BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia melaui beberapa variabel yang terpengaruh terhadap kebijakan ekonomi
moneter yang diambil oleh otoritas moneter atau bank sentral selama periode 2000:1 sampai 2008:4. Adapun beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, investasi, nilai tukar rupiah, net ekspor, deposit sistem perbankan, kredit sistem perbankan dan pengeluaran agregat.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang bersumber dari publikasi resmi Bank Indonesia BI, Badan Pusat Statistik BPS dan International Financial
Statistics IFS.
3.3. Uji Asumsi
3.3.1. Uji Stasioneritas Data
Data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau sering disebut regresi lancung spurious regression. Regresi
lancung adalah situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun
45
Universitas Sumatera Utara
hubungan antar variabel di dalam model tidak saling berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak meragukan kita perlu merubah data tidak stasioner menjadi data
stasioner. Beberapa uji stasioner yang dilakukan adalah uji akar unit. Uji akar unit yang sekarang terkenal adalah uji dari Dickey Fuller dan Phillips Perron, namun yang
biasa digunakan adalah uji Dickey Fuller karena uji ini sangat sederhana. Dasar dari uji akar unit DF Dickey Fuller adalah data time series yang mengikuti pola AR 1.
Padahal hampir semua data time series mengikuti pola AR 1 ini. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara
nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan
stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
Data tidak stationer dapat dijadikan menjadi data stationer. Caranya dengan melakukan uji stationeritas data pada tingkat diferensi data yang disebut juga dengan
uji derajat integrasi. Jadi data yang tidak stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat differen sampai menghasilkan data yang stasioner. Di dalam menguji
apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:
t t
t
e Y
Y
1
3.1
Universitas Sumatera Utara
t t
t
e Y
Y
1 1
3.2
t t
t
e Y
t Y
1 2
1
3.3 dimana t adalah variabel trend waktu
Perbedaan persamaan 3.1 dengan dua regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Dalam setiap model, jika data time series
mengandung unit root yang berarti data tidak stasioner hipotesis nulnya adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø0 yang berarti data stasioner. Prosedur untuk
menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai DF statistik dengan nilai kritisnya yakni distribusi statistik
τ. Nilai DF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Ø
Yt-1
. Jika nilai absolut statistik DF lebih besar lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data
yang diamati stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik
τ. Salah satu asumsi dari persamaan 3.1 dan 3.2 adalah bahwa residual e
t
tidak saling berhubungan. Dalam banyak kasus residual e
t
seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Dickey fuller kemudian mengembangkan uji
akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang kemudian dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller ADF. Dalam prakteknya uji ADF inilah
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF sebagai berikut:
t n
t t
t t
e Y
Y Y
1 1
1 1
3.4
t n
t t
t t
e Y
Y Y
1 1
1 1
3.5
t n
t t
t t
t
e Y
Y Y
1 1
1 1
1
3.6 dimana,
Y : variabel yang diamati
Y
t
: Y
t
– Y
t-1
t : Trend waktu
n : lag
Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi Mac Kinnon.
Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Y
t-1
pada persamaan 3.4 sampai persamaan 3.6. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nila
kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal penting
Universitas Sumatera Utara
dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion AIC ataupun
Schwarz Information Criterion SC. Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model akan menunjukkan model tersebut yang paling tepat Pratomo dan
Hidayat, 2007.
