HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI SMP NEGERI 2 SURAKARTA

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK

TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI SMP

NEGERI 2 SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh:

DHIAN RISKIANA PUTRI G 0106042

Pembimbing:

1. Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. 2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul : Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta

Nama Peneliti : Dhian Riskiana Putri

NIM : G 0106042

Tahun : 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 5 November 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. NIP. 130250480 NIP. 19781022 200501 1 002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP. 19760817 200501 2 002


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:

Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya

dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta

Dhian Riskiana Putri, G 0106042, Tahun 2010

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 9 November 2010

1. Pembimbing I

Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. ( )

2. Pembimbing II

Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. ( ) 3. Penguji I

Dra. Suci Murti Karini, M.Si. ( )

4. Penguji II

Drs. Hardjono, M.Si. ( )

Surakarta, ...

Ketua Program Studi Psikologi Koordinator Skripsi

Drs. Hardjono, M.Si Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP. 19760817 200501 2 002 NIP. 19590119 198903 1 002


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, November 2010


(5)

commit to user

v MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

(Q.S. Asy-Syarh: 6)

Manusia hanyalah berusaha, manusia hanyalah berencana,

Allah lah yang menentukan, Allah lah yang memastikan segalanya (Al-Maidany)

Apabila seorang pelajar ingin meraih kesempurnaan ilmu, hendaklah ia menjauhi kemaksiatan dan senantiasa menundukkan pandangannya dari hal-hal yang haram untuk dipandang. Karena yang demikian itu akan membukakan pintu ilmu, sehingga cahaya Allah akan menyinari hatinya. Jika

hati telah bercahaya, maka akan jelas baginya kebenaran. Sebaliknya, barangsiapa mengumbar pandangannya, maka akan keruhlah hatinya, dan

selanjutnya akan gelap dan tertutuplah baginya pintu ilmu


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada: Orang-orang yang sangat aku cintai,

dengan doa, cinta, bimbingan, dan kesabarannya dalam menuntunku mencapai cita-cita dan harapanku

Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta atas doa, kasih sayang, dan

pengorbanan yang tak akan pernah terhenti

2. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra yang selalu

memberikan doa, perhatian, dan bantuannya

3. Seluruh keluarga besarku dan semua pihak yang telah

membantu terselesaikannya karya ini


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang dan hidayah yang telah Allah SWT berikan kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, pengikut-pengikut beliau yang setia, serta seluruh umat beliau yang istiqomah sampai akhir jaman, dan semoga termasuk kita sekalian. Amin.

Terselesaikannya skripsi ini telah melibatkan beberapa pihak, oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas fasilitas dan kebijakan beliau.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta serta selaku penguji II atas ijin dan juga semua bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku pembimbing akademik serta selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing II atas

kesabaran beliau dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis/ 5. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku penguji I yang telah bersedia


(8)

commit to user

viii

6. Bapak Drs. Rachmat Sutasman, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Surakarta dan Bapak Agus Budiarto, S.Pd., selaku Ketua Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta atas segala informasi dan bantuannya.

7. Adik-adik siswa kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

8. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Winarsih, B.A. dan Bapak Drs. Eko Sarimo, atas semua kasih sayang, pengorbanan, nasihat, kesabaran, serta doa yang terus dipanjatkan bagi penulis. Syukron Jazakumullahu Khoiron Katsiron. 9. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra atas kasih sayang, perhatian, dan

bantuan yang telah diberikan. Semoga lancar dalam menjalankan perkuliahan. 10. Seluruh keluarga besar atas semangat, kasih sayang, doa, dan dukungannya. 11. Sahabat-sahabat terbaikku, Nopik, Ayuk, Aris, Retno, Cece, Krisna, Rofa,

yang selalu memberikan motivasi bagi penulis. Jazakillah Khoir.

12. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS, khususnya angkatan 2006 untuk semangat dan kebersamaannya.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan. Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan, mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Surakarta, November 2010 Penulis,


(9)

commit to user

ix

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK

TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI

SMP NEGERI 2 SURAKARTA Dhian Riskiana Putri

G 0106042 ABSTRAK

Program akselerasi adalah program khusus dalam dunia pendidikan yang bertujuan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat intelektual untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dibandingkan dengan siswa program reguler. Program akselerasi untuk siswa-siswi berkemampuan tinggi merupakan salah satu topik penelitian terkemuka dalam dunia pendidikan. Siswa program akselerasi biasanya memiliki permasalahan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial berperan penting bagi perkembangan remaja agar dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Penyesuaian sosial seorang remaja dipengaruhi oleh faktor internal, seperti konsep diri, gambaran diri, body image, kepribadian, dan lain sebagainya, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga dan masyarakat sosial, pendidikan, kemampuan sosial, serta persahabatan atau kohesivitas kelompok teman sebaya, dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakata. Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi, sehingga tidak menggunakan teknik pengambilan sampel. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas kelompok teman sebaya. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dua prediktor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 72,023, p 0,05, dan nilai R = 0,878. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang sgnifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,770 atau 77%, sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 93,16%.

Kata kunci: penyesuaian sosial, body image, kohesivitas kelompok teman


(10)

commit to user

x

THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY IMAGE AND PEER GROUP COHESIVENESS WITH SOCIAL ADJUSTMENT ON THE EIGHT

GRADE STUDENTS OF ACCELERATION PROGRAM IN SMP NEGERI 2 SURAKARTA

Dhian Riskiana Putri G 0106042 ABSTRACT

Acceleration program is specially program in education world. Acceleration program’s aim is to give suitable service education for gifted children to finished their education faster than students of regular program. Acceleration program for gifted student is one of popular research topic in education world. Students of acceleration program usually had social adjustment problem. Social adjustment was instrumental for the development of adolescent so that can establish good relationship with other. Social adjustment an adolescent influenced by internal factor, such as self-concept, self-image, body-image, personality, etc., and also influenced by external factor, such as social and family environment, education, social ability, friendship or peer group cohesiveness, etc.

This research’s aim is to know the relation between body image and peer group cohesiveness with sosial adjustment on the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research subject is the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research used all population as research subject called population research, so this research is not used sampling. The instruments of this research are social adjustment scale, body image scale, and peer group cohesiveness scale. The analysis method of this research is used two-predictor regression.

The result showed that the value of F-test = 72,023, p 0,05, and the value of R = 0,878. The result could be concluded that the hypothesis of this research was received, and there was a significant relationship between body image and peer group cohesiveness with social adjustment on the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. The value of R2 in this research is 0,770 or 77%, the effective contribution of body image is 5,2668% and the effective contribution of peer group cohesiveness is 71,7332%. The relative contribution of body image is 6,84% and the relative contribution of peer group cohesiveness is 93,16%.


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..… i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ……….. iv

MOTTO ……….. v

PERSEMBAHAN ……….. vi

KATA PENGANTAR ………... vii

ABSTRAK ……….. ix

ABSTRACT ………... x

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……….. 10

C. Tujuan Penelitian ………... 10

D. Manfaat Penelitian ………. 11

BAB II. LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian penyesuaian sosial ……….. 13


(12)

commit to user

xii

3. Aspek-aspek penyesuaian sosial ……….. 17

4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial ………... 19

B. Body Image 1. Pengertian body image………. 22

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image………... 23

3. Aspek-aspek body image……….. 25

4. Body image pada remaja ……….. 26

C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya 1. Pengertian kohesivitas ……….. 27

2. Pengertian kelompok teman sebaya ………...….. 29

3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya …...…………... 31

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya ……….…….. 33

5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya …...………... 35

6. Pengelompokan kelompok teman sebaya ………... 36

7. Kelompok teman sebayapada remaja ...………... 38

D. Siswa Program Akselerasi 1. Pengertian program akselerasi ………... 40

2. Tujuan program akselerasi ………... 41

3. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi ……….. 42

E. Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Program Akselerasi ……… 44


(13)

commit to user

xiii

F. Kerangka Pikir ………... 49

G. Hipotesis ………. 50

BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……….. 51

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………... 51

C. Populasi dan Sampel ……….. 53

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data ………... 54

2. Metode pengumpulan data ………... 55

E. Metode Analisis Data 1. Validitas instrumen penelitian ……….. 62

2. Reliabilitas instrumen penelitian ……….. 64

3. Uji hipotesis ………. 65

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian ……….. 67

2. Persiapan penelitian ……….. 73

3. Pelaksanaan uji coba ………. 79

4. Uji validitas dan reliabilitas ……….. 80

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian ………. 86

2. Pengumpulan data ……… 87


(14)

commit to user

xiv

4. Penyusunan nomor aitem baru untuk penghitungan

analisis data ………. 89

C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi 1. Uji asumsi dasar ………... 91

