Komik sebagai koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

(1)

KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN

UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)

Oleh

Mety Dwi Puspita

NIM: 104025000869

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H./ 2009 M.


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Desember 2008


(3)

KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)

Oleh Mety Dwi Puspita NIM: 104025000869

Pembimbing

Ida Farida, MLIS NIP. 150 299 935

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H./ 2008 M.


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Januari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP) pada Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.

Jakarta, 23 Februari 2009 Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan,

Rizal Saiful-Haq, MLS Pungki Purnomo, MLS NIP. 780 005 380 NIP. 150 295 486

Penguji, Pembimbing,

Pungki Purnomo, MLS Ida Farida, MLIS


(5)

ABSTRAK

METY DWI PUSPITA

Komik sebagai Koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam menyikapi keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi, mengetahui pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, dan mengetahui standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik pada Perpustakaan Umum Jakarta Pusat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitis. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Subyek penelitian adalah Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat, sedangkan obyek penelitian ini adalah mengenai komik sebagai salah satu koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Responden yang diwawancarai ada dua orang yaitu Kasie Bagian Pengolahan dan Pelestarian serta pustakawan. Dari penelitian ini diketahui hasil bahwa sikap pustakawan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat terhadap komik sebagai bagian dari koleksi adalah: untuk aspek afektif pustakawan menyatakan perasaan yang positif, aspek kognitif pustakawan mengenai komik masih kurang, sedangkan untuk aspek konatif: perlakuan terhadap komik sebagai koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam hal pengorganisasian adalah disamakan dengan koleksi fiksi lain, dengan diklasifikasikan sebagai Fiksi (F). Penempatan di rak disatukan dengan koleksi fiksi lainnya. Hasil lain yang didapat adalah tidak adanya pengembangan dan standar seleksi khusus terhadap koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat.


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan kesehatan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tercurah kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini.

Setelah pengerjaan yang penuh perjuangan ini, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membanu proses pengerjaan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Abd. Chair selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

2. Bapak Rizal Saiful-Haq selaku Kepala Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi

3. Bapak Pungki Purnomo selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan selaku penguji

4. Ibu Ida Farida selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan, dan kritik. Terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis

5. Seluruh dosen jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi atas transfer ilmunya sejak semester awal hingga akhir.


(7)

6. Seluruh pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat: Ibu Yusnidar selaku Kepala Perpustakaan, Bapak Daldiri, Ibu Sarti, Ibu Ana, dan semua bagian yang tidak dapat saya sebut satu per satu. Terima kasih atas kesediaan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

7. Kedua orangtua penulis: Bapak Djatmiko dan Ibu Pudji Astuti yang telah dengan sabar mengasuh dan mendidik hingga membiayai pendidikan penulis. Terima kasih kepada kakak penulis, Ikhsan Eko Nugroho, SE yang telah mengantar penulis ke tempat penelitian dan kepada adik penulis Imay Tri Setiawan yang telah sering menemani penulis ke warnet.

8. Keluarga besar SMP Negeri 1 Pamulang yang telah memberi kesempatan penulis untuk menggunakan ilmunya walaupun penulis belum menamatkan studi. Terima kasih kepada Bapak Drs. H.U.R. Wahyudin, MM. selaku mantan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pamulang, Ibu Hj. Rita Juwita, S.Pd selaku Kepala Sekolah, Ibu Yayat Hayati Nufus dan Bapak Saprudin selaku Wakil Kepala Sekolah. Tak lupa semua guru SMP Negeri 1 Pamulang dan juga bagian Tata Usaha yang tak dapat saya daftar satu per satu.

9. Untuk Yana Andriyani, thanks to be my best friend. You know what? You’re my savior when I’m feel lonely in this world. Terima kasih Allah, karena engkau telah mempertemukan aku dengan Yana saat kelas 3 SMP.

10.Untuk sahabat-sahabatku di SMA Negeri 1 Ciputat: Annisa Listyana, Lisa Adha Melisari, Dwi Luthfiana, Jumrawati, jangan putus persahabatan kita. Jangan lupa karena setiap Ramadhan kita pasti mengadakan buka puasa bersama. Juga, untuk semua guru-guru di SMA Negeri 1 Ciputat dan SD Negeri Pamulang II, terima kasih atas ilmunya.


(8)

11.Untuk sahabat dan teman jurusan IPI angkatan 2004, Puji, Retna, Ien (Riana), Wiwie (Nurul), Dian, Agil, Gigih, Indra dan teman-teman lain baik SL dan LS. Takdir telah mempertemukan kita di jurusan ini.

12.Untuk semua sahabat dan temanku yang lain: Salbiah, Mirza, Nanda, Wulandari, anak-anak SMP Negeri 1 Pamulang: Theresia, Andrea Prita, Denise, Anindira, Fitriana, Gabriella, dan yang lainnya, terima kasih sudah mengisi kehidupanku.

13.Untuk keluarga Ibu Karlina Helmanita dan adik-adik di Sanggar “Jendela Dunia” atas penyambutan yang baik kepada penulis dalam merintis taman bacaan bagi sanggar.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membacanya, yaitu bagi mahasiswa, dosen, maupun masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 4 Desember 2008


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Metodologi Penelitian ...10

F. Sistematika Penulisan ...13

BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Komik ...15

1. Pengertian Komik ...15

2. Bagian-Bagian dalam Komik ...17

3. Sejarah dan Asal Usul Komik ...23

4. Fungsi Komik ...28

5. Manfaat Komik ...30

B. Komik sebagai Bacaan Anak ...36


(10)

2. Perbedaan antara Komik dengan Buku Bergambar ...37

3. Alasan Pro dan Kontra Komik sebagai Bacaan Anak...39

4. Sensor dan Rating dalam Komik ...41

C. Pengembangan Koleksi...52

1. Penyusunan Kebijakan Koleksi ...53

2. Seleksi Bahan Pustaka...55

3. Pengadaan...60

4. Penyiangan ...61

D. Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum ...62

1. Pengorganisasian ...63

2. Pembinaan dan Pengembangan ...63

E. Sikap ...64

1. Pengertian dan Proses Pembentukan Sikap...64

2. Fungsi Sikap ...66

3. Komponen/ Aspek Sikap...66

4. Ciri-Ciri Sikap ...67

5. Jenis Sikap ...68

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap ....69

BAB III TINJAUAN UMUM PERPUSTAKAAN A. Sejarah Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat...70

B. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Tugas Pokok, dan Fungsi Perpustakaan...72


(11)

D. Syarat, Hak, Kewajiban Anggota, Peraturan, Jadwal Buka,

Fasilitas, dan Layanan Perpustakaan ...76

E. Tinjauan Lingkungan dan Ruang Lingkup Perpustakaan ...79

F. Bidang Kegiatan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat...81

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sikap Pustakawan Terhadap Keberadaan Komik sebagai Bagian dari Koleksi ...95

B. Pengembangan Koleksi Komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat ...106

C. Standar Seleksi yang Diberlakukan dalam Hal Pengadaan Komik ... 110

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...112

B. Saran ...113

DAFTAR PUSTAKA...116


(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Klasifikasi Rating ...43 2. Tabel 2 Contoh Judul Komik Berdasarkan Rating ...44


(13)

DAFTAR GAMBAR (ILUSTRASI)

1. Gambar Panel Tunggal...16

2. Contoh-contoh Onomatope ...18

3. Balon Kata/ Dialog Standar ...19

4. Kreasi Lain Balon Kata/ Dialog...20

5. Panel Komik ...21

6. Bagian-Bagian Komik...22

7. Komik Yellow Kids...25

8. Komik Program Tanggap Bencana Tsunami Indonesia...31

9. Komik Cerita Nabi Isa A.S...32

10.Komik Strip Panji Koming ...33

11.Komik Iklan Produk Susu ...34

12.Komik sebagai Media Pembelajaran...35

13.Contoh Buku Bergambar...37

14.Struktur Organisasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat...74

15.Lokasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat ...81

16.Proses (Alur) Pengadaan Koleksi PerpustakaanUmum Kotamadya Jakarta Pusat ...84

17.Proses (Alur) Pengolahan Koleksi ...88


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bacaan anak sebagai koleksi sebuah perpustakaan umum sangat multak keberadaannya. Hal ini disebabkan karena tidak ada batasan usia pemakai perpustakaan umum. Pemakai perpustakaan umum adalah semua anggota lapisan masyarakat, bahkan dari strata sosial manapun, seperti yang disebutkan dalam ciri perpustakaan umum yang diungkapkan oleh Sulistyo Basuki yaitu: terbuka untuk umum artinya terbuka bagi siapa saja tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, agama, kepercayaan, ras, usia, pandangan politik dan pekerjaan.1

Komik merupakan salah satu jenis bacaan yang oleh banyak kalangan digolongkan sebagai bacaan anak. Namun, pada kenyataannya keberadaan komik sebagai bacaan anak sebelah mata. Alasan dianaktirikannya komik antara lain karena banyak kalangan yang menilai isi dan cerita pada komik tidak mendidik. Perbuatan yang digambarkan dalam komik terlalu keras, brutal, dan kasar.

Selain itu, banyak yang mengemukakan bahwa komik menghambat kecerdasan anak dikarenakan bahasa dalam komik tidak sesuai dengan kaidah dan norma literer. Hal ini seperti yang diungkap oleh Marcel Bonneff:

“Mengenai bahasa, dengan cepat dapat ditemukan unsure-unsur yang tidak memenuhi criteria bacaan yang baik; penggunaan tanda baca yang tidak tepat, kerap digunakan singkatan, kesalahan tata bahasa, dan bahkan ejaan.”2

1

Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 46. 2

Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 1998), h. 101.


(15)

Penulis berpendapat komik bukanlah bacaan yang digolongkan sebagai bacaan anak semata. Komik merupakan jenis bacaan yang dapat disamaratakan dengan bacaan lain (misalnya novel dan buku non-fiksi). Sama halnya dengan buku lainnya, komik dapat dikelompokkan menjadi bacaan anak, remaja, dan dewasa, tergantung pada tema serta isi dari bacaan tersebut.

Anggapan negatif masyarakat Indonesia mengenai cerita komik diperparah dengan munculnya komik Crayon Shinchan yang kemudian diikuti dengan tayangan animasinya di televisi. Karya Yoshito Usui ini sebetulnya di negeri asalnya, Jepang, adalah bacaan dewasa. Di Indonesia, karena tokoh utamanya adalah anak-anak, lantas diterbitkan begitu saja sebagai bacaan anak. Setelah muncul pendapat miring di masyarakat, barulah komik ini diberi label “untuk 15 tahun ke atas” oleh penerbitnya.3 Inilah kesalahkaprahan orang Indonesia yang menganggap bahwa komik adalah bacaan khusus anak-anak.

