a. Komik mengalihkan perhatian anak dari bacaan lain yang lebih berguna. b. Anak yang kurang mampu membaca tidak akan berusaha membaca teks,
karena gambar pada komik sudah menerangkan isi cerita. c. Terdapat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan pengalaman membaca bila
yang dibaca hanya buku komik. d. Gambar, cerita, dan gambar pada komik mayoritas bermutu rendah.
e. Cerita yang berkaitan dengan seks, kekerasan, dan ketakutan terlalu merangsang dan sering menakutkan anak.
f. Komik menghambat anak melakukan bentuk kegiatan permainan fisik lainnya.
g. Komik yang memiliki unsur cerita antisosial akan mendorong timbulnya agresivitas dan kenakalan remaja.
h. Komik menjadikan kehidupan sebenarnya membosankan dan tidak menarik. i. Komik menimbulkan stereotip dan mendorong timbulnya prasangka.
36
4. Unsur-unsur yang Membuat Anak Tertarik pada Komik
Apapun alasan penolakan komik sebagai bacaan anak, tak menyurutkan anak dan remaja untuk menjadikan komik sebagai bacaan yang paling diminati.
Alasan anak-anak menyukai komik, seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth B. Hurlock, antara lain:
a. Komik dapat membantu anak memecahkan masalah sosial dan pribadinya melalui wawasan pada identifikasi karakter dalam komik
b. Komik menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang supernatural dan hal-hal lain yang bersifat gaib.
36
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, vol. 1. Penerjemah Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih Jakarta: Erlangga, 1976, h. 339.
c. Komik memberikan rehat sejenak dari aktivias rutin anak. d. Komik mudah dibaca. Bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat
memahami artinya dari gambarnya. e. Harga komik yang murah menjadikan anak-anak dari kalangan kurang mampu
dapat memilikinya. f. Karena banyak komik yang menggairahkan, misterius, dan lucu, komik
mendorong anak untuk membaca. g. Bila berbentuk serial, komik dapat memberikan kontinuitas membaca pada
anak. h. Dalam komik, tokoh sering melakukan atau mengatakan hal-hal yang tidak
berani mereka lakukan sendiri, walaupun mereka ingin melakukannya. Ini memberinya rasa kegembiraan.
i. Tokoh dalam komik sering kuat, berani, dan berwajah tampan, sehingga menjadikan tokoh-tokoh tersebut dapat diteladani.
j. Gambar dalam komik berwarna-warni dan cukup sederhana untuk dimengerti anak-anak.
37
Dari hal-hal yang membuat anak-anak tertarik kepada komik itulah, orang tua maupun para pendidik dapat mengambil sisi positif komik untuk menjadikan
komik sebagai media pembelajaran serta media pengenalan membaca anak.
5. Sensor dan Rating dalam Komik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan sensor adalah:
37
Ibid., h. 338.
“Pengawasan dan pemeriksaan surat-surat atau sesuatu yang akan disiarkan berita majalah, buku, dan sebagainya.”
38
Jadi, yang dimaksud dengan sensor dalam komik adalah pengawasan yang dilakukan terhadap isi atau materi yang terdapat pada buku komik. Sensor dapat
berupa pemotongan penghapusan gambar, penutupan gambar dengan bayangan, ataupun dengan teknik komputer lainnya.
Dikarenakan banyaknya pembaca yang mengeluhkan penerapan sensor yang terkesan asal, kini banyak penerbit komik yang menerapkan rating untuk
komik-komik terbitannya. Yang dimaksud rating di sini bukanlah peringkat bagus atau tidaknya suatu objek seperti dalam hal rating program-program televisi yng
menunjukkan berapa tingkat persentase program tersebut ditonton oleh pemirsa, rating yang dimaksud adalah rating yang menunjukkan kesesuaian materi dengan
keadaan pengguna objek tersebut.
39
Jadi, dapat dikatakan bahwa rating yang dimaksud adalah pengelompokan suatu materi dapat berupa buku, film, dan
sebagainya menjadi beberapa tingkatan usia pengguna pembaca penonton. Berikut adalah klasifikasi rating:
38
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h. 817.
