Pengawasan pelaksanaan dan revisi SOP

98 karenah itu, penulis menanyakan apakah ada supervisi yang menangani SOP Perpustakaan FITK. Berikut jawaban informan: “…Menurut saya sih ada” Apa pernah di control? “…Belum pernah paling hanya pudek dua atau kabag yang datang bertanya mengenai perpustakaan…” 42 “…Ada sih, tapi tidak pernah ditinjau, paling ada dari pudek yang menanyakan tentang jaringan dan masalh ruangan…” 43 “… Ada tim iso yang bertangggung jawab, namun beberapa tahun ini tidak pernah ada control dan verivikasi…” 44 “…Ada Supervisi, dari pihak Fakultas, tiap tahunnya dia mengawasicontrol? Seharusnya iya, namun beberapa tahun terakhir tidak direvisi, tidak di control, dan tidak diverivikasi namun seharusnya ada control, mulai tahun 2011…” 45 Selanjutnya, AAH menjelaskan bahwa “…Yah biasanya itu ada ketika Audit, yang dijadwalkannya 3 kali setahun untuk internal, dan eksternalnya sekali dalam 4 tahun untuk mendapatknan sertifikat ISO…” 46 Sebenarnya ada supervisi yang harusnya mengawasi, mengkontrol dan mengevaluasi pelaksanaan penerapan SOP. Dilakukan ketika audit internal yang dijadwalkan tiga kali setahun 42 Wawancara pribadi dengan Rahmat. 43 Wawancara pribadi dengan Dewi. 44 Wawancara pribadi dengan Ria Maria Hidayat. 45 Wawancara pribadi dengan Lolytasari. 46 Wawancara pribadi dengan Ade Abdul Haq. 99 dan empat kali setahun untuk eksternal guna mendapatkan sertifikat ISO. Namun, sejak tahun 2011 tidak ada pengawasan maupun evaluasi dari tim ISO dan pihak FITK terkait penerapan SOP. Darmono menjelaskan bahwa, monitoring dilakukan untuk melihat sejauh mana penerapan SOP dan bagaimana SOP bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja Perpustakaan. 47 Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pengawasan dan kontrol dalam penerapan SOP harus selalu dilakukan. Pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan agar SOP yang sudah dibuat selalu dijadikan pedoman dalam melakukan pekerjaan diperpustakaan khusunya pelayanan. Sehingga kegiatan pekerjaan yang dilakukan secara konsisten dapat menjamin peningkatan kualitas layanan perpustakaan. Hal diatas sejalan dengan pedoman mutu FITK yang dijelaskan, bahwa audit mutu merupakan proses pengujian sistematik dan mandiri untuk menetapkan apakah kegiatan mutu dan hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan dan apakah pengaturan-pengaturan yang disebut ini diterapkan secara efektif dan mencapai tujuan. 48 47 Darmono, “Pengembangan Standard Operating Procedures SOP untuk Perpustakaan Perguruan Tinggi”. 48 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Jakarta : FITK UIN Jakarta, 2008, h. 2.22 100 2 Evaluasi dan Revisi SOP Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa beberapa tahun terakhir kegiatan penerapan SOP diperpustakaan FITK sudah tidak lagi dikontrol apalagi dievaluasi. Hal tersebut mempengaruhi penilaian terhadap penerapan SOP dan apakah dokumen SOP perlu direvisi atau tidak. Menurut RMH, SOP sekarang ini tidak perlu direvisi karena sudah bagus. RMH sependat dengan LTS, bahwa yang mengetahui mengenai revisi tergantung pengawas namun menurutnya SOP yang ada sudah baik dan tidak perlu dirvisi. Sedangkan menurut AAH, SOP perlu direvisi dan disederhanakan kembali karena cakupan SOP sekarang terlalu luas. Berikut kutipan wawancaranya “…tidak perlu, karena SOP yang ada sudah bagus…” 49 “…Yang tahu pihak pengawas, namun kami dari pihak palaksana baik-baik saja…” “…Yah paling perlu disederhanakan kembali, karena cakupannya terlalu luas dan langkah-langkahnya terlalu panjang…” 50 Darmono menjelaskan kegiatan evaluasi difokuskan pada penilaian SOP itu sendiri apakah perlu ada perubahan dan penambahan. SOP perlu secara terus menerus untuk dievaluasi agar 49 Wawancara pribadi dengan Ria Maria Hidayat. 50 Wawancara pribadi dengan Ade Abdul Haq. 101 prosedur dalam perpustakaan selalu merujuk pada akuntabilitas dan kinerja yang optimal. 51 Selanjutnya menurut Mohammad Aries Secara periodik SOP perlu ditinjau kembali agar tetap mutakhir karena apabila ada perubahan kebijakan harus terlihat pada SOP. Apakah kebijakan dan prosedur masih berlaku, masih relevan atau bahkan SOP sudah tidak diperlukan. 52 Berangkat dari pendapat diatas, SOP perpustakaan FITK perlu dievaluasi dan direvisi kembali mengingat adanya beberapa kebijakan baru pada layanan bebas pustaka dan layanan peminjaman buku untuk fotokopi.

c. Kritik dan harapan terhadap SOP

Untuk mengetahui harapan pustakawan terhadap SOP, penulis menanyakan Saran dan kritik bapakibu tentang SOP, para informan memiliki tanggapan masing-masing “…Yah kalau bisa ada pmebinaan masalah SOP agar kita bisa memahami apa itu SOP…” 53 “…biar di perjelas dengan prosedurnya,. yah perlu pembinaan biar kita lebih memahami tentang SOP…” 54 51 Darmono, “Pengembangan Standard Operating Procedures SOP untuk Perpustakaan Perguruan Tinggi”. 52 Mohamad Aries dan Abdul Rahman Saleh. “Penyusunan Standard Operating Prosedur di Perpustakaan”. 53 Wawancara pribadi dengan Rahmat. 54 Wawancara pribadi dengan Dewi. 102 “…sarannya yah itu diadakan pelatihan kali ya.. kritiknya SOP itu jangan Cuma jadi Standar tapi diterapkan juga dalam pelayanan, selama ini pelayanannya sudah sesuai dengan SOP Cuma untuk pengetahuan lebih jauh tentang SOP masih kurang, mungkin sebagian pustakawan atau apa itu SOP. namun untuk penetahun lebih jauh untuk SOP kurang, misalnya fungsi dan manfaatnya…” 55 Pustakawan perpustakaan FITK berharap adanya pelatihan maupun pembinaan mengenai SOP, sehingga dengan adanya pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam, SOP yang telah dibuat tidak lagi hanya sebatas dokumen tetapi dapat digunakan secara maksimal. Hal ini haruslah mendapatkan perhatian dari pimpinan organisasi, baik kepala urusan perpustakan FITK maupun pihak Dekanat FITK demi keberhasilan penerapan SOP dan peningkatan kulitas pelayanan di perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 55 Wawancara pribadi dengan Ria Maria Hidayat.