Visualisasi komik dapat menarik perhatian anak untuk mendorongnya menyukai membaca. Komik yang menampilkan gambar sebagai sajian utama menjadikannya sebagai daya pikat para pembaca muda.

Menurut Mary Leonhardt dalam bukunya “99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca”, tak mengapa menyediakan komik sebagai bacaan untuk anak, terutama bagi anak yang masih dalam tahap belajar dan memiliki kelemahan membaca.

“…Saya kira komik adalah buku cerita yang sangat menarik. Karena anak saya adalah pembaca visual, maka melalui gambar-gambar biasanya mereka dapat mengetahui kata-kata yang tidak mereka ketahui…”4

3

Donny Anggoro, “Terdakwa Itu adalah Komik,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/0625/bud2.html

4

Mary Leonhardt, 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca (Bandung: Kaifa, 2000), h. 58.


(16)

Bahkan, Marcel Bonneff menyatakan komik dapat menjadi wahana agar tetap berhubungan dengan bahasa tulis bagi orang-orang yang putus sekolah.5

Banyak judul komik yang isinya mendidik dan merangsang anak untuk membaca. Dari komikus negeri sendiri, terdapat komik berjudul Archi dan Meidy. Komik ini merupakan komik sains buah ide dari Yohanes Surya. Komik ini bercerita mengenai Archi dan Meidy yang berusaha memecahkan misteri menggunakan ilmu pengetahuan. Tiap cerita berisi satu konsep sains, sehingga secara tak sadar pembaca sesungguhnya sedang belajar sains. Hal ini sungguh baik karena akan menggiring anak-anak untuk menyukai pelajaran sains.6

Ada pula biografi tokoh yang disajikan dengan bentuk komik. Misalnya, seri Biografi Tokoh Dunia terbitan Gramedia Pustaka Utama. Saat ini, seri tersebut sudah mencapai banyak seri. Judul-judul dalam seri Biografi Tokoh Dunia antara lain adalah Ludwig van Beethoven, Mahatma Gandhi, Isadora Duncan, Isaac Newton, Hans Christian Andersen, Albert Einstein, dan Walt Disney. Dari banyaknya cetakan ulang dari tiap-tiap judul, dapat disimpulkan bahwa seri ini sungguh diminati oleh pembaca karena buku biografi tokoh dan kejadian sejarah tak lagi dirasakan membosankan untuk dibaca.

Dengan pertimbangan bahwa sesungguhnya komik bukanlah bacaan yang negatif bila dilihat dari sisi lain dan untuk mengetahui sikap pustakawan mengenai koleksi komik dalam perpustakaan yang dikelolanya, maka penulis membahas skripsi dengan judul “Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat”.

5

Marcel Bonneff, Komik Indonesia, h. 99. 6

Rokhmah Sugiarti, “Komik Archi dan Meidy: Upaya Memperkenalkan Iptek pada Anak-anak,”


(17)

Dari penelitian ini akan diketahui seperti apa sikap para pustakawan di Perpustakaan Kotamadya Jakarta Pusat terhadap komik yang juga merupakan bagian dari koleksi perpustakaan, pengembangan koleksi komik, dan standar penyeleksian mereka terhadap bacaan ini.

Sebelum penelitian ini, terdapat pula penelitian sebelumnya (skripsi) mengenai komik dengan judul “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak” yang ditulis oleh Saraswati Indira dari Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Depok pada tahun 1985, dengan jabaran sebagai berikut: Permasalahan:

1. Apakah komik yang sebenarnya? 2. Apakah bacaan anak itu?

3. Perbedaan antara komik dengan buku bergambar?

4. Unsur-unsur apa apa saja yang membuat anak tertarik membaca komik? 5. Alasan dari pihak yang pro maupun kontra komik dibaca anak?

6. Bagaimana sikap perpustakaan terhadap bacaan komik?

Subyek: bacaan komik dalam bentuk buku yang dikenal dengan istilah komik. Obyek: Perpustakaan Anak Balai Pustaka, Perpustakaan Umum bagian anak DKI Jakarta, dan Perpustakaan Naka Taman Ismail Marzuki.

Metode Penulisan:

Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data berupa tinjauan literatur, observasi ke tempat-tempat penjualan komik serta kunjungan ke perustakaan umum di Jakarta yang memiliki pelayanan anak, dan wawancara.


(18)

Tujuan penelitian:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komik mengingat kata ‘komik’ memilki konotasi banyak.

2. Mengetahui asal usul dan sejarah komik sebagai bacaan.

3. Mengetahui sejak kapan anak mulai mengenal komik serta unsur-unsur apa saja yang membuat anak menyukainya.

4. Mengetahui perbedaan komik dengan buku bergambar. 5. Mengetahui sikap dan tindakan perpustakaan terhadap komik. Hasil penelitian:

1. Komik tidak selalu berarti bacaan yang harus dihindari; sebab ‘komik’ adalah istilah untuk penyampaian gagasan yang disajikan dalam corak komik.

2. Penyajian bercorak komik ialah penyajian materi secara visual dengan memakai rangkaian gambar. Rangkaian gambar ini dilengkapi dengan urutan cerita, teks percakapan, teks perasaan, teks penjelas gambar serta bingkai. 3. Dalam wawasan yang luas komik dapat dimanfaatkan sebagai alat pelajaran,

menimbulkan motivasi serta alat menyampaikan informasi kepada masyarakat.

4. Sejarah komik Indonesia tidak bermula dari popularitas komik Amerika yang dimuat oleh surat kabar yang terbit pada tahun 30-an. Sebab penyajian gagasan dengan menggunakan media gambar sudah lama dikenal jauh sebelum komik Amerika masuk ke Indonesia; hanya bentuknya tidak seperti sekarang, contoh: relief candi dan wayang beber.

5. Kesenangan anak akan komik dimulai sejak usia dini, yaitu sejak usia 2 atau 3 tahun dan akan mencapai puncaknya pada saat anak duduk di kelas 6 SD,


(19)

untuk selanjutnya berangsur-angsur menurun sesuai dengan pertambahan usia dan pendidikannya.

6. Anak menyukai komik karena:

a. Adanya kemudahan dalam pemahaman cerita.

b. Penyajian materi yang menarik sebab diwarnai oleh gerak yang dinamis sehingga komik mampu mengikat pembaca mengikuti jalannnya cerita hingga selesai.

c. Materi cerita yang bervariasi memungkinkan anak memilih komik dengan cerita tertentu yang disukainya.

d. Adanya kemungkinan ditemukannya tokoh identifikasi dalam diri tokoh cerita komik. Sebab biasanya tokoh komik digambarkan sebagai tokoh yang kuat, berani, tampan/ cantik, serba bisa, dan sebagainya.

7. Buku bergambar diciptakan dengan mempertimbangkan unsur-unsur yang sesuai dengan kemampuan serta usia anak dengan tujuan untuk mengimbangi popularitas komik; hanya sayangnya buku bergambar tidak memberikan kesan dinamis seperti yang dimiliki komik.

8. Melarang anak untuk tidak membaca komik adalah tindakan yang sia-sia, maka alternatif yang ada ialah:

a. Memperbaiki mutu komik

b. Pengawasan dan bimbingan orangtua kepada anaknya dalam memilih komik.

c. Menempatkan komik-komik pilihan anak di ruang kelas secara bebas, sehingga dapat diperoleh kriteria bagi komik yang baik dan komik yang tak layak dibaca anak.


(20)

d. Menyediakan bacaan pengganti komik; bacaan tersebut memiliki cirri tertentu yang pada dasarnya dapat bersaing dengan komik.

9. Sebagai bacaan yang disuakai anak, komik dapat dimanfaatkan sebagai: a. Sarana untuk memperkenalkan anak kepada bacaan selain komik. b. Bacaan bagi mereka yang berkemampuan baca rendah.

c. Sarana untuk memperkenalkan perpustakaan sebagai sumber yang dapat diandalkan untuk memperoleh informasi dan bacaan.

10.Sikap perpustakaan: komik sebagai bacaan anak merupakan bagian dari ketiga perpustakaan yang diteliti. Dengan demikian ketiga perpustakaan tersebut tidak menganggap komik sebagai bacaan yang harus dihindari anak.

11.Pedoman pemilihan:

a. Ketiga perpustakaan yang diteliti belum memiliki pedoman yang ditulis dan terperinci mengenai unsur apa saja yang perlu diperhatikan oleh petugas yang menangani pemilihan koleksi.

b. Pokok-pokok pikiran di bawah ini dapat membantu petugas bagian pemilihan untuk menentukan koleksi komik bagi perpustakaannya:

1) Memahami alasan dimasukkannya komik sebagai bagian koleksi perpustakaan.

2) Mengetahui serta menerapkan teori bacaan anak.

3) Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam memilih komik.


(21)

12.Koleksi

a. Penempatan: koleksi komik tidak selalu harus ditempatkan pada jajaran buku bergambar seperti yang dilakukan oleh ketiga perpustakaan yang diteliti. Misalnya, jika komik dimaksudkan sebagai sarana menuju bacaan selain komik, maka koleksi dapat diletakkan berdekatan dengan koleksi buku fiksi maupun non-fiksi.

b. Jumlah: besar kecilnya koleksi komik di sebuah perpustakaan tergantung dari kebijakan masing-masing perpustakaan.

13.Tinjauan koleksi: koleksi komik di ketiga perpustakaan sebagian besar berupa komik terjemahan. Banyaknya komik terjemahan mempunyai akibat positif dan negatif. Segi positif, anak Indonesia dapat menimati karya pengarang terkenal dunia tanpa menungggu sampai mereka mampu membaca karya-karya tersebut dalam bentuk aslinya. Segi negatifnya, komik terjemahan membuat anak Indonesia menjadi akrab denga pola perbuatan, nilai hidup dari tokoh asing. Selain itu, juga merangsang timbulnya anggapan bahwa sesuatu yang berasal dari luar negeri adalah lebih baik daripada sesuatu yang berasal dari negeri sendiri.

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana sikap pustakawan terhadap keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi?


(22)

2. Bagaimana pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat?

3. Apa saja standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang penulis adakan bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui sikap pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam menyikapi keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi.

2. Untuk mengetahui pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat.

3. Untuk mengetahui standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik pada Perpustakaan Umum Jakarta Pusat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan strata satu (S1) Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk Perpustakaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna.

b. Untuk penulis sebagai sarana untuk menambah wawasan praktek dalam pelaksanaan perpustakaan.