2. Uji asumsi klasik ……….. 94

3. Uji hipotesis ……….. 99

4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif ………. 102

5. Uji korelasi ………... 103

6. Analisis deskriptif ………... 105

D. Pembahasan ……….. 109

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... 114

B. Saran ………. 115

DAFTAR PUSTAKA ………... 119


(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable……….. 57

Tabel 2. Blue Print Skala Body Image ………... 58

Tabel 3. Blue Print Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……… 60

Tabel 4. Blue Print Skala Penyesuaian Sosial ………... 61

Tabel 5. Penentuan Kriteria Indeks Reliabilitas ……… 65

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Body Image ……… 75

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ….... 77

Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Sosial ……….... 78

Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Body Image ………... 82

Tabel 10. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……… 83

Tabel 11. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesusian Sosial ……… 85

Tabel 12. Jumlah Siswa Kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 ………. 86

Tabel 13. Tingkat Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin… 87 Tabel 14. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Body Image ……… 89

Tabel 15. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……….. 90

Tabel 16. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Penyesuaian Sosial ………….... 90

Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ……….... 91


(16)

commit to user

xvi

Tabel 19. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas

Kelompok Teman Sebaya ……… 93

Tabel 20. Hasil Uji Multikolinieritas ………... 95 Tabel 21. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan

Body Image ……….. 96

Tabel 22. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan

Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……… 97 Tabel 23. Hasil Uji Otokorelasi ………. 98 Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) ………. 100 Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Anova) ……….…………. 101 Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Model Summary) ………. 101

Tabel 27. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ………. 103 Tabel 28. Korelasi Tiap-Tiap Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung … 104

Tabel 29. Deskripsi Data Empirik ……….. 105

Tabel 30. Deskripsi Data Penelitian ………... 106 Tabel 31. Kriteria Kategori Skala Penyesuaian Sosial dan Distribusi

Skor Subjek ……….... 107 Tabel 32. Kriteria Kategori Skala Body Image dan Distribusi Skor Subjek ….. 108 Tabel 33. Kriteria Kategori Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dan


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala untuk Try Out dan Penelitian ………. 127

Lampiran B. Data Try Out ………. 140

Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 159

Lampiran D. Data Penelitian ……….. 176

Lampiran E. Data Hasil Penelitian ………. 194

Lampiran F. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ………. 197

Lampiran G. Data Kategorisasi ……….. 202

Lampiran H. Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ………… 206


(18)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Pelayanan pendidikan di Indonesia bagi siswa-siswi berinteligensi tinggi semakin meningkat ditandai dengan munculnya fenomena penyelenggaraan program percepatan belajar (kelas akselerasi) pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Program akselerasi untuk siswa-siswi berkemampuan tinggi merupakan salah satu topik penelitian terkemuka dalam dunia pendidikan (Neihart, 2007). Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran pada waktu yang lebih cepat dan dalam usia yang lebih muda daripada usia konvensional atau reguler. Tujuan dari program akselerasi adalah memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat intelektual untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal.

Kelas akselerasi pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar bagi siswa dengan IQ tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004) yang menyatakan bahwa siswa dengan IQ di atas normal memiliki keunggulan dalam hal kesehatan, penyesuiaan sosial, dan sikap moral. Pendapat ini memunculkan mitos bahwa siswa dengan IQ tinggi adalah anak yang berbahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, namun sebagian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa


(19)

commit to user

kelas akselerasi tidak sebaik yang diharapkan serta ditengarai membawa dampak negatif pada kehidupan sosial siswa. Siswa menjadi berkurang kesempatannya untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman sebaya.

Kurikulum program akselerasi menuntut siswa untuk dapat bekerja keras, mandiri, disiplin, dan bertanggungjawab, karena beban siswa akselerasi tidak sama bahkan jauh lebih berat dibandingkan dengan siswa pada program reguler. Permasalahan ini sering kali membuat siswa akselerasi lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar, sehingga waktu untuk bermain bersama teman sebaya menjadi berkurang (Maimunah, 2009).

Para peneliti di bidang pendidikan memperkirakan bahwa sekitar 20-25% dari anak-anak berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional. Widodo (2006) mengungkapkan sebesar 15% siswa yang mengikuti program akselerasi menjadi introvert, tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pendapat, serta mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Fakta tersebut diperkuat oleh hasil penelitian berjudul ”Manajemen Sekolah Unggulan Program

Akselerasi di SD H. Isriati Baiturrahman Semarang” yang dilakukan Endah

(dalam Maghviroh, 2009) bahwa anak berbakat siswa akselerasi memiliki kesulitan penyesuaian sosial.

Masalah penyesuaian sosial anak berbakat juga disebabkan karena adanya karakteristik anak berbakat yaitu kurang dapat bergaul, seperti dikemukakan Munandar (dalam Rahmawati dan Hartati, 2007) bahwa anak berbakat mempunyai ciri-ciri sosial diantaranya sukar bergaul dengan teman sebaya dan sukar menyesuaikan diri dalam berbagai bidang. Hasil penelitian Iswinarti (2002)


(20)

commit to user

menyebutkan bahwa sebagian anak dengan IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena anak dengan IQ tinggi mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju, sehingga sering tidak sepadan dengan teman sebaya. Terdapat kcenderungan, anak berbakat hanya akan berteman akrab dengan teman yang memiliki kepandaian setingkat. Bergaul dengan teman yang mempunyai kepandaian setingkat, menyebabkan anak berbakat merasa mendapatkan teman sepadan untuk berdiskusi sebagai sarana memenuhi hasrat keingintahuan siswa akselerasi yang cukup besar.

Penelitian penyesuaian sosial siswa akselerasi dilakukan pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta karena beberapa alasan, diantaranya ialah saat ini di Kota Surakarta hanya terdapat dua SMP yang menyelenggarakan program akselerasi, yaitu SMP Negeri 2 Surakarta dan SMP Negeri 9 Surakarta. Beberapa tahun yang lalu, SMP Negeri 1 Surakarta dan SMP Negeri 4 Surakarta juga menyelenggarakan program akselerasi, namun saat ini kedua SMP tersebut sudah beralih menyelenggarakan program pendidikan khusus lainnya, yaitu program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Berdasarkan hasil survey, interview, dan observasi yang telah dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa SMP Negeri 2 Surakarta belum pernah dipakai sebagai tempat penelitian oleh peneliti lain dalam bidang akselerasi, sedangkan SMP Negeri 9 Surakarta sudah pernah dijadikan tempat penelitian oleh peneliti sebelumnya dalam bidang akselerasi. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, peneliti memutuskan SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian mengenai penyesuaian sosial siswa akselerasi.


(21)

commit to user

Program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta dimulai pada tahun 2005 hingga saat ini masih berjalan. Sejak tahun 2005, program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta selalu menduduki peringkat pertama dalam pencapaian nilai UAN tertinggi se-ekskaresidenan Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru pengampu kelas akselerasi yang juga merupakan ketua program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta, dapat diketahui bahwa siswa akselerasi lebih memiliki kemampuan berpikir dewasa serta mempunyai tanggung jawab lebih besar jika dibandingkan dengan siswa reguler, karena adanya tuntutan tugas yang berat bagi siwa akselerasi. Permasalahan yang tampak pada siswa akselerasi biasanya kurang bisa bergaul dengan teman dan terlihat kaku dalam pergaulan, sehingga memunculkan masalah dalam penyesuaian sosial. Hal ini terjadi karena adanya tekanan akademik yang menyebabkan siswa akselerasi sangat terpaku pada tugas-tugas yang diberikan.

