Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

S U F A N D I NIM.A.153024075


(3)

ABSTRAK

SUFANDI Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis. Dibimbing olehARIEF DARYANTO dan W.H. LIMBONG.

Agroindustri perdesaan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang digeluti masyarakat kecil, tak terbantahkan . Perlu diketahui sektor ini bukan saja mampu meningkatkan pendpatan pada pelaku agroindustri; meningkatkan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan PDRB melalui peningkatan ek spor hasil pertanian tetapi juga mampu mendorong munculnya industri yang lain.

Dengan pemikiran seperti d iatas peneneliti ingin melihat persoalan agroindustri perdesaan . Selain itu kajian ini berupaya menelaah komoditas agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan; melihat faktor-faktor stategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan dan rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada akhirnya kajian yang dilakukan untuk menyusun rancangan strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpad u di Kabupaten Bengkalis.

Kajian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi terkait antara lain Dinas Per tanian Peternakan; Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi; Bappeda; BPS; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Setelah data yang relevan dengan penelitian diperoleh maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan sub sektorbahan baku; bahan baku komoditas agroindustri; untuk mengetahui faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan; dan untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan.

Dari hasil kajian pembangunan daerah dapat ditarik beberapa kesimpulan: petama berdasarkan analisis yang lakukan dengan menggunakan teknik skoring maka terpilih sub sektor perkebunan dari sub sektor perkebunan dilakukan analis is teknik skoring untuk mendapatkan basis bahan baku agroindustri maka diperoleh bahan baku yang berbasis sagu, untuk pengembangan agroindustri yang berbasis sagu dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu.

Untuk mendapatkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu dilakukan melalui program -program pertama program pemantapan teknologi pengolahan sagu kedua program pengembangan produk hasil olahan sagu ketiga program pengembangan lembaga informasi pasar dan yang keempat revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu.


(4)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, micro film dan sebagainya


(5)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

PERDESAAN

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

S E K O L A H P AS C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis

Nama Mahasiswa : S u f a n d i

NIM : A153024075

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, Mec Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan a

Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yusman Syaukat, Mec Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 23 juli 1996. Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, putra dari pasangan Ibrahim bin H. Ramli dan Rusni binti Basiran.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis pada tahun 1979. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Selat Baru Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis pada tahun 1983, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri Kabupaten Bengkalis pada tahun 1986. Pada tahun 1986 bulan juli diterima pada Program S1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Pekan Baru dan diselesaikan pada tahun 1992.

Tahun 1997 penulis diterima berkerja pada Pemda Kabupaten Bengkalis dan ditempatkan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pada tahun 2003 Pemda Kaupaten Bengkalis memberikan kesempatan untuk ikut belajar di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.


(8)

PRAKATA

Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali rasa syukur, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pembangunan daerah yang berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri PERDESAAN di Kabupaten Bengkalis” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pemerintah Kabupatan Bengkalis yang telah memberi kesempatan belajar kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, MEc dan Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermafaat bagi penulis.

3. Bapak Ir. Fredian Tony, M.S dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen mata kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah yang telah memberikan teori dan teknik dalam penulisan.

4. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, MEc, selaku Ketua Program pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Kedua orangtua, Istri dan Anak -anak yang senantiasa memberikan Doa serta dukungan moril.


(9)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis dalam penerapan tekhnik penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan penulis dan mempertajam isi tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah bersama kita semua. Aamiin.

Bogor, Nopember 2006


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian ... 4

1.3.1. Tujuan Kajian ... 4

1.3.2. Manfaat Kajian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Argoindustri ... 6

2.2. Pengembangan Argoindostri ... 8

2.3. Pendekatan Wilayah Dalam Pembangunan Argoindustri ... 9

2.4. Manajemen Strategis ... 10

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 15

3.2. Tempat dan Waktu Kajian ... 16

3.3. Metode Kajian ... ... 16

3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ... 16

3.3.2. Metode Pengumpulan Data... 16

3.3.3. Metode Pengolahan Data ... 17

3.4 Metode Perancangan Program... 24

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis ... 26

4.2. Keadaan Demografis ... 27

4.2.1. Pendidikan ... 28

4.2.2. Angkatan kerja ... 30

4.2.3. Kondisi Perekonomian ... 30

4.2.4. Perindustrian ... 31

4.2.5. Aksesibilitas ... 32

V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN 5.1. Sub Sektor Pertanian ... 33

5.2. Sub Sektor Perkebunan ... 37

5.3. Sub Sektor Peternakan ... 39


(11)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

S U F A N D I NIM.A.153024075


(13)

ABSTRAK

SUFANDI Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis. Dibimbing olehARIEF DARYANTO dan W.H. LIMBONG.

Agroindustri perdesaan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang digeluti masyarakat kecil, tak terbantahkan . Perlu diketahui sektor ini bukan saja mampu meningkatkan pendpatan pada pelaku agroindustri; meningkatkan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan PDRB melalui peningkatan ek spor hasil pertanian tetapi juga mampu mendorong munculnya industri yang lain.

Dengan pemikiran seperti d iatas peneneliti ingin melihat persoalan agroindustri perdesaan . Selain itu kajian ini berupaya menelaah komoditas agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan; melihat faktor-faktor stategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan dan rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada akhirnya kajian yang dilakukan untuk menyusun rancangan strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpad u di Kabupaten Bengkalis.

Kajian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi terkait antara lain Dinas Per tanian Peternakan; Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi; Bappeda; BPS; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Setelah data yang relevan dengan penelitian diperoleh maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan sub sektorbahan baku; bahan baku komoditas agroindustri; untuk mengetahui faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan; dan untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan.

Dari hasil kajian pembangunan daerah dapat ditarik beberapa kesimpulan: petama berdasarkan analisis yang lakukan dengan menggunakan teknik skoring maka terpilih sub sektor perkebunan dari sub sektor perkebunan dilakukan analis is teknik skoring untuk mendapatkan basis bahan baku agroindustri maka diperoleh bahan baku yang berbasis sagu, untuk pengembangan agroindustri yang berbasis sagu dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu.

Untuk mendapatkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu dilakukan melalui program -program pertama program pemantapan teknologi pengolahan sagu kedua program pengembangan produk hasil olahan sagu ketiga program pengembangan lembaga informasi pasar dan yang keempat revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu.


(14)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, micro film dan sebagainya


(15)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

PERDESAAN

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

S E K O L A H P AS C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis

Nama Mahasiswa : S u f a n d i

NIM : A153024075

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, Mec Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan a

Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yusman Syaukat, Mec Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 23 juli 1996. Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, putra dari pasangan Ibrahim bin H. Ramli dan Rusni binti Basiran.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis pada tahun 1979. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Selat Baru Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis pada tahun 1983, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri Kabupaten Bengkalis pada tahun 1986. Pada tahun 1986 bulan juli diterima pada Program S1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Pekan Baru dan diselesaikan pada tahun 1992.

Tahun 1997 penulis diterima berkerja pada Pemda Kabupaten Bengkalis dan ditempatkan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pada tahun 2003 Pemda Kaupaten Bengkalis memberikan kesempatan untuk ikut belajar di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.


(18)

PRAKATA

Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali rasa syukur, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pembangunan daerah yang berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri PERDESAAN di Kabupaten Bengkalis” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pemerintah Kabupatan Bengkalis yang telah memberi kesempatan belajar kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, MEc dan Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermafaat bagi penulis.

3. Bapak Ir. Fredian Tony, M.S dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen mata kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah yang telah memberikan teori dan teknik dalam penulisan.

4. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, MEc, selaku Ketua Program pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Kedua orangtua, Istri dan Anak -anak yang senantiasa memberikan Doa serta dukungan moril.


(19)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis dalam penerapan tekhnik penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan penulis dan mempertajam isi tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah bersama kita semua. Aamiin.