39
Eve dan Demonic Angel, “Cencorship Rating: The Endless Debate,” Animonster, vol. 48, Maret 2003, h. 35. Animonster adalah majalah yang membahas khusus anime serial animasi TV
dan manga komik, majalah ini terbit di Indonesia. Dalam pembahasan preview dan resensi anime dan manga, Animonster menerapkan suatu rating yang dapat membantu pembaca memilih anime
dan manga yang layak tonton sesuai usia.
Aspek Penilaian
SEMUA UMUR SU
13 TAHUN KE ATAS
13+ 15 TAHUN
KE ATAS 15+
18 TAHUN KE ATAS
18+ Kekerasan
Bersifat komikal atau
tidak ada
sama sekali Tidak
eksplisit Lebih
eksplisit Eksplisit,
kadang berlebihan
atau brutal Nudity
pornografi Tidak ada
Sedikit dan
tidak eksplisit Sedikit
agak lebih eksplisit
Eksplisit dan cenderung ke
aktivitas seksual
Adegan romantis
Bersifat komikal atau
tidak ada
sama sekali Tidak
eksplisit Lebih
eksplisit Eksplisit dan
cenderung ke aktivitas
seksual Bahasa
Normal Agak bebas
Bebas, sedikit bahasa kasar
Mengandung bahasa kasar
Isi cerita Tidak
bias, mudah
dicerna, menghibur
Ringan, tidak terlalu rumit
Lebih rumit, kadang butuh
pemikiran, dan
pertimbangan moral
Bisa saja
bertema: kejahatan,
perilaku seksual,
pelanggaran hukum,
SARA, dan
masalah yang butuh
pertimbangan moral
40
Tabel 1: Klasifikasi Rating Penilaian untuk rating 18+ berlaku juga untuk rating D Dewasa.
40
Ibid.
Contoh judul komik berdasarkan rating: SU
13+ 15+
18+ Shibao Jepang
Paman Gober AS Donal Bebek AS
Archie dan Meidy Indonesia
Doraemon Jepang
Hikaru’s Go Jepang Prince of Tennis Jepang
Whistle Jepang Baby and I Jepang
Detective Mythical Loki Jepang
Naruto Jepang One Piece Jepang
Samurai X Jepang The Law of Ueki
Jepang Spiderman AS
Banana Fish Jepang Monster Jepang
Golden Boy Jepang Deathnote Jepang
Neon Genesis Evangelion Jepang
Tabel 2: Contoh Judul Komik Berdasarkan Rating Di Jepang dan Amerika terdapat Undang-Undang ataupun peraturan yang
menjadi standar penulisan komik. Undang-undang yang membatasi pornografi di Jepang yang biasa dijadikan standar disebut Penal Code 175 – Obscenity Law,
tetapi peraturan ini sering disiasati oleh pekerja pada industri anime dan manga karena kurang spesifik dan ketat.
Penal Code 175 – Obscenity Law diresmikan sejak akhir Perang dunia II.
Pasal ini menetapkan bahwa: any person who distributes, sells or publicly displays an obscene
writing, picture or other materials shall be punished with penal servitude for not more than two years or be fined not more than two million and a
half yen or minor fine. The same shall apply to any person who possesses the same with the intention of selling it
.
41
Meski demikian, tidak ada definisi khusus yang jelas pada pasal tersebut untuk istilah “pornografi” itu sendiri dan apa saja batasan-batasannya. Definisi
“pornografi” yang kabur menyebabkan ketidakseimbangan dalam keputusan
41
http:es.geocities.comeiga9articulosobscenity.html
pengadilan dan menimbulkan perdebatan tentang kebebasan berekspresi di Jepang.
Batasan mengenai pornografi baru ada bila terjadi kasus. Kasus-kasus yang terjadi dapat berupa pornografi dalam film, buku, dan komik. Batasan
pornografi antara lain: refers to a writing, picture, and everything else which tends to
stimulate and excite sexual desire or satisfy the same; and consequently, to be an obscene matter, it must be such that it causes man to engender
feeling of shame and loathsomeness refers to that which unnecessarily excites or stimulates sexual
desire, injures the normal sense of embarrassment commonly present in a normal ordinary person, and runs counter to the good moral concept
pertaining to sexual matters.
42
Batasan pornografi itu muncul saat terdapat kasus pada sebuah novel berjudul Lady Chatterleys Lover karya D.H. Lawrence. Pada 1950, editor Kyujiro
Koyama dan penerjemah Sei Ito ditangkap karena telah mempublikasikan dan
mendistribusikan novel ini. Pada novel ini terdapat 12 halaman yang menceritakan aktivitas seksual yang terlalu rinci dan realistis.
