 100
24 neur
20 100
25 page
20 100
26 pala
20 100
27 pinang
20 100
28 pola
20 100
29 Rias
20 100
30 rimbang
20 100
31 rimo mungkur
20 100
32 saka sampilit
20 100
33 serre
20 100
34 sukat
20 100
35 tebbu
20 100
36 tuba
20 100
Total 720
3600 100
IV Buah ‘Buah-buahan’
1 bettik
20 100
2 cibukbuken
20 100
3 galuh
20 100
4 gerrat
20 100
5 jerring
20 100
6 kennas
20 100
7 langsat
20 100
8 mangga
20 100
9 manggis
20 100
10 mbertik
20 100
11 nangka
20 100
12 ndalima
20 100
13 pote
20 100
14 rambe
20 100
15 rambuten
20 100
16 randat
20 100
17 rimo
20 100
18 salak
20 100
19 tapeang
19 100
1 5
20 tarutung
20 100
21 tarutung belanda
20 100
Universitas Sumatera Utara
22 terong
20 100
23 tuyung
20 100
Total 459
2295 1
5 99,8
0,2 V
Rorohen ‘sayuran’
1 arum
20 100
2 bulung gadong kayu
20 100
3 buncis
20 100
4 bungke
20 100
5 cemun
20 100
6 cemun
20 100
7 genjer
20 100
8 kalondang
20 100
9 kentang
20 100
10 kol
20 100
11 mbecih
20 100
12 mberrung
20 100
13 nasi-nasi
20 100
14 pariaia
20 100
15 pitola
20 100
16 pulung
20 100
17 rias
20 100
18 ruku-ruku
20 100
19 sabi
20 100
20 santung
20 100
21 tabu
20 100
22 tabunggala
20 100
23 tobis
20 100
24 turbangen
20 100
25 tuyung
20 100
Total 500
2500 100
Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4
TABEL 4.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK
GEDANG KELOMPOK USIA 25-60 TAHUN TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI
No LEKSIKON FLORA
BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI
1 2
3 JP
JP JP
I Kayu ‘Kayu’
1 abang-abang
17 85
2 10
1 5
2 apiapi
10 50
6 30
4 20
3 ar
u
13 65
4 20
3 15
4 baronggang
4 20
6 30
10 50
5 bintatar
12 60
1 5
7 35
6 celmeng
10 50
3 15
7 35
7 cik-cik
10 50
5 25
5 25
8 cingkem
20 100
9 dalung-dalung
7 35
4 20
9 45
10 doko-doko
3 15
7 35
10 50
11 endet
15 75
5 25
12 gomet
15 75
3 15
2 10
13 hori
5 25
7 35
8 40
14 int
uang
17 85
2 10
1 5
15 jambang
10 50
2 10
8 40
16 jati
19 95
1 5
17 kabo
14 70
6 30
18 kabo-kabo
10 50
2 10
8 40
19 kalto
17 85
3 15
20 kambuturen
12 60
3 15
5 25
21 kandes
18 90
2 10
22 kapea
11 55
3 15
6 30
23 kay
u ara
16 80
2 10
2 10
24 kay
u bane
16 80
4 20
25 kayu ndelleng
10 50
7 35
3 15
26 kay
u rimo
12 60
6 30
2 10
27 keccing
16 80
2 10
2 10
28 kekembu
12 60
8 40
29 kembuaren
12 60
8 40
30 kemenjen
20 100
31 kimang
15 75
3 15
2 10
32 kolit manis
20 100
33 lamtoro
20 100
34 lemmas
12 60
4 20
4 20
35 linjomaroker
2 10
