Gambar 5. A. Pohon tembakau; B. Irisan tembakau kering.
30
Ketika digunakan sebagai bahan campuran sirih, daun tembakau memiliki risiko kanker mulut yang sama dengan populasi yang hanya mengunyah tembakau.
Penelitian yang dilakukan The International Agency for Research on Cancer IARC 2004, menyatakan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa campuran sirih tanpa
tembakau bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker mulut, dan campuran sirih dengan tembakau, dapat menyebabkan kanker mulut dan kanker
faring dan kerongkongan.
9
2.3. Efek Menyirih dan Menyuntil Terhadap Kesehatan
Menyirih dan menyuntil memiliki efek positif dan negatif terhadap kesehatan umum maupun rongga mulut. Efek positif kebiasaan menyirih dan menyuntil
terhadap kesehatan umum diantaranya dapat menetralkan asam lambung, mengobati sakit perut, sakit kepala, dan demam,
3
relaksasi, meningkatkan konsentrasi, mengembalikan mood bekerja,
9
meningkatkan kapasitas kerja, kewaspadaan, dan stamina,
10
menekan rasa lapar,
11
mengurangi gejala schizoprenia,
12
mencegah morning sickness pada ibu hamil,
13
dan mencegah osteoporosis.
14
Efek positif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan rongga mulut adalah dapat
menyegarkan nafas dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi.
11
Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan umum diantaranya terkait dengan penyakit kardiovaskular, karsinoma hepatoseluler, sirosis
hati, hiperlipidemia, hiperkalsaemia, penyakit ginjal kronis,
15
hipertensi, obesitas, diabetes melitus, sindrom metabolik, induksi sindrom ekstrapiramidal, sindrom milk-
alkali, induksi displasia serviks uterus, kanker kerongkongan dan hati, berat lahir bayi rendah pada ibu penyirihpenyuntil, dan predisposisi kolonisasi Helicobacter pylori
dalam saluran pencernaan.
16
Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap rongga mulut dapat dibagi dua, yaitu terhadap mukosa mulut dan terhadap gigi.
Terhadap mukosa mulut menyirih dan menyuntil dapat menyebabkan lesi oral leukoplakia, fibrosis submukosa, karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid, perubahan
warna pada mukosa mulut, penyakit periodontal, dan kanker mulut. Terhadap gigi menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin, fraktur akar,
nekrosis pulpa, dan terbentuknya kalkulus dan stein pada gigi.
17
Menyuntil dapat menyebabkan abrasi gigi, hipersensitivitas dentin, nekrosis pulpa, dan terbentuknya
stein dan kalkulus pada gigi.
18
2.4 Atrisi Gigi 2.4.1 Definisi Atrisi Gigi
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi
dengan gigi yang berantagonis dalam proses pengunyahan.
31
Atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis.
32
Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam
pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal.
33
Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching,
dan kebiasaan mengunyah makanan atau bahan yang bersifat keras dan abrasif, seperti mengunyah sirih atau pinang.
33
Atrisi gigi dapat dilihat sebagai hasil dari interaksi kompleks antara gigi, struktur pendukungnya, dan fungsi komponen
pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang berantagonis.
Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan antara
rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya. Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi,
kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan.
31
Atrisi tidah hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban pengunyahan dalam
jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan kebersihan gigi, disgnati, bruxism, dan kebiasaan diet.
34
2.4.2 Efek Menyirih Terhadap Atrisi Gigi
Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang.
2
Dalam proses menyirih terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi
pengunyahan, menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin
banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi. Terjadinya atrisi gigi akibat kebiasaan menyirih terutama
dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang bersifat kasar dan keras. Dalam campuran sirih bahan yang bersifat kasar adalah kapur. Kapur memiliki sifat kasar karena pada
umumnya kapur terbuat dari kulit kerang atau batu kapur yang dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya terjadi pengikisan pada
permukaan gigi dalam proses menyirih. Semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.
31
Dalam campuran sirih juga terdapat bahan pinang yang memiliki sifat keras. Ketika dikunyah, bahan pinang yang keras akan menstimuli otot-otot pengunyahan,
sehingga memberikan tekanan pengunyahan yang besar. Tekanan pengunyahan yang besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya atau bahan pinang. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah
terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah. Tekanan pengunyahan yang besar dapat menyebabkan arthrosis pada sendi
temporomandibular.