Bogor, Nopember 2006


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian ... 4

1.3.1. Tujuan Kajian ... 4

1.3.2. Manfaat Kajian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Argoindustri ... 6

2.2. Pengembangan Argoindostri ... 8

2.3. Pendekatan Wilayah Dalam Pembangunan Argoindustri ... 9

2.4. Manajemen Strategis ... 10

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 15

3.2. Tempat dan Waktu Kajian ... 16

3.3. Metode Kajian ... ... 16

3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ... 16

3.3.2. Metode Pengumpulan Data... 16

3.3.3. Metode Pengolahan Data ... 17

3.4 Metode Perancangan Program... 24

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis ... 26

4.2. Keadaan Demografis ... 27

4.2.1. Pendidikan ... 28

4.2.2. Angkatan kerja ... 30

4.2.3. Kondisi Perekonomian ... 30

4.2.4. Perindustrian ... 31

4.2.5. Aksesibilitas ... 32

V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN 5.1. Sub Sektor Pertanian ... 33

5.2. Sub Sektor Perkebunan ... 37

5.3. Sub Sektor Peternakan ... 39


(21)

5.5. Penentuan Sub Sektor Sumber Bahan Baku... 41

5.6. Penentuan Bahan Baku Komoditas Agroindustri... 43

5.7. Sagu Sebagai Bahan Baku Komoditas Agroindustri di Kabupaten Bengkalis ... ... 44

5.8. Ikhtisar ... ... 47

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN UNGGULAN 6.1. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan .. 48

6.1.1. Faktor Internal... 49

6.1.2. Faktor Eksternal ... 55

6.1.3. Evaluasi Faktor-Faktor Strategis ... 61

6.1.3.1. Evaluasi Faktor Internal ... 61

6.1.3.2. Evaluasi Faktor Ekternal ... 63

6.1.3.3. Matriks Internal Ekternal ... 66

6.1.4. Matriks SWOT ... 67

6.2. Penentuan Alternatif Strategi ... 70

6.3. Ikhtisar... ... 72

VII. RANCANGAN PROGRAM 7.1. Visi Kabupaten Bengkalis ... 75

7.2. Misi Kabupaten Bengkalis ... 75

7.3. Arah Kebijakan Pembangunan Industri Kabupaten Bengkalis ... ... 76

7.4. Rancangan Program Agroindustri Berbasis Sagu ... 77

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. kesimpulan ... ... ... 81

8.2. Implikasi Kebijakan ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(22)

DAFTAR TABEL

1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 17 2. Matriks Strateg i SWOT ... 22 2. Kepadatan Penduduk di Kab. Bengkalis Menurut Kecamatan, Tahun

2005 ... 27 3. Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas

menurut Ijazah/STTB Tertinggi Tahun 2005 ... 29 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten

Bengkalis tahun 2004 - 2005 ... 30 5. Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis, 2005 ... 31 6. Perkembangan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Menurut

Kecamatan ... 34 7. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut

Kecamatan ... 35 8. Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut

Kecamatan ... 37 9. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunn Rakyat Menurut

Kecamatan ... 38 10. Perkembangan Produksi Ternak Kebupaten Bengkalis Menurut

Kecamatan ... 40 11. Perkembangan Produksi Perikanan menurut Kecamatan ... 41 12. Hasil Penentuan Bobot Sub Sektor ... 42 13. Hasil analisis Penentuan Baku Komoditas Agroindustri ... 44 14. Luas Panen, Produksi Per Hektar Komoditas Tanaman Sagu di

Kabupat en Bengkalis Tahun 2001-2005 ... 45 16. Kontribusi Komoditas Sagu Terhadap PDRB Tahun 2001-2004... 45 17. Produksi Sagu dan Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2006 -2006... 46


(23)

18. Jumlah Agroindustri Perdesaan yang Berbasis Sagu di Kabupaten

Bengkalis Tahun 2005... 47 19. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis ... 62 20. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri perdesaan di Kabupaten

Bengkalis ... 64 21. Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri perdesaan Berbasis

Sagu di Kabupaten Bengkalis ... 68 22. Hasil Perhitungan Peringkat Strategi Pengembangan Agroindustri

Perdesaan di Kabupaten Bengkalis ... 71 23. Masalah dan Tindakan Pemecahan Masalah Strategi Penetrasi Pasar


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. PDRB Kabupaten Bengkalis Tanpa Migas Atas Dasar Harga

Konstan 1993 Menurut Sektor 199-2003 (Jutaan Rupiah) ... 87 2. Perhitungan Penentuan Sub Sektor Bahan Baku Agroindustri dengan

Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaiann 7 Orang

Responden . ... 88 3. Perhitungan Penentuan Bahan Baku Agroindustri dengan

Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penila ian 7 Orang

Responden ... 92 4. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Internal Dalam

Pengembangan Agroindustri Perdesaan Berb asis Sagu dari 7 Responden .. 96 5. Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dalam Pengembangan

Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 96 6. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kekuatan dari 7 Responden... 97

.

7. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kelemahan dari 7 Responden ... 97 8. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan

Berbasis Sagu di Kabupaten Ben gkalis... 97 9. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Eksternal

dalam Pengembangan Agroindustri Peresaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 98

10. Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal Dalam Pengembangan

Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 98 11. Hasil Perhitungan Rating Faktor Peluang dari 7 Responden ... 99 12. Hasil Perhitungan Rating Faktor Ancaman dari 7 Responden ... 99 13. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis

Sagu di Kabupaten Bengkalis ... 99

14. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 1


(25)

Pengembangan Industri Hulu yang Memproduksi Bahan Baku yang

Berkualitas) Dari 7 Responden ... 87 15. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 2

(Melaksanakan Kemitraan Antara Industri Besar/Menengah Dengan Agroindustri Perdesaan Dalam Pengembangan Agroindustri Sagu)

Dari 7 Responden... 101 16. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 3

(Pembinaan dan Pengembangan Usaha Agroindustri Berbasis Sagu

Secara Terpadu) Dari 7 Responden ... 102 17. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 4

(Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri Berbasis

Sagu) Dari 7 Responden ... 103 18. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 5

(Memperkuat Jaringan Informasi Pasar Guna Memanfaatkan Peluang

Perdagangan Antar Daerah) Dari 7 Responden ... 104 19. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 6

(Pemberdayaan Kelembagaan Pelaku Agroindustri Berbasis Sagu )

Dari 7 Responden... 105 20. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 7

(Peningkatan Intensitas Pembinaan Agroin dustri Berbasis Sagu Melalui Perluasan Penguasan Faktor Produksi Serta Pemberian Pelatihan dan Pengembangan Guna Meningkatkan Kemampuan

Usaha) Dari 7 Responden ... 106 21. Hasil Perhitungan Total Nilai Daya Tarik (TNDT) Dalam Pemilihan

Strategi Pengembangan Agro industri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis Melalui QSPM Dari 7 Responden ... 107 22. Gambar Budidaya Tanaman Sagu dan Pengolahan... 108


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Proses Agroindustri ... 7 2. Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroin dustri

perdesaan di Kaupaten Bengkalis ... 15 3. Matriks Internal dan Ekternal... 21


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi mengakib atkan semakin komplek snya pasar yang disertai dengan semakin terbukanya ekonomi domestik, sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian terhadap komoditas pertanian apabila produk-produk pertanian tersebut tidak mampu bersaing sesuai dengan tuntutan pasar yang semakin kuat.

kondisi tersebut diperparah dengan kondisi usaha pertanian yang masih bersifat tradisional dan pada umumnya dipasarkan dalam bentuk bahan-bahan mentah (primary product). Dalam permasalahan tersebut harus ada upaya dalam menjaga produk-produk dari pertanian tersebut agar dapat mempunyai nilai lebih serta meningkatkan posisi tawarnya (bergaining position).

Untuk dapat berperan-dalam perekonomian, maka produk pertanian harus dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Salah satu upaya yang dilakukan melalui peningkatan industrialisasi produk pertanian (agroindustri) dalam bentuk pascapanen terhadap produk pertanian secara umum.

Upaya pengembangan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari peran agroindustri itu sendiri yakni menciptakan nilai tambah terhadap hasil pertanian, menarik tenaga kerja pertanian ke sektor industri, dan mendukung upaya pembangunan pertanian.

Pengembangan agroindustri di Kabupaten Bengkalis selama ini diperlihatkan dengan kondisi yang belum begitu berkembang, sehingga peluang letak Kabupaten Bengkalis yang strategis tersebut tidak dapat memberikan dampak yang dapat menumbuhkembangkan agroindustri itu sendiri.


(28)

2

Secara demografis letak Kabupaten Bengkalis di Pesisir Selatan Pulau Sumatera, merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Negara Singapura dan Malaysia, sehingga akan memberikan dampak langsung terhadap fenomena era globalisasi di Kabupaten Bengkalis. Dengan kondisi daerah yang didominasi oleh hutan dan areal pertanian yang cukup luas, menuntut adanya solusi terhadap permasalahan dalam pembangunan sektor pertanian, maka diperlukan dukungan dari program pengembangan agroindustri perdesaan.

Selama ini pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis banyak diwarnai oleh pengaruh birokrasi, yaitu dalam bentuk program -program yang diterapkan pada masyarakat hanya bersifat proyek sehingga muncul permasalahan-permasalahan di dalam pembangunan agroindustri. Atas dasar hal tersebut, maka diperlukan suatu analisis untuk menentukan ”Bagaimana Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis?”, agar dapat mendukung upaya pembangunan pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat. Pertanian merupakan mata pencaharian sebahagian besar penduduk Kabupaten Bengkalis. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Dalam pengembangan pertanian mau tidak mau agroindustri berbasis perdesaan harus dikembangkan. Untuk itu perlu dilihat. ”apa sumber -sumber bahan baku agroindustri yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis?”, dan “apa


(29)

3

komoditas agroindustri perdesaan yang akan dikembangkan di Kabupaten Bengkalis?“.

Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif agar dapat bersaing dengan kompetitor dari luar daerah. Kabupaten Bengkalis dalam menghasilkan produk-produk pertanian dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan agroindustri. Beberapa produk pertanian selama ini telah diolah menjadi produk industri oleh berbagai agroindustri yang berada di Kabupaten Bengkalis, namun dalam pemasaran produk-produk tersebut selama ini dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu dilihat “bagaimana faktor-faktor strategis eksternal dan internal mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis?”.

Suatu usaha atau organisasi dalam perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan yang harus dihadapi baik internal maupun eksternal. Agroindustri juga tidak terlepas dari pengaruh lingkungan , dengan mengelola faktor-faktor lingkungan secara baik maka dapat diharapkan suatu usaha atau organisasi memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Dalam rangka pengembangan agroindustri perdesaan perlu diketahui “apa rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis?”.


(30)

4

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian

1.3.1. Tujuan Kajian

Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan strategi pengembangan agroindustri perdesaan sebagai penjabaran visi dan misi Kabupaten Bengkalis.

Tujuan khusus dilakukannya kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sub sektor bahan baku agroindustri yang akan

dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

2. Mengidentifikasi komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

3. Mengetahui faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang

mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan d i Kabupaten Bengkalis.

4. Memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis.

1.3.2. Manfaat Kajian

Manfaat dilakukan kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Teridentifikasinya sub sektor bahan baku agroindustri yang akan

dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

2. Teridentifikasinya komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

3. Diketahuinya faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang

mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis.


(31)

5

4. Diperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di

Kabupaten Bengkalis.

5. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pem erintah Kabupaten

Bengkalis dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai strategi pengembangan potensi ag roindustri perdesaan berdasarkan potensi yang dimiliki daerah.

6. Bagi penulis dapat merupakan sarana pengembangan wawasan dalam

menganalisa suatu masalah, dalam hal ini mengenai penentuan potensi agroindustri perdesaan dan formulasi strategi pengembangannya.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Agroindustri

Agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ketahapan pembangunan industri. Sajise (1996) di acu dalam Soekartawi (2001). Jadi setelah pembangunan pertanian, diikuti dengan pembangunan agroindustri kemudian pembangunan industri.

Selanjutnya Austin (1992) serta Brown (1994) di acu dalam Soekartawi (2001) mendefinisikan agroindustri sebagai pengolah sumber bahan baku yang bersumber dari tanaman atau hewan. Dengan kata lain pengolahan adalah suatu operasi atau rangkaian operasi terhadap suatu bahan mentah untuk diubah bentuknya dan atau komposisinya.

Dengan definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri berada diantara petani (yang memproduksi hasil pertanian sebagai bahan baku agroindustri). Untuk lebih rinci, Hicks (1995) mengatakan langkah-langkah dalam agroindustri meliputi: (1) Upaya meningkatkan nilai tambah : (2) Menghasilkan produk yang dapat di pasarkan atau digunakan atau dimakan : (3) Meningkatkan daya simpan, dan (4) Menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Agroindustri merupakan bagian dari agribisnis dan dalam agrib isnis terdapat tiga unsur yaitu (Handaka dan Paramawati, 2002):

1. Industri hulu pertanian, yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian. Termasuk dalam industri ini adalah industri


(33)

7

kimia seperti pupuk, pestisida dan obat-obatan untuk komoditas pertanian, industri perbenihan/pembibitan serta industri alat dan mesin pertanian. 2. Budidaya pertanian dalam arti luas, mencakup aspek budidaya atau produksi

tanaman pangan, perkebunan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Pertanian dimulai dari persiapan seperti pengolahan lahan hingga panen. 3. Industri hilir atau agroindustri, yaitu kegiatan industri pengolahan hasil

pertanian menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (final product).

Dengan berlakunya Undang-undang otonomi daerah, daerah harus semakin memahami potensi daerahnya masing-masing. Artinya, daerah harus menjadi penghasil berbagai komoditas dengan asumsi tiap daaerah membangun agroindustri berdasarkan komoditas yang mempunyai potensi lokal.

Diharapkan dengan otonomi daerah, penapsiran Undang -undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 campur tangan pemerintah dalam membentuk kebijakan (pusat dan daerah) mampu mempengaruhi permintaan pasar, serta harus menjadi acuan dalam menerapkan agroindustri yang mengedepankan budaya mutu. Untuk lebih memperjelas, bagan proses agroindustri dapat dilihat pada Gambar 1 (Handaka dan Paramawati, 2002).

Kebijakan Pemerintah (Pusat/daerah)

Proses (agroindustri): -Penangan segar -Transpormasi bentuk -Proses perlakuan

Luaran (output): -Produk primer -Produk antara

Masukan (input):

-Komoditas lokal -Teknologi

-Sumberdaya manusia


(34)

8

2.2. Pengembangan Agroindustri

Menurut Nasution (2002) Strategi dasar pengembangan agroindustri terdiri dari beberapa tahap yaitu: (1) merubah pola pikir petani dari pola p ikir yang berorientas i pada produk keorientasi pasar, melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, untuk mencetak tenaga profesional. (2) Membebas kan semua kendala (struktur) sehingga aktivitas agroindustri dapat mencapai tingkat yang optimal melalui pembangunan prasarana fisik, lembaga finansial yang terjangkau oleh para pekebun.

Pengembangan agroindustri di Indonesia cukup berpeluang karena: (1) Didukung oleh besarnya p otensi sumberdaya yang dimiliki, (2) Tuntutan (permintaan/demand) pasar yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, (3) Keanekaragaman produk pertanian merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk olahan (agroindustri) dan (4) Tuntutan pasar dengan semakin meningkat permintaan terhadap bahan pangan olahan dan dengan adanya gejala negara maju mulai meninggalkan industri pengolahan. Merupakan peluang untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia (Wardoyo, 1992 di acu dalam Nasution, 2002 ).

Lebih lanjut dikatak an oleh Wardoyo (1990) salah satu yang perlu disadari dalam pengembangan agroindustri di Indonesia mempunyai ciri yang spesifik, akibat bervariasinya kualitas sumberdaya pola usahatani dan sistem lembaga yang dianut masyarakat setempat pengembangan agroindustri harus memperhatikan skala usaha, sehingga pada tingkat yang menguntungkan dan efisien dalam menghadapi kendala yang cukup beragam. Dalam stuasi seperti ini pendekatan


(35)

9

yang dilakukan untuk pengembangan agroindustri dapat ditempuh dengan tiga pola yaitu: pola usaha bes ar terintegrasi: pola kemitraan skala besar dengan petani kecil dan pola skala rumah tangga dilingkungan petani.

2.3. Pendekatan Wilayah Dalam Pengembangan Agroindustri

Menurut Hanafiah diacu dalam Nasution (2002) bahwa perkembangan beberapa konsep dalam pendekatan pembangunan wilayah perdesaan yang pernah dilakukan antara lain:

1. Pengembangan Kelompok Masyarakat (Community Development)

Pengembangan kelompok masyarakat didefenisikan sebagai suatu proses, metoda, program, kelembagaan dan gerakan yang mencakup pengikutsertakan masyarakat dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama, mendidik dan melatih masyarakat dalam proses mengatasi masalah secara bersama-sama serta mengaktifkan kelembanggan untuk alih teknologi kepada masyarakat. 2. Pembukaan Daerah Baru

Pendekatan pembukaan daerah baru kurang mendapat perhatian karena terlalu mahal, meskipun dari sisi yang lain dapat memberikan hasil yang memuaskan. 3. Pembangunan Pertanian

Pendekatan ini telah berhasil dalam meningkatkan produksi, tetapi membawa masalah lain seperti adanya polarisasi faktor produksi dan masalah kelembagaan.

4. Pengembangan Industri Perdesaan

Pendekatan keempat ini keberhasilannya sangat diragukan karena tidak adanya kaitan yang jelas antara industri kecil dan industri besar.


(36)

10

5. Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengembangan

Pendekatan ini mengacu pada struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah, maka terdapat suatu daerah pusat dan (pole of growth) dan wilayah pinggiran (hinterland), yang mempunyai saling ketergantungan secara fungsional. Bagi pembangunan perdesaan peranan pusat -pusat pertumbuhan selain berfungsi sebagai pusat pelayanan, dan pemukiman, juga dapat dilihat sebagai unsur strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan.

Pengembangan industri kecil termasuk agroindustri yang padat karya di kawasan perdesaan dan peningkatan peran serta masyarakat perdesaan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan tatanan kelembagaan yang memadai merupakan unsur-unsur pokok dalam pembangunan desa secara terpadu.

2.4. Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya. Seperti yang tersirat dalam definisi, fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuntungan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem infomasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi (David, 2002).

