kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur semisal hiburan, permainan, warna, cara berfikir positif, kebugaran fisik dan
kesehatan emosional. 5.
Quantum Learning mengasumsikan bahwa siswa jika mampu
mengunakan potensi dasar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya.
Model ini berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan kedalam suasana belajar yang meriah dan gembira
dengan memadukan potensi fisik, psikis dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan yang integral.
6. Contextual Teaching and Learning
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
3 . Model Pembelajaran Active Learning
a. Model Active Learning
Perubahan kurikulum yang saat ini tejadi dilingkungan sekolah khususnya Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau
yang kita kenal dengan singkatan KTSP, membuat guru harus mendesain suatu pembelajaran yang mampu merubah siswa menjadi lebih aktif yang
tentunya harus disesuaikan dengan keadaan sekolah serta kondisi dan kebutuhan peserta didik.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan seorang guru untuk dapat membangkitkan daya berfikir dan aktivitas siswa dalam
belajar adalah model active learning. Bila dikaji secara bahasa, active learning
berasal dari bahasa inggris yakni active dan learning. Active memiliki arti aktif, gesit, giat dan bersemangat.
8
Sedangkan kata learning
8
Jhon M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007 hlm. 9
yang di ambil dari kata learn memiliki arti belajar.
9
Jadi bila kedua kata ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia mengandung arti belajar aktif
atau pembelajaran aktif. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa active learning adalah salah
satu model pembelajaran yang berlandaskan prinsip atau teori belajar konstuktivisme. Filsafat konstruktivisme menjadi landasan bagi banyak
strategi pembelajaran, terutama yang dikenal dengan nama student centered learning
, yang digunakan adalah pembelajaran bukan belajar mengajar. Hal ini perlu dipahami berdasarkan premis dasar
konstruktivisme yang mengutamakan keaktivan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman
belajar yang diperoleh. Vadeboncoeur juga berpendapat bahwa konstruktivisme
adalah pendekatan yang berpusat pada anak yang bertujuan untuk mengidentifikasi, melalui kajian ilmiah, jalur alami
perkembangan kognitif.
10
Adapun Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
11
1 Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2 Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid,
kecuali hanya dengan keaktivan murid sendiri untuk menalar 3
Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4 Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar
proses konstruksi berjalan lancar 5
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa 6
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
9
Ibid., hlm.23
10
Abdal-Haqq, Ismat. Constructivism in Teacher Education: Considerations for Those Who Would Link Practice to Theory
Article ERIC Identifier,ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education Washington DC : 1998 hlm 2
11
Anonim
,
Teori Pembelajaran Konstruktivisme. artikel diakses pada16 februari 2009
http:warnadunia.comteori-pembelajaran-konstruktivisme
7 mencari dan menilai pendapat siswa
8 Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Hakikat dari teori konstruktivisme adalah keyakinan bahwa siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya, sedang posisi guru
adalah menyediakan fasilitas, kondisi, lingkungan dan sarana agar siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya.
12
Pernyataan ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Strommen dan Lincoln, “The
constructivists regard learning as a process of mental formation. The students learn the new information by installing them in their previous
knowledge”.
13
Dari beberapa pernyataan tentang teori kontruktivisme, ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa. siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Artinya belajar konstruktivisme
lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa
yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan
mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
14
hal itu juga sejalan dengan apa yang diungkap oleh Jhon Dewey dalam bukunya demokrasi dan
pendidikan.sebagai berikut : Defined education as a process to restructure the individual
experience by reflective thinking through expanding one’s present experience. Individual experience is the core of knowledge, not
knowledge offered by others. Thus, continuous development of the child must be stimulated through his interaction to his environment
to create meaningful knowledge
.
15
12
Panggabean. Strategi, Model dan Evaluasi hlm. 73.
13
Mustafa Dooru and Suna Kalender, Applying the Subject “Cell” Through
Constructivist Approach during Science Lessons and the Teacher’s View, International Journal of Environmental Science Education, 2007, 2 1, 3 – 13
14
Abrar, Adzka. “Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar” . Artikel di httpwww.google.com.
15
Jong Suk kim. The Effects of a Constructivist Teaching Approach on Student Academic Achievement, Self-concept, and Learning Strategies.