17
Apabila kapur dan pinang digunakan dengan frekuensi yang tinggi, gigi dengan segera akan mengalami atrisi gigi yang parah. Atrisi gigi yang
parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin. Dentin yang terpapar, saat menerima rangsangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan
cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi
rasa sakit atau ngilu.
35
Dentin terdiri atas 70 materi inorganik dan 30 materi organik, sementara enamel terdiri atas 96 materi inorganik dan 4 materi
organik.
36
Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya
perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa.
37
Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan
umur penyirih. Kebiasaan menyirih telah dilaporkan terkait dengan terjadinya fraktur akar, yang merupakan konsekuensi dari pengunyahan yang berlebihan dan berulang,
serta peningkatan beban pengunyahan saat mengunyah.
17
Stain ekstrinsik pada gigi yaitu perubahan warna gigi menjadi hitam atau coklat karena deposit dari mengunyah
sirih sering dijumpai pada penyirih, terutama pada penyirih dengan profilaksis kebersihan mulut yang kurang dan perawatan gigi yang tidak teratur.
31
Berdasarkan penelitian Parmar 2008, pengunyah sirih memiliki prevalensi atrisi dan sensitivitas
gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengunyah sirih hal ini disebabkan beban dan frekuensi pengunyahan yang berlebihan dan terpapar dengan
dengan berbagai komponen dari campuran sirih.
38
Keith 1988 menyatakan bahwa trauma kronis yang berulang karena kebiasaan mengatup-katupkan dan mengasah
gigi dapat merangsang perubahan bentuk sendi atau dapat memulai proses
degeneratif.
39
Mengunyah pinang yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan menyirih telah diketahui secara luas dapat menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan
pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi periodontitis yang lebih tinggi.
40
Dalam penelitian ini, atrisi gigi yang diteliti adalah atrisi yang terjadi pada permukaan oklusal gigi. Peneliti menggunakan indeks keausan gigi Smith dan Kight
sebagai indeks untuk menilai seberapa besar derajat atrisi gigi responden. Berdasarkan indeks keausan gigi Smith dan Knight, atrisi gigi dikelompokkan ke
dalam 5 derajat, yaitu:
41
- Derajat 0 = Tidak ada terjadi atrisi. - Derajat 1 = Terjadi atrisi sebatas pada enamel saja.
- Derajat 2 = Terjadi atrisi sampai sepertiga oklusal dengan dentin terbuka. - Derajat 3 = Terjadi atrisi sampai sepertiga tengah dengan pulpa terbuka.
- Derajat 4 = Terjadi atrisi sampai sepertiga servikal dengan pulpa terbuka. Untuk memperjelas indeks atrisi gigi, peneliti telah membuat ilustrasi gambar indeks
atrisi gigi pada gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Indeks atrisi gigi. Atrisi gigi, baik pada interproksimal maupun oklusal, dapat dianggap sebagai
akibat dari serangkaian interaksi antara gigi, struktur pendukungnya, dan komponen pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang
berantagonis. Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi
gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.
31
Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan
kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan. Keausan gigi dapat juga merupakan hasil dari
bruxism atau pengasahan gigi dan aksi non-pengunyahan.
31
Secara klinis derajat atrisi gigi dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. A. Atrisi gigi derajat 1; B. Atrisi gigi derajat 2; C. Atrisi gigi derajat 3; D. Atrisi gigi derajat 4.
42
2.5 Abrasi Gigi 2.5.1 Definisi Abrasi Gigi
Abrasi gigi adalah terkikisnya lapisan enamel gigi karena faktor mekanis
selain kontak antara gigi-geligi
.
43
Abrasi gigi dapat terjadi sebagai akibat dari kebiasaan menyuntil, menyikat gigi yang terlalu kuat, penggunaan benang dan tusuk
gigi yang tidak tepat, menggigit benda keras seperti pena, pensil atau gagang pipa, membuka pin rambut dengan gigi, dan menggigit kuku. Abrasi juga dapat disebabkan
jepitan dari cangkolan gigi tiruan sebagian lepasan. Abrasi dapat terjadi pada penjahit yang memutuskan benang dengan gigi dan musisi yang memainkan alat musik tiup.
44
2.5.2 Efek Menyuntil Terhadap Abrasi Gigi
Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil dengan gerakan memutar pada permukaan gigi dan mukosa sebelah labial atau bukal.