18 90
Universitas Sumatera Utara
36 meang
11 55
3 15
6 30
37 meddang
10 50
5 25
5 25
38 mpiangi
14 70
3 15
3 15
39 ndaberru
14 70
6 30
40 ndapdap
20 100
41 nderrung
12 60
4 20
4 20
42 ndilo
7 35
13 65
43 ndulpak
18 90
2 10
44 nggapuk
5 25
5 25
10 50
45 ngilkil
6 30
14 70
46 pelia
20 100
47 penggaben
20 100
48 rahu
12 60
8 40
49 rambung
7 35
13 65
50 rias-rias
18 90
2 10
51
rugirugi 6
30 5
25 9
45
52 saga
8 40
12 60
53 sampenur
11 55
3 15
6 30
54 sampula
20 100
55 sibalik angin
12 60
8 40
56 simarhuni
8 40
4 20
8 40
57 simarmunte
14 70
6 30
58 siterngngem
7 35
13 65
59 sona
14 70
2 10
4 20
60 tembiski
13 65
7 35
61 tenggolen
16 80
1 5
3 15
62 t
uba
14 70
5 25
1 5
63 tusam
17 85
2 10
1 5
Total 811
4055 146
745 303
1500 64,4
11,8 23,8
II Rambah‘Semak’
1 alah-alah
15 75
5 25
2 alum-alum
16 80
4 20
3 arsam
16 80
4 20
4 bangkuang
14 70
2 10
4 20
5 berhu
12 60
3 15
5 25
6 biski
14 70
2 10
4 20
7 buluh-buluh
14 70
6 30
8 cikerput
16 80
4 20
9 cilekket
16 80
4 20
10 cingkerr
u
20 100
11 cipurpuren leto
17 85
3 15
12 dangke
15 75
3 15
2 10
13 delipedang
5 25
15 75
14 dukut cippon
6 30
4 20
10 50
15 hipon-hipon
13 65
7 35
16 isa-isa
17 85
3 15
17 kelsi
8 40
12 60
18 kempaba
13 65
4 20
3 15
Universitas Sumatera Utara
19 kempang batu
6 30
4 20
10 50
20 kicik-kicik
17 85
3 15
21 kiki
16 80
1 5
3 15
22 komil
16 80
4 20
23 kuyuk-kuyuk
6 30
14 70
24 lahi
14 70
2 10
4 20
25 lalau
7 35
13 65
26 licin
10 50
2 10
8 40
27 lipan
9 45
4 20
7 35
28 ndurur
7 35
13 65
29 nggala
20 100
30 oma
16 80
4 20
31 oma-oma
11 55
9 45
32 paga-paga
3 15
6 30
11 55
33 paku
3 15
17 85
34 palang teguh
12 60
8 40
35 pandan
20 100
36 pedem-pedem
12 60
2 10
6 30
37 peldang
19 95
1 10
38 raso
11 55
2 10
7 35
39 reba-reba
16 80
1 5
3 15
40 rih
17 85
3 15
41 riman
17 85
3 15
42 sanggar
16 80
4 20
43 sapilpil
17 85
3 15
44 sarindan
20 100
45 sibaguri
12 60
6 30
2 10
46 silinjuang
16 80
4 20
47 simarpage-page
16 80
4 20
48 simertahuak
2 10
12 60
6 30
49 simertulan
15 75
2 10
3 15
50 sindruma
20 100
51 singgaren
12 60
4 20
4 20
52 tanggiang
15 75
5 25
53 tempua
11 55
5 25
4 20
Total 705
3520 110
560 245
1215 66,4
10,6 23
III Suan-suanen ‘Tanaman’
1 acem
20 100
2 bahing
20 100
3 cikala
20 100
4 cina
20 100
5 gadong
20 100
6 gambir
20 100
7 gatap
20 100
8 genderra
20 100
9 isap
20 100
10 jagong
20 100
11 jerango
20 100
Universitas Sumatera Utara
12 kacang
20 100
13 keceur
20 100
14 keras