Batasan lain pornografi dalam pasal ini antara lain: depicting poses of male-female intercourse and sex play and in
which male-female sexual intercourse or sex play is described frankly
43
Ini muncul pada saat terjadi kasus pada buku mengenai film yang
dibintangi Nagisa Oshima, Ai No Corrida, produksi negara Perancis dengan
penggunaan artis dan kru dari Jepang. Buku tersebut berisi esai yang ditulis sutradara, skrip naskah, dan 12 foto yang diambil dari film tersebut. Meski
demikian, versi film ini tidak dipermasalahkan dan tidak diajukan ke pengadilan.
42
Ibid.
43
Ibid.
Film yang akhirnya diedarkan di Jepang itu hanya disensor dan dipotong pada beberapa adegan.
Untuk komik, juga pernah terjadi pelanggaran terhadap Penal Code 175. Komik yang dinyatakan melanggar berjudul Misshitsu. Peristiwa pelanggaran ini
terjadi pada April 2002. Pada Januari 2004, editor komik tersebut yaitu Motonori Kishi diputuskan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dengan dakwaan: menjual dan
mendistribusikan literatur yang mengandung pornografi. Walau putusan sudah dijatuhkan, namun masih terdapat keraguan dan
perdebatan. Komik ini dinilai sebagai sebuah karya grafis yang menyajikan seni. Oleh karena itu, Kishi mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Tokyo
dengan alasan terdapat pelanggaran kebebasan berekspresi. Hasil banding yang diajukan Kishi menjadikan hukuman bagi Kishi lebih ringan. Ia hanya diharuskan
membayar denda sebesar 1,5 juta yen. Penilaian komik sebagai bacaan di Amerika Serikat sangat ketat. Para
komikus harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan isi. Berikut adalah cukilan dari kode-etik komik di AS, yang dikutip oleh Franz dan Meier:
Cukilan dari kode-etik komik di Amerika
a. Kejahatan kriminal sama sekali tidak boleh disajikan sedemikian rupa hingga menimbulkan simpati terhadap penjahat, tidak percaya terhadap badan
pelaksana hukum dan pengadilan, atau hal-hal yang mendorong untuk meniru kejahatannya.
b. Dalam komik detail dan metode khusus suatu kejahatan tidak boleh disajikan secara terinci satu demi satu.
c. Polisi, hakim, pegawai negeri, dan badan-badan terhormat tidak boleh digambarkan dengan jenis dan cara yang dapat merendahkan martabat dan
menghilangkan respek terhadap otoritas yang telah dikukuhkan. d. Bila kejahatan disajikan, maka harus digambarkan sebagai perbuatan yang
rendah dan memualkan. e. Kejahatan tidak boleh digambarkan sedemikian hingga kelihatan sebagai
kepahlawanan atau diberi posisi yang dapat menjadi alasan untuk ditiru. f. Yang baik harus selalu menang terhadap yang jahat, dan penjahat harus
menerima hukumannya yang setimpal. g. Adegan dan tindakan yang melampaui batas, dilarang. Adegan dengan
penganiayaan yang brutal, perkelahian dengan senjata tajam dan senjata api yang tidak perlu atau yang keterlaluan, penderitaan jasmaniah, kejahatan
berdarah dan tak berkemanusiaan, harus dihilangkan. h. Tidak boleh diperlihatkan cara-cara khusus dan luar biasa dalam
menyembunyikan senjata. i. Episode tewasnya penegak hukum karena tindakan kejahatan, sedapat
mungkin tidak diperlihatkan. j. Kejahatan penculikan tidak boleh digambarkan sampai rinciannya, juga tidak
boleh sama sekali penculik atau penyandera, dari perbuatannya yang jahat itu, bagaimana pun memperoleh keuntungan apa pun.
k. Huruf-huruf dalam kata “kriminal” pada halaman judul buku komik tidak boleh berukuran lebih besar daripada huruf-huruf lain dalam judul. Kata
“kriminal” tidak boleh sendirian tercantum dalam judul.
l. Pemakaian kata “kriminal” dalam judul atau subjudul sedapat mungkin dihindari.
