Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan oleh Chang dan DeVol di Taiwan pada tahun 1973, yang menunjukkan bahwa lama menyirih memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap derajat atrisi gigi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase excessive attrition seiring dengan meningkatnya lama menyirih,
sebaliknya slight dan medium attrition menurun persentasenya seiring dengan meningkatnya lama menyirih.
62
5.4.2 Hubungan Frekuensi Menyirih dengan Derajat Atrisi Gigi
Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Kebiasaan menyirih dapat
menyebabkan terjadinya atrisi gigi.
17,40
Atrisi gigi adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam
proses pengunyahan.
31
Salah satu faktor yang mempengaruhi besar derajat atrisi akibat menyirih adalah frekuensi menyirih. Frekuensi menyirih adalah berapa kali
penyirih mengganti kunyahan sirih dalam satu hari. Frekuensi menyirih turut mempengaruhi besar derajat atrisi karena semakin tinggi frekuensi menyirih, maka
semakin banyak terjadi pengikisan pada gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses menyirih. Semakin banyak
terjadi pengikisan pada gigi, maka semakin tinggi derajat atrisi gigi.
62
Frekuensi menyirih sebagai salah satu faktor yang menentukan besar derajat atrisi gigi akibat menyirih, juga dipengaruhi faktor lain seperti lama menyirih dan
komposisi menyirih. Derajat atrisi gigi pada penyirih dengan frekuensi menyirih lebih dari tiga kalihari dan lama menyirih 16 – 36 tahun, umumnya lebih tinggi daripada
penyirih dengan frekuensi menyirih lebih dari tiga kalihari dan lama menyirih 2 – 15 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin lama kebiasaan menyirih dilakukan maka
semakin banyak kegiatan menyirih yang telah dilakukan. Semakin banyak kegiatan menyirih dilakukan maka semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi
akibat kontak yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses menyirih. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin
banyak pengikisan yang terjadi pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan derajat atrisi gigi menjadi meningkat.
62
Demikian pula derajat atrisi gigi pada penyirih dengan frekuensi menyirih lebih dari tiga kalihari dan komposisi menyirih daun sirih, kapur, gambir, dan
pinang, umumnya lebih tinggi dari penyirih dengan frekuensi menyirih lebih dari tiga kalihari dan komposisi menyirih daun sirih, kapur, dan gambir. Hal ini terjadi karena
semakin keras komposisi menyirih maka semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi dalam proses menyirih. Semakin besar gesekan mekanis yang
diterima oleh gigi maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan semakin cepatnya terjadi atrisi gigi yang parah.
62
Dalam penelitian ini, hubungan antara frekuensi menyirih dengan derajat atrisi gigi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Ini artinya frekuensi menyirih
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap derajat atrisi gigi. Hal ini terlihat pada grafik 2, dimana atrisi gigi derajat 3 meningkat persentasenya seiring dengan
meningkatnya frekuensi menyirih, sebaliknya atrisi gigi derajat 1 dan 2 menurun persentasenya seiring dengan meningkatnya frekuensi menyirih. Hal ini terjadi karena
semakin tinggi frekuensi menyirih, permukaan oklusal gigi akan semakin terkikis, yang menyebabkan atrisi gigi derajat 1 meningkat menjadi atrisi gigi derajat 2, dan
atrisi gigi derajat 2 meningkat menjadi atrisi gigi derajat 3. Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan oleh Chang dan DeVol di Taiwan pada tahun 1973, yang
menunjukkan bahwa frekuensi menyirih memiliki pengaruh yang signifikan terhadap derajat atrisi gigi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase excessive
attrition seiring dengan meningkatnya frekuensi menyirih, sebaliknya slight dan medium attrition menurun persentasenya seiring dengan meningkatnya frekuensi
menyirih.
62
5.4.3 Hubungan Komposisi Menyirih dengan Derajat Atrisi Gigi