Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bacaan anak sebagai koleksi sebuah perpustakaan umum sangat multak keberadaannya. Hal ini disebabkan karena tidak ada batasan usia pemakai perpustakaan umum. Pemakai perpustakaan umum adalah semua anggota lapisan masyarakat, bahkan dari strata sosial manapun, seperti yang disebutkan dalam ciri perpustakaan umum yang diungkapkan oleh Sulistyo Basuki yaitu: terbuka untuk umum artinya terbuka bagi siapa saja tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, agama, kepercayaan, ras, usia, pandangan politik dan pekerjaan. 1 Komik merupakan salah satu jenis bacaan yang oleh banyak kalangan digolongkan sebagai bacaan anak. Namun, pada kenyataannya keberadaan komik sebagai bacaan anak sebelah mata. Alasan dianaktirikannya komik antara lain karena banyak kalangan yang menilai isi dan cerita pada komik tidak mendidik. Perbuatan yang digambarkan dalam komik terlalu keras, brutal, dan kasar. Selain itu, banyak yang mengemukakan bahwa komik menghambat kecerdasan anak dikarenakan bahasa dalam komik tidak sesuai dengan kaidah dan norma literer. Hal ini seperti yang diungkap oleh Marcel Bonneff: “Mengenai bahasa, dengan cepat dapat ditemukan unsure-unsur yang tidak memenuhi criteria bacaan yang baik; penggunaan tanda baca yang tidak tepat, kerap digunakan singkatan, kesalahan tata bahasa, dan bahkan ejaan.” 2 1 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan Jakarta: Gramedia, 1993, h. 46. 2 Marcel Bonneff, Komik Indonesia Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 1998, h. 101. Penulis berpendapat komik bukanlah bacaan yang digolongkan sebagai bacaan anak semata. Komik merupakan jenis bacaan yang dapat disamaratakan dengan bacaan lain misalnya novel dan buku non-fiksi. Sama halnya dengan buku lainnya, komik dapat dikelompokkan menjadi bacaan anak, remaja, dan dewasa, tergantung pada tema serta isi dari bacaan tersebut. Anggapan negatif masyarakat Indonesia mengenai cerita komik diperparah dengan munculnya komik Crayon Shinchan yang kemudian diikuti dengan tayangan animasinya di televisi. Karya Yoshito Usui ini sebetulnya di negeri asalnya, Jepang, adalah bacaan dewasa. Di Indonesia, karena tokoh utamanya adalah anak-anak, lantas diterbitkan begitu saja sebagai bacaan anak. Setelah muncul pendapat miring di masyarakat, barulah komik ini diberi label “untuk 15 tahun ke atas” oleh penerbitnya. 3 Inilah kesalahkaprahan orang Indonesia yang menganggap bahwa komik adalah bacaan khusus anak-anak. Visualisasi komik dapat menarik perhatian anak untuk mendorongnya menyukai membaca. Komik yang menampilkan gambar sebagai sajian utama menjadikannya sebagai daya pikat para pembaca muda. Menurut Mary Leonhardt dalam bukunya “99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca”, tak mengapa menyediakan komik sebagai bacaan untuk anak, terutama bagi anak yang masih dalam tahap belajar dan memiliki kelemahan membaca. “…Saya kira komik adalah buku cerita yang sangat menarik. Karena anak saya adalah pembaca visual, maka melalui gambar-gambar biasanya mereka dapat mengetahui kata-kata yang tidak mereka ketahui…” 4 3 Donny Anggoro, “Terdakwa Itu adalah Komik,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http:www.sinarharapan.co.idhiburanbudaya20050625bud2.html 4 Mary Leonhardt, 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca Bandung: Kaifa, 2000, h. 58. Bahkan, Marcel Bonneff menyatakan komik dapat menjadi wahana agar tetap berhubungan dengan bahasa tulis bagi orang-orang yang putus sekolah. 5 Banyak judul komik yang isinya mendidik dan merangsang anak untuk membaca. Dari komikus negeri sendiri, terdapat komik berjudul Archi dan Meidy. Komik ini merupakan komik sains buah ide dari Yohanes Surya. Komik ini bercerita mengenai Archi dan Meidy yang berusaha memecahkan misteri menggunakan ilmu pengetahuan. Tiap cerita berisi satu konsep sains, sehingga secara tak sadar pembaca sesungguhnya sedang belajar sains. Hal ini sungguh baik karena akan menggiring anak-anak untuk menyukai pelajaran sains. 