Program Kesehatan Ibu dan Anak KIA

pelayanan antenatal pemeriksaan kehamilan mempunyai SOP tersendiri, demikian juga SOP untuk pertolonan persalinan. Sesuai dengan program KIA tahun 2005, bahwa untuk memudahkan pengukuran, evaluasi serta pertanggungjawabkan program dilakukan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehata Ibu dan Anak PWS-KIA. PWS- KIA ini merupakan alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA-nya masih rendah. Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapat pelayanan KIA, maupun membantu memecahkan masalah non teknis rujukan kasus risiko tinggi. Faktor lingkungan yang terkait dengan kebijakan dan manajemen organisasi cenderung kepada intensifikasi penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA.

2.3. Program Kesehatan Ibu dan Anak KIA

Program kesehatan ibu dan anak KIA merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009 Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIAsecara efektif dan efisian. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran 2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur. 3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggikomplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus menerus. 4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan. 5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.

2.3.1. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal mencakup banyak hal, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus sesuai risiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling. Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal ”5T” untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas: a timbang berat badan dan ukur tinggi badan, b tekanan darah, c tinggi fundus uteri, d Tetanus Toksoid TT lengkap, e Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009 Dengan demikian, apabila pelayanan antenatal tidak memenuhi standar ”5T” tersebut, belum dianggap suatu pelayanan antenatal. Selain itu pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, tidak oleh dukun bayi. Menurut Depkes RI 2007 dalam program perencanaan kesehatan ibu dan anak memlaui pendekatan tim, menyebutkan bahwa kebijaksanaan pelayanan antenatal terdiri dan kebijaksanaan umum adalah memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pada jenjang pelayanan yang ada yaitu : a meningkatkan peran serta masyarakat suami, keluarga, kader dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan antenatal dan pencegahan risiko tinggi melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, b meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun peralatan fasilitas pelayanan antenatal, c melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu : pada triwulan pertama 1 kali, triwulan ke dua 1 kali, dan pada triwulan ke tiga 2 kali, d meningkatkan sistem rujukan kehamilan risiko tinggi, mendapatkan umpan balik rujukan sesuai dengan jenjang pelayanan. Ditingkat pelayanan dasar, pemeriksaan antenatal hendaknya memenuhi tiga aspek pokok, yaitu ; a aspek medik, yang meliputi: diagnosis kehamilan, penemuan kelainan secara dini dan pemberian terapi sesuai dengan diagnosis, b penyuluhan, komunikasi dan motivasi ibu hamil, antara lain mengenai : penjagaan kesehatan dirinya dan janin, pengenalan tanda-tanda bahaya dan faktor risiko yang dimilikinya dan pencarian pertolongan yang memadai secara tepat waktu, c rujukan, ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke tempat pelayanan yang mempunyai fasilitas lebih lengkap Depkes, 2005. Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009

2.3.2. Pertolongan Persalinan

Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memebrikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat bidan. Masalah pertolongan persalinan di daerah pedesaan sangat memprihatinkan, hal ini semakin diperparah apabila selama masa kehamilan seorang ibu juga tidak pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, kalaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut www.promosikesehatan.com. Masalah mendasar yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kesehatan perempuan adalah sering terjadinya nilai-nilai sosial budaya yang menempatkan posisi perempuan pada posisi subordinatif yaitu stereotip masyarakat terhadap peran dan kedudukan perempuan Sumaryoto, 2003. Upaya untuk meningkatkan harga diri dan martabat perempuan selain pendidikan keterampilan, juga sangat memperhatikan character building. Pembangunan hanya bias sukses jika masyarakat termasuk perempuan mempunyai karakter yang baik. Penerapan kemampuan harus berjalan secara selaras. Negara hanya dapat bertahan jika etika dan moral penduduknya bagus. Masyarakat yang pintar secara intelektual tidak bermanfaat apabila moral dan etikanya rusak karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Kenyataan selama ini perempuan Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009 baru bisa dihargai jika memiliki kemampuan intelektual dan emosi yang seimbang www.promosikesehatan.com.

2.3.3. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko

Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisikokomplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil berisikokomplikasi kebidanan perlu difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi. Tingginya AKI di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil berisiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan risiko yang disandangnya.

2.3.4. Penanganan Komplikasi Kebidanan

Kejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan terdapat pada sekitar 15-20 ibu hamil. Komplikasi dana kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberikan Pelayanan Obstetri Dan Neonatal Emergensi Dasar PONED. Agar puskemas mampu melaksanakan Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009 PONED maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah dilatih dan adanya sarana medis maupun non medis yang memadai. Kebijakan dalam penyediaan puskesmas yang mampu melaksanakan PONED adalah bahwa setiap kabupatenkota harus mempunyai minimal 4 empat puskesmas yang mampu melaksanakan PONED. Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan pedoman khusus yang dapat menjadi acuan pengembangan puskesmas yang mampu melaksanakan PONED. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari: a pencegahan dan penanganan perdarahan, b pencegahan dan penanganan pre-eklamsia dan aklamsia, c pencegahan dan penanganan infeksi, d penanganan partus lamamacet, e pencegahan dan penanganan abortus.

2.3.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu Nifas

Masa nifas atau pueperium adalah masa setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat “kandungan seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama + 6 minggu Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002. Masa nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dan seluruh alat genital pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan pulih kembali mulai dari partus selesai sampai alat kandungan kembali seperti pra hamil kehamilan lamanya 6-8 minggu Prawirohardjo, 2002. Pergerakan yang segera mungkin dilakukan dapat mengurangi angka kejadian dari gangguan trombo simbolik dan sebagian wanita akan merasa nyaman dalam melakukan ambulasi. Untuk wanita Asia mereka juga membutuhkan rawat gabung Agenda Erliana Ginting : Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA Terhadap Mutu Pelayanan Kia Di Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008, 2009 dengan bayinya yang bertujuan untuk istirahat dan penyembuhan sesudah bayi lahir untuk mempermudah melakukan konsep dari perawatan dari post natal dan mereka juga menemukan hal yang tidak cocok dari apa yang mereka harapkan untuk melakukan tahap sesegera mungkin. Perawatan post natal untuk ibu dan bayinya merupakan pertimbangan dari suku dan budaya. Ambulasi yang terlambat pada wanita akan mengalami gangguan epidural sampai kembalinya stimulus seperti semula dan juga membutuhkan pertolongan yang intensif dari seseorang. Perawatan post partum sejak uri lahir dengan menghindari kemumgkinan perdarahan post partum dan infeksi 8 jam post partum, wanita harus tidur terlentang untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum. Setelah 8 jam boleh miring ke kiri dan kanan untuk mencegah terjadinya trombosis.

2.4. Landasan Teori