5.1.4 Kelompok Leksikon Buah
Data leksikon flora berikutnya yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan adalah kelompok leksikon buah. Dari hasil wawancara,
diperoleh jumlah leksikon buah sebanyak 23 leksikon. Setelah data diujikan kepada responden, terlihat bahwa pemahaman responden terhadap kelompok flora
buah masih sangat tinggi. Kelompok tumbuhan buah memang bukan merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditanam oleh msyarakat DUG. Hanya ada beberapa
masyarakat yang membudidayakan kelompok flora ini. Namun, kondisi itu tidak membuat masyarakat kesulitan untuk menemukan tumbuhan ini. Dari pengujian
pemahaman yang dilakukan kepada responden, ada satu tumbuhan buah yaitu tapeang yang sama sekali tidak dikenal dan tidak pernah didengar oleh kelompok
usia remaja. Hal ini disebabkan karena tumbuhan itu sudah sangat sulit ditemukan atau bahkan punah.
Tumbuhan betiik ‘semangka’ mbertik ‘pepaya’ banyak ditanam oleh para petani di desa ini. Hampir semua warga menanam tumbuhan ini di belakang
rumah mereka atau juga di ladang. Begitu juga halnya dengan galuh ‘pisang’. Buah papaya yang baik untuk kesehatan pencernaan dan daunnya yang juga dapat
dikonsumsi sebagai sayuran serta pisang yang umum dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut membuat masyarakat banyak menanam tumbuhan ini. Selain itu,
pembudidayaannya yang tidak memerlukan perawatan khusus karena dapat tumbuh dan hidup dengan mudah menjadikan tumbuhan ini sangat banyak
ditemukan di desa ini sehingga sangat wajar pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal.
Universitas Sumatera Utara
Cibukbuken dan rambuten merupakan jenis buah rambutan, namun memliki sedikit perbedaan. Cibukbuken memiliki ukuran yang lebih kecil serta
warna kulit yang telah matang agak kekuningan dan ketika dimakan daging buahnya dapat lepas dengan mudah dari biji buah. Tumbuhan ini juga biasa
tumbuh dengan sendirinya atau liar. Berbeda dengan halnya dengan rambuten yang memiliki warna merah serta ukuran buah yang lebih besar serta daging buah
yang lebih banyak mengandung air. Pemamahan responden terhadap kedua tumbuhan ini telah berbeda. Pemahaman responden terhadap leksikon cibukbuken
telah mengalami penyusutan pada beberapa kelompok usia remaja. Hal ini disebabkan karena mereka tidak dapat membedakan kedua jenis tumbuhan ini.
Ketika mereka melihat atau mengonsumsi cibukbuken, mereka menyebutnya buah rambuten. Jadi dapat disimpulkan, penyebab utama penyusutan pemahaman itu
adalah karena kurangnya pengenalan bahasa etnis oleh orangtua terhadap anak dan juga karena kondisi masyarakat yang multi bahasa, sehingga mereka
menyebut dengan nama yang sama yang lebih umum. Tumbuhan buah selanjutnya adalah gerrat dan mangga yang juga
memiliki kemiripan seperti halnya cibukbuken dan rambuten. Tumbuhan gerrat yang memiliki kemiripan bentuk buah, bentuk pohon, daun, dan batang dengan
tumbuhan mangga memiliki perbedaan pada rasa. Gerrat tetap akan tarasa asam dan berwarna kuning pucat sekali pun sudah berumur tua atau sudah matang,
sedangkan mangga memiliki rasa yang manis dan warna kekuningan. Pemahaman responden terhadap tumbuhan gerrat juga mengalami penyusutan pada kelompok
usia remaja. Pada kelompok usia ini, hampir setengahnya responden masuk pada
Universitas Sumatera Utara
kategori pemahaman yang kedua yaitu mendengar, dan beberapa pada kategori tidak mengennal. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengenalan bahasa etnis
oleh orangtua terhadap anak dan juga karena tumbuhan ini tidak banyak ditanam oleh warga, sehingga banyak di antara kelompok usia remaja tidak pernah melihat
dan mendengar nama tumbuhan ini. Sementara itu, pemahaman seluruh responden pada leksikon mangga masuk pada kategori mengenal karena tumbuhan ini sudah
umum dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Jerring ‘jengkol’ merupakan tanaman yang juga banyak ditanam oleh
penduduk setempat. Tanaman ini biasa dibudidayakan di sekitar tanaman yang lain. Tidak ada lahan khusus yang dijadikan sebagai tempat untuk
membudidayakan tumbuhan ini. Jerring merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, terlebih akhir-akhir ini harga jualnya meningkat.
Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga masih sangat tinggi karena memang mudah ditemukan meskipun ada dua orang responden remaja yang tidak
mengenal tumbuhan ini karena latar belakang usia mereka yang masih sangat muda dan juga karena kurangnya kontak aktivitas mereka dengan dunia pertanian.