Chungnam National University
Bahwa Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses untuk merestrukturisasi pengalaman individu dengan berpikir reflektif melalui
pengalaman ini memperluas seseorang Individu. pengalaman Individual adalah inti dari pengetahuan, bukan pengetahuan yang ditawarkan oleh
orang lain. Dengan demikian, pengembangan yang berkesinambungan anak harus dirangsang melalui interaksinya dengan lingkungan untuk
menciptakan pengetahuan yang bermakna. Paham active learning ini pada awalnya diperkenalkan oleh
confusius sekitar 2400 tahun yang lalu. dia mengatakan bahwa : “what I hear, I forgot ; what I see, I remember ; what I do, I understand
. Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya liat, saya ingat. Apa yang
saya kerjakan, saya pahami”.
16
Tiga pernyataan sederhana ini banyak bicara tentang perlunya belajar aktif.
Kata-kata bijak Confusius diatas kemudian dimodifikasi, diperluas dan dikembangkan oleh Silberman menjadi apa yang dia
sebut belajar aktif. “What I hear, I forgot ; what I hear and see, I remember a little ; what I hear, see and ask question about or discuss
with someone else, I begin to understand ; what I hear, see, discuss and do, I acquire knowledge and skill ; what I teach to another, I
master. Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan
lihat, saya ingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham. Apa yang saya
dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya
menguasainya.”
17
Dua pernyataan diatas diperkuat dengan beberapa penelitian yang membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan
Korea : 2005 , journal Asia Pacific Education Review Copyright 2005 by Education Research Institute Vol. 6, No. 1, 7-19. hlm 8
16
Mel Silberman. Active Learning ; 101 strategi pembelajaran aktif terj. Sarjuli dkk Yogyakarta; Yapendis, 2002 hlm.1
17
Ibid., hlm.1
dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40 dari
waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa
dapat mencapai 70, dan berkurang sampai menjadi 20 pada waktu 20 menit terakhir.
18
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya
terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera
pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan.
Ada beberapa alasan penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban
yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang
disampaikan guru. karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder
yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan.
Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia
terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat
diingat dengan baik. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin
kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio pendengaran saja. Hal ini disebabkan karena
fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa
18
Hartono. “Strategi Pembelajaran Active Learning; Suatu Strategi Pembelajaran Student Centered”,
artikel diakses tanggal 3 agustus 2009, dari http:edu.article.com
yang didengar dikuatkan oleh penglihatan visual, dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio pendengaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan
kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik bagian otak yang lebih dalam bekerja
10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan.
19
Sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang. Strategi pembelajaran konvensional
pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri otak sadar saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada
pembelajaran dengan active learning pembelajaran aktif pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Thorndike mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
20
a. Law of readiness
, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.
b. Law of exercise
, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons
akan menjadi lancar c.
Law of effect , yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan
menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.
Active learning pembelajaran aktif pada dasarnya berusaha
untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang
menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan model active learning pembelajaran aktif pada
anak didik dapat membantu ingatan memory mereka, sehingga mereka
19
Ibid., hlm 5
20
Ibid., hlm 9
dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam model active learning pembelajaran aktif setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar
murid dapat belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar. Active learning
juga berarti belajar kebermaknaan, mengarah pada pentingnya melibatkan dan partisipasi siswa secara aktif dalam
proses belajar, merupakan pendekaan dari berbagai macam model, dan siswa sebagai obyeknya. Sejalan dengan yang diungkapakan silberman
bahwa pembelajaran aktif merupakan kesatuan sumber, kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif.
Dapat dikatakan bahwa active learning lebih memfokuskan kepada keaktifan siswa, yang ditandai dengan siswa sebagai subyek
belajar, siswa beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu dengan aktif, baik aktif secara fisik maupun aktif menggunakan otaknya. Serta
dalam kegiatan pembelajaran diterapkan berbagai model, strategi dan berbagai macam sumber belajar. Dalam active learning pun dijelaskan
perlunya penerapkan-penerapan strategi dalam membuka, membangun tim dan menutup sebuah pembelajaran.
Pada intinya penerapan strategi yang telah disebutkan diatas bertujuan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Dimana keaktifan siswa akan membuat siswa melatih kemampuan berfikirnya, semakin dipacu siswa untuk berpikir semakin lama siswa
mampu memikirkan hal-hal yang absrtak dan luas dehingga mampu menemukan gagasan-gagasan yang baru.
Dari pemaparan tentang active learning, maka dapat disimpulkan bahwa active learning adalah pembelajaran yang di desain
untuk mengaktifkan siswa dalam belajar yang berisi penerapan berbagai model, strategi, media dan sumber belajar.
b. Keunggulan Active Learning