6 Ada pula biografi tokoh yang disajikan dengan bentuk komik. Misalnya, seri Biografi Tokoh Dunia terbitan Gramedia Pustaka Utama. Saat ini, seri tersebut sudah mencapai banyak seri. Judul-judul dalam seri Biografi Tokoh Dunia antara lain adalah Ludwig van Beethoven, Mahatma Gandhi, Isadora Duncan, Isaac Newton, Hans Christian Andersen, Albert Einstein, dan Walt Disney. Dari banyaknya cetakan ulang dari tiap-tiap judul, dapat disimpulkan bahwa seri ini sungguh diminati oleh pembaca karena buku biografi tokoh dan kejadian sejarah tak lagi dirasakan membosankan untuk dibaca. Dengan pertimbangan bahwa sesungguhnya komik bukanlah bacaan yang negatif bila dilihat dari sisi lain dan untuk mengetahui sikap pustakawan mengenai koleksi komik dalam perpustakaan yang dikelolanya, maka penulis membahas skripsi dengan judul “Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat”. 5 Marcel Bonneff, Komik Indonesia, h. 99. 6 Rokhmah Sugiarti, “Komik Archi dan Meidy: Upaya Memperkenalkan Iptek pada Anak-anak,” Sinar Harapan, 25 Januari 2006. Dari penelitian ini akan diketahui seperti apa sikap para pustakawan di Perpustakaan Kotamadya Jakarta Pusat terhadap komik yang juga merupakan bagian dari koleksi perpustakaan, pengembangan koleksi komik, dan standar penyeleksian mereka terhadap bacaan ini. Sebelum penelitian ini, terdapat pula penelitian sebelumnya skripsi mengenai komik dengan judul “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak” yang ditulis oleh Saraswati Indira dari Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Depok pada tahun 1985, dengan jabaran sebagai berikut: Permasalahan: 1. Apakah komik yang sebenarnya? 2. Apakah bacaan anak itu? 3. Perbedaan antara komik dengan buku bergambar? 4. Unsur-unsur apa apa saja yang membuat anak tertarik membaca komik? 5. Alasan dari pihak yang pro maupun kontra komik dibaca anak? 6. Bagaimana sikap perpustakaan terhadap bacaan komik? Subyek: bacaan komik dalam bentuk buku yang dikenal dengan istilah komik. Obyek: Perpustakaan Anak Balai Pustaka, Perpustakaan Umum bagian anak DKI Jakarta, dan Perpustakaan Naka Taman Ismail Marzuki. Metode Penulisan: Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data berupa tinjauan literatur, observasi ke tempat-tempat penjualan komik serta kunjungan ke perustakaan umum di Jakarta yang memiliki pelayanan anak, dan wawancara. Tujuan penelitian: 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komik mengingat kata ‘komik’ memilki konotasi banyak. 2. Mengetahui asal usul dan sejarah komik sebagai bacaan. 3. Mengetahui sejak kapan anak mulai mengenal komik serta unsur-unsur apa saja yang membuat anak menyukainya. 4. Mengetahui perbedaan komik dengan buku bergambar. 5. Mengetahui sikap dan tindakan perpustakaan terhadap komik. Hasil penelitian: 1. Komik tidak selalu berarti bacaan yang harus dihindari; sebab ‘komik’ adalah istilah untuk penyampaian gagasan yang disajikan dalam corak komik. 2. Penyajian bercorak komik ialah penyajian materi secara visual dengan memakai rangkaian gambar. Rangkaian gambar ini dilengkapi dengan urutan cerita, teks percakapan, teks perasaan, teks penjelas gambar serta bingkai. 3. Dalam wawasan yang luas komik dapat dimanfaatkan sebagai alat pelajaran, menimbulkan motivasi serta alat menyampaikan informasi kepada masyarakat. 4. Sejarah komik Indonesia tidak bermula dari popularitas komik Amerika yang dimuat oleh surat kabar yang terbit pada tahun 30-an. Sebab penyajian gagasan dengan menggunakan media gambar sudah lama dikenal jauh sebelum komik Amerika masuk ke Indonesia; hanya bentuknya tidak seperti sekarang, contoh: relief candi dan wayang beber. 