Usia siswa-siswa SMP dapat dikategorikan ke dalam masa remaja awal, yaitu berkisar antara umur 12-15 tahun (Monks dkk., 2004). Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 sampai dengan umur 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Ali dan Asrori (2004) mengungkapkan batasan usia pada masa remaja berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa ketika individu duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu sendiri, maupun bagi keluarga, ataupun juga bagi lingkungannya. Allan dkk. (2005) menyatakan bahwa periode perkembangan remaja awal memberikan


(22)

commit to user

banyak pengalaman menarik bagi individu mengenai berbagai macam perubahan yang dialami, diantaranya ialah perubahan biologis atau sering disebut dengan pubertas, perubahan dalam hubungan sosial dengan keluarga dan teman sebaya (peers), dan perubahan dalam bidang pendidikan yang biasanya terjadi pada saat individu berada pada sekolah menengah.

Baker dkk. (1998) menjelaskan bahwa permasalahan yang banyak dialami oleh siswa berbakat sering terjadi pada sekolah dasar tingkat akhir atau pada masa sekolah menengah. Dilihat dari perspektif perkembangan sosial, anak pada usia tersebut sangat mungkin melakukan perbandingan dengan orang lain dan melakukan penilaian terhadap diri sendiri melalui proses perbandingan sosial. Penolakan dan penerimaan teman sebaya menjadi hal yang penting pada usia tersebut. Beberapa siswa berbakat memberikan perhatian yang lebih pada usaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar atau norma suatu kelompok agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. Dilihat dari perspektif ketrampilan akademik, saat siswa duduk di sekolah dasar tingkat akhir atau sekolah menengah, pihak sekolah telah memberikan beberapa tuntutan khusus yang harus mampu dilakukan oleh siswa, seperti manajemen waktu, kemampuan dan ketrampilan belajar efektif, ketrampilan memecahkan masalah, dan sebagainya, sehingga remaja awal yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa sering mengalami permasalahan klinis (berhubungan dengan kesehatan mental) dan permasalahan sosial (berhubungan dengan individu lain dan lingkungan sosial).


(23)

commit to user

Remaja awal adalah waktu ketika seorang individu mengalami banyak perubahan. Biasanya pada tahap remaja awal, individu mulai meninggalkan masa kecil dan mulai merasa nyaman pada kehidupan di sekolah menengah bersama beberapa siswa dan guru. Remaja awal juga merupakan waktu ketika anak berkembang secara mental, menentukan identitas diri, dan mengambil peran dalam kehidupan sosial (Holcomb dan McCoy, 2005). Pengaruh teman sebaya menurut pendapat Papalia dkk. (2009) paling kuat di saat masa remaja awal, biasanya memuncak di usia 12-13 tahun serta menurun pada masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir.

Memasuki masa remaja, anak mulai melepaskan diri dari ikatan emosi dengan orang tua dan menjalin hubungan yang akrab dengan teman-teman sebaya. Havighurst (1972) menjelaskan beberapa tugas perkembangan remaja yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosional, yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai suatu peran sosial, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu kemandirian sosial dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja yang paling sulit ialah berhubungan dengan penyesuaian sosial.

Peningkatan keintiman, keakraban, dan komitmen terhadap kelompok teman sebaya tampak pada tahap remaja awal sampai dengan tahap remaja tengah (Joronen, 2005). Selama masa remaja, individu berusaha meningkatkan kualitas hubungan dengan lingkungan sosial. Remaja menjadi lebih kohesif, menjadi anggota suatu kelompok, dan bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Kualitas


(24)

commit to user

keakraban pertemanan memberikan pengaruh terhadap perilaku sosial remaja. Huurre (2000) berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan remaja merasa perlu memiliki hubungan yang baik dengan orang tua, saudara, sahabat, teman, dan personil sekolah. Teman sebaya memainkan peran yang penting bagi remaja untuk mencapai kemandirian, meningkatkan hubungan dengan kelompok teman sebaya, meningkatkan keakraban, sebagai tempat berbagi pikiran ataupun perasaan sebagai dasar pembentukan persahabatan.

Rabow (dalam Budiharto dan Koentjoro, 2004) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai suatu pola hubungan persahabatan yang mempunyai ikatan untuk saling tolong menolong antar anggota kelompok. Baron dan Byrne (2005) mengartikan persahabatan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua individu atau lebih. Individu-individu tersebut menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, juga saling memberikan dukungan emosional satu sama lain. Cassidy dkk. (2003) menjelaskan bahwa kesamaan sikap dan nilai menjadi dasar penting bagi pembentukan persahabatan. Sears dkk. (1991) mengemukakan bahwa apabila individu sebagai anggota suatu kelompok saling menyukai satu sama lain dan dieratkan dalam ikatan persahabatan, maka kohesivitas kelompok tersebut akan semakin tinggi.

Kohesivitas atau kebersamaan dalam lingkungan keluarga memberikan pengaruh pada proses penyesuaian sosial dan pencarian identitas diri seorang remaja (Schwartz, 2007). Dukungan dan kohesivitas kelompok teman sebaya (peer group), dukungan dari guru, serta kondisi lingkungan sekolah juga


(25)

commit to user

berpengaruh terhadap konsep diri dan sosialisasi pada remaja awal. Hasil penelitian Tabassan dan Rafiq (1993) menyebutkan adanya perbedaan penyesuaian sosial diantara individu yang memiliki kelompok pertemanan dengan individu yang tidak memiliki kelompok pertemanan. Individu sebagai anggota suatu kelompok pertemanan lebih mudah menyesuaikan diri, lebih percaya diri, memiliki penyesuaian sosial dan emosional yang baik, serta mampu menjalankan tugas perkembangan secara maksimal.

Remaja dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya, akan memperhatikan karakteristik personal dan karakteristik sosial teman sebaya, misalnya dari segi usia, tingkat kecerdasan, dan juga penampilan fisik (Cassidy dkk., 2003). Remaja cenderung memilih teman atau sahabat yang serupa dalam masalah gender, suku bangsa, sikap dan prestasi akademis (Papalia dkk., 2009). Remaja mulai lebih mengandalkan teman dibanding dengan orang tua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan secara sosial.

Havighurst (1972) berpendapat bahwa perubahan dan perkembangan fisik yang pesat pada remaja membuat remaja menjadi lebih memperhatikan tubuh dan penampilan fisik, yang juga berpengaruh terhadap interaksi remaja dengan orang lain di lingkungan sekitar, terutama dengan teman sebaya. Pendapat ini diperkuat oleh Blyth dkk. (1985) bahwa hubungan dan interaksi dengan orang lain memungkinkan remaja melakukan perbandingan fisik dengan teman sebaya.

Salah satu aspek psikologis dari pertumbuhan fisik pada masa remaja adalah remaja seringkali membangun citra sendiri mengenai tubuh. Perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh atau sering disebut sebagai body image ini


(26)

commit to user

lebih mencolok selama masa pubertas, pada tahap remaja awal dibandingkan dengan tahap remaja tengah atau akhir masa remaja (Santrock, 2007). Perhatian terhadap body image seorang individu sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki. Thompson (2000) mengungkapkan bahwa perkembangan pada masa pubertas memberikan dampak dan perubahan fisik maupun psikologis bagi remaja perempuan dan juga remaja laki-laki, terutama berkaitan dengan perkembangan body image.

Body image telah menjadi permasalahan yang banyak dialami remaja laki-laki dan remaja perempuan berusia 11-24 tahun (Wade dkk., 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fallon dan Rozin (dalam Prevos, 2005) menyebutkan bahwa permasalahan body image dialami oleh remaja perempuan dan juga remaja laki-laki. Sebesar 70% remaja perempuan merasa tidak puas dengan bentuk tubuh, sedangkan sebesar 30% remaja laki-laki merasa bahwa bentuk tubuh yang dimiliki sangat jauh dari gambaran tubuh ideal yang didambakan. Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Schur, dkk. (dalam Skemp-Arlt & Mikat, 2007) menunjukkan bahwa 52% remaja perempuan dan 48% remaja laki-laki berusaha menurunkan berat badan, untuk bisa memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan gambaran ideal. Thompson (2000) menjelaskan hanya sebesar 28% remaja laki-laki dan 15% remaja perempuan merasa puas terhadap seluruh bagian tubuh.