20 100
15 koning
20 100
16 koning gajah
14 70
6 30
17 koning putih
20 100
18 lada
17 85
3 15
19 lancing
14 70
6 30
20 lengkuas
20 100
21 leuh
20 100
22 maremare
20 100
23 mbungke
14 70
6 30
24 neur
20 100
25 page
20 100
26 pala
20 100
27 pinang
20 100
28 pola
17 85
3 15
29 rias
20 100
30 rimbang
20 100
31 rimo mungkur
20 100
32 saka sampilit
16 80
4 20
33 serre
20 100
34 sukat
20 100
35 tebbu
20 100
36 tuba
17 85
3 15
Total 689
3445 6
30 25
125 95,7
0,8 3,5
IV Buah ‘Buah-buahan’
1 bettik
20 100
2 cibukbuken
16 80
4 20
3 galuh
20 100
4 gerrat
20 100
5 jerring
20 100
6 kennas
20 100
7 langsat
20 100
8 mangga
20 100
9 manggis
20 100
10 mbertik
20 100
11 nangka
20 100
12 ndalima
20 100
13 pote
20 100
14 rambe
20 100
15 rambuten
20 100
16 randat
20 100
17 rimo
20 100
18 salak
20 100
19 tapeang
6 30
14 70
20 tarutung
20 100
21 tarutung belanda
20 100
Universitas Sumatera Utara
22 terong
20 100
23 tuyung
20 100
Total 442
2210 18
90 96,1
3,9 V
Rorohen ‘Sayuran’
1 arum
17 85
3 15
2 bulung gadong kayu
20 100
3 buncis
20 100
4 bungke
4 20
8 40
8 40
5 cemun
18 90
2 10
6 cemun
20 100
7 genjer
16 80
4 20
8 kalondang
16 80
4 20
9 kentang
20 100
10 kol
20 100
11 mbecih
14 70
2 10
4 20
12 mberrung
17 85
3 15
13 nasi-nasi
20 100
14 pariaia
18 90
2 10
15 pitola
7 35
3 15
10 50
16 pulung
15 75
5 25
17 rias
14 70
6 30
18 ruku-ruku
13 65
3 15
4 20
19 sabi
15 75
5 25
20 santung
20 100
21 tabu
14 70
3 15
3 15
22 tabunggala
5 15
15 75
23 tobis
20 100
24 turbangen
17 85
3 15
25 tuyung
20 100
Total 400
1990 71
365 29
145 79,6
14,6 5,8
Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
TABEL5.1 DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK
GEDANG KELOMPOK USIA 12-24 TAHUN TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI
No LEKSIKON FLORA
BAHASA PAKPAK DAIRI KATEGORI
1 2
3
JP JP
JP
I Kayu ‘Kayu’
1 abang-abang
5 25
15 75
2 apiapi
20 100
3 ar
u
20 100
4 baronggang
20 100
5 bintatar
20 100
6 celmeng
20 100
7 cik-cik
13 65
7 35
8 cingkem
12 60
8 40
9 dalung-dalung
20 100
10 doko-doko
13 65
7 35
11 endet
4 20
16 80
12 gomet
3 15
17 85
13 hori
20 100
14 int
uang
20 100
15 jambang
20 100
16 jati
7 35
13 65
17 kabo
20 100
18 kabo-kabo
20 100
19 kalto
20 100
20 kambuturen
20 100
21 kandes
20 100
22 kapea
20 100
23 kay
u ara
5 25
10 50
5 25
24 kay
u bane
20 100
25 kayu ndelleng
13 65
7 35
26 kay
u rimo
20 100
27 keccing
8 40
12 60
28 kekembu
20 100
