ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Trivedy di Kanada pada tahun 2002, yang menunjukkan bahwa derajat atrisi gigi bergantung pada konsistensi atau
kekerasan bahan pinang. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan jumlah dan berat komposisi menyirih yang digunakan di Kanada dan di Sumatera
Utara. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh jumlah dan berat masing-masing komposisi menyirih terhadap derajat atrisi gigi.
17
5.4.4 Hubungan Umur Penyirih dengan Derajat Atrisi Gigi
Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang.
2
Kebiasaan menyirih dapat menyebabkan terjadinya atrisi gigi.
17,40
Atrisi gigi adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam
proses pengunyahan.
31
Salah satu faktor yang mempengaruhi besar derajat atrisi gigi akibat menyirih adalah umur penyirih. Umur penyirih adalah umur responden saat
penelitian dilakukan. Umur penyirih turut mempengaruhi besar derajat atrisi gigi karena semakin tua umur penyirih maka semakin lama kebiasaan menyirih telah
dilakukan. Semakin lama kebiasaan menyirih dilakukan maka semakin banyak kegiatan menyirih yang telah dilakukan. Semakin banyak kegiatan menyirih
dilakukan maka semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi akibat kontak yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses menyirih.
Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin banyak pengikisan yang terjadi pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan derajat atrisi gigi
menjadi meningkat.
62
Umur penyirih sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi besar derajat atrisi gigi juga dipengaruhi oleh waktu kapan penyirih memulai kebiasaan menyirih.
Penyirih yang memulai kebiasaan menyirih sewaktu muda atau umur remaja, pada umumnya memiliki derajat atrisi gigi yang lebih tinggi dari penyirih yang berumur
sama namun memulai kebiasaan menyirih setelah berumah tangga atau di umur yang lebih tua. Hal ini terjadi karena semakin muda umur saat memulai kebiasaan
menyirih, maka semakin lama kebiasaan menyirih telah dilakukan. Semakin lama
kebiasaan menyirih dilakukan maka semakin banyak kegiatan menyirih yang telah dilakukan. Semakin banyak kegiatan menyirih dilakukan maka semakin banyak
gesekan mekanis yang diterima oleh gigi akibat kontak yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses menyirih. Semakin banyak gesekan
mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin banyak pengikisan yang terjadi pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan derajat atrisi gigi menjadi meningkat.
62
Hal lain yang mempengaruhi besar derajat atrisi gigi berdasarkan umur penyirih adalah frekuensi dan komposisi menyirih. Derajat atrisi gigi pada penyirih
dengan umur 50 – 69 tahun dan frekuensi menyirih lebih dari tiga kalihari, umumnya lebih tinggi dari penyirih dengan umur 50 – 69 tahun dan frekuensi menyirih satu –
tiga kalihari. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi frekuensi menyirih maka semakin banyak kegiatan menyirih telah dilakukan. Semakin banyak kegiatan
menyirih dilakukan maka semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi akibat kontak yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses
menyirih. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin banyak pengikisan yang terjadi pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan derajat
atrisi gigi menjadi meningkat.
62
Demikian pula derajat atrisi gigi pada penyirih dengan umur 50 – 69 tahun dan komposisi menyirih daun sirih, kapur, gambir, dan pinang, umumnya lebih tinggi
dari penyirih dengan umur 50 – 69 tahun dan komposisi menyirih daun sirih, kapur, dan gambir. Hal ini disebabkan karena semakin keras komposisi menyirih maka
semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi dalam proses menyirih. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin mudah terjadi
pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan semakin cepatnya terjadi atrisi gigi yang parah.
62
Dalam penelitian ini, hubungan antara umur penyirih dengan derajat atrisi gigi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Ini artinya umur penyirih memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap derajat atrisi gigi. Hal ini dapat terlihat pada grafik 4, dimana atrisi gigi derajat 3 meningkat persentasenya seiring dengan meningkatnya
umur penyirih, dan atrisi gigi derajat 1 dan 2 menurun persentasenya seiring dengan
meningkatnya umur penyirih. Hal ini terjadi karena semakin tinggi umur penyirih, permukaan oklusal gigi akan semakin terkikis, yang menyebabkan atrisi gigi derajat 1
meningkat menjadi atrisi gigi derajat 2, dan atrisi gigi derajat 2 meningkat menjadi atrisi gigi derajat 3. Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan oleh Chang dan
DeVol di Taiwan pada tahun 1973. Penelitian yang dilakukan Chang dan DeVol menunjukkan bahwa umur penyirih memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
derajat atrisi gigi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase excessive attrition seiring dengan meningkatnya umur menyirih, sementara slight dan medium
attrition menurun persentasenya seiring dengan meningkatnya umur menyirih.
62
5.5 Hubungan Kebiasaan Menyuntil dengan Derajat Abrasi Gigi 5.5.1 Hubungan Lama Menyuntil dengan Derajat Abrasi Gigi
Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil ke permukaan gigi sebelah labial atau bukal.
3
Gumpalan suntil adalah campuran sirih ditambah sejumlah tembakau, yang dikunyah, kemudian digosok-gosokkan ke
permukaan gigi sebelah labial atau bukal.
9
Kebiasaan menyuntil dapat menyebabkan terjadinya abrasi gigi.
29
Abrasi gigi adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan benda asing selain gigi.
43
Kebiasaan menyuntil yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan gumpalan suntil ke
permukaan gigi sebelah labial atau bukal, menyebabkan abrasi gigi pada penyuntil umumnya terjadi pada permukaan gigi sebelah labial atau bukal.