(27)

commit to user

Remaja mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap penampilan fisik (Monks dkk., 2004). Apabila remaja mampu menerima keadaan fisik dengan rasa puas, remaja akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik. Apabila remaja mempunyai persepsi negatif mengenai bentuk tubuh, hal ini dapat mempengaruhi proses sosialisasi pada individu tersebut. Hasil penelitian Ramirez dan Rosen (2001) menyatakan adanya hubungan signifikan antara body image dengan penyesuaian psikologis.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: ”Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebayadengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta.


(28)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai body image, kohesivitas kelompok teman sebaya, dan penyesuaian sosial dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial, psikologi pendidikan, dan psikologi perkembangan, atau studi psikologi pada umumnya. 2. Manfaat praktis

a. Bagi orang tua, dapat memberikan wawasan tentang body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga dapat memberikan lingkungan yang sesuai bagi anak akselerasi agar memiliki penyesuaian sosial yang baik.

b. Bagi guru, dapat memberikan masukan dalam rangka menerapkan metode pendidikan yang sesuai pada siswa akselerasi serta memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kekurangan dan kelemahan program akselerasi yang selama ini diterapkan.

c. Bagi siswa, menambah pengetahuan tentang body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk mengembangkan body image positif dan menjalin hubungan persahabatan dengan kelompok teman sebaya agar dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik.


(29)

commit to user

d. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa program akselerasi, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.


(30)

commit to user 13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Sosial

1. Pengertian penyesuaian sosial

Walgito (2004) berpendapat bahwa penyesuaian dalam arti luas yaitu apabila individu dapat meleburkan diri dengan keadaan lingkungan sekitar, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri individu. Fahmi (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu, demi terciptanya hubungan yang lebih serasi antara diri dengan lingkungan.

Penyesuaian sosial sebagai kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 2004). Penyesuaian sosial adalah kesanggupan untuk bereaksi secara aktif dan harmonis terhadap realitas ataupun situasi sosial, mampu mengadakan reaksi sosial yang sehat, menghargai hak-hak sendiri dalam masyarakat, serta dapat bergaul dengan orang lain di lingkungan sosial (Kartono, 2005). Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan sosial, yaitu untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan yang ada dalam diri individu.


(31)

commit to user

Penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan (Mu’tadin, 2002). Setiap masyarakat memiliki aturan dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nila-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Pada saat proses penyesuaian sosial, individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, kemudian mematuhinya.

Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, dapat dijelaskan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok maupun lingkungan sosial, mereaksi secara tepat terhadap realitas dan situasi sosial yang terjadi dengan mematuhi norma-norma peraturan sosial kemasyarakatan, yang merupakan kebutuhan kehidupan sosial tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun lingkungan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial

Schneiders (1985) berpendapat bahwa faktor lingkungan keluarga dan sekolah dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Penyesuaian dalam keluarga atau rumah 1) Hubungan yang sehat di antara keluarga

Hubungan ini ditandai dengan adanya penyesuaian yang baik antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lainnya, sehingga ada rasa kasih sayang antara anggota keluarga.


(32)

commit to user

2) Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua

Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua perlu diterapkan kepada anak, dan anak harus bisa menerima disiplin orang tua. Patuh terhadap otoritas orang tua merupakan langkah penting menuju penyesuaian yang baik di lingkungan masyarakat.

b. Penyesuaian sosial di sekolah

1) Hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah. 2) Menunjukkan rasa tebaik dan partisipasi dalam kegiatan sosial. 3) Menjalin hubungan yang baik dengan teman dan guru.

4) Mau menerima larangan dan tanggung jawab.

5) Membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sesuai dengan fungsinya.

Menurut Ali dan Asrori (2004) faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian sosial pada remaja, yaitu:

a. Kondisi fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial pada remaja adalah hereditas, konstitusi fisik, sistem utama tubuh, serta kesehatan fisik.

b. Kepribadian, kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian sosial adalah kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri, realisasi diri, juga inteligensi.

c. Edukasi atau pendidikan, hal-hal terkait dengan edukasi atau pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial individu adalah belajar, pengalaman, latihan, dan determinasi diri.


(33)

commit to user

d. Lingkungan, lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penyesuaian sosial remaja meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan masyarakat.

Hurlock (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial, sebagai berikut:

a. Hal-hal yang dipengaruhi dari kelahiran; merupakan sifat dasar seseorang, misalnya sifat pemalu, pendiam, yang melalui latihan atau bimbingan teratur, lambat laun akan berubah.

b. Penyesuaian dan kebutuhan pribadi; artinya dalam proses penyesuaian, masing-masing individu berbeda-beda, tergantung pada persepsi individu terhadap kebutuhan-kebutuhan. Persepsi seseorang terhadap penyesuaian dan kebutuhan pribadi akan mempengaruhi penyesuaian individu dengan lingkungan sosial.

c. Penyesuaian dan pembentukan kebiasaan; individu yang terbiasa terpenuhi keinginannya, akan selalu menuntut lingkungan untuk memenuhi apa yang diinginkan. Hal inilah yang harus dilatih sedini mungkin, agar individu dapat menyesuaikan diri dengan hal-hal baru yang ada di luar diri individu tersebut.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditunjukkan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial antara lain ialah penyesuaian di rumah, penyesuaian di sekolah, kondisi fisik, kepribadian, pendidikan, lingkungan, faktor kelahiran, kebutuhan pribadi, dan pembentukan kebiasaan.


(34)

commit to user

3. Aspek-aspek penyesuaian sosial

Hurlock (2004) mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial sebagai berikut:

a. Penampilan nyata (overt performance), penampilan yang diperlihatkan individu yang sesuai dengan norma yang berlaku di dalam kelompok. Hal ini berarti individu tersebut mampu memenuhi harapan kelompok dan diterima sebagai anggota suatu kelompok.

b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial dapat dianggap sebagai individu yang mampu menyesuaikan diri.

c. Sikap sosial, individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, ikut berpartisipasi sosial, serta menjalankan peran dalam kelompok sosial.

d. Kepuasan pribadi, ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok dan mampu menerima diri sendiri apa adanya dalam situasi sosial.

Menurut Soekanto (2003) ada beberapa aspek yang dapat mendasari penyesuaian sosial seseorang yaitu:

a. Imitasi atau meniru, imitasi tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi ada aspek psikologis lain yang ikut berperan, yaitu sifat menerima dan mengagumi terhadap apa yang sedang diimitasi.


(35)

commit to user

c. Simpati, simpati merupakan suatu proses yang diawali oleh suatu perasaan tertarik pada pihak lain, sehingga aspek emosi memegang peranan penting.

Kartono (2005) berpendapat bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial terdiri dari:

a. Memiliki perasaan atau afeksi yang kuat, harmonis, dan seimbang; sehingga selalu merasa bahagia dan mampu bersikap hati-hati.

b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi secara utuh; ditandai dengan adanya kepercayaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, memahami orang lain, dan kemampuan untuk mengontrol diri.

c. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan, ditandai dengan kemampuan bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok. d. Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki ketahanan

psikis untuk mengadakan adaptasi.

e. Mempunyai kepribadian yang produktif, dapat merealisasikan diri dengan melaksanakan perbuatan sosial.

Schneiders (1985) menyatakan bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial meliputi:

a. Keharmonisan diri pribadi, kemampuan individu untuk menerima keadaan diri sendiri.

b. Kemampuan mengatasi ketegangan konflik dan frustrasi, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri tanpa mengganggu kondisi emosi.


(36)

commit to user

c. Keharmonisan dengan lingkungan, kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial yaitu penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.