3.3.2. Uji Kointegrasi
Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika
koefisien determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan
keduanya yang merupakan data time series hanya menunjukkan tren saja. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan X tidak stasioner pada
tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi difference yang sama yaitu Y adalah I d dan X adalah I d dimana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data
adalah terkointegrasi mempunyai hubungan dalam jangka panjang. Uji kointegrasi ada berbagai macam namun untuk uji dengan beberapa vektor uji yang sering
digunakan adalah uji Johansen. Setelah diketahui bahwa data stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah
ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel tersebut. Granger 1988 menjelaskan bahwa jika dua variabel berintegrasi pada derajat satu, I 1 dan
berkointegrasi maka paling tidak pasti ada satu arah kausalitas Granger. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
teorema representasi Granger Engle, Granger, 1987, dinyatakan bahwa jika suatu vektor nI 1 dari data runtut waktu X
t
berkointegrasi dengan vektor kointegrasi, maka ada representasi koreksi kesalahan atau secara matematis dapat dinyatakan
dengan: A L.Xt = -
αXt-1 + L t 3.7
dimana: A L adalah matrik polinomial dalam lag operator dengan A 0 = I; adalah nx1 vektor konstanta yang tidak sama dengan nol; L adalah skalar
polinomial dalam L; dan
t
adalah vektor dari variabel kesalahan error yang bersuara resik white noise. Dalam jangka pendek adanya penyimpangan dari
keseimbangan jangka panjang α’X=0 akan berpengaruh terhadap perubahan X
t
dan akan menyesuaikan kembali menuju keseimbangan. Uji kointegrasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur uji kointegrasi Johansen- Juselius. Prosedur Johansen-Juselius diaplikasikan untuk sistem persamaan dalam
bentuk vector autoregressive VAR yang meliput sampai ρ lag dari variabel X
t
: X
t
: Π
1
X
t-1
+ Π
2
X
t-2
+.... Π
p
X
t-p
+ 3.8
t
dimana: X
t
adalah vektor 2 x
1 dari I1; Π
t
adalah 2 x
2 matrik parameter dan
t
~I N 0, . Keseimbangan jangka panjangnya ditentukan oleh:
Universitas Sumatera Utara
ΠX = 0 3.9
dimana Π adalah matrik koefisien jangka panjang yang ditentukan oleh:
I – Π
1
– Π
2
- ........- Π
p
= Π
3.10 Rank r dari
Π menentukan banyaknya vektor kointegrasi yang ada antara variabel. Dalam kasus bivariate kointegrasi ada jika r sama dengan 1. Jika matrik
Π adalah hasil dari dua matrik 2
x 1, atau
Π = α’. Hipotesis yang akan diuji adalah dalam sistem persamaan paling sedikit satu vektor kointegrasi antara dua variabel, Johansen
menyarankan dua pengujian untuk menentukan banyaknya vektor kointegrasi. Dua uji tersebut adalah trace test dan maximum Eigenvalue statistic. Johansen trace
statistic atau juga dikenal sebagai test statistik LR Likelihood Ratio untuk menguji hipotesis Ho: r 1 terhadap Ha: r = 0, yang dirumuskan dalam persamaan:
Trace test Qr = -n ln 1- λi
3.11 dimana
λ
i
adalah korelasi kuadrat antara Xt-p dan Xt yang merupakan koreksi terhadap pengaruh proses lagged differences variabel X. Alternatif uji kointegrasi dari
Johansen adalah dengan menggunakan maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari trace statistic, yaitu:
Q
max
= -nln1 – λi = Q
r
– Q
r+1
3.12 Aplikasi model uji kointegrasi dalam penelitian ini :
Universitas Sumatera Utara
t
M1
t t
t t
t t
t t
t k
t t
t t
BPDB BINV
BNEX BLON
BEXR BINV
BDEP BRIN
M M
1 1
1 1
3 1
1
3.13 dimana :
3 1
1 3
1
1
j j
t i
A dan
A
ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji Trace Statistic dan Maximum Eigenvalue. Apabila nilai hitung Trace Statistic dan Maximum Eigenvalue lebih besar
daripada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel, sebaliknya jika nilai hitung Trace Statistic dan Maximum Eigenvalue lebih kecil daripada nilai
kritisnya maka tidak terdapat kointegrasi. Nilai kritis yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Osterwald-Lenum.
3.3.3. Uji Kausalitas
Suatu variabel X, dikatakan mempunyai kausalitas Granger dengan variabel lainnya yaitu Y, jika dengan memasukkan nilai lag dari X dapat digunakan untuk
memprediksi variabel Y yang hasilnya lebih baik dibandingkan jika menggunakan nilai lag variabel Y. Model lain yang akan digunakan sebagai alternatif dari uji
kausalitas Granger yang digunakan adalah uji kausalitas Granger model koreksi kesalahan. Model kausalitas ini mampu menggabungkan informasi dari sifat