(23)

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai sikap pustakawan terhadap komik sebagai koleksi dan bacaan anak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, fakual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.7

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya.8

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan antara lain: a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari staf perpustakaan.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku dan dokumen-dokumen lain.

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data dan informasi dalam penelitian ini adalah:

7

Moh. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h. 54. 8

Fuad Hassan, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia, 2001), h. 22.


(24)

a. Library research (riset kepustakaan), yaitu penelitian melalui buku, literatur, dan artikel baik cetak maupun online yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Field research (penelitian lapangan), yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan demi mendapatkan data secara langsung dari objek penelitian, dengan cara:

1) Observasi : mengamati langsung objek penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

2) Wawancara : digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini merupakan metode penelitian utama yang digunakan oleh penulis. Wawancara dilakukan kepada dua orang responden yaitu Bapak Daldiri selaku Kasie Pengolahan dan Pelestarian Perpustakaan Umum Jakarta Pusat dan Ibu Sarti selaku pustakawan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Wawancara dilakukan pada hari yang sama, yaitu pada tanggal 29 Oktober 2008 di kantor Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Durasi dari masing-masing wawancara adalah 20 menit 45 detik ditambah 14 menit 49 detik untuk Ibu Sarti dan 25 menit 53 detik untuk Bapak Daldiri. Wawancara direkam pada media MP3. Hasil wawancara tersebut dibuat draftnya. Untuk Bapak Daldiri, penulis melakukan wawancara tambahan, yaitu pada tanggal 24 November 2008. Penulis melakukan wawancara terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara. Jalannya wawancara diusahakan santai dan layaknya hanya mengobrol biasa. Penulis membiarkan responden menjawab pertanyaan


(25)

secara terbuka berdasarkan dari pengalaman-pengalaman mereka. Terkadang muncul pula pertanyaan yang tidak terdapat pada pedoman wawancara akibat reaksi penulis terhadap jawaban yang dilontarkan oleh responden.

4. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian adalah tempat diadakannya penelitian, yaitu Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat (khususnya pustakawannya), sedangkan obyek penelitian ini adalah masalah yang ingin diketahui dari sumber, yaitu mengenai komik sebagai salah satu koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat.

5. Teknik Analisis Data

Tahapan yang dilakukan untuk menganalisa data kualitatif adalah:

a. Mengumpulkan data melalui riset kepustakaan dan observasi awal ke perpustakaan.

b. Menyusun draft wawancara sehingga peneliti mempunyai pedoman wawancara pada saat interview dilangsungkan.

c. Menganalisis data dengan menghubungkan data yang diperoleh melalui riset kepustakaan dengan data yang ditemukan melalui wawancara dan observasi. d. Membahas hasil wawancara pada bab hasil penelitian.

Data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan permasalahan untuk menemukan jawaban yang diharapkan disertai dengan alasan. Hasil analisa data adalah berupa pemaparan fakta-fakta mengenai obyek penelitian.


(26)

F. Sistematika Penulisan

Akan dijelaskan satu persatu bab-bab yang terdapat pada tulisan ini, yaitu : BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN LITERATUR

Bab ini berisi pengertian komik dan bacaan anak, bagian-bagian dalam komik, sejarah dan asal usul komik, fungsi komik, manfaat komik, perbedaan antara komik dengan buku bergambar, alasan pro dan kontra komik sebagai bacaan anak, serta unsur-unsur apa saja yang membuat anak tertarik pada komik, sensor dan rating dalam komik, serta komik sebagai koleksi perustakaan umum di Brazil.

Selain hal-hal yang berkaitan dengan komik, dalam bab ini penulis juga memaparkan sub-bab mengenai pengembangan koleksi, dengan rincian penjelasan tentang kebijakan pengembangan koleksi, seleksi bahan pustaka, pengadaan, dan penyiangan.

Dikarenakan skripsi ini mencakup bahasan sikap, maka dalam tinjauan literatur, dijabarkan pula mengenai sikap. Penjabaran mengenai sikap terdiri atas sub-bab pengertian dan proses pembentukan sikap, fungsi sikap, komponen/ aspek sikap, ciri-ciri sikap, jenis sikap, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap.


(27)

BAB III TINJAUAN UMUM PERPUSTAKAAN

Pada bab ini diuraikan mengenai profil perpustakaan, tugas dan fungsi perpustakaan, struktur organisasi perpustakaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perpustakaan yang bersangkutan.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Berisi pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan skripsi dan penulis mencoba memberikan saran-saran yang berasal dari pemikiran penulis.


(28)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

A. Komik

1. Pengertian Komik

Kata komik berasal dari bahasa Perancis comique. Sebagai kata sifat, comique berarti lucu atau menggelikan dan sebagai kata benda artinya pelawak atau badut. Comique sendiri berasal dari bahasa Yunani komikos. Disebut komik karena pada zaman dahulu cerita komik mengacu kepada cerita-cerita humoristis atau satiris untuk menghibur khalayak.9

Scott McCLoud, dalam bukunya Understanding Comics menyebutkan definisi berbeda mengenai komik, yaitu:

“Ko-mik: kata benda. 1. Gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjukstaposisi10 dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/ atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. 2. Tokoh-tokoh pahlawan super berkostum warna cerah melawan penjahat, yang ingin menguasai dunia dengan segala tindak kekerasan yang sensasional. 3. Kelinci, tikus dan beruang lucu, berdansa dengan riang. 4. Sesuatu yang merusak mental remaja negara kita.”11

Definisi yang lebih khusus mengenai komik diberikan oleh David Kunzle (dalam Harrison: 87) yang dikutip oleh Saraswati Indira:

“(1) harus terdiri dari potongan-potongan gambar yang terpisah, (2) jumlah gambar harus jauh lebih banyak daripada teks, (3) media bagi komik strip harus media cetak yang reproduktif, merupakan media massa, (4) penggambaran cerita harus bertutur tentang moral atau topik-topik tertentu.”

9

Atmakusumah, “Komik”, dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, vol. 9(Jakarta: Delta Pamungkas, 2004), h. 54.

10

berurutan dalam jarak yang berdekatan, bersebelahan (istilah dalam sekolah seni). 11

Scott McCloud, Memahami Komik. Penerjemah S. Kinanti (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001), h. 9.


(29)

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa:

“Komik adalah cerita gambar serial sebagai perpaduan karya seni rupa atau seni gambar dan seni sastra. Di Perancis, orang menyebutnya sastra ekspresi grafis. Komik berbentuk rangkaian gambar, masing-masing dalam kotak, yang keseluruhannya merupakan rentetan satu cerita. Gambar-gambar itu umumnya dilengkapi balon-balon ucapan dan ada kalanya masih disertai narasi sebagai penjelasan. Komik dimuat secara tetap sebagai cerita bersambung dalam majalah dan surat kabar, atau diterbitkan sebagai buku dan dalam bentuk majalah.

Dalam bahasa Inggris, komik sekali muat atau bersambung dalam penerbitan pers disebut comic strip atau strip cartoon. Komik yang diterbitkan dalam bentuk buku disebut comic book. Secara umum, seluruhnya disebut comics.”12

Dari berbagai definisi yang telah disebut, unsur utama komik merupakan gambar. Namun, banyak juga beredar buku bacaan lain yang memuat banyak gambar dan memiliki teks, namun teks hanya berupa narasi. Bacaan yang memiliki banyak gambar dan memiliki teks tetapi teks percakapan tidak menggunakan balon, maka buku tersebut bukanlah komik. Buku tersebut dikategorikan sebagai cerita bergambar. Hal ini dikarenakan dalam komik terdapat unsur/ bagian yang menjadikannya sebagai ciri khas yang membedakan komik dengan bacaan lainnya.

Lalu, bagaimana dengan gambar pada panel tunggal seperti di bawah ini?

Gambar 1 Panel Tunggal

Sumber gambar: http://www.acehinstitute.org/humaniora_jumat_230207.htm diakses pada 2 November 2008

12


(30)

Scott McCloud menyebutkan panel tunggal sering dianggap sebagai komik namun sesungguhnya bukan.

“Panel tunggal seperti ini sering dianggap sebagai komik, padahal tidak ada turutan yang hanya terdiri dari satu bagian. Panel tunggal bisa digolongkan sebagai “seni komik” karena menggunakan sebagian perbendaharaan visual komik.”13

Dari berbagai definisi komik di atas, penulis berpendapat definisi komik adalah suatu bacaan yang penyajiannya berbentuk gambar dan simbol lain dalam panel-panel, dapat dilengkapi dengan ataupun tanpa teks. Bila dengan teks, perkataan dari para tokohnya akan disajikan dalam balon dialog. Isi cerita tergantung dari tema, sehingga komik tidak hanya digolongkan sebagai bacaan anak.

2. Bagian-bagian dalam Komik

Seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian komik, terdapat beberapa unsur/ bagian yang menjadi ciri khas dari komik.

Selain unsur gambar, komik memerlukan sarana untuk menyampaikan materi atau gagasan, yaitu: teks, balon dialog, balon perasaan dan bingkai. Adapun fungsi dari sarana tersebut adalah:

a. Teks, yaitu teks percakapan, teks perasaan, teks penjelas gambar (narasi), dan onomatope. Teks percakapan berisi materi yang sedang dipersoalkan; teks perasaan berisi jalan pikiran atau suara batin, teks penjelas gambar yang ditempatkan di atas atau di bawah berfungsi untuk menambah kejelasan, misalnya untuk menunjukkan pergantian waktu, lokasi, sedangkan onomatope adalah teks yang bacaannya meniru bunyi yang tercantum dalam gambar, seperti bunyi dor untuk tembakan, bruk untuk benda jatuh, dan deg-deg untuk

13


(31)

suara hati yang berdebar-debar. Toni Masdiono menyebut onomatope dengan istilah sound lettering (huruf bunyi-bunyian). Setiap komikus memiliki gaya tersendiri dalam menggambarkan onomatope.

Gambar 2 Contoh-contoh Onomatope


(32)

b. Balon kata/ dialog, berfungsi untuk menempatkan teks percakapan yang dilakukan oleh tokoh cerita, sedangkan balon perasaan berisi ungkapan perasaan, suara batin. Perbedaan dari kedua jenis balon tersebut terletak pada penggambaran ujung balon. Pada balon perasaan ujung balon dilukiskan terputus-putus atau dengan bulatan-bulatan yang makin lama makin kecil ke arah mulut atau kepala tokoh, sedangkan pada balon dialog ujung balon dilukis tanpa terputus-putus. Namun, seiring dengan perkembangan banyak komikus yang berkreasi pada penggambaran balon kata.

