BAB V PEMBAHASAN
5.1 Latar Belakang Pemilihan Subjek Penelitian
Penyirih adalah orang yang memiliki kebiasaan menyirih, dimana kebiasaan tersebut dilakukan secara teratur dengan frekuensi menyirih minimal sekali sehari.
Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir dan pinang.
2
Kebiasaan menyirih adalah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun, yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan
masyarakat setempat,
1
khususnya pada perempuan penyirih suku Karo di Pancur Batu. Kebiasaan menyirih biasanya dilakukan sebagai pengisi waktu luang sambil
berjualan, berladang, maupun saat berkumpul dengan teman. Hal yang unik dalam masyarakat suku Karo adalah bahwa kebiasaan menyirih biasanya dilanjutkan dengan
kegiatan menyuntil. Kebiasaan menyirih berdampak pada meningkatnya frekuensi pengunyahan.
Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi frekuensi
pengunyahan, maka semakin sering gigi terpapar oleh gesekan mekanis yang berasal dari kontak antara gigi dengan gigi antagonisnya dalam proses pengunyahan.
Semakin sering gigi terpapar oleh gesekan mekanis akibat pengunyahan, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hilangnya substansi gigi
akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi dengan gigi yang berantagonis dalam proses pengunyahan disebut atrisi gigi. Besarnya derajat atrisi gigi akibat kebiasaan
menyirih bergantung pada empat faktor utama, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih.
9
Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil ke permukaan gigi sebelah labial atau bukal.
3
Gumpalan suntil adalah campuran sirih ditambah sejumlah tembakau yang dikunyah kemudian digosok-gosokkan ke
permukaan gigi sebelah labial atau bukal.
9
Kebiasaan menyuntil dapat menyebabkan
terjadinya abrasi gigi.
29
Abrasi gigi adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara permukaan gigi dengan benda asing selain gigi.
43
Abrasi gigi dapat terjadi pada penyuntil karena dalam proses menyuntil terjadi gesekan
mekanis yang berulang antara permukaan gigi dengan gumpalan suntil. Gesekan mekanis ini akan menyebabkan pengikisan pada permukaan gigi. Besarnya derajat
abrasi pada penyuntil bergantung pada empat faktor utama, yaitu lama menyuntil, frekuensi menyuntil, komposisi menyuntil, dan umur penyuntil.
Keausan gigi merupakan hasil interaksi dari atrisi gigi, abrasi gigi, erosi gigi, dan abfraksi gigi. Keausan gigi merupakan masalah permanen yang terjadi pada
semua kelompok umur yang dianggap sebagai bagian dari proses penuaan dan merupakan masalah bagi kedokteran gigi saat ini.
43
Proses atrisi dan abrasi gigi pada penyirih terjadi secara irreversible dan progressive, dimana bila proses atrisi dan
abrasi ini terus berlangsung akan terjadi kehilangan substansi enamel sampai ke lapisan dentin, dan bila tidak ditangani dengan segera akan mencapai lapisan pulpa
dan menyebabkan nekrosis pulpa.
37
Melihat bahwa masyarakat suku Karo di Pancur Batu Sumatera Utara masih kental dengan kebudayaan menyirih dan menyuntil,
peneliti memilih sampel perempuan penyirihpenyuntil suku Karo di Pancur Batu Sumatera Utara untuk dijadikan subjek penelitian.
5.2 Karakteristik Umum Penyirih