kointegrasi dari data variabel time series Miller and Russek, 1990. Engle dan Granger 1987 mendefinisikan suatu data time series yang tidak stasioner, X
t
dikatakan terkointegrasi pada order d jika data tersebut stasioner setelah dilakukan diferensi tingkat pertama dinotasikan sebagai Xt ~ Id. Jika dua data time series, X
t
Universitas Sumatera Utara
dan Y
t
terkointegrasi pada order d, Engle dan Granger menunjukkan bahwa kombinasi linier Z
t
= X
t
- Y
t
akan stasioner. Sebagai akibatnya kedua series X
t
dan Y
t
dikatakan terkointegrasi. Jika terdapat kointegrasi maka kedua variabel mempunyai hubungan jangka panjang. Oleh karena itu hubungan jangka panjang
antara kedua variabel dapat diestimasi dengan persamaan sebagai berikut: X
t
= α
+ Y
t
+ µ
t
3.14 Y
t
= α
1
+ X
t
+ µ
t
3.15 Uji kausalitas Granger yang didasarkan pada model koreksi kesalahan dapat
diformulasikan sebagai berikut :
t n
t t
oi n
t t
oi t
t
DY d
DX c
DX
1 1
1 1
1
3.16
t n
t t
i n
t t
i t
t
DX d
DY c
DY
1 1
1 1
1 1
1
3.17 dimana D adalah differensi atau perbedaan dan variabel koreksi µ
t-1
merupakan residual dari kointegrasi dalam persamaan 3.16 dan 3.17. Setelah diketahui bahwa
kedua variabel terkointegrasi, pertanyaannya adalah variabel mana yang saling mempengaruhi dan bagaimana kondisi jangka pendek mampu mengkoreksi kembali
kondisi jangka panjang. Dengan memasukkan variabel koreksi kesalahan di dalam
Universitas Sumatera Utara
persamaan 3.16 dan 3.17, model koreksi kesalahan mampu menunjukkan arah terjadinya kausalitas. Y dikatakan berpengaruh terhadap X dalam persamaan 3.14
tidak hanya jika d
oi
signifikan tetapi juga b
o
signifikan. Oleh karena itu, tidak seperti uji kausalitas standar Granger, model koreksi kesalahan mampu menjelaskan bahwa
Y mempengaruhi X sepanjang nilai koefisien koreksi kesalahan signifikan walaupun d
oi
tidak signifikan. Selanjutnya Granger menunjukkan bahwa model koreksi kesalahan mampu menghasilkan prediksi jangka pendek yang lebih baik dan mampu
menyediakan penyesuaian dinamis jangka pendek untuk mencapai kondisi keseimbangan jangka panjang. Perubahan kelambanan didalam variabel independen
dapat diinterpretasikan sebagai efek jangka pendek sedangkan koreksi kesalahan menunjukkan efek jangka panjang. Persoalan utama dalam mengestimasi model
autoregresif dalam persamaan 3.14 dan 3.15 adalah dalam hal menentukan panjangnya kelambanan. Sebagaimana diketahui bahwa kedua persamaan tersebut
terdiri dari lebih dari satu variabel independen kelambanan. Oleh karena itu, harus memilih model dengan panjang kelambanan yang optimum. Untuk itu digunakan
metode yang dikembangkan oleh Akaike Information Criterion AIC dan Schwarz Criterion SC, nilai terkecil dari AIC dan SC digunakan untuk menentukan
panjangnya kelambanan yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Model Analisis
3.4.1. Vector Autoregression VAR
Penelitian ini akan menggunakan Vector Autoregression VAR sebagai alat analisis. Secara umum, VAR digunakan untuk menganalisis sistem variabel-variabel
runtun waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor kejutan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Analisis VAR dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam satu model. Menurut Sims Manurung, 2005 jika simultanitas antara beberapa variabel
benar maka dapat dikatakan bahwa variabel tidak dapat dibedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen. Masing-masing variabel endogen tersebut
dijelaskan oleh nilainya di masa lampau time lag dan nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang dianalisis.
Adapun sistem persamaan VAR dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
a. Untuk jalur kredit credit channel adalah:
M1
t
= m [M1
t-p
, DEP
t-p
, LON
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] DEP
t
= d [M1
t-p
, DEP
t-p
, LON
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] LON
t
= l [M1
t-p
, DEP
t-p
, LON
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] INV
t
= i [M1
t-p
, DEP
t-p
, LON
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] PDB
t
= y [M1
t-p
, DEP
t-p
, LON
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] b.
Untuk harga aset asset price channel adalah: M1
t
= m [M1
t-p
, RIN
t-p
, EXR
t-p
, NEX
t-p
, PDB
t-p
]
Universitas Sumatera Utara
RIN
t
= r [M1
t-p
, RIN
t-p
, EXR
t-p
, NEX
t-p
, PDB
t-p
] EXR
t
= e [M1
t-p
, RIN
t-p
, EXR
t-p
, NEX
t-p
, PDB
t-p
] NEX
t
= x [M1
t-p
, RIN
t-p
, EXR
t-p
, NEX
t-p
, PDB
t-p
] PDB
t
= y [M1
t-p
, RIN
t-p
, EXR
t-p
, NEX
t-p
, PDB
t-p
] c.