29 kembuaren
20 100
30 kemenjen
13 65
7 35
31 kimang
20 100
32 kolit manis
11 55
9 45
33 lamtoro
20 100
34 lemmas
16 80
2 10
2 10
35 linjomaroker
20 100
Universitas Sumatera Utara
36 meang
4 20
16 80
37 meddang
6 30
14 70
38 mpiangi
7 35
13 65
39 ndaberru
2 10
18 90
40 ndapdap
12 60
8 40
41 nderrung
20 100
42 ndilo
20 100
43 ndulpak
6 30
8 40
6 30
44 nggapuk
4 20
16 80
45 ngilkil
20 100
46 pelia
20 100
47 penggaben
5 25
10 50
5 25
48 rahu
12 60
8 40
49 rambung
3 15
17 85
50 rias-rias
4 20
16 80
51
rugirugi 20
100
52 saga
20 100
53 sampenur
4 20
16 80
54 sampula
20 100
55 sibalik angin
20 100
56 simarhuni
20 100
57 simarmunte
20 100
58 siterngngem
3 15
17 85
59 sona
20 100
60 tembiski
14 70
6 30
61 tenggolen
20 100
62 t
uba
20 100
63 tusam
16 80
4 20
Total 150
750 214
1070 896
4480 12
17 71
II Rambah ‘Semak’
1 alah-alah
6 30
14 70
2 alum-alum
20 100
3 arsam
4 20
8 40
8 40
4 bangkuang
10 50
10 50
5 berhu
20 100
6 biski
20 100
7 buluh-buluh
9 45
11 55
8 cikerput
4 20
8 40
8 40
9 cilekket
4 20
12 60
4 20
10 cingkerr
u
5 25
10 50
5 25
11 cipurpuren leto
5 25
15 75
12 dangke
20 100
13 delipodang
4 20
16 80
14 dukut cippon
16 80
4 20
15 hipon-hipon
20 100
16 isa-isa
12 60
8 40
17 kelsi
20 100
18 kempaba
20 100
Universitas Sumatera Utara
19 kempang batu
20 100
20 kicik-kicik
4 20
8 40
8 40
21 kiki
7 35
13 65
22 komil
5 25
10 50
5 50
23 kuyuk-kuyuk
12 60
8 40
24 lahi
20 100
25 lalau
20 100
26 licin
20 100
27 lipan
20 100
28 ndurur
20 100
29 nggala
5 25
10 50
5 25
30 oma
4 20
8 40
8 40
31 oma-oma
5 25
10 50
5 25
32 paga-paga
20 100
33 paku
5 25
15 75
34 palang teguh
5 25
10 50
5 25
35 pandan
16 80
4 20
36 pedem-pedem
20 100
37 peldang
20 100
38 raso
20 100
39 reba-reba
20 100
40 rih
7 35
7 35
6 30
41 riman
20 100
42 sanggar
5 25
10 50
5 25
43 sapilpil
4 20
12 60
4 20
44 sarindan
8 40
12 60
45 sibaguri
5 25
10 50
5 25
46 silinjuang
8 40
12 60
47 simarpage-page
4 20
8 40
8 40
48 simertahuak
12 60
8 40
49 simertulan
4 20
16 80
50 sindruma
8 40
8 40
4 20
51 singgaren
7 35
13 65
52 tanggiang
9 45
11 55
53 tempua
8 40
12 60
Total 159
805 266
1320 635
3175 15,2
24,9 59,9
III Suan-suanen ‘Tanaman’
1 acem
20 100
2 bahing
12 60
4 20
4 20
3 cikala
8 40
8 40
4 20
4 cina
20 100
5 gadong
20 100
6 gambir
17 85
3 15
7 gatap
20 100
8 genderra
4 20
10 50
6 30
9 isap
13 65
7 35
10 jagong
20 100
11 jerango
14 70
6 30
Universitas Sumatera Utara
12 kacang
20 100