46
Salah satu faktor yang mempengaruhi besar derajat abrasi gigi akibat menyuntil adalah lama menyuntil. Lama menyuntil adalah berapa lama kebiasaan
menyuntil telah dilakukan, terhitung sejak pertama kali melakukannya sampai pada saat penelitian dilakukan. Lama menyuntil turut mempengaruhi derajat abrasi gigi,
karena semakin lama kebiasaan menyuntil dilakukan, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara
permukaan gigi dengan gumpalan suntil. Besar derajat abrasi gigi akibat kebiasaan menyuntil yang dilakukan dalam waktu lama juga dipengaruhi oleh frekuensi dan
komposisi menyuntil.
Derajat abrasi gigi pada penyuntil dengan lama menyuntil 16 – 36 tahun dan frekuensi menyuntil lebih dari tiga kalihari, umumnya lebih tinggi dari penyuntil
dengan lama menyuntil 16 – 36 tahun dan frekuensi menyuntil satu – tiga kalihari. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi frekuensi menyuntil maka semakin banyak
kegiatan menyuntil yang telah dilakukan. Semakin banyak kegiatan menyuntil dilakukan maka semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi akibat
kontak yang terjadi antara permukaan gigi dan gumpalan suntil. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi maka semakin banyak pengikisan yang
terjadi pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan derajat abrasi gigi semakin meningkat.
Demikian pula derajat abrasi pada penyutil dengan lama menyuntil 16 – 36 tahun dan komposisi menyuntil tembakau, daun sirih, kapur, gambir, dan pinang,
umumnya lebih tinggi dari penyuntil dengan lama menyuntil 16 – 36 tahun dan komposisi menyuntil tembakau, daun sirih, kapur, dan gambir. Hal ini disebabkan
karena semakin kasar komposisi menyuntil maka semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi dalam proses menyuntil. Semakin besar gesekan mekanis
yang diterima oleh gigi maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan semakin cepatnya terjadi abrasi gigi yang parah.
29,46
Bila kebiasaan menyuntil dilakukan dalam waktu yang lama, frekuensi yang tinggi, dan komposisi menyuntil yang kasar, gigi dengan cepat akan mengalami
abrasi gigi yang parah. Pengikisan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin. Dentin yang terpapar, saat menerima rangsangan panas,
dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan
pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.
37
Dentin terdiri atas 70 materi inorganik dan 30 materi organik, sementara enamel terdiri atas 96 materi inorganik dan 4 materi organik.
36
Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Bila
kebiasaan menyuntil terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa, dan menyebabkan nekrosis pulpa.
17
Dalam penelitian ini, hubungan antara lama menyuntil dengan derajat abrasi gigi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Ini artinya lama menyuntil memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap derajat abrasi gigi. Hal ini dapat terlihat pada grafik 5, dimana abrasi gigi derajat 2 semakin meningkat persentasenya seiring
dengan meningkatnya lama menyuntil, sementara abrasi gigi derajat 1 semakin menurun persentasenya seiring dengan meningkatnya lama menyuntil. Hal ini terjadi
karena semakin lama kebiasaan menyuntil dilakukan, permukaan labial gigi akan semakin terkikis, yang menyebabkan abrasi gigi derajat 1 meningkat menjadi abrasi
gigi derajat 2. Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan oleh Natamiharja dan Hayana
2009, yang menunjukkan bahwa lama perilaku menyikat gigi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap derajat abrasi gigi.
63
Dalam penelitian tersebut abrasi gigi yang terjadi adalah akibat dari tekanan mekanis penyikatan gigi, kekasaran bulu sikat
gigi, dan sifat abrasif pasta gigi. Tekanan mekanis pada gigi tidak hanya dijumpai pada kebiasaan menyikat gigi, tetapi juga dijumpai pada kebiasaan menyuntil,
menggunakan dental floss dan tusuk gigi, mengigit pulpen, pensil, dan merokok pipa. Hal ini sesuai dengan defenisi abrasi gigi, yaitu hilangnya substansi gigi akibat
gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan benda asing.
44
Dihubungkan dengan penelitian ini, menyuntil telah menjadi kebiasaan yang dilakukan sehari-hari, yang dilakukan selama bertahun-tahun dan telah menjadi
kebutuhan hidupnya. Dalam penelitian ini abrasi gigi yang terjadi adalah akibat tekanan menyuntil, kekasaran gumpalan suntil, dan bahan kimiawi yang terdapat
dalam bahan suntil. Kebiasaan menyuntil ini menyebabkan terjadinya friksi yang terus menerus terhadap permukaan gigi yang disebabkan oleh gesekan oleh suntil dan
diperhebat oleh tekanan menyuntil sehingga terjadi abrasi yang sifatnya progresif. Pada penelitian ini dijumpai abrasi gigi hanya pada derajat 1 dan 2, dan tidak
dijumpai derajat 3 dan 4. Mengapa hal ini terjadi, mungkin disebabkan tekanan mekanis dari menyuntil dan sifat abrasif dari suntil yang tidak diteliti. Kemungkinan
lain adalah karena pengaruh saliva yang menyebabkan remineralisasi sehingga terjadi
peningkatan ketahanan gigi, yaitu kekerasan gigi, kandungan fluoroapatit, dan kalsium, dimana pada penelitian ini saliva juga tidak diteliti.
63
5.5.2 Hubungan Frekuensi Menyuntil dengan Derajat Abrasi Gigi.