Kebiasaan Menyirih dan Menyuntil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebiasaan Menyirih dan Menyuntil

Kebiasaan menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. 2 Kebiasaan ini merupakan praktek kuno yang umum di banyak negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang melengkapi penerimaan sosial di banyak masyarakat dan juga populer di kalangan wanita. Kebiasaan mengunyah sirih telah dikenal dan dilaporkan di berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua Nugini, beberapa Pulau Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan dan Timur, Inggris, Amerika Utara, dan Australia. 19 Di Indonesia, khususnya pada suku Karo di Sumatera Utara, kebiasaan menyirih biasanya dilanjutkan dengan kebiasaan menyuntil. Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil pada permukaan gigi dan mukosa sebelah labial atau bukal dengan gerakan memutar. 3 Gumpalan suntil adalah hasil kunyahan campuran sirih ditambah dengan sejumlah tembakau, yang dibentuk menjadi gumpalan dan digosok-gosokkan ke permukaan gigi dan mukosa sebelah labial atau bukal. 9 Bukti arkeologi menunjukkan bahwa mengunyah campuran sirih telah dipraktekkan sejak zaman kuno dan telah bertahan sampai ke abad dua puluh. Diperkirakan terdapat 10-20 dari populasi dunia yang memiliki kebiasaan menyirih. Kebiasaan ini banyak ditemukan di Asia Tenggara, anak benua India, Pasifik Barat, dan daerah pinggiran lainnya. Kebiasaan menyirih adalah hal yang asing di dunia Barat. Namun, orang-orang yang bermigrasi ke negara-negara barat seperti Amerika utara membawa serta kebiasaan ini. 2 Secara umum kebiasaan menyirih dilakukan dengan menggunakan daun sirih, kapur, dan pinang. Bahan lain, terutama rempah-rempah, termasuk kapulaga, kunyit, cengkeh, adas manis, kunyit, mustar atau pemanis, sering ditambahkan sesuai dengan preferensi lokal. Preferensi lain lebih memilih produk pinang kering yang diproduksi secara komersial seperti Paan masala dan Supari. 20 Selain untuk dikunyah, campuran sirih dan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya secara luas digunakan untuk tujuan pengobatan, magis, dan simbolis. Bahan-bahan ini digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk gangguan pencernaan dan cacing. Hal ini diyakini untuk memfasilitasi kontak dengan kekuatan supranatural dan sering digunakan untuk mengusir roh, terutama yang berhubungan dengan penyakit. Dalam peran simbolis, bahan-bahan ini dijumpai di hampir semua upacara keagamaan dan festival dalam kalender bulan. 3 Peralatan sirih terbuat dari bahan-bahan alam yang umum di daerah kepulauan. Bahan-bahan yang digunakan bersifat tahan lama, tahan air, dan ringan. Misalnya, wadah kapur yang terbuat dari sabut kelapa di Flores, dari tanduk yang diukir di Sulawesi tenggara, dan dari labu di Timor Timur. Tanduk kerbau atau kelapa juga digunakan untuk spatula. Masyarakat Ifugao di Filipina membuat kotak kapur dari tulang manusia, serta mendekorasinya dengan adegan bergambar yang menceritakan kisah kematian si pemilik tulang. Tanduk rusa digunakan di Burma untuk meremukkan pinang; pinang diremukkan menjadi potongan-potongan kecil ketika didorong dari bagian tanduk yang luas ke bagian yang sempit. 3 Kebiasaan mengunyah sirih dan pinang tersebar luas di banyak bagian Asia dan dijumpai pada masyarakat migran Asia di berbagai tempat di dunia. Laporan global memperkirakan terdapat 600 juta penyirih di seluruh dunia, yang membuatnya menjadi kebiasaan paling umum keempat di seluruh dunia setelah konsumsi tembakau, alkohol, dan minuman berkafein. Campuran sirih dikunyah untuk berbagai alasan, termasuk diantaranya karena efek psychostimulating yang menyebabkan euforia, untuk memuaskan rasa lapar, menyegarkan nafas, dan praktek sosial dan budaya. 9 2.2 Komposisi Menyirih dan Menyuntil 2.2.1 Daun Sirih