13 keceur
7 35
7 35
6 30
14 keras
20 100
15 koning
20 100
16 koning gajah
20 100
17 koning putih
20 100
18 lada
17 85
3 15
19 lancing
20 100
20 lengkuas
20 100
21 leuh
4 20
8 40
8 40
22 maremare
5 25
5 25
10 50
23 mbungke
20 100
24 neur
20 100
25 page
20 100
26 pala
5 25
5 25
10 50
27 pinang
16 80
4 20
28 pola
20 100
29 rias
20 100
30 rimbang
17 85
3 15
31 rimo mungkur
13 65
7 35
32 saka sampilit
4 20
16 80
33 serre
16 80
4 20
34 sukat
13 65
7 35
35 tebbu
20 100
36 tuba
15 75
5 25
Total 486
2480 93
500 141
620 69
13,8 17,2
IV Buah ‘Buah-buahan’
1 bettik
20 100
2 cibukbuken
4 20
8 40
8 40
3 galuh
20 100
4 gerrat
8 40
8 40
4 20
5 jerring
18 90
2 10
6 kennas
20 100
7 langsat
12 60
8 40
8 mangga
20 100
9 manggis
17 85
3 15
10 mbertik
20 100
11 nangka
16 80
4 20
12 ndalima
20 100
13 pote
18 90
2 10
14 rambe
12 60
8 40
15 rambuten
20 100
16 randat
20 100
17 rimo
20 100
18 salak
20 100
19 tapeang
20 100
20 tarutung
20 100
21 tarutung belanda
15 75
5 25
Universitas Sumatera Utara
22 terong
20 100
23 tuyung
20 100
Total 380
1900 48
240 32
160 82,6
10,4 7
V Rorohen ‘Sayuran’
1 arum
20 100
2 bulung gadong kayu
20 100
3 buncis
20 100
4 bungke
13 65
7 35
5 cemun
20 100
6 cemun
20 100
7 genjer
8 40
12 60
8 kalondang
10 50
10 50
9 kentang
20 100
10 kol
20 100
11 mbecih
20 100
12 mberrung
20 100
13 nasi-nasi
13 65
7 35
14 pariaia
14 70
1 5
5 25
15 pitola
7 35
13 65
16 pulung
4 20
8 40
8 40
17 rias
5 25
5 25
10 50
18 ruku-ruku
20 100
19 sabi
8 40
12 60
20 santung
5 25
7 35
8 40
21 tabu
20 100
22 tabunggala
17 85
3 15
23 tobis
17 85
3 15
24 turbangen
11 55
9 45
25 tuyung
20 100
Total 221
1105 119
595 160
800 44,2
23,8 32
Ket: 1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah digunakan
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan 3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah digunakan JP: Jumlah Pemahaman
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6 TABEL 6.1
RANGKUMAN PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT URUK GEDANG OLEH TIGA GENERASI Usia
≥ 60 Tahun
,
Usia 25-60
,
Usia 12-24 TERHADAP LEKSIKON FLORA BAHASA PAKPAK DAIRI
No LEKSIKON FLORA
BAHASA PAKPAK DAIRI
Kayu ‘Kayu’ KELOMPOK
TUA DEWASA
REMAJA KATEGORI
KATEGORI KATEGORI
1 2
3 1
2 3
1 2
3 JP
JP JP
JP JP
JP JP
JP JP
I Kayu
1 abang-abang
20 10
17 85
2 10
1 5
5 25
15 75
2 apiapi
17 85
2 10
1 5
10 50
6 30
4 20
20 10
3 aru
14 70
4 20
2 10
13 65
4 20