Gambar 3Balon Kata/ Dialog standar


(33)

Gambar 4 Kreasi Lain Balon Kata/ Dialog


(34)

c. Bingkai/ panel, berguna sebagai batas antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lain. Pada mulanya bingkai berbentuk segi empat, tetapi sekarang bentuknya bervariasi tergantung dari selera komikus.14

Gambar 5 Panel Komik

Sumber gambar: Toni Masdiono, 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta: Creativ Media), h. 28

14

Saraswati Indira. “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak,” (Skripsi S1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, 1985) h. 9-10.


(35)

Teks penjelas gambar (narasi) Panel/ bingkai

Balon perasaan, berisi teks perasaan

Onomatope

balon kata yang berisi teks percakapan Gambar 6 Bagian-bagian Komik


(36)

3. Sejarah dan Asal Usul Komik

Sejarah komik bermula pada masa pra-sejarah di Gua Lascaux, Prancis Selatan. Banyak ditemukan gambar-gambar bison (jenis banteng atau kerbau Amerika) yang dilukis pada dinding gua.15

Sementara itu, pada tahun 3000 sebelum Masehi, seniman dari Mesir menjadikan papirus sebagai media untuk menggambar kartun binatang. Begitu juga dengan bangsa Romawi yang sudah biasa mengambar kartun satire pada tabula.16

Di Indonesia, cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Hal ini terlihat pada relief Candi Borobudur yang bercerita mengenai riwayat Sang Budha, relief Candi Prambanan yang berkisah tentang Ramayana, juga pada candi-candi sekitar abad ke-18 yang terdapat gambar kuno di atas kertas dengan tinta berwarna dengan keterangan teks beraksara Arab dalam bahasa Jawa.17

Perkembangan komik menurut Wall dan Walker, seperti yang dikutip oleh Dina Listiorini, dimulai dari komik strip yang diperkenalkan melalui surat kabar akhir abad 19 untuk menarik minat pembaca (Wall, Peter and Walker, 1997: 153). Komik strip pertama di Amerika Serikat muncul pada surat kabar edisi Minggu sebagai sisipan.18 Komik strip pertama adalah karya James Swinnerton berjudul The Little Bear and Tigers pada tahun 1892. Serial komik strip yang pertama kali

15

Guntur Angkat, “Selintas Sejarah Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari

http://re-searchengines.com/art05-72.html. Penulis adalah dosen di Universitas Tarumanagara Jakarta, bergelar SS.n

16

David Manning White, “Comics,” dalam Encyclopedia Americana, vol. 7 (New York: Americana Corp., 1975), h. 370.

17

Angkat, “Selintas Sejarah Komik Indonesia.” 18

Dina Listiorini, “Diskursus Angkasa Luar, UFO, dan Alien pada Komik Disney,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Depok, 2000), h. 58.


(37)

sukses secara besar-besaran adalah komik berjudul Down in Hogan’s Alley karya Richard Outcault yang diterbitkan pertama kali di surat kabar New York World milik Joseph Pulitzer pada tahun 1895. 19

Pada tahun 1896 penerbit Wiliam Randolph Hearst, menerbitkan komik strip Yellow Kids dalam surat kabar Morning Journal yang merupakan surat kabar pertama yang menampilkan sisipan komik strip berwarna. Dalam surat kabar inilah pertama kalinya digunakan balon kata untuk menunjukkan suatu percakapan. Cerita Yellow Kids merupakan lanjutan dari komik strip Hogan’s Alley.20

19

E. M. Plunket, “Comic Strip,” dalam Grolier Academic Encyclopedia, vol. 5 (United States of America: Grolier International, 1983), h. 135.

20

“Caricature, Cartoon, and Comic Strip,” dalam The New Encyclopaedia Britannica, vol. 15 (Chicago: Encyclopaedia Britannica Inc., 2002), h. 549.


(38)

Gambar 7 Komik Yellow Kids

Sumber gambar: http://loc.gov//rr/print/swann/artwood/aw-comics.html diakses pada 25 November 2008


(39)

Komik pertama Indonesia yang diterbitkan melalui surat kabar adalah adalah Put On karya Kho Wang Gie tahun 1930 di harian Sin Po. Komik panjang pertama dibuat oleh Nasroen A.S. berjudul Mentjari Poetri Hidjaoe, yang dimuat berseri pada majalah Ratoe Timoer yang terbit di Yogyakarta.21

Sekitar akhir tahun 1940-an komik-komik sisipan surat kabar Amerika Serikat seperti Tarzan, Rip Kirby, Phantom, dan Johnny Hazard, oleh penerbit Gapura dan Keng po dari Jakarta serta Perfects dari Malang menerbitkannya dalam bentuk buku. Membanjirnya komik-komik bertema superhero membuat para komikus Indonesia mengadaptasi karakter tokoh komik Amerika ke dalam tampilan lokal. Komikus yang melakukan hal tersebut di antaranya adalah R. A. Kosasih yang menciptakan karakter Sri Asih yang merupakan imitasi dari karakter Wonder Woman. Karakter superhero lain yang diciptakan oleh komikus lain adalah Siti Gahara, Puteri Bintang, Garuda Putih dan Kapten Comet. Penciptaan karakter Garuda Putih dan Kapten Comet merupakan inspirasi dari karakter Superman dan Flash Gordon.22

Pada akhir tahun 1960-an dan selama tahun 1970-an, eksistensi komik semakin mendapat perhatian seperti ditunjukkan oleh pembuatan tiga film berdasarkan karya-karya Ganes Th. Si Buta dari Goa Hantu adalah komik pertama yang difilmkan di Indonesia pada tahun 1970, disusul dengan dua komik lainnya, yaitu Tuan Tanah Kedawung (1972) dan Sorga yagng Hilang (1977). Komikus lainnya yang sukes pula pada masa itu antara lain Jan Mintaraga, Teguh Santosa, dan S. H. Mintardjo.23

21

Atmakusumah, “Komik,” h. 55 22

“Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia

23


(40)

Tahun 1970-an hingga tahun 1980-an merupakan masa subur bagi pemasaran komik-komik terjemahan yang berasal dari luar negeri. Komik-komik yang pada umumnya berasal dari Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa dan dicetak berwarna itu menyingkirkan banyak komik hitam-putih Indonesia dari pasaran. 24

Sejak tahun 1990 hingga sekarang, dunia perkomikan lokal mulai eksis kembali. Komik-komik independen komikus muda Indonesia mengawali perlawanan mereka terhadap eksistensi komik-komik impor (Amerika Serikat dan Jepang). Banyak komikus indie yang melakukan penggandaan karya mereka dengan menggunakan mesin foto copy untuk disebarluaskan melalui pameran-pameran komik, baik untuk dibeli ataupun dibarter. Beberapa studio komik indie, antara lain adalah Badjak Laoet, RED Army, Daging Tumbuh, Bengkel Qomik, Akademi Samali, dan Mubal Komike. Komik-komik karya komikus muda Indonesia juga mulai banyak diterbitkan.25

Namun sayang, kebangkitan komik lokal tidak diikuti dengan kerorisinalan gaya dalam penggambaran karakter tokohnya. Pada saat ini ada dua aliran gaya yang cenderung masih dijadikan kiblat para komikus muda Indonesia dalam penggambaran karakternya, yaitu gaya gambar Amerika dan gaya gambar manga (komik Jepang). Komikus dengan gaya gambar Amerika mereferensikan karya mereka pada gaya gambar komik dari Amerika. Sebagian dari mereka bahkan ada yang bekerja untuk produksi komik Amerka. Komikus yang dapat dikatakan memiliki ciri gaya gambar dari komik Amerika antara lain adalah Admiranto Wijayadi, Ahmad Thoriq, Alfi Zachkyelle, Donny Kurniawan, Pe’ong,

24

Ibid., h. 57. 25

“Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia.


(41)

Tony Masdiono, dan Wisnoe Lee. Sedangkan komikus Indonesia yang gaya gambarnya condong ke arah gaya gambar komik Jepang, seperti halnya komikus dengan aliran Amerika, mereferensikan gaya gambarnya pada komik Jepang (dengan ciri khas menonjol yaitu penggambaran bentuk mata yang besar). Para komikus dengan gaya ini banyak yang menggunakan nama samaran pada karya-karyanya. Komikus aliran ini yang banyak menghasilkan karya antara lain Sentimental Amethyst atau Hisako Ikeda (Anthony Ann), Calista, Anzu Hizawa, Lily, dan Shinju Arisa, dan studio PETSHOP.26

4. Fungsi Komik

Suatu kelompok di Kirl, Jerman, bekerjasama dengan Malte Dahrendorf menyusun daftar fungsi komik.

“Fungsi itu tidak perlu dianggap sebagai tujuan. Di sini soalnya berkenaan dengan pernyataan-pernyataan umum dan kebanyakan hipotesis yang dapat diubah menurut jenis komik dan kelompok penerimanya. Pada penyajian fungsi komik harus diperhatikan pula persyaratan perekonomian masyarakat (pasaran, laba, taktik promosi, konflik masyarakat, cara sosialisasi dalam masyarakat). Berikut adalah fungsi komik, seperti yang dikutip oleh Franz dan Meier:

a. Memenuhi keperluan yang dipersyaratkan orang tua, sosial, dan masyarakat 1) Penjauhan-aku:

a) Dengan membuat otoritas sebagai tertawaan,

b) Melalui identifikasi (penyamaan) diri dengan ‘pahlawannya’, yang atas nama pembaca ‘dapat melakukan semuanya’ (keinginan serba mampu yang regresif).

26


(42)

2) Penyediaan benda agresi, memperbolehkan penyaluran dan pelepasan agresivitas (rasa ingin menyerang) dan membebaskan diri dari frustasi; suatu pemroyeksikan konflik pada benda pengganti. Benda agresi: yang asing sebagai jenis/ ras/ bangsa; yang berkuasa (juga orang dewasa); orang luar dalam masyarakatnya (seperti yang intelektual, kriminal).

3) Penyederhanaan masalah, model yang meringankan kehidupan dan memberikan rasa terjamin.

4) Pelarian dari kebosanan (monotani) dan kehidupan sehari-hari (eskapisme).

5) Kesenangan, kesantaian, kebebasan dari beban, pengisian waktu tanpa bersusah payah.

b. Strategi/ taktik pemuasan

Pemuasan keperluan dan keinginan terjadi dalam dua tahap:

1) Imbauan terhadap keinginan tak sadar, suatu sikap yang cara berbuatnya tabu (tak diperbolehkan) dalam masyarakat, dan karenanya menimbulkan ketegangan, ketakutan, harapan.