Tumbuhan buah selanjutnya adalah kennas ‘nenas’ yang sangat cocok ditanam di daerah dingin seperi di DUG. Begitu juga halnya dengan tumbuhan
rimo ‘jeruk’, tuyung ‘terung belanda’ atau biasa disebut ‘tiung’, terong ‘markisa’ dan salak ‘salak’. Bagi masyarakat, tidak ada manfaat lain dari buah ini selain
untuk dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut. Tumbuhan ini memang tidak akan mudah ditemukan di seluruh lahan pertanian penduduk, namun di desa ini terdapat
perkebunan nenas, jeruk, dan terung belandatiung yang cukup luas. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
wajar seluruh responden sangat mengenal tumbuhan ini. Langsat ‘duku’ memang tidak banyak ditemukan di desa ini karena kualitas buah duku dari daerah ini tidak
begitu baik sehingga kurang diminati dan kurang dari segi nilai jual. Hanya ada beberapa pohon duku yang dapat ditemukan di desa ini. Namun pemahaman
responden terhadap tumbuhan ini juga masih tergolong tinggi, hanya ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar tumbuhan ini,
sedangkan sisanya masuk pada kategori mengenal. Hal ini disebabkan karena mereka sering menyebut dalam bahasa Indonesia, sehingga diharapkan peran
orangtua untuk lebih sering menggunakan bahasa etnis kepada anak. Tumbuhan buah selanjutnya adalah manggis ‘manggis’ yang sebenarnya
memiliki manfaat yang cukup besar. Selain daging buahnya yang biasa dikonsumsi, belakangan ini kulit manggis banyak dicari-cari untuk dijadikan obat
alternatif yang berhasiat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan penyakit lain. Namun masyarakat setempat tidak mengetahui manfaat kulit
manggis. Jadi selama ini mereka hanya mengonsumsi daging buah saja. Tumbuhan ini juga tidak begitu banyak ditemukan di desa ini karena masyarakat
lebih tertarik membudidayakan jenis tumbuhan muda karena dapat dipanen dalam waktu yang tidak begitu lama dan lebih menjanjikan dari segi ekonomi.
Pemahaman responden pada tumbuhan ini masih tinggi sekalipun ada sekitar delapan responden remaja yang hanya pernah mendengar. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pengenalan dan minimnya referen di lingkungan mereka. Tumbuhan buah selanjutnya dalah nangka ‘nangka’. Jenis komoditi
pertanian yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat memang bukan jenis
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan buah karena masyarakat lebih suka membudidayakan jenis tanaman muda yang bernilai ekonomi tinggi. Nangka memang sangat mudah ditemukan di
daerah ini, namun semua itu tidak pernah ditanam dengan sengaja oleh masyarakat. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masih sangat tinggi,
namun telah mengalami penyusutan pada pemahaman beberapa responden remaja. Kondisi ini disebabkan oleh faktor yang sama dengan pemahaman pada tumbuhan
lain, yaitu kurangnya pengenalan dari orangtua dan minimnya aktivitas beberapa responden remaja dengan dunia pertanian. Sedangkan ndalima ‘jambu biji’ sangat
banyak ditemukan di DUG yang tumbuh secara liar. Selain buahnya yang dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, masyarakat juga memnafaatkan daun
jambu biji yang lebih muda sebagai obat sakit perut. Begitu juga halnya dengan pote ‘petai’ juga masih banyak ditemukan dan bermanfaat sebagai lalapan.
Pemahaman seluruh responden terhadap kedua tumbuhan ini ada pada kategori mengenal.
Pemahaman responden terhadap tumbuhan rambe ‘rambe’ juga masih tinggi sekalipun tumbuhan ini tidak banyak ditemukan di desa ini. Seperti yang
telah diuraikan di atas, Masyarakat DUG tidak menjadikan jenis tumbuhan buah untuk dijadikan sebagai jenis tanaman utama karena kondisi mereka lebih
memilih untuk membudidayakan jenis tanaman muda yang dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat dan bernilai ekonomi tinggi. Setelah diujikan,
tumbuhan ini memang sudah mengalami penyusutan dalam pemahaman beberapa kelompok usai remaja, namun penyusutan pemahaman itu tidak masuk pada
kategori tidak mengenal tetapi masuk pada kategori kedua yaitu pernah
Universitas Sumatera Utara
mendengar saja, itu artinya tidak ada satupun responden yang tidak mengenal dan tidak pernah mendengar tumbuhan ini.
Beberapa masyarakat membudidayakan tanaman randat ‘tomat’ karena merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Kondisi alam pegunungan yang dingin
sangat cocok untuk membudidayakan tumbuhan ini. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini ada pada kategori mengenal. Tarutung ‘durian’ juga masih
banyak ditemukan di DUG. Dairi memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil durian di Sumatera Utara. Namun, daging buah durian dari DUG lebih
tipis dibandingkan dari daerah lain karena suhu yang lebih dingin. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini masuk pada kategori mengenal. Tarutung
belanda ‘sirsak’ memang tidak banyak ditemukan di daerah ini karena masyarakat kurang meminati buah ini. Namun bukan hal yang sulit untuk menemukan
tumbuhan ini di DUG. Pemahaman responden terhadap tumbuhan ini juga mayoritas ada pada kategori mengenal. Hanya ada beberapa responden remaja
yang hanya pernah mendengar saja. Hal ini disebabkan karena mereka lebih sering menganal tumbuhan ini dengan nama dalamBI yaitu sirsak. Kondisi ini
tentu harus menjadi perhatian orangtua untuk meningkatkan frekuensi penggunaan bahasa etnis kepada generasi muda.
Tapeang ‘buah yang ketika muda beracun namun setelah tua dapat dimakan’ menjadi buah yang paling banyak tidak dikenal oleh responden. Lebih
dari setengah responden tidak mengenal dan tidak pernah mendengat tumbuhan ini. Hal ini disebabkan karena tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat merasa tumbuhan ini kurang bermanfaat sehingga tidak dibudidayakan.
5.1.5 Kelompok Leksikon Rorohen