3 15
20 10
4 baronggang
10 50
4 20
6 30
4 20
6 30
10 50
20 10
5 bintatar
16 80
4 20
12 60
1 5
7 35
20 10
6 celmeng
13 65
5 25
2 10
10 50
3 15
7 35
20 10
7 cik-cik
10 50
10 50
10 50
5 25
5 25
13 65
7 35
8 cingkem
20 10
20 10
12 60
8 40
9 dalung-dalung
18 90
2 10
7 35
4 20
9 45
20 100
10 doko-doko
10 50
10 50
3 15
7 35
10 50
13 65
7 35
11 endet
20 10
15 75
5 25
4 20
16 80
12 gomet
17 85
3 15
15 75
3 15
2 10
3 15
17 85
13 hori
15 75
2 10
3 15
5 25
7 35
8 40
20 10
14 intuang
19 95
1 5
17 85
2 10
1 5
20 10
15 jambang
14 70
2 10
4 20
10 50
2 10
8 40
20 10
16 jati
14 70
6 30
19 95
1 5
7 35
13 65
17 kabo
15 75
5 25
14 70
6 30
20 10
18 kabo-kabo
16 80
2 10
2 10
10 50
2 10
8 40
20 10
19 kalto
20 10
17 85
3 15
20 10
20 kambuturen
15 75
3 15
2 10
12 60
3 15
5 25
20 10
21 kandes
20 10
18 90
2 10
20 10
22 kapea
17 85
3 15
11 55
3 15
6 30
20 10
23 kayu ara
20 10
16 80
2 10
2 10
5 25
10 50
5 25
24 kayu bane
19 95
1 5
16 80
4 20
20 10
25 kayu ndelleng
16 80
4 20
10 50
7 35
3 15
13 65
7 35
26 kayu rimo
18 90
2 10
12 60
6 30
2 10
20 10
27 keccing
13 65
7 35
16 80
2 10
2 10
8 40
12 60
28 kekembu
16 80
1 5
3 15
12 60
8 40
20 10
29 kembuaren
17 85
2 10
1 5
12 60
8 40
20 10
30 kemenjen
20 10
20 10
13 65
7 35
Universitas Sumatera Utara
31 kimang
13 65
5 25
2 10
15 75
3 15
2 10
20 10
32 kolit manis
20 10
20 10
11 55
9 45
33 lamtoro
20 10
20 10
20 10
34 lemmas
20 10
12 60
4 20
4 20
16 80
2 10
2 10
35 linjomaroker
12 60
2 10
6 30
2 10
18 90
20 10
36 meang
15 75
5 25
11 55
3 15
6 30
4 20
16 80
37 meddang
18 90
2 10
10 50
5 25
5 25
6 30
14 70
38 mpiangi
16 80
4 20
14 70
3 15
3 15
7 35
13 65
39 ndaberru
15 75
4 20
1 5
14 70
6 30
2 10
18 90
40 ndapdap
20 10
20 10
12 60
8 40
41 nderrung
16 80
3 15
1 5
12 60
4 20
4 20
20 10
42 ndilo
17 85
1 5
2 10
7 35
13 65
20 10
43 ndulpak
17 85
3 15
18 90
2 10
6 30
8 40
6 30
44 nggapuk
13 65
7 35
5 25
5 25
10 50
4 20
16 80
45 ngilkil
16 80
3 15
1 5
6 30
14 70
20 10
46 pelia
20 10
20 10
20 10
47 penggaben
20 10
20 10
5 25
10 50
5 25
48 rahu
16 80
3 15
1 5
12 60
8 40
12 60
8 40
49 rambung
19 95
1 5
7 35
13 65
3 15
17 85
50 rias-rias
19 95
1 5
18 90
2 10
4 20
16 80
51 rugirugi
16 80
1 5
3 15
6 30
5 25
9 45
20 10
52 saga
10 50
5 25
5 25
8 40
12 60
20 10
53 sampenur
16 80
4 20
11 55
3 15
6 30
4 20
16 80
54 sampula
20 10
20 10
20 10
55 sibalik angin
18 90
2 10
12 60
8 40
20 10
56 simarhuni
12 60
4 20
4 20
8 40
4 20
8 40
20 10
57 simarmunte