2) Dan itu semuanya diatasi dengan kegiatan pahlawannya (rasa puas). c. Kemungkinan pengaruh

1) Pemecahan konflik dan ketakutan, pembebasan dari beban (menertawakan otoritas, seperti membayarnya kembali dengan tunai, suatu kesempatan untuk membebaskan diri dari serangan).

2) Fungsi terapi bagi kesulitan dan keperluan yang terdapat dalam perkembangan (petualangan, perjuangan, agresivitas).


(43)

4) Tetapi juga pembongkaran fungsi kritis, karena kebutuhan yang diinginkan secara tak sadar masih tetap ada (pengaruh gambaran) dan demikian saja ‘dialami’ menurut fantasi.

5) Pemantapan dan karenanya pengesahan sosialisasi yang palsu (paksaan penyesuaian, penekanan hasrat).

6) Penetapan struktur kemasyarakatan yang mendasari sosialisasi. 7) Penetralan energi yang mengubah masyarakat.

8) Membawa serta/ penerimaan yang ada dan diketahui, perhatian terhadap otoritas, mempercayakan diri pada ‘penyelamat’.

9) Kesangsian terhadap yang ‘nonkonformis’ (tak sesuai dengan dirinya), pemantapan praduga, permusuhan terhadap yang asing (etnosentrisme). 10)Kebergantungan pada sarana, kemantapan pada budaya-pengganti,

kebiasaan konsumtif alih-alih berbuat secara giat: kegiatan pahlawan yang mengganti/ mewakilinya, pada pahlawan itu berganti menjadi kegiatan dalam menerima, membeli, atau memakai (kegiatan konsumtif).” 27

5. Manfaat Komik

Dalam arti yang luas, ternyata komik tidak hanya berarti buku berisi cerita atau kisah. Karena bentuknya yang menarik, komik juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Penyampaian program pemerintah, misalnya Keluarga Berencana, perbaikan gizi, kesehatan, dan sebagainya.

27

Kurt Franz dan Bernard Meier, Membina Minat Baca Anak. Penerjemah (Bandung: Remadja Karya, 1986), h. 65-67.


(44)

Gambar 8 Komik Program Tanggap Bencana Tsunami Indonesia

Sumber gambar: saripurnawan.blogspot.com/2007_12_01_archive.html diakses pada 1 November 2008


(45)

b. Untuk memperkenalkan peristiwa keagamaan berdasarkan kitab suci.

Gambar 9 Komik Cerita Nabi Isa A.S.

Sumber gambar: kalender tahun 2009 terbitan Yayasan Pendidikan dan Sosial Karsa Manggala Satya


(46)

c. Untuk menyatakan kritik terhadap masalah yang sedang hangat dibicarakan, misalnya tentang kenaikan BBM.

Gambar 10 Komik Strip Panji Koming


(47)

d. Untuk menawarkan produk (iklan).

Gambar 11 Komik Iklan Produk Susu


(48)

e. Sebagai media pembelajaran. Contoh: untuk menjelaskan konsep-konsep yang sangat abstrak dan memerlukan obyek yang kongkrit pada beberapa mata pelajaran. Misalkan fisika, kimia atau matematika. Selain itu juga untuk memberi pengambaran yang kongkrit pada masa lalu pada satu kejadian sejarah.28 Bahkan, biografi tokoh juga dapat ditulis dalam bahasa komik.

Gambar 12 Komik sebagai Media Pembelajaran

Sumber gambar: Kanjiro Kobayashi, Seri Pelajaran Doraemon – Menguasai Hitungan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1994), h. 84-8529

28

Muhammad Ikhsan, “Buku Terlarang Itu Bernama Komik,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://teknologipendidikan.wordpress.com/category/artikel/page/2/.

29

Komikus asli serial Doraemon adalah Fujiko F. Fujio. Oleh Kanjiro Kobayashi karakter dari serial ini dijadikan komik seri belajar. Selain pelajaran matematika, seri komik pelajaran Doraemon juga membahas pelajaran lain seperti geografi, astronomi, dan lain-lain.


(49)

B. Komik sebagai Bacaan Anak 1. Pengertian Bacaan Anak

Untuk menjelaskan pengertian bacaan anak, dua pendapat di bawah ini dapat dijadikan penjelasan:

a. Bacaan anak dan remaja tidak termasuk dalam kelompok buku pelajaran, berbentuk fiksi atau non-fiksi. Bacaan anak berguna untuk mengembangkan watak, pengetahuan, keahlian dan apresiasi budaya yang materinya disajikan dengan cara menarik, jelas, dan mudah dipahami.30

b. Bacaan anak ialah bacaan yang dikonsumir anak dengan mendapat bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa, demikian juga penulisannya.31

Pendapat lain dikemukakan oleh Supardinah Nugroho tentang kualifikasi bacaan anak, yaitu:

Dalam bacaan anak, tidak ada patokan yang menentukan hanya “siapa” atau “apa” yang layak dijadikan tokoh. Ia tidak harus anak ia bisa binatang maupun benda yang dipersonifikasikan.32

Gaya penulisan dan kosakata bacaan anak harus ditulis dengan susunan kata yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak, terutama untuk anak-anak yang kemampuan membacanya masih terbatas.33

Jadi, sesungguhnya cara penyajianlah yang menentukan apakah sebuah bacaan merupakan bacaan anak atau bukan. Sebuah bacaan merupakan bacaan anak jika cerita yang ditulis disajikan berdasarkan perspektif anak-anak apapun temanya dan siapapun yang menulisnya, baik itu buku fiksi maupun non-fiksi.

30

Indira, “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak,” h. 35. Penulis skripsi ini mengutip dari naskah Seminar Bacaan Anak-Anak dan Remaja, yang diselenggarakan dalam rangka Tahun Buku Internasional, 16-18 Juni 1973.

31

Riris K. Sarumpaet, Bacaan Anak-Anak: Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam Hakekat Sifat dan Corak Bacaan Anak-Anak Serta Minat Anak pada Bacaannya (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976), h. 23.

32

Supardinah Nugroho. “Resensi Bacaan Anak Fiksi pada Beberapa Surat Kabar di Jakarta.,” (SkripsiS1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, 1987), h. 20. 33


(50)

2. Perbedaan antara Komik dengan Buku Bergambar

Penyajian gagasan dengan media gambar sudah dikenal lama. Hal ini disebabkan media gambar lebih mudah dipahami daripada tulisan.

Komik dan buku bergambar, secara fisik hampir sama. Keduanya memuat banyak gambar. Ciri khas yang terdapat pada buku bergambar antara lain adalah: ukurannya lebih besar daripada buku biasa; ilustrasinya lebih banyak daripada teks, rata-rata 70% dari isi buku; teks pada tiap halamannya terbatas pada satu atau dua kalimat sederhana; isi pada umumnya untuk anak kelas 1, 2, 3 tingkatan SD yang baru mulai membaca. Pendapat ini diungkapkan oleh Sunidyo yang dikutip oleh Supardinah Nugroho34

Biasanya, pada buku bergambar terdapat sebuah gambar ilustrasi pada suatu halaman, dan pada halaman lain atau halaman yang sama di mana ilustrasi itu berada terdapat teks atau narasi yang berisi cerita. Dalam buku bergambar, gambar hanyalah sebagai penjelas cerita.

Gambar 13 Contoh Buku Bergambar

Sumber gambar: Eka Wardhana dan Ade Wawa, Jarwok Ingin Botak, (Bandung: Syaamil Kid, 2006), h. 1

34


(51)

Secara rinci, perbedaan antara komik dan buku bergambar adalah sebagai berikut:

Komik

a. Tidak ada batasan dalam jumlah gambar.

b. Semua gerak, perbuatan diwujudkan dalam gambar, sehingga terasa adanya unsur ketegangan.

c. Percakapan disajikan dalam balon ucapan,

d. Sering memakai dialek, bahasanya kurang terjaga. e. Teks berperan sebagai pelengkap gambar.

f. Materi cerita bervariasi.

g. Pembaca komik tidak dibatasi umur maupun tingkat pendidikan. Buku bergambar

a. Jumlah gambar dipengaruhi oleh kemampuan baca pembacanya.

b. Tidak semua gerakan, perbuatan tokoh disajikan dalam gambar, sehingga unsur ketegangan tidak selalu ada.

c. Percakapan disajikan bersama uraian teks.

d. Bahannya terjaga, disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. e. Gambar berperan sebagai penambah kejelasan dari uraian teks.

f. Materi cerita dipersiapkan sesuai kemampuan anak sesuai dengan usia dan pendidikannya.

g. Pembacanya terbatas pada anak usia 5-8 tahun, anak kelas 1-3 SD. 35

35


(52)

3. Alasan Pro dan Kontra Komik sebagai Bacaan Anak

Banyak pihak (terutama dari kalangan pendidik) yang menyatakan anggapan negatifnya mengenai komik. Komik dianggap berdampak buruk bagi anak dan remaja. Dampak buruk itu antara lain berhubungan dengan kecerdasan anak dan perilaku buruk yang menurut mereka disebabkan karena bacaan komik. Namun, setelah ditelaah, sesungguhnya komik juga memiliki banyak sisi positif dan manfaat.

Secara lebih jelas, Elizabeth. B. Hurlock menguraikan alasan-alasan berbagai pihak yang mendukung ataupun yang menentang komik sebagai bacaan anak:

Alasan dari pihak yang pro terhadap komik

a. Untuk anak yang memiliki kemampuan membaca terbatas, komik dapat membantunya memiliki pengalaman membaca yang menyenangkan.

b. Komik dapat membantu anak mengembangkan motivasi dan keterampilannya membaca.

c. Tidak ada perbedaan prestasi yang signifikan antara anak yang sering membaca komik dengan mereka yang jarang membacanya.

d. Komik memperkenalkan kosakata kepada para pembacanya.

e. Komik dapat digunakan untuk menyebarluaskan propaganda, terutama propaganda yang menentang prasangka.

f. Komik memberikan anak kebebasan emosi yang tertahan pada anak.

g. Pengidentifikasian diri anak dengan tokoh pada buku komik yang memiliki sifat yang dikaguminya.


(53)

a. Komik mengalihkan perhatian anak dari bacaan lain yang lebih berguna. b. Anak yang kurang mampu membaca tidak akan berusaha membaca teks,

karena gambar pada komik sudah menerangkan isi cerita.

c. Terdapat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan pengalaman membaca bila yang dibaca hanya buku komik.

d. Gambar, cerita, dan gambar pada komik mayoritas bermutu rendah.

e. Cerita yang berkaitan dengan seks, kekerasan, dan ketakutan terlalu merangsang dan sering menakutkan anak.

f. Komik menghambat anak melakukan bentuk kegiatan/ permainan fisik lainnya.

g. Komik yang memiliki unsur cerita antisosial akan mendorong timbulnya agresivitas dan kenakalan remaja.

h. Komik menjadikan kehidupan sebenarnya membosankan dan tidak menarik. i. Komik menimbulkan stereotip dan mendorong timbulnya prasangka. 36 4. Unsur-unsur yang Membuat Anak Tertarik pada Komik

Apapun alasan penolakan komik sebagai bacaan anak, tak menyurutkan anak dan remaja untuk menjadikan komik sebagai bacaan yang paling diminati.