4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial

Bentuk penyesuaian sosial, yakni akomodasi yang artinya penyesuaian diri untuk bertindak sesuai dengan hal yang baru dalam lingkungan, dan asimilasi berarti mendapatkan kesan-kesan baru berdasarkan pada pola-pola penyesuaian yang sudah ada (Piaget dalam Sears dkk., 1991). Meichati (1983) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk penyesuaian pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu penyesuaian yang baik dan penyesuaian yang terganggu.

a. Penyesuaian sosial yang baik

Hurlock (2004) memberikan empat kriteria sebagai ciri penyesuaian sosial yang baik, yaitu:

1) Melalui sikap dan tingkah laku nyata (overt performance) yang diperlihatkan remaja. Apabila tingkah laku nyata seorang remaja sesuai dengan norma kelompok, maka remaja mampu memenuhi harapan kelompok dan diterima menjadi anggota kelompok tersebut. 2) Apabila remaja dapat menyesuaikan diri dengan setiap kelompok


(37)

commit to user

3) Pada penyesuaian diri yang baik, remaja memperlihatkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, memiliki keiginan untuk ikut terlibat dan berpartisipasi sosial, serta mampu menjalankan peran sebagai anggota kelompok.

4) Adanya rasa puas dan bahagia yang dimiliki individu karena dapat turut serta mengambil bagian dalam aktivitas kelompok, teman sebaya, ataupun orang dewasa lainnya.

Selanjutnya Hurlock (2004) berpendapat bahwa individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mempelajari ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan, ketrampilan menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang tidak dikenal sehingga sikap individu terhadap orang lain akan menyenangkan, misalnya kesediaan membantu orang lain meski sedang mengalami kesulitan.

b. Penyesuaian sosial yang terganggu

Penyesuaian sosial yang dilakukan individu terhadap lingkungan sosial tidak selamanya berhasil dengan baik, terkadang juga mengalami kesulitan atau gangguan. Manifestasi dari kesulitan penyesuaian sosial akan mengganggu keseimbangan individu dalam kehidupan sehari-hari. Semiun (2006) menjelaskan bahwa penyesuaian yang baik diperoleh individu melalui proses belajar yang tidak terjadi dengan sendirinya. Apabila terjadi hubungan yang kurang lancar dengan orang lain, individu akan mengalami tekanan batin dan juga


(38)

hambatan-commit to user

hambatan dalam melakukan tugas-tugas perkembangan, seperti timbul rasa kecewa, frustrasi, tidak dapat mengatasi masalah dengan baik, bahkan sampai mengganggu kesehatan jiwa.

Hurlock (2004) menyatakan bahwa penyesuaian sosial yang terganggu ditandai dengan adanya sifat egosentris, cenderung menutup diri, tidak sosial atau anti sosial, mengalami hambatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kondisi yang menyebabkan kesulitan dalam penyesuaian sosial, antara lain:

1) Apabila pola perilaku yang buruk dikembangkan di lingkungan rumah, mengakibatkan anak mengalami kesulitan penyesuaian di luar rumah.

2) Apabila lingkungan rumah kurang memberikan model atau contoh perilaku yang layak untuk ditiru anak, kemungkinan anak akan mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosial diluar rumah. 3) Kurang memberikan motivasi kepada anak untuk belajar meletakkan

penyesuaian sosial yang baik, akibatnya anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar dari individu yang lebih dewasa.


(39)

commit to user B. Body Image

1. Pengertian body image

Chaplin (2005) mengartikan body image adalah ide seseorang mengenai penampilan diri dihadapan orang lain dan bagi orang lain. Papalia dkk. (2009) menyatakan bahwa body image merupakan gambaran dan evaluasi individu tentang penampilan fisik diri sendiri. Thompson (2000) mengungkapkan body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat tubuh, ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik seseorang. Menurut Eysenck dkk. (dalam Thompson, 2000) menyatakan bahwa body image pada umumnya merupakan wadah pikiran mengenai tubuh seseorang yang bersifat dinamis, senantiasa berubah menurut informasi yang diterima dari lingkungan di sekitar individu.

Body image ialah persepsi mental seseorang terhadap tubuh yang dimiliki, terutama mengenai ukuran dan bentuk tubuh (Sousa, 2008). Body image adalah bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik (Mappiare, 1982). Cash dan Pruzinsky (2002) menyebutkan bahwa body image merupakan sikap seseorang terhadap tubuh yang dimiliki berupa penilaian positif atau negatif. Na’imah dan Rahardjo (2008) menjelaskan body image sebagai sikap seseorang terhadap tubuh, persepsi mengenai bentuk dan ukuran tubuh berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman sosial terhadap atribut fisik yang dimiliki, serta penilaian atau cara pandang seseorang terhadap tubuh diri sendiri.


(40)

commit to user

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran, dan perasaan yang dimiliki individu terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta berat tubuh diri sendiri, yang mengarah kepada penampilan fisik berupa penilaian positif atau negatif.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image

Faktor-faktor yang mempengaruhi body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah:

a. Media massa, isi tayangan media massa sangat mempengaruhi body image remaja, kerena media sering menggambarkan standar tubuh ideal. b. Keluarga, orang tua merupakan model yang penting dalam proses

sosialisasi, sehingga mempengaruhi body image anak melalui permodelan, umpan balik, dan instruksi.

c. Hubungan interpersonal, hubungan interpersonal membuat individu cenderung membandingkan diri sendiri dengan orang lain, umpan balik yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri termasuk perasaan diri terhadap penampilan fisik.

Blyth dkk. (1985) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi body image antara lain:

a. Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan orang lain agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan


(41)

commit to user

memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungan termasuk pendapat mengenai fisik atau tubuh.

b. Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea, remaja cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan seringkali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya ataupun lingkungan sekitar.

c. Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu mengubah penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut untuk mendapatkan pengakuan dan peneriman lingkungan.

Thompson (2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi body image ialah media massa, perbandingan sosial, dan jenis kelamin. Hurlock (2004) berpendapat bahwa faktor peranan seseorang dapat mempengaruhi body image. Tubuh bagi seorang individu berkaitan dengan peranan yang dipegang dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan. Terdapat suatu anggapan bahwa kedudukan atau peranan tertentu dalam pergaulan, akan lebih mudah diraih oleh seseorang yang mempunyai daya tarik fisik.

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi body image adalah faktor media massa, keluarga, jenis kelamin, perbandingan sosial, identifikasi terhadap orang lain, dan peranan yang dipegang individu dalam kehidupan.


(42)

commit to user

3. Aspek-aspek body image

Aspek-aspek body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah:

a. Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation)

Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.

b. Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)

Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu, seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan. c. Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation)

Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari, seperti kecenderungan malakukan diet untuk menurunkan berat badan, serta membatasi pola makan.

d. Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight)

Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat badan mereka.

McCabe (dalam Na’imah dan Rahardjo, 2008) menjelaskan aspek

body image terdiri dari:

a. Aspek kognisi dan afeksi terhadap tubuh, mengungkap pikiran dan perasaan individu tentang kepuasan atau ketidakpuasan terhadap tubuh.


(43)

commit to user

b. Aspek perilaku, mengungkap perilaku individu yang mementingkan bentuk tubuh dan penampilan melalui perilaku tertentu, seperti diet, olahraga, dan perawatan tubuh.

c. Persepsi, mengungkap persepsi individu terhadap bagian tubuh tertentu. Blyth (1985) menyatakan aspek-aspek body image melibatkan aspek kognitif dan aspek afektif. Sousa (2008) menjelaskan bahwa body image terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan perseptual. Thompson (2000) menyebutkan aspek-aspek body image meliputi aspek perseptif, subjektif, dan behavioral. Gerner dan Wilson (2005) mengungkapkan beberapa aspek body image yaitu aspek perseptual, emosional atau subjektif, serta aspek behavioral.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa aspek-aspek body image yaitu evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.

4. Body image pada remaja

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja awal atau disebut dengan masa pubertas, sering membuat remaja merasa aneh terhadap tubuh yang dimiliki. Remaja menjadi sensitif dan sangat memperhatikan bentuk tubuh atau penampilan fisik (Langone dan Glickman, 2004). Remaja akan memiliki gambaran tubuh (body image) ideal berdasarkan persepsi diri sendiri dan cenderung bersifat subjektif. Skemp-Arlt dan Mikat (2007)


(44)

commit to user

mengatakan bahwa permasalahan body image meningkat pada masa remaja awal sekitar usia 13-15 tahun.

