2.2.2 Pariwisata Alternatif
Pariwisata alternatif secara lebih luas didefinisikan sebagai bentuk kepariwisataan yang konsisten terhadap nilai alam, social, dan masyarakat yang
memungkinkan masyarakat lokal dan wisatawan menikmati interaksi positif dan berharga serta berbagai pengalaman. Lebih jauh, ada kecenderungan
wisatawan untuk mencari sesuatu yang baru di daya tarik wisata yang pernah dikunjungi sebagai alternatif dari yang telah ada. Selain itu, dari segi penawaran
disadari pula bahwa perlu sesuatu yang baru di daya tarik sebagai pilihan terutama bagi wisatawan yang berkunjung ulang Eadington dan Smith, 1994: 3-4.
Hasslacher 1984 sebagaimana dikutip oleh Pearce 1994: 22-23, membuat sintesis variable yang digunakan untuk membedakan mass hard
tourism dengan alternative soft tourism. Variabel yang disusun diambil dari berbagai penulis buku dan rangkuman menjadi satu tabel klasifikasi. Secara
umum, dikatakan bahwa perbedaan di antara kedua jenis pariwisata tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a. Karakteristik kontekstual, fisik, sosial, budaya, lingkungan, atau ekonomi. Hal ini akan berkaitan dengan dampak yang akan
ditimbulkan. b. Fasilitas, baik jenis maupun skala. Bila pariwisata masal membangun
fasilitas akomodasi dengan skala besar, kualitas standar, dan harga standar, maka pariwisata alternatif membangun fasilitas akomodasi
dengan skala terbatas namun bervariasi dalam hal atraksi wisata serta fasilitas
lainnya. Umumnya,
pariwisata alternatif
cenderung
mempunyai harga yang lebih mahal dengan kualitas pelayanan premium.
c. Lokasi, yaitu tempat di mana fasilitas tersebut dibangun. Bila pariwisata masal cenderung dibangun secara ekstensif, maka
pariwisata alternatif cenderung dibangun terlokalisasi. d. Pengembangankepemilikan.
Pariwisata alternatif
cenderung dikembangkan dan dimiliki oleh orang lokal yang termotivasi untuk
memanfaatkan kehadiran wisatawan demi keuntungan bagi orang lokal. Sementara fasilitas pariwisata masal cenderung dimiliki oleh orang
asing dengan usaha yang terjalin dalam jaringan internasional. e. Proses pembangunan. Dalam pembangunan pariwisata masal,
cenderung memerlukan sumber daya yang sangat besar listrik, air, tenaga kerja, modal, dan sebagainya serta memerlukan waktu yang
lama. Namun dalam proses pembangunan pariwisata alternatif, cenderung menggunakan sumber daya yang terbatas.
f. Pasar dan pemasaran. Pariwisata masal biasanya untuk berbagai segmen besar yang berasal dari berbagai negara dengan karakteristik
berbeda serta dibuat dalam paket dan promosi yang beragam. Namun, pariwisata alternatif cenderung untuk membidik segmen pasar tertentu
dengan jalur promosi dan paket yang terbatas namun mengedepankan kualitas.
g. Dampak. Bila pariwisata masal telah banyak dikeluhkan memiliki dampak negatif yang luas terhadap destinasi, sedangkan pada
pariwisata alternatif belum banyak penelitian yang dilakukan karena
perkembangannya relatif
baru. Namun
demikian, secara
hipotesis karena pariwisata alternatif muncul sebagai reaksi dari pariwisata masal, maka peluang meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif akan lebih besar. Beberapa penulis menyatakan bahwa pariwisata alternatif bersinonim
dengan pariwisata minat khusus. Pariwisata minat khusus muncul sebagai respon pada perubahan minatmotivasi, pola konsumsi, maupun faktor demografi lainnya
dari calon wisatawan di negara asal wisatawan yang menyebabkan perubahan pada permintaan perjalanan dan liburan. Sebagaimana dijelaskan oleh Hall dan
Weiler 1992: 1 bahwa peningkatan pendapatan per kapita, waktu liburan yang lebih panjang, dan komposisi demografi memberikan peluang bagi calon
wisatawan untuk tidak sekedar berkunjung ke destinasi yang murah namun lebih ditentukan oleh nilai kepuasan tourist satisfaction yang akan didapatkan yang
bermuara pada pengambilan keputusan travel decision untuk memilih destinasi yang akan dituju.
Perubahan-perubahan pada sisi permintaan di atas menimbulkan keinginan wisatawan untuk berwisata sesuai dengan minat, motivasi, dan kemampuan
keuangan yang dimiliki sehingga kepuasan wisatawan akan lebih terpenuhi. Hal ini pula yang memicu wisatawan untuk datang ke destinasi sesuai dengan minat
sehingga muncul istilah pariwisata minat khusus. Read 1980 sebagaimana dikutip oleh Hall dan Weiler 1992: 5, menyatakan bahwa wisata khusus adalah
wisata yang dilakukan oleh orang yang pergi ke suatu tempat karena mereka memiliki kepentingan minat tertentu yang akan dilakukan di daerah atau destinasi
tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pariwisata minta khusus dimulai dari motivasi wisatawan pada minat tertentu, kemudian diikuti oleh pemilihan
destinasi untuk memenuhi minat khususnya tersebut.
2.2.3 Pemasaran Pariwisata