Siagian (2001) mengatakan bahwa manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. David (2002) mengemukakan bahwa


(37)

11

proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap, yaitu : perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.

Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan objektif tahunan, melengkapi kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasik an sumberdaya sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan, implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan prestasi organisasi. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategis.

Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Para manajemen sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan baik. Evaluasi strategi terutama berarti usaha untuk memperoleh informasi, dimana semua strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena faktor-faktor eksternal dan internal selalu berubah. Ada tiga aktifitas mendasar untuk mengevaluasi strategi, yaitu: (1) meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasila n hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan.


(38)

12

Proses manajemen strategis dapat diuraikan sebagai pendekatan yang objektif, logis, sistematis untuk membuat keputusan besar dalam suatu organisasi. Proses manajemen strategis paling baik dapat dipelajari dan diterapkan menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses, pendekatan yang jelas dan praktis untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi.

Siagian (2001) berpendapat bahwa terdapat dua belas tahap yang umum dilalui dalam proses manajemen strategis, yaitu:

1. Perumusan Misi Organisasi

Bagi suatu organisasi atau perusahaan penentuan misi sangat penting karena misi itu bukan hanya sangat mendasar sifatnya, akan tetapi membuat organisasi memiliki jati diri yang bersifat khas. Dengan kata lain misi adalah faktor yang membedakan satu organisasi lainnya yang sejenis, dalam arti bergerak dalam bidang bisnis yang serupa. Pentingnya misi juga terlihat dengan jelas apabila diingat bahwa misi menentukan tugas -tugas utama yang harus terselenggara dalam organisasi dalam rangka pencapaian dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Singkatnya dalam misi harus terlihat jelas produk andalan apa yang akan dihasilkan, pasar/konsumen, cara pemanfaatan teknologi yang akan digunakan, yang kesemuanya menggambarkan sistem nilai dan skala prioritas yang dianut oleh para pengambil keputusan strategis dalam organisasi.

2. Penentuan Profil Organisasi

Setiap organisasi menghadapi keterbatasan kemampuan menyediakan dan memperoleh sumber-sumber yang diperlukannya dalam arti dana, sarana,


(39)

13

prasarana, waktu dan tenaga kerja. Menghadapi kenyataan demikian manajemen puncak perlu melakukan suatu analisis yang objektif agar dapat ditentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang sudah dimiliki atau mungkin diperolehnya, berdasarkan analisis itulah profil organisasi ditetapkan. Profil dimaksud menggambarkan kuantitas dan kualitas berbagai sumber yang dapat atau mungkin dikuasainya untuk dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan strategi yang telah ditentukan. Peranan profi organisasi menjadi sangat penting dalam melihat apa yang mungkin atau tidak mungkin dikerjakan oleh organisasi.

3. Analisis dan Pilihan Strategis

Penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal dan profil organisasi memungkin manajemen mengidentifikasikan berbagai jenis peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan. Berbagai peluang tersebut berupa kemungkinan yang wajar untuk dipertimbangkan. Dalam melakukan analisis tentang berbagai kemungkinan tersebut manajemen mutlak perlu melakukan penyaringan yang cermat sehingga terlihat perbedaan nyata antara kemungkinan sebagai peluang dan kemungkinan yang diinginkan. Jika proses demikian dilalui dengan tepat, hasilnya ialah suatu pilihan yang sifatnya strategis. Suatu pilihan strategis harus bermuara pada penggabungan antara sasaran jangka panjang dan strategi dasar organisasi yang pada gilirannya menempatkan organisasi pada posisi yang optimal dalam menghadapi lingkungannya dalam rangka mengemban misi yang telah ditetapkan sebelumnya.


(40)

14

4. Penetapan Sasaran Jangka Panjang

Agar mempunyai makna operasional yang dipahami oleh semua orang dalam organisasi, manajemen puncak harus menyatakan secara jelas apa yang diinginkan dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang, karena itulah apa yang dimaksud dengan sasaran. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai unsur organisasi, berbagai sasaran tersebut dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai dan konsisten dengan berbagai sasaran lain yang ingin dicapai oleh organisasi.

5. Penentuan Strategis Induk

Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi memerlukan strategi induk, yaitu suatu rencana umum yang bersifat menyeluruh atau komprehensif yang mengandung arahan tentang tindakan -tindakan utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berakibat pada tercapainya berbagai sasaran jangka panjang dalam lingkungan eksternal yang bergerak dinamis. Dengan perkataan lain, strategi induk merupakan suatu pernyataan oleh manajemen puncak tentang cara-cara yang akan digunakan dimasa depan untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan tersebut.

6. Penentuan Strategis Operasional

Telah umum diketahui bahwa suatu organisasi terdiri dari berbagai satuan kerja yang dikenal dengan berbagai nomenklatur seperti departemen, divisi, bagian, seksi dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan fungsional seperti produksi,


(41)

15

Pemasaran, keuangan, akunting, sumber daya manusia dan berbagai fungsi organisasi lainnya. Berbagai satuan kerja itulah yang mengoperasionalkan rencana maupun strategi organisasi. Bagi mereka inilah strategi operasional dibuat dan ditentukan dan atas dasar itulah mereka bekerja pada tahun berikutnya. Satu hal yang menonjol dalam strategi operasional ialah rencana dan program kerja yang dinyatakan dalam bentuk anggaran.

7. Penentuan Sasaran Jangka Pendek

Sasaran jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan memerlukan kongkretisasi. Salah satu cara melakukan kongkretisasi itu ialah dengan melakukan periodisasi, antara lain dengan menetapkan sasaran tahunan. Dengan perkataan lain, sasaran jangka panjang mutlak perlu dirinci dalam sasaran jangka pendek, dalam hal ini sasaran tahunan. Karena sifatnya rincian sasaran jangka panjang, berarti bahwa bidang-bidang sasaran jangka panjang juga merupakan bidang-bidang sasaran jangka pendek. Hanya saja karena jangkauan waktunya lebih dekat, rincian tersebut harus semakin lebih jelas, kongkret, mengandung hal-hal yang sifatnya mendetail dan semakin bersifat kuantitatif.

8. Perumusan Kebijaksanaan

Kebijaksanaan dalam kaitan ini diartikan sebagai pernyataan formal dari pimpinan organisasi yang digunakan oleh berbagai pihak dalam organisasi dalam menunaikan kewajiban dan memikul tanggung jawab masing-masing. Kebijaksanaan merupakan bagian dari upaya menjamin bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi dimaksudkan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.


(42)

16

9. Pelembagaan Strategis

Agar dalam suatu organisasi tercipta suatu persepsi tentang gerak langkah dari semua komponen organisasi dalam rangka implementasi strategi untuk mencapai tujuan sasaran yang telah ditetapkan harus menjadi milik setiap orang dalam organisasi disebut dengan pelembagaan suatu strategi. Dengan pelembagaan yang efektif berarti apapun yang terjadi dalam organisasi selalu diarahkan pada operasionalisasi. Dengan perkataan lain pelembagaan membuat hal-hal diatas mendarah daging disemua tingkat, kalangan dan komponen organisasi yang bersangkutan. Sudah barang tentu pelembagaan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan. Dalam pelembagaan tersebut, tiga unsur organisasi yang mutlak mendapat sorotan perhatian adalah struktur organisasi, gaya kepemimpinan dan kultur organisasi.

10. Penciptaan Sistem Pengawasan

Merupakan kenyataan yang tidak dapat disanggah bahwa operasionalisasi strategi memerlukan pengawasan. Mengawasi berarti mengamati dan memantau dengan berbagai cara sementara berbagai kegiatan operasional sedang berlangsung. Maksudnya ialah untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan terdapat penyimpangan dari rencana dan program yang telah ditentukan sebelumnya.

11. Penciptakan Sistem penilaian

Penilaian merupakan salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dan oleh karena itu perlu dilakukan oleh manajemen. Karena menajemen merupakan suatu proses maka penilaian dilakukan apabila satu tahap


(43)

17

implementasi telah selesai dikerjakan. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai berdasarkan rencana dan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

12. Penciptaan Sistem Umpan Balik

Manajemen puncak sangat berkepentingan memperoleh umpan baik tentang bagaimana strategi yang telah ditetapkan diimplementasikan. Dengan umpan balik yang faktual, tepat waktu dan objektif, manajemen puncak memperoleh pengetahuan tentang segi-segi keberhasilan organisasi maupun kekurang berhasilannya atau bahkan kegagalannya. Sekaligus dapat diketahui faktor-fakto r penyebabnya yang pada gilirannya dimanfaatkan dalam melakukan proses manajemen strategis berikutnya.

Menurut sejarah, manfaat prinsip dari manajemen stragtegis adalah membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional pada pilihan strategis. Hal ini pasti berlanjut menjadi manfaat utama dari manajemen strategis.