5. Kesenangan anak akan komik dimulai sejak usia dini, yaitu sejak usia 2 atau 3 tahun dan akan mencapai puncaknya pada saat anak duduk di kelas 6 SD, untuk selanjutnya berangsur-angsur menurun sesuai dengan pertambahan usia dan pendidikannya. 6. Anak menyukai komik karena: a. Adanya kemudahan dalam pemahaman cerita. b. Penyajian materi yang menarik sebab diwarnai oleh gerak yang dinamis sehingga komik mampu mengikat pembaca mengikuti jalannnya cerita hingga selesai. c. Materi cerita yang bervariasi memungkinkan anak memilih komik dengan cerita tertentu yang disukainya. d. Adanya kemungkinan ditemukannya tokoh identifikasi dalam diri tokoh cerita komik. Sebab biasanya tokoh komik digambarkan sebagai tokoh yang kuat, berani, tampan cantik, serba bisa, dan sebagainya. 7. Buku bergambar diciptakan dengan mempertimbangkan unsur-unsur yang sesuai dengan kemampuan serta usia anak dengan tujuan untuk mengimbangi popularitas komik; hanya sayangnya buku bergambar tidak memberikan kesan dinamis seperti yang dimiliki komik. 8. Melarang anak untuk tidak membaca komik adalah tindakan yang sia-sia, maka alternatif yang ada ialah: a. Memperbaiki mutu komik b. Pengawasan dan bimbingan orangtua kepada anaknya dalam memilih komik. c. Menempatkan komik-komik pilihan anak di ruang kelas secara bebas, sehingga dapat diperoleh kriteria bagi komik yang baik dan komik yang tak layak dibaca anak. d. Menyediakan bacaan pengganti komik; bacaan tersebut memiliki cirri tertentu yang pada dasarnya dapat bersaing dengan komik. 9. Sebagai bacaan yang disuakai anak, komik dapat dimanfaatkan sebagai: a. Sarana untuk memperkenalkan anak kepada bacaan selain komik. b. Bacaan bagi mereka yang berkemampuan baca rendah. c. Sarana untuk memperkenalkan perpustakaan sebagai sumber yang dapat diandalkan untuk memperoleh informasi dan bacaan. 10. Sikap perpustakaan: komik sebagai bacaan anak merupakan bagian dari ketiga perpustakaan yang diteliti. Dengan demikian ketiga perpustakaan tersebut tidak menganggap komik sebagai bacaan yang harus dihindari anak. 11. Pedoman pemilihan: a. Ketiga perpustakaan yang diteliti belum memiliki pedoman yang ditulis dan terperinci mengenai unsur apa saja yang perlu diperhatikan oleh petugas yang menangani pemilihan koleksi. b. Pokok-pokok pikiran di bawah ini dapat membantu petugas bagian pemilihan untuk menentukan koleksi komik bagi perpustakaannya: 1 Memahami alasan dimasukkannya komik sebagai bagian koleksi perpustakaan. 2 Mengetahui serta menerapkan teori bacaan anak. 3 Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam memilih komik. 4 Mengetahui batasan bagi baik-buruknya sebuah komik. 12. Koleksi a. Penempatan: koleksi komik tidak selalu harus ditempatkan pada jajaran buku bergambar seperti yang dilakukan oleh ketiga perpustakaan yang diteliti. Misalnya, jika komik dimaksudkan sebagai sarana menuju bacaan selain komik, maka koleksi dapat diletakkan berdekatan dengan koleksi buku fiksi maupun non-fiksi. b. Jumlah: besar kecilnya koleksi komik di sebuah perpustakaan tergantung dari kebijakan masing-masing perpustakaan. 13. Tinjauan koleksi: koleksi komik di ketiga perpustakaan sebagian besar berupa komik terjemahan. Banyaknya komik terjemahan mempunyai akibat positif dan negatif. Segi positif, anak Indonesia dapat menimati karya pengarang terkenal dunia tanpa menungggu sampai mereka mampu membaca karya- karya tersebut dalam bentuk aslinya. Segi negatifnya, komik terjemahan membuat anak Indonesia menjadi akrab denga pola perbuatan, nilai hidup dari tokoh asing. Selain itu, juga merangsang timbulnya anggapan bahwa sesuatu yang berasal dari luar negeri adalah lebih baik daripada sesuatu yang berasal dari negeri sendiri.

B. Perumusan Masalah