Garis pengarah umum bagian B
a. Majalah komik tidak diperbolehkan mencantumkan kata “horor” yang mengerikan atau “teror” kengerian.
b. Semua adegan dengan “horor”, pertumpahan darah yang berlebihan, kejahatan berdarah atau mengerikan, penghancuran terkutuk, kenikmatan badaniah
semata-mata, sadisme, harus ditiadakan. c. Semua penggambaran yang tak pantas, seram, mengerikan, menjijikkan, harus
dijauhkan. d. Peristiwa yang menceritakan kejahatan hanya dapat dipergunakan atau
disajikan bila maksudnya untuk menggambarkan pendirian yang etis. Bagaimana pun yang jahat itu tidak boleh disajikan seolah-olah sangat
menarik atau sedemikan rupa hingga melukai pendirian pembaca. e. Adegan dengan mayat yang berjalan-jalan, penganiayaan berlebihan, dan
gejala vampir makhluk pemakan mayat atau pengisap darah manusia, juga kanibalisme makan daging orang dan binatang gadungan peralihan manusia
menjadi binatang, atau hal-hal lain dalam hubungan itu, harus dihilangkan.
Garis pengarah umum bagian C
Semua hal atau teknik yang di sini tidak dikemukakan secara jelas, tetapi berlawanan dengan makna dan tujuan kode etik komik serta dianggap melukai
rasa dan selera orang banyak maupun kesopanan, harus ditiadakan.
Dialog
a. Sumpahan, kutukan, kata-kata rendah, kotor atau mesum, juga kata dan lambang yang telah mempunyai arti tak diinginkan, dilarang penggunaannya.
b. Perlu diadakan pencegahan khusus terhadap penyajian cacat tubuh atau tunaraga lainnya yang berlebihan.
c. Meskipun bahasa pergaulan dan gaya khusus dalam pemakaian bahasa dapat diterima, dianjurkan untuk tidak terlalu berlebihan memakainya. Sedapat-
dapatnya, teks yang benar menurut tata bahasalah sebaiknya yang digunakan.
Agama
Menghina atau menyerang agama atau kelompok yang kepercayaan, agama, serta kebangsaannya berbeda, sama sekali tidak diperkenankan dan tidak boleh terjadi.
Pakaian
a. Telanjang dalam bentuk apapun dilarang; begitu juga menanggalkan pakaian secara tidak pantas dan melukai rasa kesopanan orang lain.
b. Gambar yang merangsang seks atau kenikmatan badaniah atau sikap tubuh yang sangat sugestif ke arah itu, tidak dapat diterima dan dianggap melawan
kesopanan. c. Semua orang dalam pertemuan harus tampak dengan pakaian yang sopan dan
dapat diterima. Catatan: Perlu diperhatikan bahwa larangan dalam hal pakaian, dialog ataupun gambar, berlaku baik bagi gambar pada kulit majalah komik
maupun bagi gambar isinya. d. Bentuk tubuh wanita harus digambarkan secara realistis, tanpa penyajian sifat
dan bagian tubuh yang mana pun secara berlebihan.
Perkawinan dan hubungan antarkelamin
a. Perceraian sama sekali tidak boleh disajikan penyelesaiannya dengan humor atau sebagai soal yang diinginkan umum.
b. Hubungan seks yang dilarang tidak boleh ditunjukkan maupun disajikan, apalagi digambarkan. Adegan cinta yang liar, juga keabnormalan seks tidak
dapat diterima sama sekali. c. Harus ditingkatkan rasa hormat terhadap oarng tua, juga gambaran moral dan
hal-hal yang sopan dan terhormat. Pengertian ikut merasakan masalah cinta bukanlah “karcis bebas” bagi penyimpangan dalam hal tersebut.
d. Dalam menangani peristiwa dengan roman percintaan, nilai kerumahtanggaan, dan ketaktergoyahan perkawinan harus ditekankan secara baik.
e. Gairah atau hasrat romantis tidak boleh digambarkan sengan cara yang dapat merangsang emosi rendah dan tak berbudi.
f. Penggodaan dan perkosaan sama sekali tidak boleh ditunjukkan, apalagi diperlihatkan.
g. Perversi atau perbuatan rendah dalam seks atau yang ada hubungannya dengan itu, adalah larangan yang ketat.