Gambaran tubuh atau body image pada remaja terbentuk berdasarkan persepsi indvidual dan juga berdasarkan penilaian orang lain. Havighurst (1972) menyebutkan salah satu tugas perkembangan remaja ialah bahwa remaja harus mampu menerima keadaan fisik dan memanfaatkan fisik secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa body image pada remaja menyebakan remaja memiliki perhatian cukup besar terhadap penampilan fisik dan bentuk tubuh, hal ini terjadi karena adanya perubahan fisik yang sangat cepat pada masa pubertas.

C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya

1. Pengertian kohesivitas

Rumusan asli istilah kohesivitas adalah dari disiplin fisika yaitu kekuatan atau daya tarik menarik diantara molekul-molekul suatu benda. Sebagaimana yang dikemukakan Kellerman (dalam Oktaviansyah, 2008) dengan menggunakan analogi ilmu fisika dan biologi menjelaskan kohesivitas sebagai suatu model proses sosial, yang menganggap kelompok sebagai molekul, atom-atom pembentuknya adalah individu-individu anggota kelompok, sedangkan kekuatan yang mengikat atom-atom terletak pada daya tarik interpersonal yang ada di dalam kelompok tersebut,


(45)

commit to user

sehingga dapat dijelaskan bahwa kohesivitas merupakan daya tarik interpersonal yang menarik anggota untuk tetap berada dalam kelompok.

Chaplin (2005) mengartikan kohesivitas sebagai rasa satu kesatuan yang terikat dan saling mendukung sehingga menggambarkan adanya kualitas ketergantungan di antara anggota kelompok. Sobur (2003) menjelaskan bahwa kohesivitas bersifat subjektif, memberikan warna emosional, dan juga memberikan arti pada anggota kelompok. Kohesivitas adalah pola nyata dari suatu hubungan, mempertegas, dan memperkuat hubungan. Kohesivitas merupakan derajat atau tingkat ketertarikan antar anggota kelompok.

Festinger (dalam Baron dan Byrne, 2005) mengartikan kohesivitas sebagai kekuatan yang mendorong anggota suatu kelompok untuk tetap bertahan dalam kelompok, saling menyukai antar anggota, dan mempertahankan keinginan untuk saling memilki antar anggota kelompok. Adebayo dan Ogunleye (2010) mengartikan kohesivitas sebagai rasa kesatuan diantara anggota suatu kelompok. Wright dan Drewery (2006) mengemukakan bahwa kohesivitas adalah kebersamaan antar anggota kelompok yang terjadi karena adanya ketertarikan sosioemosional antar anggota kelompok. Ming (2004) berpendapat bahwa kohesivitas ialah karakteristik dalam suatu kelompok yang menyebabkan para anggota kelompok merasa sebagai satu kesatuan karena adanya kemampuan, harapan, dan tujuan yang sama, serta saling melakukan aktivitas kelompok secara bersama-sama.


(46)

commit to user

Sears dkk. (1991) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai kekompakan dan kesatuan yang dimiliki oleh setiap anggota dalam suatu kelompok. Robins (dalam Oktaviansyah, 2008) menyebutkan bahwa semakin kohesif suatu kelompok, para anggota kelompok akan semakin mengarah ke tujuan. Kelompok dengan tingkat kohesivitas tinggi biasanya memiliki tingkat ketertarikan yang kuat pada masing-masing anggota kelompok. Tingkat kohesivitas yang tinggi akan berkembang menjadi usaha memberikan yang terbaik bagi kelompok. Oktaviansyah (2008) menjelaskan bahwa pada kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi disertai adanya penyesuaian yang tinggi pula terhadap kelompok dan anggota kelompok tersebut.

Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kohesivitas merupakan suatu kekuatan, kebersamaan, dan kesatuan antar anggota suatu kelompok.

2. Pengertian kelompok teman sebaya

Teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya (peer) adalah sumber afeksi, simpati, pengertian, tempat untuk bereksperimen, serta tempat untuk membentuk hubungan yang mendalam dengan orang lain (Mappiare, 1982). Lingkungan kelompok teman sebaya (peer group) adalah lingkungan sosial pertama bagi remaja untuk belajar hidup bersama orang lain di luar lingkungan keluarga, merupakan suatu


(47)

commit to user

kelompok baru dengan ciri, norma, dan kebiasaan yang berbeda dengan lingkungan keluarga.

Horrock dan Benmoff (dalam Hurlock, 2004) mengungkapkan bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata para remaja yang menyiapkan remaja untuk mampu melakukan penyesuaian dengan lingkungan dan orang dewasa lainnya. Kelompok teman sebaya sebagai tempat untuk melakukan sosialisasi melalui nilai-nilai yang berlaku pada teman-teman sebaya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Wibowo (2004) bahwa kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk belajar mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, membangun hubungan keakraban (intimacy), persahabatan, dan kerjasama.

Walgito (2004) menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) merupakan kelompok primer dan juga kelompok informal. Kelompok primer adalah kelompok dengan interaksi sosial yang cukup intensif, cukup akrab, serta memiliki hubungan yang cukup baik diantara para anggota kelompok, sedangkan kelompok informal biasanya memiliki norma tidak tertulis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) adalah kelompok yang aggotanya memiliki usia hampir sama, memiliki ciri, norma, kebiasaan tersendiri, serta merupakan tempat awal bagi remaja untuk melakukan penyesuaian terhadap lingkungan sosial.


(48)

commit to user

3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya

Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Kohesivitas ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar anggota kelompok yang bisanya senang untuk bersama-sama. Semua itu menunjukkan adanya kesatuan, keeratan, dan saling ketertarikan antar anggota kelompok (Gitosudarmo dan Sudita dalam Budiharto dan Koentjoro, 2004). Berawal dari kohesivitas kelompok, akan muncul kelompok-kelompok dalam remaja yang solid dengan tujuan, norma, dan perilaku tertentu, yang mendukung tujuan dari kelompok tersebut.

Anggota dari kelompok yang kohesif biasanya mempunyai kesamaan pendapat dan tindakan (Walgito, 2004). Adanya kohesivitas dalam suatu kelompok membuat individu-individu yang menjadi anggotanya akan bersedia melakukan kegiatan yang sama diantara anggota kelompok (Monks dkk., 2004). Individu cenderung berperilaku sama atau searah dengan anggota lain dalam peer group yang diminati. Kecenderungan remaja untuk berperilaku searah dengan kelompok teman sebaya tidak terlepas dari keinginan remaja untuk diterima sebagai bagian dari kelompok, karena pada masa remaja terjadi dua pola pergerakan yaitu menghindar dari orang tua dan menuju kelompok teman sebaya.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Zulkifli (2006) yang menyatakan bahwa remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok teman sebaya (peer group), sehingga sering kali orang tua dinomorduakan sedangkan kelompok teman sebaya (peer group) dinomorsatukan. Remaja


(49)

commit to user

yang berhasil diterima di lingkungan kelompok teman sebaya (peer group) akan berusaha untuk tetap masuk dalam lingkungan teman sebaya tersebut, remaja akan berusaha mengikuti aturan atau kegiatan yang berlaku pada kelompok yang diikuti. Remaja dalam kelompok teman sebaya memiliki rasa ketergantungan yang kuat diantara anggota kelompok.

Pengaruh kuat kelompok teman sebaya (peer group) merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja (Mappiare, 1982). Remaja mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kelompok mengenai kode-kode tingkah laku yang ditetapkan sendiri. Remaja akan menghargai dan mematuhi norma-norma dalam kelompok yang diikuti. Setelah menyesuaikan bakat, minat dan nilai yang ada dalam kelompok, maka akan muncul rasa kohesif terhadap kelompok tempat remaja bergabung tersebut. Kohesivitas dapat pula merupakan suatu bentuk hubungan persahabatan yang mempunyai ikatan untuk saling membantu dan menolong antar anggota. Remaja yang telah bergabung dengan suatu kelompok dan merasa cocok, maka akan memunculkan kohesivitas yang kuat pada diri remaja, sehingga remaja akan menjunjung tinggi norma-norma kelompok sesuai dengan lingkungan yang ada pada kelompok tersebut.

Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebaya (peer group), bahkan terkadang mengarah pada fanatisme, sehingga setiap anggota kelompok menyadari bahwa terdapat suatu kesatuan yang terkait dan saling mendukung (Santrock, 2007). Pada remaja, penerimaan diri


(50)

commit to user

oleh teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan sosial. Remaja akan melakukan apapun agar dapat dimasukkan dalam anggota suatu kelompok yang diminati. Remaja yang tidak kohesif atau tidak dapat mengikuti aturan kelompok, akan dikucilkan sehingga dapat menyebabkan stres, frustrasi, serta kesedihan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kohesivitas kelompok teman sebaya adalah kekuatan dalam diri remaja sebagai bagian dari anggota suatu kelompok teman sebaya, sehingga memunculkan tindakan saling menjaga dan mempertahankan keutuhan kelompok, serta mencegah anggota meninggalkan kelompok. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk persahabatan yang cukup erat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya

Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya, yaitu: a. Kebersamaan, kelompok memberikan remaja teman akrab yang bersedia

menghabiskan waktu bersama-sama dalam setiap aktivitas.

b. Stimulasi, kelompok memberikan informasi-informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.

c. Dukungan fisik, kelompok memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan pada para anggota.


(51)

commit to user

d. Dukungan ego, kelompok menyediakan harapan dan juga umpan balik yang dapat membantu remaja dalam menggambarkan diri sebagai individu yang mampu, menarik, dan berharga.

e. Perbandingan sosial, kelompok menyediakan informasi tentang cara berhubungan dengan orang lain, baik hubungan dengan teman sebaya ataupun hubungan dengan orang dewasa lainnya.

f. Keakraban atau perhatian, kelompok memberikan hubungan yang hangat, dekat, saling percaya antar anggota, hubungan yang berkaitan dengan pengungkapan diri.

Baron dan Byrne (2005) rnengemukakan bahwa kohesivitas teman sebaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Adanya dukungan sosial, banyak penelitian menunjukkan apabila seseorang berada di bawah tekanan kelompok, maka individu tersebut cenderung akan menyetujui pendapat yang diberikan oleh kelompok, tetapi dengan adanya dukungan sosial, akan banyak menolong seseorang untuk mengumpulkan keberanian dalam menolak penilaian dan pendapat yang diberikan oleh kelompok.

b. Ukuran kelompok, semakin sedikit jumlah anggota kelompok, maka tingkat kohesivitas kelompok semakin tinggi.

c. Jenis kelamin, banyak penelitian menyimpulkan bahwa perempuan lebih kohesif dalam menjalin hubungan pertemanan daripada laki-laki.

Monks dkk. (2004) menambahkan faktor yang mempengaruhi kohesivitas teman sebaya, yakni usia anggota. Pada usia tertentu, individu


(52)

commit to user

lebih sering melakukan kohesivitas terhadap suatu kelompok, yaitu pada masa remaja atau sekitar usia 12-21 tahun. Yessy (2003) menyebutkan faktor yang mempengaruhi kedekatan persahabatan, yaitu faktor internal seperti faktor biologis atau faktor temperamen, dan faktor eksternal, yaitu faktor dari lingkungan, seperti kemiskinan, penyakit prenatal, dan pengasuhan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya (peer group) yaitu kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, keakraban atau perhatian, dukungan sosial, ukuran kelompok, jenis kelamin, usia anggota, dan juga lingkungan.

5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya

Shaw dan Costanzo (1989) berpendapat bahwa aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebayaantara lain:

a. Interaksi, merupakan suatu hubungan dua individu atau lebih, saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku antar individu satu dengan individu yang lain.

b. Pengaruh sosial, kelompok yang kohesif akan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok sosial yang ada di lingkungan sekitar.


(53)

commit to user

c. Produktivitas kelompok, individu dalam satu kelompok, lambat laun akan lebih sadar, lebih mudah mengerti, memahami kebutuhan anggota, serta lebih merasakan kebutuhan masing-masing anggota.

d. Kepuasan, kelompok dengan tingkat keeratan tinggi cenderung memberikan rasa puas kepada anggota kelompok.

Festinger (dalam Yusuf 1989) berpendapat bahwa aspek yang menjadi penentu suatu kohesivitas kelompok teman sebaya adalah daya tarik individu (individual attraction) dan juga adanya rasa saling tertarik antar anggota. Wibowo (2004) mengemukakan aspek kohesivitas kelompok teman sebaya adalah aspek individuality yang diwakili oleh adanya penegasan diri dan keberadaan diri, serta aspek connectedness diwakili oleh kepekaan dan mutualitas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yaitu interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan.

6. Pengelompokan kelompok teman sebaya

Para ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa remaja, diantaranya dikemukakan oleh Mappiare (1982) yaitu:

a. Kelompok Chums (sahabat karib), remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya


(54)

commit to user

terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin yang sama, memiliki minat, kemampuan, dan kemamauan yang mirip.

b. Kelompok Cliques (kelompok sahabat), terdiri dari dua pasang sahabat karib atau dua chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Remaja melakukan kegiatan bersama-sama, seperti menonton, rekreasi, pesta, dan lain-lain.

c. Kelompok Crowds (kelompok banyak remaja), terdiri dari banyak remaja, karena besarnya kelompok, maka jarak emosi antar anggota cenderung renggang. Terdapat jenis kelamin yang berbeda, keragaman kemampuan, minat, dan kemauan diantara anggota crowds. Hal yang sama dimiliki adakah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh teman-teman dalam crowdsnya.

d. Kelompok yang di organisir, kelompok yang sengaja dibentuk dan diorganisir oleh orang dewasa, biasanya melalui lembaga-lembaga tertentu, misalnya sekolah. Kelompok ini umumnya timbul atas dasar kesadaran orang dewasa bahwa remaja sangat membutuhkan penyesuaian pribadi dan sosial, penerimaan dan keikutsertaan dalam kelompok-kelompok.

e. Kelompok Gangs, kelompok yang terbentuk dengan sendirinya, pada umumnya merupakan akibat pelarian dari empat jenis kelompok tersebut di atas, yaitu kelompok remaja yang merasa tidak terpenuhi kebutuhan pribadi dan sosial mereka akibat penolakan teman sebaya


(55)

commit to user

atau ketidakmampuan remaja dalam menyesuaikan diri dengan keempat kelompok sebelumnya.

Hurlock (2004) mengemukakan pengelompokan sosial remaja yang tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Mappiare, yaitu terdiri dari teman dekat (sahabat karib), kelompok kecil (kelompok teman dekat), kelompok besar (beberapa kelompok teman dekat dan kelompok teman kecil), kelompok yang terorganisasi (kelmpok yang dibina oleh orang dewasa), dan kelompok gang (remaja yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya).

Berdasarkan beberapa penjelasan yang diutarakan di atas dapat diketahui bahwa pengelompokan teman sebaya terdiri dari kelompok sahabat karib, kelompok teman dekat, kelompok teman dekat dan kelompok teman kecil, kelompok yang dibina oleh orang dewasa, dan kelompok gang.

7. Kelompok teman sebaya pada remaja

Kelompok pertemanan pada remaja menyebabkan remaja merasa dihargai, dicintai, dan dimengerti oleh teman sebaya. Remaja berusaha menerima nilai, norma, dan peraturan yang ada dalam kelompok (Yessy, 2003). Remaja akan menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya, sehingga tingkah laku, minat, sikap dan pikiran remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya (peer group) memberikan pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan, dan penyesuaian diri remaja.


(56)

commit to user

Kelompok teman sebaya (peer group) pada remaja dapat memberikan manfaat positif yang dihubungkan dengan kedekatan atau keintiman hubungan antar pribadi, persahabatan, afeksi, komunikasi, dan cinta. Kelompok teman sebaya juga memberikan berbagai tipe perhatian kepada remaja dalam bentuk penghargaaan, pengakuan, status, dan sebagainya (Zulkifli, 2006). Kelompok teman sebaya mampu memenuhi kebutuhan remaja, misalnya kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri, kebutuhan rasa aman, dan sebagainya.