Alasan anak-anak menyukai komik, seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth B. Hurlock, antara lain:

a. Komik dapat membantu anak memecahkan masalah sosial dan pribadinya melalui wawasan pada identifikasi karakter dalam komik

b. Komik menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang supernatural dan hal-hal lain yang bersifat gaib.

36

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, vol. 1. Penerjemah Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih (Jakarta: Erlangga, 1976), h. 339.


(54)

c. Komik memberikan rehat sejenak dari aktivias rutin anak.

d. Komik mudah dibaca. Bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat memahami artinya dari gambarnya.

e. Harga komik yang murah menjadikan anak-anak dari kalangan kurang mampu dapat memilikinya.

f. Karena banyak komik yang menggairahkan, misterius, dan lucu, komik mendorong anak untuk membaca.

g. Bila berbentuk serial, komik dapat memberikan kontinuitas membaca pada anak.

h. Dalam komik, tokoh sering melakukan atau mengatakan hal-hal yang tidak berani mereka lakukan sendiri, walaupun mereka ingin melakukannya. Ini memberinya rasa kegembiraan.

i. Tokoh dalam komik sering kuat, berani, dan berwajah tampan, sehingga menjadikan tokoh-tokoh tersebut dapat diteladani.

j. Gambar dalam komik berwarna-warni dan cukup sederhana untuk dimengerti anak-anak. 37

Dari hal-hal yang membuat anak-anak tertarik kepada komik itulah, orang tua maupun para pendidik dapat mengambil sisi positif komik untuk menjadikan komik sebagai media pembelajaran serta media pengenalan membaca anak.

5. Sensor dan Rating dalam Komik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan sensor adalah:

37


(55)

“Pengawasan dan pemeriksaan surat-surat atau sesuatu yang akan disiarkan (berita majalah, buku, dan sebagainya).”38

Jadi, yang dimaksud dengan sensor dalam komik adalah pengawasan yang dilakukan terhadap isi atau materi yang terdapat pada buku komik. Sensor dapat berupa pemotongan/ penghapusan gambar, penutupan gambar dengan bayangan, ataupun dengan teknik komputer lainnya.

Dikarenakan banyaknya pembaca yang mengeluhkan penerapan sensor yang terkesan asal, kini banyak penerbit komik yang menerapkan rating untuk komik-komik terbitannya. Yang dimaksud rating di sini bukanlah peringkat bagus atau tidaknya suatu objek (seperti dalam hal rating program-program televisi yng menunjukkan berapa tingkat persentase program tersebut ditonton oleh pemirsa), rating yang dimaksud adalah rating yang menunjukkan kesesuaian materi dengan keadaan pengguna objek tersebut.39 Jadi, dapat dikatakan bahwa rating yang dimaksud adalah pengelompokan suatu materi (dapat berupa buku, film, dan sebagainya) menjadi beberapa tingkatan usia pengguna (pembaca/ penonton). Berikut adalah klasifikasi rating:

38

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 817.

39

Eve dan Demonic Angel, “Cencorship & Rating: The Endless Debate,” Animonster, vol. 48, Maret 2003, h. 35. Animonster adalah majalah yang membahas khusus anime (serial animasi TV) dan manga (komik), majalah ini terbit di Indonesia. Dalam pembahasan preview dan resensi anime dan manga, Animonster menerapkan suatu rating yang dapat membantu pembaca memilih anime dan manga yang layak tonton sesuai usia.


(56)

Aspek Penilaian SEMUA UMUR (SU) 13 TAHUN KE ATAS (13+) 15 TAHUN KE ATAS (15+) 18 TAHUN KE ATAS (18+) Kekerasan Bersifat

komikal atau tidak ada sama sekali Tidak eksplisit Lebih eksplisit Eksplisit, kadang berlebihan atau brutal Nudity (pornografi)

Tidak ada Sedikit dan tidak eksplisit

Sedikit agak lebih eksplisit

Eksplisit dan cenderung ke aktivitas seksual Adegan

romantis

Bersifat komikal atau tidak ada sama sekali

Tidak eksplisit

Lebih eksplisit

Eksplisit dan cenderung ke aktivitas seksual Bahasa Normal Agak bebas Bebas, sedikit

bahasa kasar

Mengandung bahasa kasar Isi cerita Tidak bias,

mudah dicerna, menghibur

Ringan, tidak terlalu rumit

Lebih rumit, kadang butuh pemikiran, dan

pertimbangan moral

Bisa saja bertema: kejahatan, perilaku seksual, pelanggaran hukum, SARA, dan masalah yang butuh

pertimbangan moral40 Tabel 1: Klasifikasi Rating

Penilaian untuk rating 18+ berlaku juga untuk rating D (Dewasa).

40


(57)

Contoh judul komik berdasarkan rating:

SU 13+ 15+ 18+

Shibao (Jepang) Paman Gober (AS) Donal Bebek (AS) Archie dan Meidy (Indonesia)

Doraemon (Jepang)

Hikaru’s Go (Jepang) Prince of Tennis (Jepang) Whistle! (Jepang)

Baby and I (Jepang) Detective Mythical Loki (Jepang)

Naruto (Jepang) One Piece (Jepang) Samurai X (Jepang) The Law of Ueki (Jepang)

Spiderman (AS)

Banana Fish (Jepang) Monster (Jepang) Golden Boy (Jepang) Deathnote (Jepang) Neon Genesis Evangelion (Jepang)

Tabel 2: Contoh Judul Komik Berdasarkan Rating

Di Jepang dan Amerika terdapat Undang-Undang ataupun peraturan yang menjadi standar penulisan komik. Undang-undang yang membatasi pornografi di Jepang yang biasa dijadikan standar disebut Penal Code 175 – Obscenity Law, tetapi peraturan ini sering disiasati oleh pekerja pada industri anime dan manga karena kurang spesifik dan ketat.

Penal Code 175 – Obscenity Law diresmikan sejak akhir Perang dunia II. Pasal ini menetapkan bahwa:

"any person who distributes, sells or publicly displays an obscene writing, picture or other materials shall be punished with penal servitude for not more than two years or be fined not more than two million and a half yen or minor fine. The same shall apply to any person who possesses the same with the intention of selling it."41

Meski demikian, tidak ada definisi khusus yang jelas pada pasal tersebut untuk istilah “pornografi” itu sendiri dan apa saja batasan-batasannya. Definisi “pornografi” yang kabur menyebabkan ketidakseimbangan dalam keputusan

41


(58)

pengadilan dan menimbulkan perdebatan tentang kebebasan berekspresi di Jepang.

Batasan mengenai pornografi baru ada bila terjadi kasus. Kasus-kasus yang terjadi dapat berupa pornografi dalam film, buku, dan komik. Batasan pornografi antara lain:

"refers to a writing, picture, and everything else which tends to stimulate and excite sexual desire or satisfy the same; and consequently, to be an obscene matter, it must be such that it causes man to engender feeling of shame and loathsomeness"

"refers to that which unnecessarily excites or stimulates sexual desire, injures the normal sense of embarrassment commonly present in a normal ordinary person, and runs counter to the good moral concept pertaining to sexual matters."42

Batasan pornografi itu muncul saat terdapat kasus pada sebuah novel berjudul Lady Chatterley's Lover karya D.H. Lawrence. Pada 1950, editor Kyujiro Koyama dan penerjemah Sei Ito ditangkap karena telah mempublikasikan dan mendistribusikan novel ini. Pada novel ini terdapat 12 halaman yang menceritakan aktivitas seksual yang terlalu rinci dan realistis.

Batasan lain pornografi dalam pasal ini antara lain:

"depicting poses of male-female intercourse and sex play" and "in which male-female sexual intercourse or sex play is described frankly"43 Ini muncul pada saat terjadi kasus pada buku mengenai film yang dibintangi Nagisa Oshima, Ai No Corrida, produksi negara Perancis dengan penggunaan artis dan kru dari Jepang. Buku tersebut berisi esai yang ditulis sutradara, skrip naskah, dan 12 foto yang diambil dari film tersebut. Meski demikian, versi film ini tidak dipermasalahkan dan tidak diajukan ke pengadilan.

42

Ibid.

43


(59)

Film yang akhirnya diedarkan di Jepang itu hanya disensor dan dipotong pada beberapa adegan.

Untuk komik, juga pernah terjadi pelanggaran terhadap Penal Code 175. Komik yang dinyatakan melanggar berjudul Misshitsu. Peristiwa pelanggaran ini terjadi pada April 2002. Pada Januari 2004, editor komik tersebut yaitu Motonori Kishi diputuskan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dengan dakwaan: menjual dan mendistribusikan literatur yang mengandung pornografi.

Walau putusan sudah dijatuhkan, namun masih terdapat keraguan dan perdebatan. Komik ini dinilai sebagai sebuah karya grafis yang menyajikan seni. Oleh karena itu, Kishi mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Tokyo dengan alasan terdapat pelanggaran kebebasan berekspresi. Hasil banding yang diajukan Kishi menjadikan hukuman bagi Kishi lebih ringan. Ia hanya diharuskan membayar denda sebesar 1,5 juta yen.

Penilaian komik sebagai bacaan di Amerika Serikat sangat ketat. Para komikus harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan isi. Berikut adalah cukilan dari kode-etik komik di AS, yang dikutip oleh Franz dan Meier: Cukilan dari kode-etik komik di Amerika

a. Kejahatan kriminal sama sekali tidak boleh disajikan sedemikian rupa hingga menimbulkan simpati terhadap penjahat, tidak percaya terhadap badan pelaksana hukum dan pengadilan, atau hal-hal yang mendorong untuk meniru kejahatannya.

b. Dalam komik detail dan metode khusus suatu kejahatan tidak boleh disajikan secara terinci satu demi satu.