2.5. Lingkungan Strategis

Menurut Rangkuti (2001) proses perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu (1) Tahap pengumpulan data (2) Tahap analisis dan (3) Tahap pengembalian keputusan. Tahap pengumpulan data pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.

Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan internal. Model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu : (1) Matriks faktor


(44)

18

strategi eksternal, (2) Matriks faktor strategi internal dan (3) Matriks profil kompetitif. Tahap analisis dilakukan setelah semua informasi yang berpengaruh dikumpulkan. Ada beberapa model yang dapat digunakan yaitu : (1) Matriks TOWS atau SWOT, (2) Matriks BCG, (3) Matriks Internal Eksternal, (4) Matriks SPACE dan (5) Matriks Grand Strategi.

Analisis situasi atau lingkungan merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu analisis situasi juga mengharuskan para manajer strategi untuk menemukan kesesuaian strategi antara peluangpeluang eksternal dan kekuatan -kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan -kelemahan internal. Mengingat bahwa SWOT adalah akronim untuk

Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats dari organisasi, yang semuanya merupakan faktor faktor strategi (Hunger dan Wheelen, 2001).

Rangkuti (2001) menyatakan bahwa matriks SWOT dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu: (1) Strategi S-O (2) Strategi S-T (3) Strategi W-O, dan (4) Strategi W-T. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat men geliminir kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).


(45)

19

2.6. Pengambilan Keputusan

David (2002) mengemukakan bahwa analis is dan intuisi menyediakan dasar untuk membuat keputusan perumusan strategi. Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan tahap ketiga dari kerangka analisis perumusan strategi untuk menunjukkan strategi alternatif mana yang baik. Matriks EFE dan Matriks IFE menyediakan informasi yang diperlukan bagi QSPM. Matriks QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif, berdasarkan pada faktor-faktor krisis untuk sukses internal dan eksternal yang dikenali sebelumnya.

Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada sejauh mana faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menetapkan dampak kumulatif dari setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal.


(46)

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Saat ini, pemerintah Kabupaten Bengkalis sedang menggagas adanya pengembangan beberapa komoditas unggulan guna mendongkrak peningkatan pendapatan petani/masyarakat sekaligus memacu perekonomian daerah. Komoditas y ang dikembangkan antara lain : Nenas, Kelapa Sawit, Karet dan Sagu. Pola pengembangan yang akan dilaksanakan adalah dengan cara menopang agroindustri perdesaan d i Kabupaten Bengkalis. Kerangka pemikiran analisis strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis


(47)

21

Untuk terlaksananya program diperlukan adanya suatu rencana strategis sehingga program benar-benar berhasil baik dalam rangka pengembangan ekonomi lokal/daerah dalam peningkatan pendapatan pelaku agroindustri dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang mendalam yang akan dilaksanakan dalam bentuk “Kajian Pembangunan Daerah” ini, dengan alur pikir sebagaimana tertera pada G ambar 1.

3.2. Tempat dan Waktu Kajian

Penelitian ini dilak ukan di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau yang meliputi 13 Kecamatan. Waktu pelaksanaan untuk pengumpulan data penelitian dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Maret sampai dengan mai 2005.

3.3. Metode Kajian

3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling

Sasaran penelitian adalah pengumpulan data skunder yang menyangkut informasi mengenai sumber-sumber bahan baku agroindustri, untuk dilakukan penilaian bobot keriteria berdasarkan pertimbangan para ahli. Penentuan responden ahli dilakukan dengan metode purposive sampling sebanyak 7 orang. Begitu juga untuk penentuan kekuatan pengendali analisis SWOT dilakukan hal yang sama.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data skunder dilakukan dengan telaah pustaka dan data yang diperoleh dari instansi atau dinas terkait Dinas Pertanian Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Badan


(48)

22

Perencanaan Daerah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau.

3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang relevan seperti ditunjukkan pada Tabel 1, maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan komoditas agroindustri dan menyusun strategi pengembangannya di Kabupaten Bengkalis sesuai dengan tujuan penelitian, sebagai berikut:

Tabel 1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Tujuan Metode

Analisis Variabel

Jenis

Data Sumber Data

1

Mengidentifikasi sumber-sumber bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis Teknik Skoring - Luas panen. - Produksi. - Penilaian dari ahli. - Sekunder. - Primer.

- Data dari instansi terkait. - Wawancara dengan responden ahli. 2 Mengidentifikasi bahan baku komoditas agroindustri perdesaan yang dikembangkan di Kabupaten Bengkalis

Teknik Skoring

- Penilaian dari ahli.

- Primer. - Wawancara dengan responden ahli.

3

Mengetahui faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang mem-pengaruhi

pengembangan agro-industri.

IFE, EFE - Penilaian dari ahli.

- Primer. - Wawancara dengan responden ahli. 4 Merumuskan strategi pengembangan agroindustri perdesaan. IE, SWOT, QSPM - Penilaian dari ahli.

- Primer. - Wawancara dengan responden ahli.

a. Metode Teknik Skoring

Teknik skoring digunakan untuk penentuan subsektor sumber bahan baku dan pemilihan bahan baku agroindustri di Kabupaten Bengkalis.


(49)

23

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam teknik skoring adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan semua alternatif.

2. Ditentukan kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan. 3. Dilakukan penilaian terhadap semua kriteria.

4. Dilakukan penilaian terhadap semua alternatif masing-masing kriteria. 5. Dih itung nilai dari tiap alternatif.

6. Memberikan jenjang kepada alternatif berdasarkan pada nilai masing-masing, mulai dari urutan nilai alternatif terbesar sampai yang terkecil.

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan meliputi: (1) Ketersediaan lahan, (2) Produktivitas lahan, (3) Keterampilan petani, (4) Teknologi; (5) Potensi pasar, (6) Aksesibilitas, (7) Aspek kelembagaan, (8) Kebijakan pemerintah, (9) Kondisi lingkungan/alam, (10) Aspirasi/ motivasi petani, (11) Kemudahan/ketersediaan peralatan.

Dari 11 kriteria tersebut kepada responden diminta untuk memberikan skor dari 1 sampai 4 (1 = tidak mendukung, 2 = kurang mendukung, 3 = mendukung, 4 = sangat mendukung). Dalam pen ilaian ini semua responden diasumsikan memiliki kemampuan yang sama dalam hal pemberian skoring.

b. Evaluasi Faktor Ekternal (EFE)

Langkah kerja dalam penentuan faktor eksternal dan pembobotan yaitu : membuat daftar peluang dan ancaman kemudian memberikan bobot pada tiap peluang dan ancaman, (dari tidak pentin g > 0,0 sampai dengan penting = 1,0) sehingga total bobot adalah 1, selanjutnya berikan rating 1–4


(50)

24

pada setiap peluang dan ancaman (1 = dibawah rata-rata, 2 = rata-rata, 3 = diatas rata-rata, 4 = sangat diatas rata -rata). Tahap selanjutnya kalikan bobot dengan rating sehingga menghasilkan weight score, jumlahkan weight score untuk mendapatkan total weight score (David, 2002).

c. Evaluasi Faktor Internal (EFI)

Menurut David (2002), langkah penutup dalam melaksanakan audit manajemen strategis internal adalah membuat matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) seperti pada Tabel 4. Alat perumusan strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan matriks ini juga memberikan dasar untu k menggali dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Penilaian intuitif diperlukan dalam mengembangkan matriks EFI. Matriks EFI dapat dikembangkan dalam 5 langkah sebagai berikut:

1. Tuliskan faktor-faktor sukses kritis, gunakan 10 sampai 20 fakto r internal terpenting, termasuk kekuatan maupun kelemahan.

2. Berikan bobot dengan kisaran dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (terpenting) pada setiap faktor.

3. Berikan peringkat satu sampai empat setiap faktor untuk menunjukan apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3) dan kekuatan utama (peringkat = 4).

4. Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dibobot untuk setiap variabel.


(51)

25

5. Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan total nilai yang dibobot.

Berdasarkan analisis matriks faktor internal dan eksternal maka akan dapat diketahui peluang dan ancaman yang harus direspon paling besar, serta kekuatan yang akan dioptimalkan dan kele mahan yang akan dieleminir. Penentuan bobot setiap variabel internal dan eksternal dapat dilakukan dengan selang pembobotan mulai dari nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1.

Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor strategis baik internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan (mean). Selang penilaian adalah 1 sampai 4, untuk matriks EFE nilai mengindikasikan seberapa efektif organisasi meresponden peluang dan ancaman, sedangkan untuk IFE mengindikasikan seberapa besar kekuatan dan kelemahan mempengaruhi organisasi.

d. Matriks Internal dan Ekternal (IE)

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci total nilai EFI yang diberi robot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi robot pada sumbu y. Pada sumbu x total nilai EFI yang diberi bobot dari 1 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai dari 2 sampai 2,99 menunjukkan posisi internal yang sedang, nilai dari 3 sampai 4 menunjukkan posisi internal yan g kuat. Pada sumbu y total nilai EFE yang diberi bobot dari 1 sampai 1,99 menunjukkan posisi ekternal yang rendah, nilai dari 2 sampai 2,99 menunjukkan posisi ekternal yang sedang, nilai dari 3 sampai 4 menunjukkan posisi ekternal yang tinggi.


(52)

26

Menurut David (2006) Adapun Arti pada masing-masing divisi adalah sebagai berikut: (1) untuk divisi yang masuk dalam sel I,II dan IV dapat digambarkan sebagai daerah tumbuh dan kembangkan. (2) divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII dapat dikelola dengan cara jaga dan pertahankan. (3) untuk divisi yang masuk dalam sel IV, VII dan IX adalah tuai atau divestasi. Sedangkan keterkaitan antara matriks IE dan matriks SWOT adalah matriks IE merupakan faktor pengendali dalam melakukan analisis SWOT.

Gambar 3. Matriks Internal dan Eksternal

e. Analisis SWOT (Strengh -Weaknes-Opportunities-Threats)

Kegiatan selanjutnya adalah analisis Strengh-Weaknes-Opportunities-Threats (SWOT). Dalam matriks SWOT alternatif formula strategi dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah suatu teknik membandingkan suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu kategori yang sama. Matriks SWOT membantu dalam


(53)

27

melakukan perbandingan berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman.

Selanjutnya David (2006) mengatakan rerdasarkan matriks SWOT seperti Tabel 2, dapat dikembangkan beberapa alternatif strategi sebagai berikut:

1. Strategi ST (Strength – Threatss), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk menghindari dan mengatasi ancaman dalam rangka pengembangan agroindustri.

Tabel. 2. Matriks SWOT Faktor

Internal

Faktor Eksternal

Strenght (S) Weaknesses (W)

Oppurtunities (O)

Strategi S - O Strategi menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi W – O Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memmanfaatkan

peluang

Threats (T)

Strategi S - T Strategi yang menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman

Strategi W – T Strategi yang meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : David, 2006

2. Strategi SO (Strength–Opportunities), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka pengembangan agroindustri.

3. Strategi WO (Weaknesses–Opportunities), yaitu dengan menggunakan peluang dimiliki untuk mengatasi kelemahan dalam rangka pengambangan agroindustri.


(54)

28

4. Strategi WT (Weaknesses–Threatss), yaitu suatu upaya meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman dalam rangka pengembangan agroindustri.

f. Quantitative Strategic Planning Matrikss (QSPM)

QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutnya dianalisis. Menurut David (2006) untuk menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis. Tabel Analisis Strategi dengan langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Daftarkan peluang/ancaman kunci eksternal dan kekuatan/ kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM.

Langkah 2 : Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (Identik dengan nilai yang diberikan pada matriks EFI dan EFE).

Langkah 3 : Memeriksa (pencocokkan) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan.

Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.

Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.


(55)

29

Langkah 6 : Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan strategi itu semakin menarik.

3.4. Metode Perancangan Program

Untuk menwujudkan agroindustri perdesaan dan dapat jadi andalan bagi perekonomian daerah maka perlu paradigma baru dalam pembangunan agroindustri, yaitu dengan visi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif. Melalui pegembangan agroindustri yang baru tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan agroindustri harus memihak pada rakyat. Paradigma pembangunan agroindustri yang baru tersebut perlu disosialisasikan dan diketahui oleh semua stakeholders dan pelaksanaannya harus fokus kepada pencapaian sasaran yang diharapkan.

Dalam melakukan FGD masing-masing orang yang hadir diharpkan berpartisipasi terhadap perancan gan program yang didiskusikan untuk berpedoman kepada:

1. Merumuskan permasalahan dengan lebih efektif.

2. Komunikasi yang efektif diantara para pelaku yang diharapkan berperan serta dalam program.

3. Adanya kesukarelaan antara para pelaku dalam berperan serta.

Beberapa alasan yang menyertakan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam adalah :


(56)

30

1. Merumuskan permasalahan yang lebih efektif.

2. Terungkapnya informasi riil dan pemahaman masyarakat diluar jangkauan ilmiah.

3. Terumuskannya alternatif penyelesaian masalah y ang secara sosial lebih dapat diterima.

4. Terbentuknya rasa memiliki pada masyarakat terhadap rencana dan

penyelesaian program, sehingga memudahkan penerapan.

Diharapkan anggota diskusi yang hadir dalam FGD adalah stakeholder

yang mempunyai latar belakang pendidikan sesuai permasalahan yang akan dibahas dalam suatu model perencanan yang berorientasi pada proses dengan pendekatan bottom–up dengan menggunakan metode partisipatory¸ dalam pelaksanaan kegiatan yang berorientasi pada proses model top down, perencaan kegiatan dimaksud sudah dikenal dan diakui secara luas:

1. Data dikumpulkan, dikaji dan dicoba secara langsung oleh pemakai.

2. Pemecahan masalah sudah langsung dapat dicoba selama berlansung proses dikusi.

3. Menjadi meningkat penghargaan atas masalah yang dih adapi para

stakeholders, konteks kebudayaan serta perubahan kondisi.

4. Kelemahan dan kekuatan langsung dipahami oleh mereka yang ikut dalam proses diskusi.

5. Semakin meningkat motivasi peserta untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lantaran semakin memahami masalah yang dihadapi.

Pertalian dengan hal-hal yang dikemukakan diatas maka dalam Kajian Pembangunan Daerah ini terutama dalam pelaksanaan pengembangan komoditas agroindustri di Kabupaten Bengkalis, maka pendekatan atau Metoda Perancangan Program yang akan digunakan adalah dengan “Fokus Grup Diskusi (Focus Group Discussion (FGD)”.


(57)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Keadaan Geografis

Keadaan wilayah Kabupaten Bengkalis terletak pada posisi Timur Pulau Sumatera antara 2º, 30 ºLintang Utara-0º,17º Lintang Utara atau 100º, 52º Bujur Timur–102º, 10º Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bengkalis 11.481,77 km² yang terdiri dari pulau–pulau dan lautan. Jika dirinci luas wilayah menurut kecamatan dan dibandingkan dengan luas Kabupaten Bengkalis, Kecamatan Pinggir merupakan Kecamatan terluas yaitu dengan luas 2.503,47 km² (21,795%) dan Kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Rangsang Barat dengan luas 241.60 km² (2,10%).

Batas wilay ah Kabupaten Bengkalis adalah:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau.

Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu dari kabupaten di Provinsi Riau bagian kepulauan. Kabupaten Bengkalis terdiri atas wilayah daratan yang berupa lima buah pulau besar, yaitu: Pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Padang, Pulau Tebing Tinggi serta Pulau Rangsang dan pulau -pulau sekitarnya. Secara administratif Kabupaten ini terbagi menjadi 13 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Mandau, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Rupat, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Bantan, Kecamatan Merbau, Kecamatan Rangsang, Kecamatan


(58)

32

Tebing Tinggi, Kecamatan Rupat Utara, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kecamatan Rangsang Barat, Kecamatan Siak Kecil dan Kecamatan Pinggir.

4.2. Keadaan Demografis

Kondisi Penduduk di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2005 berjumlah 690.366 yang terdiri atas 353.926 jiwa penduduk laki-laki dan 336.440 jiwa penduduk perempuan, tersebar pada 13 Kecamatan. Kecamatan yang terbesar jumlah penduduknya adalah Kecamatan Mandau dengan jumlah penduduk 238.811 jiwa sedangkan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Rupat Utara dengan jumlah penduduk 11.467 jiwa.

Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Mandau disebabkan oleh banyaknya pendatang sebagai akibat banyaknya perusahaan seperti Caltex di Duri dan sebagainya yang membutuhkan tenaga kerja baik dari daerah itu sendiri maupun dari daerah lain atau provinsi lain. Disamping itu letak Kecamatan Mandau adalah di daerah daratan yang dapat dicapai dengan transportasi darat. Tabel 3. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan

Tahun 2005

No Kecamatan Luas /km2 Jlh Penduduk Kepadatan per km2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Mandau Pinggir Bukit Batu Siak kecil Rupat Rupat utara Bengkalis Bantan Merbau Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tebing Tinggi Barat

937.47 2.503.00 112800 742.21 896.35 628.50 514.00 424.40 1.348.91 681.00 241.60 849.50 586.83 238.811 67.890 26.636 17.250 29.779 11.467 69.449 37.515 50.264 28.562 28.094 69.436 15.214 255 27 24 23 33 18 135 88 37 42 116 82 26

Jumlah 11.481.77 690.366 105


(59)

33

Tabel 3 menunjukkan Kabupaten Bengkalis yang memiliki luas 11.481.77 km2, dengan jumlah penduduk 690.366 jiwa, dengan memiliki angka kepadatan penduduk 60 jiwa/km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Mandau dengan kepadatan penduduk 255 jiwa/km2, disusul Kecamatan Bengkalis dengan kepadatan penduduk adalah 135 jiwa/km2. Sementara itu kecamatan terjarang penduduknya adalah Rupat Utara dengan kepadatan penduduk 18 jiwa/km2.