Untuk jalur tingkat bunga interest rate Channel adalah: M1
t
= m [M1
t-p
, INF
t-p
, RIN
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] INF
t
= p [M1
t-p
, INF
t-p
, RIN
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] RIN
t
= r [M1
t-p
, INF
t-p
, RIN
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] INV
t
= i [M1
t-p
, INF
t-p
, RIN
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] PDB
t
= y [M1
t-p
, INF
t-p
, RIN
t-p
, INV
t-p
, PDB
t-p
] dimana:
M1
t
= stock uang nominal
RIN
t
= tingkat bunga
DEP
t
= deposit sistem perbankan
INF
t
= inflasi
EXR
t
= nilai tukar
LON
t
= kredit sistem perbankan
NEX
t
= net ekspor
INV
t
= investasi
PDB
t
= output agregat
p = panjang lag
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Impulse Response Function IRF
Impulse Response Function IRF dilakukan untuk mengetahui respon dinamis dari setiap variabel terhadap satu standar deviasi inovasi. Analisis IRF
bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel transmit terkointegrasi pada periode jangka pendek maupun jangka panjang. IRF merupakan ukuran arah
pergerakan setiap variabel transmit akibat perubahan variabel transmit lainnya Manurung, 2009. Nilai peramalan persamaan di atas dapat dituliskan sebagai
berikut : 3.18
Y i
n t
i n
t
Y E
Y
Z i
n t
i n
t
Z E
Z
3.19 dimana :
EY dan EZ masing-masing nilai rata-rata dari Y dan Z.
3.4.3. Forecast Error Variance Decomposition FEVD
Forecast Error Variance Decomposition FEVD dilakukan untuk mengetahui relative importance dari berbagai shock terhadap variabel itu sendiri maupun variabel
lainnya. Identifikasi FEDV menggunakan Cholesky decomposition. Analisis FEDV bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi antar variabel transmit
Manurung, 2009. Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD atau sering dikenal
dengan istilah Variance Decomposition digunakan untuk memprediksi kontribusi
Universitas Sumatera Utara
persentase varian dari setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR Purnawan, 2008. Persamaan FEDV dapat diturunkan dengan
ilustrasi sebagai berikut :
1 1
1
X A
A X
E
t t
3.20 Nilai A
dan A
1
digunakan mengestimasi nilai masa depan X
t+1
,
1 1
1 2
2 1
... ..........
t n
n t
n t
n t
t
e A
e A
e X
E
3.21 Nilai FEDV selalu 100 persen, nilai FEDV lebih tinggi menjelaskan kontribusi
varians satu variabel transmit terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi.
3.5. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut:
1. Uang beredar M1 adalah stok uang nominal base money.
2. Suku bunga RIN adalah suku bunga simpanan berjangka rupiah bank umum
dengan tenor satu bulan. 3.
Deposit sistem perbankan DEP adalah jumlah deposit yang terdapat pada bank.
4. Inflasi INF adalah kenaikan tingkat harga, diproksi dengan indeks harga
konsumen yang merupakan indeks harga umum berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2000.
Universitas Sumatera Utara
5. Nilai tukar rupiah EXR adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata
uang asing yaitu dolar Amerika. 6.
Kredit sistem perbankan LON adalah kredit yang disalurkan oleh sistem perbankan.
7. Net ekspor NEX adalah ekspor dikurangi impor.
8. Investasi INV adalah jumlah investasi.
9. Produk Domestik Bruto PDB adalah pendapatan domestik bruto menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Selama tahun 2000 perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi yang semakin kuat dengan pola pertumbuhan ekonomi yang semakin
seimbang. Pertumbuhan produk domestik bruto PDB tahun 2000 mencapai 4,9. Selama tahun 2000, perekonomian Indonesia menunjukkan proses pemulihan yang
semakin mantap dengan sumber pertumbuhan yang semakin seimbang. Seluruh sektor atau kegiatan ekonomi memberikan sumbangan yang positif terhadap
pertumbuhan PDB. Namun, pertumbuhan perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 mengalami perlambatan. PDB 2001 tumbuh sebesar 3,4, lebih rendah dibandingkan
tahun lalu yang mencapai 4,9. Untuk tahun berikutnya yaitu pada tahun 2002 bersamaan dengan
membaiknya indikator makro moneter seperti inflasi, nilai tukar, dan suku bunga, perekonomian Indonesia sepanjang 2002 secara umum masih mengindikasikan proses
pemulihan ekonomi. PDB 2002 dengan harga berlaku mencapai Rp 1.610,0 triliun. Sementara itu, pertumbuhan PDB 2002 dengan harga konstan mencapai 3,7,
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,4. Dengan pertumbuhan tersebut, PDB 2002 dengan harga konstan baru mencapai Rp.426,7
triliun, masih lebih rendah dari PDB 1997 senilai Rp.433,2 triliun. Perkembangan ini 58
Universitas Sumatera Utara