17 85
3 15
14 70
6 30
20 10
58 siterngngem
10 50
10 50
7 35
13 65
3 15
17 85
59 sona
20 10
14 70
2 10
4 20
20 10
60 tembiski
17 85
3 15
13 65
7 35
14 70
6 30
61 tenggolen
15 75
5 25
16 80
1 5
3 15
20 10
62 tuba
18 90
2 10
14 70
5 25
1 5
20 10
63 tusam
18 90
2 10
17 85
2 10
1 5
16 80
4 20
Total 10
38 51
90 17
85 52
26 81
1 40
55 146
745 303
15 00
15 75
21 4
1070 89
6 44
80
82, 4
13, 5
4,1 64,
4 11,8
23, 8
12 17
71 II
Rambah ‘Semak’
1 alah-alah
18 90
2 10
15 75
5 25
6 30
14 70
2 alum-alum
16 80
4 20
16 80
4 20
20 10
3 arsam
18 90
2 10
16 80
4 20
4 20
8 40
8 40
4 bangkuang
19 95
1 5
14 70
2 10
4 20
10 50
10 50
5 berhu
17 85
1 5
2 10
12 60
3 15
5 25
20 10
6 biski
20 10
14 70
2 10
4 20
20 10
Universitas Sumatera Utara
7 buluh-buluh
19 95
1 5
14 70
6 30
9 45
11 55
8 cikerput
20 10
16 80
4 20
4 20
8 40
8 40
9 cilekket
20 10
16 80
4 20
4 20
12 60
4 20
10 cingkerru
20 10
20 10
5 25
10 50
5 25
11 cipurpuren leto
19 95
1 5
17 85
3 15
5 25
15 75
12 dangke
16 80
4 20
15 75
3 15
2 10
20 10
13 delipodang
17 85
3 15
5 25
15 75
4 20
16 80
14 dukut cippon
18 90
2 10
6 30
4 20
10 50
16 80
4 20
15 hipon-hipon
19 95
1 5
13 65
7 35
20 10
16 isa-isa
20 10
17 85
3 15
12 60
8 40
17 kelsi
20 10
8 40
12 60
20 10
18 kempaba
20 10
13 65
4 20
3 15
20 10
19 kempang batu
14 70
5 25
1 5
6 30
4 20
10 50
20 10
20 kicik-kicik
20 10
17 85
3 15
4 20
8 40
8 40
21 kiki
20 10
16 80
1 5
3 15
7 35
13 65
22 komil
18 90
2 10
16 80
4 20
5 25
10 50
5 50
23 kuyuk-kuyuk
20 10
6 30
14 70
12 60
8 40
24 lahi
18 90
2 10
14 70
2 10
4 20
20 10
25 lalau
18 90
1 5
1 5
7 35
13 65
20 10
26 licin
17 85
2 10
1 5
10 50
2 10
8 40
20 10
27 lipan
15 75
2 10
3 15
9 45
4 20
7 35
20 10
28 ndurur
20 10
7 35
13 65
20 10
29 nggala
20 10
20 10
5 25
10 50
5 25
30 oma
20 10
16 80
4 20
4 20
8 40
8 40
31 oma-oma
20 10
11 55
9 45
5 25
10 50
5 25
32 paga-paga
20 10
3 15
6 30
11 55
20 10
33 paku
19 95
1 5
3 15
17 85
5 25
15 75
34 palang teguh
20 10
12 60
8 40
5 25
10 50
5 25
35 pandan
20 10
20 10
16 80
4 20
36 pedem-pedem
17 85
3 15
12 60
2 10
6 30
20 10
37 peldang
20 10
19 95
1 10
20 10
38 raso
17 85
2 10
1 5
11 55
2 10
7 35
20 10
39 reba-reba
18 90
2 10
16 80
1 5
3 15
20 10
40 rih
20 10
17 85
3 15
7 35
7 35
6 30
41 riman
19 95
1 5
17 85
3 15
20 10
42 sanggar
20 10
16 80
4 20
5 25
10 50
5 25
43 sapilpil
20 10
17 85
3 15
4 20
12 60
4 20
44 sarindan
20 10
20 10
8 40
12 60
Universitas Sumatera Utara
45 sibaguri