4.2.1. Pendidikan

Pasar kerja pada umumnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja selalu lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, sehingga menimbulkan adanya tingkat pengangguran. Selain itu, ketidak sesuaian antara tingkat pendidikan/ keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan pekerjaan yang tersedia (dunia usaha) menjadi permasalahan yang menimbulkan dampak pada perekonomian secara makro. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk, semakin maju pendidikan berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan diberbagai bidang kehidupan. Sumber daya manusia yang berkualitas tentu dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas pula.

Karena dengan membaiknya tingkat pendidikan setiap orang mempunyai kesempatan untuk meningkatkan peran serta dan kemampuannya dalam pelaksanaan pembangunan. Gambaran penduduk Kabupaten Bengkalis menurut ijazah/ STTB tertinggi yang dimiliki kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.


(60)

34

Tabel 4. Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005

No Tingkat Pendidikan Laki- laki Perempuan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 Tidak sekolah SD/MI SLTP/MTs SMU/SMA SM/Kejuruan Diploma I/II Diploma III Diploma IV/ S1-S3

20,25 28,21 19,84 19,79 9,16 0,17 0,97 1,61 23,76 30,49 22,33 18,23 3,33 0,65 0,86 0,65 21,96 29,33 21,05 19,03 6,17 0,40 0,92 1,14

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis 2006

Tabel 4 menunjukkan penduduk Kabupaten Bengkalis yang tidak sekolah cukup banyak yaitu 29,33 persen. Penduduk perempuan yang memiliki ijazah SD/MI lebih besar persentasenya dibandingkan laki-laki, yaitu laki-laki 28,21 persen dan perempuan 30,49 persen. Namun demikian semakin tinggi jenjang pendidikan menunjukkan kecenderungan persentase penduduk perempuan yang menamatkan sekolah lebih kecil dari pada penduduk laki-laki.

Distribusi jenjang pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia di wilayah Kabupaten Bengkalis. Berdasarkan jenjang pendidikan formal tersebut dapat diuraikan: pendidikan dasar sebesar 29,33 persen, penduduk dengan pendidikan menengah pertama sebesar 21,05 persen, Penduduk dengan Tingkat pendidikan menengah atas sebesar 19,03persen, penduduk dengan tingkat sekolah menengah kejuruan sebesar 16,17 persen, penduduk dengan pendidikan diploma III sebesar 0,92 persen, penduduk dengan tingkat pendidikan.

Tingginya penduduk yang berpendidikan sekolah menengah merupakan refleksi bahwa sebagian penduduk yang tamat sekolah menengah tidak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bertitik tolak dari data


(61)

35

distribusi jenjang pendidikan formal diketahui bahwa sebesar 19,05 persen angkatan kerja berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas, hal ini dapat diartikan bahwa angkatan kerja di Kabupaten Bengkalis cukup memadai.

4.2.2. Angkatan Kerja

Jumlah pekerja yang terdaftar pada Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis selama tahun 2004 dan 2005 berjumlah 242.620 orang, jumlah yang mencari kerja 22.935 orang, tingkat partisipasi angkatan kerja 91,36 persen sedangkan tingkat pengangguran terbuka berjumlah 8,64 persen (Tabel 5).

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabup aten Bengkalis Tahun 2004-2005

2004 2005

No Status

LK Pr Jml Lk Pr Jml

1 2 3 4 Bekerja Mencari Kerja TPAK TPT 140.086 11.624 92.34 766 70.354 7.622 90.23 977 210.440 19.246 91.62 838 161.722 14.580 91.73 827 80.898 8.355 90.64 936 242.620 22.935 91.36 864 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

Dari Tabel 5 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja dari tahun 2004 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2005, yaitu dari 91,62 persen menjadi 91,36 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari 8,36 persen pada tahun 2002 menjadi 8,64 persen pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk Kabupaten Bengkalis.

4.2.3. Kondisi Perekonomian

Perkembangan perekonomian pada sauatu daerah antara lain dapat dilihat pada perkembangan ekonominya. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari


(62)

36

besaran pertumbuhan angka distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga konstan dan distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga berlaku.

Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis Tahun 2005 (persen)

No Lapangan usaha 2001 2002 2003 2004 Rata- rata

1 Pertanian 6,86 5,57 5,09 5,63 5,78

2 Pertambangan dan galian 13,91 8,16 10,75 16,25 12,22 3 Industri pengolahan 9,65 8,64 8,91 8,10 8,82 4 Listrik,air minum dan gas galian 2,19 6,23 4,69 7,18 5,05

5 Bangunan 7,74 5,39 7,46 9,34 7,47

6 Perdagangan hotel, resoran 5,61 6,15 10,82 8,66 7.79 7 Pengangkutan dan Komunikasi 7,90 10,43 8,68 12,26 9,81 8 Keuangan 11,59 12,22 10,37 13,73 11,97

9 Jasa-jasa 7,61 7,14 8,90 11,65 8,81

Pertumbuhan 7,14 6,68 8,13 8,20 7,34 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2002 mengalami penurunan, namun secara nasional pertumbuhannya mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 7,53 persen pertahun princian pada tahun 2001 sebesar 7,14 persen, tahun 2002 sebesar 6,68 persen, tahun 2003 sebesar 8,13 persen, tahun 2004 sebesar 8,20 persen dan pada tahun 2005 sebesar 7,34 persen.

Terlihat pada Tabel 6 pertumbuhan sektoral PDRB Kabupaten. Bengkalis yang paling laju pertumbuhannya adalah sektor pertambangan dan galian diikuti oleh sektor keuangan, pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan dan jasa.

4.2.4. Perindustrian

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bengkalis menyatakan bahwa pada tahun 2005 perusahaan industri kimia, agro dan hasil hutan sebanyak 1.019 buah, sedang industri logam, mesin, elektronika dan aneka sebanyak 1475


(63)

37

buah. Nilai produksi yang dihasilkan oleh perusahaan industri di Kabupaten Bengkalis selama tahun 2005 menurut jenis industri, industri kimia, agro dan hasil hutan sebesar Rp. 1.109.799.000,- dan industri logam, mesin, elektronika dan aneka Rp. 644.824.000,-.

4.2.5. Aksesibilitas

Kabupaten Bengkalis dapat dicapai melalui transportasi darat dan laut, hampir sebagian besar pergerakan penduduk memanfaatkan transporatsi laut atau sungai karena tipologi wilayah Kabupaten Bengkalis sebagai wilayah kepulauan. Armada transportasi air yang banyak digunakan di Kabupaten Bengkalis adalah kapal feri ukuran besar dan kecil, kapal boat, roro dan pompong. Dilengkapi dengan pelabuhan bertaraf internasional yang diberi nama Sri Bandar Laksamana dan sampai saat ini tersedia kapal dengan rute Bengkalis -Malaka berangkat setiap hari.


(64)

V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN

Penentuan komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada 7 orang reponden yang dianggap ahli atau mengetahui pada bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Kemudian dari kuesioner tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik skoring. Pemilihan komoditas agroindustri berdasarkan kepada sumber bahan baku komoditas agroindustri tersebut antara lain sub sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.

5.1. Sub Sektor Pertanian

Sub sektor pertanian di Kabupaten Bengkalis adalah tanaman yang termasuk kelompok tanaman bahan makanan dan buah-buahan. Tanaman bahan makanan yang menonjol adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, talas, kacang kedelai dan kacang hijau. Tanaman buah -buahan yang menonjol adalah alpokat, durian, nangka, manggis, sirsak, melinjo, sukun, rambutan dan lain-lain.

Luas panen tanaman bahan makan di Kabupaten Bengkalis ada beberapa jenis, untuk mengetahui luas penen tanaman bahan makanan tersebut sebagaimana Tabel 7 pemilihan ini berdasarkan hasil laporan dari dinas pertanian peternakan Kabupaten Bengkalis.