Pendapat yang sama diungkapkan oleh Papalia dkk. (2009) bahwa remaja mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebaya. Kelompok teman sebaya menyediakan rasa aman bagi remaja untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditunjukkan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) dalam kehidupan remaja memiliki pengaruh yang kuat baik menyangkut tingkah laku, minat, sikap, maupun pikiran remaja. Kelompok teman sebaya mampu memenuhi kebutuhan remaja, memberikan rasa aman, dukungan afeksi, emosi, moral dan juga dukungan sosial pada seorang remaja.


(57)

commit to user

D. Siswa Program Akselerasi

1. Pengertian program akselerasi

Hawadi (2004) menjelaskan program akselerasi merupakan program pembelajaran yang diikuti oleh siswa dengan kecerdasan luar biasa, sehingga diharapkan kelas akselerasi ini mampu memenuhi kebutuhan layanan pendidikan khusus bagi siswa cerdas berbakat istimewa. Menurut Nulhakim (2007) bahwa program percepatan belajar atau akselerasi merupakan program kebijakan pendidikan untuk memberikan layanan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan keberbakatan akademik istimewa.

Program percepatan belajar atau program akselerasi merupakan program layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat dari siswa lain pada kelas reguler (Putri dkk., 2005). Program akselerasi menurut Brody dan Mills (2005) merupakan program pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa agar dapat lulus lebih cepat dibandingkan anak-anak reguler.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa program akselerasi adalah suatu program pendidikan yang memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak cerdas berbakat istimewa agar dapat menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang lebih cepat.


(58)

commit to user

2. Tujuan program akselerasi

Hawadi (2004) menyebutkan bahwa penyelenggaraan program akselerasi mempunyai dua tujuan, yaitu:

a. Tujuan umum

1) Memberikan pelayanan terhadap peserta didik (akseleran) yang mempunyai karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektif. 2) Memenuhi hak asasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan

pendidikan yang dibutuhkan.

3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.

4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.

b. Tujuan khusus

1) Menghargai peserta didik yang mempunyai kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidkan lebih cepat.

2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang. 3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.

Menurut Nulhakim (2007) tujuan dari program akselerasi adalah untuk memberikan perlakuan dan pelayanan pendidikan bagi siswa yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa agar dapat mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan secara optimal.


(1)

commit to user

mampu melakukan penyesuaian yang baik karena individu tersebut memiliki peluang yang sama untuk mempelajari berbagai ketrampilan sosial dan berpartisipasi dalam kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Green dan Wentzel (dalam Sawitri dkk., 2005) menemukan bahwa ada hubungan positif antara penerimaan sosial teman sebaya dengan penyesuaian sosial.

Total sumbangan efektif dalam penelitian ini adalah sebesar 77%, sisanya sebesar 23% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Pada dasarnya, banyak faktor yang turut mempengaruhi penyesuaian sosial seperti yang diungkapkan oleh Schneiders (1985), antara lain yakni faktor internal; meliputi emosi, rasa aman, penerimaan diri, ciri pribadi, inteligensi, jenis kelamin, dan karakteristik individu dalam merespon pengalaman hidup, serta faktor eksternal; meliputi keluarga, teman sebaya, lingkungan masyarakat, dan budaya. Selain itu, masih terdapat banyak faktor menurut para ahli lainnya yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seorang individu.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan, antara lain hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, sedangkan penerapan penelitian untuk populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda, memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.


(2)

commit to user 114

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis regresi linier berganda, yaitu diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 72,023 dari nilai F tabel sebesar 3,124 serta nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878.

2. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 93,16%. Sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Total sumbangan

efektif body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap

penyesuaian sosial ditunjukkan oleh nilai koefisien dterminasi (R2) sebesar 0,770 atau 77%.


(3)

commit to user

3. Hasil koefisien korelasi antara body image dengan penyesuaian sosial sebesar 0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p 0,05) menunjukkan hubungan yang rendah antara body image dengan penyesuaian sosial. Hasil koefisien korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p 0,05) menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial.

4. Tingkat penyesuaian sosial pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 142,1739), sedangkan tingkat body image pada subjek penelitian termasuk dalam kategori sedang (mean = 92,0217), serta tingkat kohesivitas kelompok teman sebaya pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 137,5652).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

e. Bagi orang tua

Lingkungan keluarga terutama orang tua memiliki kontribusi besar dalam pencapaian penyesuaian sosial yang baik bagi anak, dalam penelitian ini adalah bagi siswa akselerasi. Orang tua diharapkan berupaya membangun kemampuan penyesuaian sosial siswa akselerasi serta menciptakan lingkungan psikologis yang dapat mempertahankan terwujudnya penyesuaian sosial yang baik, yakni dengan memberikan penghargaan kepada siswa akselerasi terhadap


(4)

commit to user

kerja keras dan prestasi yang telah diraih oleh siswa akselerasi. Orang tua diharapkan tidak terlalu memberikan penekanan dan tuntutan berlebihan kepada siswa akselerasi, justru sebaliknya orang tua diharapkan untuk terus memberikan dukungan dan motivasi kepada siswa akselerasi dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya, masyarakat, dan lingkungan sekitar, sehingga di samping memiliki prestasi tinggi dalam bidang akademik, siswa akselerasi juga mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik di lingkungan sekitar.

f. Bagi lembaga pendidikan dan guru

Guru atau pendidik diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan mengembangkan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa akselerasi dan melakukan evaluasi berkala terhadap kekurangan atau kelemahan program akselerasi yang telah diterapkan, agar tercapai tujuan pembelajaran yang lebih sempurna. Guru diharapkan tetap memberikan pengarahan dan penjelasan kepada siswa akselerasi, karena meskipun memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, namun siswa akselerasi tetap membutuhkan bimbingan guru dalam proses perkembangan sosial yang sedang dialami. Melihat pengaruh program akselerasi terhadap aspek perkembangan sosial siswa berbakat, maka diperlukan pembimbingan dan pendampingan bagi siswa akselerasi oleh guru bimbingan konseling atau psikolog untuk memberikan arahan yang berkaitan dengan aspek perkembangan sosial remaja.


(5)

commit to user

Upaya peningkatan penyesuaian sosial bagi siswa akselerasi, dapat dilakukan oleh pihak sekolah atau lembaga pendidikan dan guru dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menyatukan siswa akselerasi dengan siswa reguler, sehingga proses sosialisasi siswa akselerasi dengan siswa reguler tetap dapat berlangsung dengan baik. Misalnya kegiatan keagamaan, pengajian, olahraga bersama, bakti sosial, bazaar, ajang kreativitas dan bakat, perlombaan majalah dinding, pentas seni, dan lain sebagainya.

Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilai-nilai sosial. Sehubungan dengan usaha kearah itu, pihak sekolah atau lembaga pendidikan hendaknya secara eksplisit ikut menanamkan paham rasa sosial yang demokratis. Guru memegang peranan penting dalam memahami kehidupan sosial siswa baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, guru diharapkan dapat membantu siswa yang mempunyai kesulitan dalam pergaulan dengan teman sebaya ataupun kesulitan dalam penyesuaian sosial lainnya.

g. Bagi siswa

Siswa akselerasi diharapkan mampu meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi, menerima keadaan tubuh dan fisik secara positif, serta mengembangkan body image positif agar mampu mempertahankan hubungan persahabatan yang erat dengan kelompok teman sebaya, sehingga dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik di lingkungan masyarakat yang


(6)

commit to user

lebih luas. Siswa akselerasi dapat mempertahankan penyesuaian sosial yang baik dengan banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ataupun kegiatan sosial lainya di lingkungan rumah.

h. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini. Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian sejenis atau penelitian dengan topik yang sama, diharapkan dapat memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial, seperti kondisi fisik, pola asuh, perkembangan, kematangan intelektual, sosial, moral, serta emosi.

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas populasi dan memperbanyak sampel, agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian menjadi lebih luas, serta mampu mencapai proporsi yang seimbang, sehingga kesimpulan yang diperoleh akan lebih komprehensif. Penelitian berulang-ulang disertai perubahan dan penyempurnaan dalam teknik pengukuran, pemakaian alat ukur, prosedur penelitian, maupun perluasan ruang lingkup populasi penelitian, diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih baik.