3
Gumpalan suntil adalah komposisi menyirih ditambah dengan sejumlah tembakau, yang dikunyah kemudian digosok-gosokkan ke permukaan gigi dan mukosa sebelah
labial atau bukal.
9
Menyuntil telah dikaitkan dengan berbagai lesi rongga mulut. Lesi pada gigi dapat berupa abrasi gigi dan kehilangan tulang pada rahang.
18
Lesi pada mukosa dapat berupa melanosis, gingivitis ulseratif nekrosis akut, luka bakar dan
keratotik, black hairy tongue, stomatitis nikotinik, erosi palatal, leukoplakia, displasia epitel, dan karsinoma sel skuamosa.
45
Menyuntil juga dapat menyebabkan resesi gingiva, penguningan gigi, stain, dan bau mulut kronis.
18
Abrasi dari kegiatan menyuntil biasanya terjadi pada permukaan vestibular, namun dapat juga pada permukaan oklusal jika tembakau dikunyah. Para penyuntil
biasanya menempatkan tembakau antara gusi dan pipi atau di dalam pipi dan kemudian mengisapnya serta membuang jusnya.
46
Abrasi gigi sebagai akibat kebiasaan menyuntil dapat dipengaruhi oleh lamanya kebiasaan menyuntil, frekuensi
menyuntil, dan konsistensi bahan menyuntil. Dalam penelitian ini, abrasi gigi yang
diteliti adalah abrasi gigi yang terjadi pada permukaan labial, dimana dalam menentukan besar derajat abrasi gigi responden, peneliti menggunakan indeks
keausan gigi Smith dan Knight, yang membagi derajat abrasi gigi ke dalam 5 derajat, yaitu:
41
- Derajat 0 = Tidak ada terjadi abrasi. - Derajat 1 = Terjadi abrasi sebatas enamel saja.
- Derajat 2 = Terjadi abrasi sampai ke permukaan lapisan dentin.
- Derajat 3 = Terjadi abrasi sampai ke lapisan dentin yang lebih dalam tanpa mengenai pulpa.
-
Derajat 4 = Enamel abrasi pada daerah labial sampai ke lapisan pulpa. Untuk memperjelas indeks abrasi gigi, peneliti telah membuat ilustrasi gambar indeks
abrasi gigi pada gambar 8 berikut ini.
Gambar 8. Indeks abrasi gigi. Keausan gigi merupakan hasil interaksi dari atrisi gigi, erosi gigi, abrasi gigi,
dan abfraksi gigi, yang dapat terjadi dalam isolasi atau kombinasi.
41
Pemakaian jaringan keras yang berlebihan adalah masalah permanen yang terjadi pada semua
kelompok umur yang dianggap sebagai bagian dari proses penuaan dan merupakan masalah bagi kedokteran gigi saat ini.
47
Atrisi dan abrasi gigi dapat bertindak secara independen maupun terkombinasi, yang sering terjadi selama dinamika aktivitas interoklusal. Dari
perspektif bioteknologi, banyak mekanisme kombinasi aditif atau sinergis terjadi secara simultan, berurutan, atau bergantian, yang menjelaskan hilangnya jaringan
keras gigi.
44
Secara klinis derajat abrasi gigi dapat dilihat pada gambar 9 berikut ini.
Gambar 9. A. Abrasi gigi derajat 1; B. Abrasi gigi derajat 2; C. Abrasi gigi derajat 3; D. Abrasi gigi derajat 4.
48
2.6 Kombinasi Atrisi dan Abrasi Gigi Dalam Terjadinya Keausan Gigi
Keausan gigi dapat dibedakan atas keausan mekanis, keausan kimia, dan keausan biomekanis.
49
Keausan mekanis adalah keausan yang disebabkan gesekan mekanis antara gigi dengan gigi maupun benda lain selain gigi. Keausan kimia adalah
keausan yang disebabkan oleh zat kimia.
50
Keausan biomekanis adalah keausan yang diawali oleh mikrofraktur pada bagian servikal gigi yang disebabkan oleh tekanan
pengunyahan.
51
Keausan gigi dapat terjadi sebagai akibat kombinasi antara keausan mekanis, kimia, dan biomekanis.
49
Keausan mekanis terdiri atas atrisi dan abrasi, keausan kimia terdiri atas erosi, dan keusan biomekanis terdiri atas abfraksi. Atrisi adalah hilangnya substansi gigi
karena kebiasaan fungsional dan parafungsional dan umumnya terlihat pada permukaan insisal, oklusal, dan proksimal.