Dari sembilan jenis komoditas tanaman bahan makanan selama rentang waktu 2001-2005 hanya ada satu jenis tanaman yang tingkat pertumbuhannya positif (mengalami peningkatan) yaitu padi ladang sebesar 2,14 persen per tahun sedangkan luas panen bahan makanan yang lain tingkat pertumbuhannya negative


(65)

39

(mengalami penurunan ). Perkembangan lu as panen tanaman bahan makanan sebagaimana pada Tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 7. Perkembangan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001 -2005

Jenis Komoditi (ton) Kecamatan Padi

sawah

Padi

ladang Jagung Ubi kayu

Ubi jalar

Kacang

tanah Talas Kedelai

Kacang hijau Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat

294 314 2.750 1.199 - - 1.230 433 168 30 3.200 177 - - - - - - - - 1.063 486 - - - - - - - - - - 8 2 4 - - 11 18 18 - 76 - 15 21 35 45 10 4 2 31 36 5 - 10 - - 8 6 11 5 4 3 5 8 7 - 14 - - - - - 4 - - 7 6 3 - - - - - 13 - - 2 1 - - 2 - - - - - - - - - - - - 4 - - - - - - - - - - - -

2005 10.615 1.549 43 293 65 38 19 2 4

2004 10.556 868 96 293 65 38 19 2 4

2003 9.136 520 129 247 56 47 27 34 75

2002 13.441 1.418 553 1.560 148 60 0 162 155

2001 11.803 1.423 105 424 62 56 0 67 55

Pertumbuhan -2,62% 2,14% -20,00% -8,83% 1,19% -9,24% -16,11% -58,43% -48,07% Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

Luas panen padi sawah tahun 2005 seluas 10.615 ha, dan yang tersebar di 10 kecamatan, kecamatan yang paling luas panen adalah Kecamatan Rangsang Barat seluas 3.200 ha. Dari tahun 2001–2005 terus mengalami penurunan sebesar -2,62 persen per tahun, dengan luas panen tertinggi pada tahun 2002 seluas 13.441 ha dan luas penen terendah pada tahun 2003 seluas 9.136 ha.

Luas panen padi ladang tahun 2005 seluas 1.549 ha yang tersebar pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Rupat Utara. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 mengalami penurunan -2,14 persen per tahun dengan luas panen tertinggi pada tahun 2005 seluas 1.549 ha dan luas panen terendah pada tahun 2003 seluas 520 ha.


(66)

40

Luas penen jagung tahun 2005 seluas 43 ha tersebar pada 5 kecamatan dari tahun 2001–2005 pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar -20,00 persen per tahun, luas panen tertinggi berada pada tahun 2002 seluas 553 ha dan luas panen terendah pada tahun 2005 seluas 43 ha.

Luas penen ubi kayu pada tahun 2005 seluas 293 ha tersebar pada 11 kecamatan, dari tahun 2001–2005 pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar -8,83 persen per tahun, luas panen tertinggi berada pada tahun 2002 seluas 1.560 ha dan luas panen terendah pada tahun 2003 seluas 247 ha.

Sedangkan jenis tanaman bahan makanan lainnya seperti, kacang hijau, ubi jalar, kedelai dan kacang tanah laus panennya pada tahun 2005 tidak begitu menonjol yaitu seluas , kacang hijau 4 ha, kedelai 2 ha, talas 19 ha, kacang tanah 38 ha, dan. ubi jalar 65 ha. Dari segi produksi tanaman bahan makanan diperlihatkan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005

Jenis Komoditi (ton) Kecamatan Padi

sawah

Padi

lading Jagung Ubi kayu

Ubi jalar

Kacang

tanah Talas Kedelai

Kacang hijau Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat

196,48 693,00 18.480,00 - - 451, 50 2.474,22 707,16 207,00 178,10 11.982,45 1.538,11 - - - - - - - - 1.732,83 573,34 - - - - 14,49 12,42 115,60 - 2,30 2,00 2,07 7,41 6,42 - 2 24,48 46,00 194,22 - 832,96 - 206,60 200,00 350,00 507,15 118,30 48,00 22,50 286,44 284,48 7,69 - 36,80 37,00 38,00 82,50 29,76 95,68 44,40 15,00 13,50 40,00 54,25 12,46 - 28,28 - - - - - 8 - - 14 12 - - - - - - 6,00 - - 6,25 19,20 - - 1,84 - - - - - - - - - - - - 4,00 - - - - - - - - - - - - Jumlah 46.416,88 2..3.06,17 235,19 3050,65 494,58 74,74 31,45 1,84 4,00 2004 34.727,28 2.307,89 221,92 3.120,39 487,70 36,46 62,75 1,66 4,08 2003 38.450,00 2.865,00 755,4 3.751,00 727,70 124,50 - 87,60 30,00 2002 43.411,80 2.084,00 111,28 16.801,00 1.114,80 56,30 - 178,20 143,01 2001 40.983,00 2.153,00 218,00 7.203,00 393,00 68,00 - 80,00 56,00 Pertumbuhan

/tahun 3,16% 1.73% 1,92% -19,33% 5,92% 2,39% -49,88% -61,06% -48,30% Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis Tahun 2006


(67)

41

Produksi padi sawah tahun 2005 sebesar 46.416,88 ton, dan tersebar di 10 kecamatan, kecamatan yang paling tinggi produksinya adalah Kematan Bukit Batu sebesar 18.480,00 ton. Dari tahun 2001–2005 terus mengalami peningkatan sebesar 3,16 persen per tahun, sedangkan produksi tertinggi pada tahun 2005 sebesar 46.416,88 ton dan produksi terendah pada tahun 2004 sebesar 34.722,28 ton.

Produksi padi ladang tahun 2005 sebesar 2.306,17 ton yang tersebar pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Rupat Utara. Dalam rentang waktu 2001–2005 mengalami peningkatan 1,73 persen per tahun dengan produksi tertinggi pada tahun 2003 sebesar 2.865,00 ton.dan produksi terendah pada tahun 2002 sebesar 2.084,00 ton.

Produksi jagung tahun 2005 sebesar 235,19 ton tersebar pada 10 kecamatan dari tahun 2001–2005 pertumbuhannnya mengalami peningkatan sebesar 1,92 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2005 sebesar 235,19 ton dan produksi terendah pada tahun 2003 seluas 755,40 ton.

Produksi ubi kayu pada tahun 2005 sebesar 3.050,65 ton tersebar pada 11 kecamatan, dari tahun 2001–2005 pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar -19,33 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2002 sebesar 16.801,00 ton dan produksi terendah berada pada tahun 2003 sebesar 3.751,00 ton.

Produksi ubi jalar pada tahun 2005 sebesar 494,58 ton tersebar pada 12 kecamatan, dari tahun 2001–2005 pertumbuhannnya mengalami peningkatan sebesar 5,19 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2002 sebesar 114,80 ton dan produksi terendah pada tahun 2001 sebesar 393,00 ton.


(68)

42

Sedangkan jenis tanaman bahan makanan lainnya seperti, kacang hijau, kedelai, talas dan kacang tanah produksinya pada tahun 2005 tidak begitu menonjol hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

5.2. Sub Sektor Perkebunan

Luas panen tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Bengkalis ada beberapa jenis. Untuk mengetahui luas panen tanaman perkebunan rakyat sebagaimana pada Tabel 9 sebagai berikut.

Tabel 9. Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005

Jenis Komoditi (ton) Kecamatan

Karet Kelapa Kopi Sagu Melinjo Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat

2.076 2.437 6.102 2.977 8.541 5.673 8.364 5.136 769 685 4.557 2.024 1.963 953 573 1.467 395 12.790 2.132 1.684 872 119 15.722 10.590 2.678 853 - - 10 65 - 35,5 - 173 6 49 705 - 4 - - - - - - 9.463 289 4 2.483 512 21.602 7.321 - - - - 18,75 11,00 0,50 - 2,50 - 1,50 1,75 4,00 Jumlah 51.304 50.828 1.047,5 67.780 40,00 2004 72.809 49.802 1.209 16.530 40,00 2003 58.182 47.280 1.037 25.100 90,00 2002 66.646 49.529 1.646 29.845 85,00 2001 62.304 48.198 2.012 62.450 79,00

Pertumbuhan /tahun -4,74% 1,34% -15,1% 2,07% -15,65%

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis 2006

Dari limajenis komoditas tanamam perkebunan rakyat pada Tabel 9 dalam rentang waktu 2001–2005 luas panen tanaman keret tingkat pertumbuhannya negatif (mengalami penurunan) yaitu seluas -4,74 persen yang tersear pada 13


(1)

115

Gambar 5. Kondisi Tanaman Pada Umur 6-12 Bulan di Lahan


(2)

116

Gambar 7. Kondisi Tanaman Memasuki Waktu Pemupukan

Gambar 8. Pengaturan Jumlah Rumpun Pada Setiap Klon Tanaman (4-6 Rumpun)


(3)

117

Gambar 9. Tanaman Sagu yang Sudah Siap Untuk Dipanen


(4)

118

Gambar 11. Pengangkutan Tual sagu Setelah Dipanen


(5)

119

Gambar 13. Proses Pengangkatan Tual Sagu Untuk Dilakukan Pengupasan


(6)

120

Gambar 15. Proses Pengangkutan Tual Kupasan ke Mesin Pemarutan