Silepsis dan zeugma. Koreksio atau epanortosis.

24 Pada contoh 29 pengungkapan pesan utama „ia tidak mengenal orang tersebut ‟ didahului dengan „kata-kata pendahulu‟ yaitu „Almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan ‟ mengindikasikan gaya bahasa prolepsis. Pengulangan subjek „Almarhum Pardi‟ juga termasuk indikasi gaya bahasa tersebut. Dan pada contoh 30 pesan utama yang ingin disampaikan ialah “à expliquer” yang didahului oleh kalimat “Cela serait trop long”. Kalimat 30 memiliki makna bahwa hal yang ingin disampaikan merupakan hal yang sangat panjang alur ceritanya.

p. Erotesis atau pernyataan retoris.

Erotersis atau pernyataan retoris ialah gaya bahasa yang mempunyai tujuan penekanan dan tidak menghendaki adanya jawaban dari pernyataan yang diungkapkan, gaya bahasa ini biasanya digunakan dalam pidato dan para orator biasanya tidak menghendaki adanya jawaban. Dalam pernyataan retoris terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin. Seperti pada contoh berikut. 31 Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki pula imbalan jasa. Herankah saudara kalau harga- harga itu terlalu tinggi ? Gorys Keraf. 2004: 135 32 Tu penses vraiment que je n‟ai pas pensé ? www.linternaute.com Kamu benar-benar memikirkan apa yang tidak terpikirkan oleh ku?

q. Silepsis dan zeugma.

Silepsis dan zeugma ialah gaya dimana orang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lainnya yang 25 sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis kata yang digunakan secara garamatikal benar namun maknanya asemantik seperti pada contoh : 33 Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya Gorys Keraf. 2004: 135 34 Monter en grade et dans l‟avion www.etudes-litteraires.com. Naik pangkat dan naik pesawat Pada contoh 33 memiliki konstruksi kalimat lengkap yaitu „kehilangan topi‟ dan „kehilangan semangatnya‟. Yang satu memiliki makna denotasi dan yang lain memiliki makna kiasan. Hal tersebut merupakan ciri dari silepsis. Dan contoh 34 pun juga sama halnya. “moter en grade” naik pangkat dan “monter en avion” naik pesawat memiliki perbedaan makna, makna denotasional dan makna kiasan. Gaya bahasa Zeugma merupakan kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari padanya baik secara logis maupun secara gramatikal. Seperti pada contoh berikut. 35 Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu Gorys Keraf. 2004: 135 36 Il parlait en anglais et en gesticulant www.etudes-litteraires.com. Dia bicara dengan bahasa Inggris dan dengan gesturnya. Pada contoh 35 kata „membelalakkan mata dan telinga‟ secara gramatikal tidak logis dan lebih cocok hanya pada kata „membelalakkan mata‟ saja daripada dihubungkan dengan „telinga‟. Sama halnya pada contoh 36, klausa “parlait en anglais” berbicara bahasa Inggris disandingkan dengan ”en gesticulant” dengan gestur tubuh tidak bisa dipahami. Maknanya dalam berbicara seseorang menggunakan alat ucapnya bukan dengan gestur tubuhnya. 26

r. Koreksio atau epanortosis.

Koreksio atau epartonis ialah suatu gaya bahasa yang mulanya mengungkapkan pernyataan dengan menegaskan sesuatu tetapi kemudian membenarkan pernyataan tersebut, seperti pada contoh berikut. 37 Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali. Gorys Keraf. 2004: 135 Pada contoh 37 pembenaran pernyataan diungkap kan melalui kata „empat‟ dan „lima‟.

s. Hiperbol.