(60)

c. Polisi, hakim, pegawai negeri, dan badan-badan terhormat tidak boleh digambarkan dengan jenis dan cara yang dapat merendahkan martabat dan menghilangkan respek terhadap otoritas yang telah dikukuhkan.

d. Bila kejahatan disajikan, maka harus digambarkan sebagai perbuatan yang rendah dan memualkan.

e. Kejahatan tidak boleh digambarkan sedemikian hingga kelihatan sebagai kepahlawanan atau diberi posisi yang dapat menjadi alasan untuk ditiru. f. Yang baik harus selalu menang terhadap yang jahat, dan penjahat harus

menerima hukumannya yang setimpal.

g. Adegan dan tindakan yang melampaui batas, dilarang. Adegan dengan penganiayaan yang brutal, perkelahian dengan senjata tajam dan senjata api yang tidak perlu atau yang keterlaluan, penderitaan jasmaniah, kejahatan berdarah dan tak berkemanusiaan, harus dihilangkan.

h. Tidak boleh diperlihatkan cara-cara khusus dan luar biasa dalam menyembunyikan senjata.

i. Episode tewasnya penegak hukum karena tindakan kejahatan, sedapat mungkin tidak diperlihatkan.

j. Kejahatan penculikan tidak boleh digambarkan sampai rinciannya, juga tidak boleh sama sekali penculik atau penyandera, dari perbuatannya yang jahat itu, bagaimana pun memperoleh keuntungan apa pun.

k. Huruf-huruf dalam kata “kriminal” pada halaman judul buku komik tidak boleh berukuran lebih besar daripada huruf-huruf lain dalam judul. Kata “kriminal” tidak boleh sendirian tercantum dalam judul.


(61)

l. Pemakaian kata “kriminal” dalam judul atau subjudul sedapat mungkin dihindari.

Garis pengarah umum bagian B

a. Majalah komik tidak diperbolehkan mencantumkan kata “horor” (yang mengerikan) atau “teror” (kengerian).

b. Semua adegan dengan “horor”, pertumpahan darah yang berlebihan, kejahatan berdarah atau mengerikan, penghancuran terkutuk, kenikmatan badaniah semata-mata, sadisme, harus ditiadakan.

c. Semua penggambaran yang tak pantas, seram, mengerikan, menjijikkan, harus dijauhkan.

d. Peristiwa yang menceritakan kejahatan hanya dapat dipergunakan atau disajikan bila maksudnya untuk menggambarkan pendirian yang etis. Bagaimana pun yang jahat itu tidak boleh disajikan seolah-olah sangat menarik atau sedemikan rupa hingga melukai pendirian pembaca.

e. Adegan dengan mayat yang berjalan-jalan, penganiayaan berlebihan, dan gejala vampir (makhluk pemakan mayat atau pengisap darah manusia), juga kanibalisme (makan daging orang) dan binatang gadungan (peralihan manusia menjadi binatang), atau hal-hal lain dalam hubungan itu, harus dihilangkan. Garis pengarah umum bagian C

Semua hal atau teknik yang di sini tidak dikemukakan secara jelas, tetapi berlawanan dengan makna dan tujuan kode etik komik serta dianggap melukai rasa dan selera orang banyak maupun kesopanan, harus ditiadakan.


(62)

Dialog

a. Sumpahan, kutukan, kata-kata rendah, kotor atau mesum, juga kata dan lambang yang telah mempunyai arti tak diinginkan, dilarang penggunaannya. b. Perlu diadakan pencegahan khusus terhadap penyajian cacat tubuh atau

tunaraga lainnya yang berlebihan.

c. Meskipun bahasa pergaulan dan gaya khusus dalam pemakaian bahasa dapat diterima, dianjurkan untuk tidak terlalu berlebihan memakainya. Sedapat-dapatnya, teks yang benar menurut tata bahasalah sebaiknya yang digunakan. Agama

Menghina atau menyerang agama atau kelompok yang kepercayaan, agama, serta kebangsaannya berbeda, sama sekali tidak diperkenankan dan tidak boleh terjadi. Pakaian

a. Telanjang dalam bentuk apapun dilarang; begitu juga menanggalkan pakaian secara tidak pantas dan melukai rasa kesopanan orang lain.

b. Gambar yang merangsang seks atau kenikmatan badaniah atau sikap tubuh yang sangat sugestif ke arah itu, tidak dapat diterima dan dianggap melawan kesopanan.

c. Semua orang dalam pertemuan harus tampak dengan pakaian yang sopan dan dapat diterima. Catatan: Perlu diperhatikan bahwa larangan dalam hal pakaian, dialog ataupun gambar, berlaku baik bagi gambar pada kulit majalah komik maupun bagi gambar isinya.

d. Bentuk tubuh wanita harus digambarkan secara realistis, tanpa penyajian sifat dan bagian tubuh yang mana pun secara berlebihan.


(63)

Perkawinan dan hubungan antarkelamin

a. Perceraian sama sekali tidak boleh disajikan penyelesaiannya dengan humor atau sebagai soal yang diinginkan umum.

b. Hubungan seks yang dilarang tidak boleh ditunjukkan maupun disajikan, apalagi digambarkan. Adegan cinta yang liar, juga keabnormalan seks tidak dapat diterima sama sekali.

c. Harus ditingkatkan rasa hormat terhadap oarng tua, juga gambaran moral dan hal-hal yang sopan dan terhormat. Pengertian ikut merasakan masalah cinta bukanlah “karcis bebas” bagi penyimpangan dalam hal tersebut.

d. Dalam menangani peristiwa dengan roman percintaan, nilai kerumahtanggaan, dan ketaktergoyahan perkawinan harus ditekankan secara baik.

e. Gairah atau hasrat romantis tidak boleh digambarkan sengan cara yang dapat merangsang emosi rendah dan tak berbudi.

f. Penggodaan dan perkosaan sama sekali tidak boleh ditunjukkan, apalagi diperlihatkan.

g. Perversi atau perbuatan rendah dalam seks atau yang ada hubungannya dengan itu, adalah larangan yang ketat. 44

Cukilan kode-etik komik di Amerika Serikat di atas dapat dijadikan sebagai referensi seleksi perpustakaan dalam hal pengadaan koleksi komik, khususnya untuk koleksi dibagian anak-anak. Penulis menampilkan kode-etik komik dari Amerika Serikat bukan dari Jepang dengan pertimbangan bahwa visualisasi komik Amerika Serikat lebih ‘ramah’. 45 Walau sama-sama terdapat komik dari kedua Negara tersebut yang mengusung tema pemberantasan

44

Franz dan Meier, Membina Minat Baca Anak, h. 62-65. 45

Mengingat bahwa komik-komik yang beredar di Indonesia mayoritas adalah komik dari Amerika Serikat dan Jepang.


(64)

kejahatan dan kekerasan, penyajian gambar komik dari Amerika Serikat lebih halus dan tak jarang bersifat komikal dibandingkan dengan komik produksi komikus Jepang. Penggambaran visualiasi kekerasan komik dari Jepang lebih eksplisit, dan banyak penggambaran karakterisasi wanita yang terlalu berlebihan. Jadi, untuk penyeleksian komik setidaknya pustakawan melihat dan membaca komik tersebut meskipun hanya sekilas.

Bagaimana perlakuan penerbit di Indonesia terhadap komik impor yang gambarnya mungkin kurang diterima oleh budaya Indonesia? Berikut ini adalah proses sensor komik yang dilakukan oleh Elex Media Komputindo, penerbit yang telah lama dan banyak menerbitkan komik-komik asal luar Indonesia (khususnya dari Jepang):46

Gambar-gambar yang mengandung unsur kekerasan atau seksual yang tidak dapat diterima disensor dengan modifikasi komputer yang dibuat oleh pihak Elex. Modifikasi tersebut bukan berarti mencoret-coret atau mengubah karya komikus. Setiap modifikasi gambar yang dibuat (misalnya di-crop/ dipotong atau di-shadow/ diberi bayangan), harus dikirimkan ke Jepang untuk disetujui oleh komikusnya. Terkadang ada komikus yang yang mengerti bahwa budaya Indonesia berbeda, namun ada juga yang tidak setuju karyanya diubah-ubah. Ada pula komikus yang modifikasinya ingin diubah lagi, seperti Suzue Mizuchi yang meminta gambar perempuan tanpa busana diberi gambar pakaian saja. Proses persetujuan inilah yang memakan waktu yang lama. Bahkan ada judul-judul yang sudah berkali-kali dibuat modifikasinya akhirnya dibatalkan karena tidak disetujui oleh komikusnya.

46

Demonic Angel, “Pro Kontra Komik Bajakan,” Animonster, vol. 64,Juli 2003, h. 38. Wawancara dilakukan penulis artikel dengan Ibu Ratna Sari dari redaksi penerbit Elex Media Komputindo.


(65)

Sejauh ini tidak ada standar sensor yang baku dalam hal penerbitan komik di Indonesia walau para penerbit sudah mencantumkan sistem rating pada cover komik. Misalnya, untuk gambar adegan ciuman, pada komik Caramel Whip karangan Usami Maki terbitan m&c! tahun 2003, adegan ciuman digambarkan tanpa sensor sama sekali. Sedangkan pada komik berjudul Good Night karya Asuko Hayashi terbitan Elex Media Komputindo tahun 1995, adegan ciuman dihilangkan dengan cara menghapus gambar salah satu karakter. Ini memperlihatkan bahwa sensor komik di Indonesia dapat berubah-ubah tergantung waktu dan penerbit komik.

Kini, penerbit Gramedia mengembangkan satu divisi penerbit komik, yaitu Level Comics. Komik-komik yang diterbitkan oleh penerbit Level Comics adalah komik-komik ber-rating D. Level Comics menghadirkan komik yang bertema dewasa dan alur cerita lebih kompleks. Komik-komik yang diterbitkan Level Comics lepas sama sekali dari gunting sensor.

Kebijakan sensor komik impor diberlakukan karena budaya yang berbeda antara asal komik tersebut dengan Indonesia. Mungkin penggambaran adegan suatu komik di negeri asal komik tersebut masih dikatakan wajar, namun karena Indonesia menganut adat ketimuran serta mayoritas penduduknya adalah Muslim, gambar tersebut menjadi tidak pantas untuk ditampilkan secara terbuka.

C. Pengembangan Koleksi

Pengertian pengembangan koleksi, sebagaimana dikemukakan oleh Magrill dan Corbin (1989:1) bahwa pengembangan koleksi merupakan


(1)

8. Kriteria komik yang mendidik menurut Anda yang seperti apa?

Jawab: “(Yang) berurutan (ceritanya-red), anak-anak dapat mudah mengerti, sifatnya mendidik, bukan komik yang menjerumuskan, misalnya tentang kejahatan. Walau ada cerita tentang kejahatan tapi kejahatan itu selalu kalah, jadi bukan kejahatannya yang ditonjolkan melainkan kemenangan (pahlawannya-red).” (D)

9. Komik di sini digolongkan ke fiksi?

Jawab: “Tidak hanya komik saja. Di sini kan perpustakaan umum, jadi yang fiksi itu, buku cerita itu langsung fiksi bukan 813.” (S)

10.Maksud saya, kenapa tidak dipisah saja antara komik dengan fiksi (novel atau buku yang mayoritas kandungannya berupa tulisan). Karena ada orang yang ingin membaca komik tapi susah mencarinya karena komik tercampur dengan buku (fiksi) lain.