44
Cukilan kode-etik komik di Amerika Serikat di atas dapat dijadikan sebagai referensi seleksi perpustakaan dalam hal pengadaan koleksi komik,
khususnya untuk koleksi dibagian anak-anak. Penulis menampilkan kode-etik komik dari Amerika Serikat bukan dari Jepang dengan pertimbangan bahwa
visualisasi komik Amerika Serikat lebih ‘ramah’.
45
Walau sama-sama terdapat komik dari kedua Negara tersebut yang mengusung tema pemberantasan
44
Franz dan Meier, Membina Minat Baca Anak, h. 62-65.
45
Mengingat bahwa komik-komik yang beredar di Indonesia mayoritas adalah komik dari Amerika Serikat dan Jepang.
kejahatan dan kekerasan, penyajian gambar komik dari Amerika Serikat lebih halus dan tak jarang bersifat komikal dibandingkan dengan komik produksi
komikus Jepang. Penggambaran visualiasi kekerasan komik dari Jepang lebih eksplisit, dan banyak penggambaran karakterisasi wanita yang terlalu berlebihan.
Jadi, untuk penyeleksian komik setidaknya pustakawan melihat dan membaca komik tersebut meskipun hanya sekilas.
Bagaimana perlakuan penerbit di Indonesia terhadap komik impor yang gambarnya mungkin kurang diterima oleh budaya Indonesia? Berikut ini adalah
proses sensor komik yang dilakukan oleh Elex Media Komputindo, penerbit yang telah lama dan banyak menerbitkan komik-komik asal luar Indonesia khususnya
dari Jepang:
46
Gambar-gambar yang mengandung unsur kekerasan atau seksual yang tidak dapat diterima disensor dengan modifikasi komputer yang dibuat oleh pihak
Elex. Modifikasi tersebut bukan berarti mencoret-coret atau mengubah karya komikus. Setiap modifikasi gambar yang dibuat misalnya di-crop dipotong atau
di-shadow diberi bayangan, harus dikirimkan ke Jepang untuk disetujui oleh komikusnya. Terkadang ada komikus yang yang mengerti bahwa budaya
Indonesia berbeda, namun ada juga yang tidak setuju karyanya diubah-ubah. Ada pula komikus yang modifikasinya ingin diubah lagi, seperti Suzue Mizuchi yang
meminta gambar perempuan tanpa busana diberi gambar pakaian saja. Proses persetujuan inilah yang memakan waktu yang lama. Bahkan ada judul-judul yang
sudah berkali-kali dibuat modifikasinya akhirnya dibatalkan karena tidak disetujui oleh komikusnya.
46
Demonic Angel, “Pro Kontra Komik Bajakan,” Animonster, vol. 64, Juli 2003, h. 38. Wawancara dilakukan penulis artikel dengan Ibu Ratna Sari dari redaksi penerbit Elex Media
Komputindo.
Sejauh ini tidak ada standar sensor yang baku dalam hal penerbitan komik di Indonesia walau para penerbit sudah mencantumkan sistem rating pada cover
komik. Misalnya, untuk gambar adegan ciuman, pada komik Caramel Whip karangan Usami Maki terbitan mc tahun 2003, adegan ciuman digambarkan
tanpa sensor sama sekali. Sedangkan pada komik berjudul Good Night karya Asuko Hayashi terbitan Elex Media Komputindo tahun 1995, adegan ciuman
dihilangkan dengan cara menghapus gambar salah satu karakter. Ini memperlihatkan bahwa sensor komik di Indonesia dapat berubah-ubah tergantung
waktu dan penerbit komik. Kini, penerbit Gramedia mengembangkan satu divisi penerbit komik, yaitu
Level Comics. Komik-komik yang diterbitkan oleh penerbit Level Comics adalah komik-komik ber-rating D. Level Comics menghadirkan komik yang bertema
dewasa dan alur cerita lebih kompleks. Komik-komik yang diterbitkan Level Comics lepas sama sekali dari gunting sensor.
Kebijakan sensor komik impor diberlakukan karena budaya yang berbeda antara asal komik tersebut dengan Indonesia. Mungkin penggambaran adegan
suatu komik di negeri asal komik tersebut masih dikatakan wajar, namun karena Indonesia menganut adat ketimuran serta mayoritas penduduknya adalah Muslim,
gambar tersebut menjadi tidak pantas untuk ditampilkan secara terbuka.
C. Pengembangan Koleksi