52
Atrisi interproksimal menyebabkan berkurangnya ruang untuk gigi sehingga turut berkurangnya panjang lengkung gigi.
Selain itu, atrisi oklusal menyebabkan tinggi mahkota berkurang yang berdampak pada berkurangnya tinggi wajah bagian bawah. Tinggi mahkota gigi yang berkurang
memungkinkan mandibula berrotasi dalam arah maju dan ke atas, konsekuensinya adalah overjet insisivus sering diganti oleh gigitan edge to edge.
53
Abrasi adalah keausan mekanis dari permukaan gigi karena obyek eksternal.
52
Agen eksternal yang memiliki efek abrasif pada gigi termasuk bulu sikat gigi dan faktor makanan.
54
Erosi adalah hilangnya substansi gigi akibat zat asam eksogen atau endogen tanpa keterlibatan bakteri.
52
Faktor erosif dapat berupa ekstrinsik atau intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi minuman seperti jus buah segar, minuman
berkarbonasi, minuman ringan, minuman beralkohol, dll. Faktor intrinsik termasuk penyakit refluks gastrointestinal dan gangguan makan.
54
Abfraksi adalah istilah relatif baru yang menunjukkan hilangnya substansi mikrostruktur gigi di daerah berpusatnya
tekanan, dan biasanya terlihat di daerah servikal.
52
Telah dikemukakan bahwa abfraksi merupakan konsekuensi dari kekuatan eksentrik pada pertumbuhan gigi
alami.
54
Meskipun proses tersebut dapat terjadi secara independen mereka dapat terjadi dalam banyak kasus secara kolektif.
52
Faktor lain yang memiliki peran penting dalam keausan gigi adalah kehilangan gigi posterior yang berkepanjangan dan tidak diganti. Sehingga pasien
cenderung mengunyah menggunakan gigi anterior, yang mengakibatkan gigi anterior aus. Hal ini membuat berkurangnya dimensi vertikal oklusal pasien. Hilangnya gigi
posterior umumnya dapat menyebabkan abrasi dan atrisi pada gigi anterior. Hal ini menyebabkan berpindahnya mandibula ke posisi anterior dan kekuatan pengunyahan
gigi anterior menjadi lebih berat, yang menyebabkan gigi anterior menjadi aus dan goyang. Berkurangnya dimensi vertikal oklusal yang berkepanjangan akan
mempengaruhi penampilan wajah. Wajah tampak lebih tua dan dalam kondisi yang parah dapat menyebabkan angular chelitis. Dalam kasus kehilangan dimensi oklusal
vertikal akibat keausan gigi, terapi diperlukan untuk mendapatkan kembali dimensi vertikal. Terapi yang dilakukan seperti: memperpanjang mahkota, perawatan
orthodontik, dan terapi reposisi gigi, yang efisien dan efektif untuk mengoreksi berkurangnya dimensi vertikal.
52
Keausan gigi fisiologis terjadi sepanjang hidup dan dapat berkembang menjadi parah sehingga menyebabkan masalah estetika, sensitivitas dan fungsional.
Ausnya permukaan enamel gigi adalah hal yang umum terjadi saat ini dan semakin meningkat prevalensinya. Hal ini terjadi karena masyarakat berupaya untuk
mempertahankan gigi sebanyak dan selama mungkin sementara tekanan pengunyahan semakin tinggi, yang disebabkan kebiasaan makan dan faktor stres. Keausan gigi
dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin yang parah pada orang-orang tertentu dan dapat mengganggu kebiasaan kontrol plak dan bahkan fungsi normal.
52
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan kebiasaan menyirih dengan
derajat atrisi gigi dan hubungan kebiasaan menyuntil dengan derajat abrasi gigi pada perempuan penyirihpenyuntil suku Karo di Pancur Batu.
55
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Pancur Batu, dengan pertimbangan mayoritas penduduk di Pancur Batu adalah penduduk suku Karo yang masih kental dengan
kebiasaan menyirih dan menyuntil. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan september 2011 sampai dengan bulan februari 2012.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah perempuan suku Karo di Pancur Batu. Sampel penelitian adalah perempuan suku Karo di Pancur Batu yang memiliki
kebiasaan menyirih dan menyuntil. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan
mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian.
56
3.4 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis proporsi:
57