Jawab: ”Komik itu kan di dalam DDC tidak ada…. Di dalam peraturan katalogisasi sendiri ada nomor kelas komik?” (S)

11.Ada, 741.5

Jawab: “(Ibu Sarti mengambil DDC yang ringkasan tapi tidak ada, lalu ia mengambil DDC yang sebenarnya terbitan tahun 2006). Penafsiran itu berbeda, saya tidak mengambil seni lukisnya. Di sini kalo masuk 700 masuk seni lukisnya, saya yang diambil ceritanya. Karena fiksi itu hanya cerita komik, tidak ada unsur seninya kalau (menurut) saya.” (S)

12.Apa pendapat Anda mengenai komik sebagai bacaan anak? (positif/ negatif)? Jelaskan alasannya!

Jawab: “Menurut saya komik itu bukan hanya bacaan untuk anak-anak saja. Komik itu ada yang sifatnya dewasa.” (D)

“Kalau (menurut) saya baik, karena di situ (komik-red) memuat banyak karakter, banyak tokoh yang tidak kita kenal (tokoh lain). Seperti kalau kita membaca Mahabarata, tokohnya adalah orang Jawa, tokoh filosof yang orang Jawa punya. Banyak pengetahuan yang kita dapat (dari membaca komik-red).” (S)


(2)

Jawab: “Kami setiap tahun beli. Perpustakaan umum tidak melayani satu jenis saja dari umur 0-akhir hayat walau tidak terpenuhi seluruhnya karena terbentur anggaran.” (D)

14.Apa saja standar seleksi yang diberlakukan untuk pengadaan komik?

Jawab: “Tidak ada standar khusus. Kami menyeleksi buku yang akan dikoleksi dari katalog penerbit, dari pengunjung, dan melihat buku apa yang kurang. Tergantung dengan kebutuhan perpustakaan saja. Misalnya untuk tahun lalu buku fiksi kita habis, maka dibelilah buku fiksi.” (D)

15.Bagaimana proses seleksinya? Jawab:

a. “Menyiapkan alat bantu seleksi, yaitu katalog penerbit dan daftar permintaan user yang didapat dari hasil angket. Selain itu, pihak perpustakaan juga melihat adakah kebutuhan penambahan koleksi. Walaupun permintaan user juga menjadi pertimbangan pengadaan, namun tidak diprioritaskan karena keterbatasan dana. Selain itu, alasan permintaan user tidak di penuhi dikarenakan user tidak menulis detail bahan pustaka yang diminta. Biasanya user hanya menyebut suatu judul tanpa menyebut pengarang dan penerbit yang jelas sehingga menyulitkan pihak perpustakaan untuk meloloskan permintaan user. Permintaan user sebelum dijadikan daftar seleksi akan didiskusikan apakah layak untuk diadakan sebagai koleksi.

b. Dengan alat bantu seleksi, disusunlah daftar penambahan koleksi.

c. Setelah disusun daftar buku yang sudah diseleksi, maka dilakukan lelang. Pembelian buku akan dilelang kepada perusahaan-perusahaan yang merupakan rekanan perpustakaan.

d. Setelah ditunjuk pemenang lelang, maka pembelian diserahkan kepada rekanan tersebut untuk membeli koleksi berjumlah tertentu sesuai dengan budget yang tersedia. Namun, sering terjadi keterlambatan pemberian anggaran oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan buku-buku yang sudah dibeli tidak baru lagi di mata masyarakat (terutama buku fiksi, sudah tidak menjadi tren lagi).” (D)


(3)

Jawab: “Pembelian dan sumbangan” (D) 17.Dana untuk pembelian berasal dari mana?

Jawab: “Dari Pemerintah” (D)

18.Kalau sumbangan koleksi berasal dari mana saja?

Jawab: “Sumbangan koleksi biasanya berasal dari perpustakaan lain, universitas, dan perseorangan.” (D)

19.Mengenai reputasi komik yang buruk di mata masyarakat, apakah pernah ada protes dari pihak orangtua/ pembaca dewasa lainnya atas keberadaan komik sebagai koleksi anak? (Kalau pernah, apa tindakan yang diambil oleh perpustakaan?)

Jawab: “Tidak ada. Sebab bagaimana mau protes? Perpustakaan ada untuk menyediakan buku. Apalagi yang namanya perpustakaan umum. Memang sudah tugasnya (mengoleksi berbagai macam buku-red).” (D)

“Tidak ada komplain. (Masyarakat-red) tidak ada hak.” (S)

20.Berdasarkan hasil pengamatan saya, ada komik yang memiliki rating D (Dewasa) dengan judul “Legend of the Condor Heroes” terdapat pada bagian anak-anak. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Jawab: ”Karena pembatasan anak-anak itu 0-12 tahun, kalau di luar negeri anak-anak dari (usia) 0-14 tahun. Jadi, pembatasan umur itu di Indonesia tidak jelas. Ada yang 0-12, ada yang 0-14.” (S)

21.Jadi, menurut Anda tidak apa-apa seperti itu? (penempatan komik ber-rating D di seksi anak-anak)

Jawab: ”Yang jelas, judul-judul yang itu seperti Shinchan hanya seperti itu saja, karena saya pustakawan, kalau memang diperlukan untuk dewasa kita taruh di rak dewasa. Kalau pustakawan kan sudah membedakan ini untuk anak-anak, ini untuk dewasa, sudah ada ruangannya sendiri.” (S)

22.Tapi dengan kasus yang saya temukan itu…? Jawab: “Di sini?” (S)

23.Iya, di sini komik itu diberi rating D (Dewasa) tapi yang saya lihat pernah terletak di rak bagian anak-anak.


(4)

Jawab: ”Karena di sini perpustakaan keliling satu mobil. Anak-anak dan dewasa satu mobil. Mestinya yang pinjam itu yang untuk anak-anak tidak boleh dikasih.” (S)

24.Jika Anda mengepalai sebuah perpustakaan apakah Anda akan memasukkan komik sebagai koleksi perpustakaan Anda?

Jawab: “Kalau masyarakat di sini meminta, iya. Kita kan di sini pengadaan buku berdasarkan angket, permintaan. Tapi tidak dominan. Tidak ada yang melarang. Tidak ada peraturan yang melarang bahwa perpustakaan tidak boleh menyediakan komik. Selama tidak ada peraturan yang membatasi akan disediakan.” (S)

“Komik tetap menjadi koleksi, khususnya di ruang anak-anak. Karena di sini perpustakaan umum, tapi komik yang (akan dikoleksi adalah komik yang) mendidik.” (D)

25.Saya lihat, komik-komik yang ada di perpustakaan ini hampir semuanya komik terbitan lama, apakah ada kebijakan tertentu dari pihak perpustakaan dalam hal pengadaan dan pengembangan koleksi komik?

Jawab: “Setiap tahun ada pembelian buku. Tapi buku kita sudah terlalu ketinggalan, tidak ada yang baru karena pengadaan tahun ini, uangnya belum keluar. Seleksinya sudah awal tahun 2008, yang jadi acuan untuk pengadaan adalah katalog tahun 2007, sedangkan anggaran adanya pada tahun 2009, buku-buku kita sudah ketinggalan 2 tahun.” (D)


(5)

No Judul Pengarang

Tempat

Terbit Penerbit

Tahun

Terbit Call Number

43 Mahabharata vol. 9**

Naskah: A. Anjaya

Tatang Jakarta Elex Media Komputindo 2001 K - A/F - TAT - m5

Ilustrasi: R.A. Kosasih

44 Kartun Benny & Mice: Jakarta Luar Benny Rachmadi dan Jakarta Nalar 2007 741.5 - BEN - k

Dalem** Muh. Misrad

45 Dendam** Akiko Miyawaki Jakarta Elex Media Komputindo 1999 F - MIY - d

46 Siluman Badak** B. Kamanjaya Jakarta Pustaka Benny 1984 F - KAM - s4

(Seri Dewa Sun Go Kong)

47

Dragon Ball vol. 8: Songoku

Menyerang** Akira Toriyama Jakarta Elex Media Komputindo 1992 F - TOR - d

48 Sukab Intel Melayu: Misteri Harta Seno Gumira Ajidarma Jakarta Kepustakaan Populer 2002 F - AJI - s3

Centini** dan Zacky Gramedia (KPG)

49 Dragon Ball vol. 4: Pendekar Tangguh Akira Toriyama Jakarta Elex Media Komputindo 1992 F - TOR - d

50 Chiko Chie Watari Jakarta Elex Media Komputindo 1994 F - WAT - c

51 The Genius Bakabon vol. 7 Fujio Akatsuka Jakarta Elex Media Komputindo 2002 K - A/F - AKA - t1

52 Inuyasha vol. 6 Rumiko Takahashi Jakarta Elex Media Komputindo 2002 K - F - RUM - i1

53 UFO Baby vol. 5 Mika Kawamura Jakarta Elex Media Komputindo 2002 K - A/F - KAW - u

54 Shoot! Legend of New Age vol. 1 Tsukasa Oshima Jakarta Elex Media Komputindo 2002 K - A/F - OSH - s4

55 Penemuan Telepon Seiichi Konishi Jakarta Elex Media Komputindo 2001 F - KON - p

(Seri Penemuan vol. 1)

56 Penemuan Sepeda Tamami Kowasa Jakarta Elex Media Komputindo 2002 F - KOW - p

(Seri Penemuan vol. 12)

57 Penemuan Film Seiichi Konishi Jakarta Elex Media Komputindo 2002 F - KON - p


(6)

58 Dragon Ball vol. 6 Akira Toriyama Jakarta Elex Media Komputindo 1995 F - TOR - d

The Spoon vol. 1 Kim Soo Jung Jakarta Elex Media Komputindo 2002 K - A/F - KIM - t1

59 Azukichan vol. 4 Chika Kimura dan Jakarta Elex Media Komputindo 2001 K - A/F - KIM - a2

Yasushi Akimoto

60 Si Lender vol.1 P-Project Jakarta Kepustakaan Populer 2001 F - P-P - s

Gramedia (KPG)

61 Wolfgang Amadeus Mozart Jakarta Gramedia A - F - CIA - w2

62 Penemuan Lampu Yumiko Yukino Jakarta Elex Media Komputindo 2002 F - YUK - p