Teori tentang Tokoh Teori tentang Tema, Tokoh, Latar, dan Alur .1 Teori tentang Tema

2.1 Teori tentang Tema, Tokoh, Latar, dan Alur 2.1.1 Teori tentang Tema Tema adalah bagian penting dalam sebuah karya sastra. Suatu tema akan menjiwai keseluruhan karya sastra baik yang berupa novel, puisi, maupun drama. Harmsworth mendefinisikan tema sebagai “The central or dominating idea in literary work. In non-fiction prose it may be thought of as the general topic of discussion, the subject of the discourse, the thesis. In poetry, fiction, and drama it is the abstract concept which is made concrete through its representation in person, action and image in the work” Harmsworth,1972:123. Tema sebagai ide dalam sebuah karya sastra direalisasikan dalam unsur-unsur intrinsik termasuk unsur tokoh dan latar. Ide tersebut dapat berasal dari pengarang maupun merupakan hasil penafsiran bebas dari pembaca. Hubungan antara tema dengan motif diungkapkan oleh Hartoko dalam pengertiannya tentang tema. Gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan- persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif konkret yang menentukan urutan peristiwa atau situasi tertentu. Bila dalam sebuah cerita tampil motif mengenai suka-duka pernikahan, penceraian, pernikahan kembali, maka kita dapat menyaring tema mengenai tak lestarinya pernikahan. Tema sering disebut dalam subjudul sebuah roman. Perbedaan antara motif dan tema adalah nisbi Hartoko, 1986:142. Motif-motif yang tampak pada keseluruhan cerita dalam sebuah novel dapat dirangkum untuk membentuk sebuah tema. Sebuah novel dapat mengandung beraneka motif dan tema berdasarkan penafsiran pembacanya, oleh karena itu contoh motif dan tema yang diberikan oleh Hartoko tersebut mewakili keseluruhan motif dan tema yang dapat diungkapkan dalam sebuah novel.

2.1.2 Teori tentang Tokoh

Tokoh adalah pihak yang memegang peranan tertentu dalam sebuah karya sastra. Pada umumnya tokoh dihadirkan dalam wujud manusia namun dalam beberapa cerita rekaan, tokoh dapat berupa binatang, tumbuhan, atau makhluk halus yang menjadi simbol dari kepribadian atau peran manusia. Menurut Hartoko, tokoh adalah “Pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual. Pengertian tokoh lebih luas daripada aktor atau pelaku yang hanya berkaitan dengan fungsi seseorang dalam teks naratif atau drama” Hartoko,1986:144. Hubungan antara tokoh dalam karya sastra dengan pembaca terdapat dalam imajinasi pembaca. Pembaca akan berusaha menempatkan tokoh rekaan dalam kehidupan nyata sesuai dengan imajinasinya. Persamaan dan perbedaan yang terdapat antara tokoh rekaan dengan pembaca dengan demikian juga merupakan sebuah hubungan yang subyektif. Sebagaimana dikatakan William Kenney yaitu “There are not many Don Quixotes around, but there is something of Don Quixote in each of us. It is in this sense that we feel his relevance to us. And it may be that this form of relevance rather than lifelikeness, is the secret of the power the great characters of fiction hold for us” Kenney,1966:27. Menurut Forster, tokoh dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu tokoh datar flat character dan tokoh bulat round character. Tokoh datar adalah tokoh dalam bentuknya yang murni atau dibentuk berdasarkan sebuah ide atau kualitas saja, misalnya tokoh baik atau jahat. Tokoh datar mudah dikenali dan diingat oleh pembaca. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki beberapa kualitas sehingga tokoh tersebut mampu memberikan kejutan yang meyakinkan pembaca, misalnya tokoh yang periang tetapi dalam beberapa penampilan terlihat sedih 1967:223-231. Teknik dalam menampilkan tokoh-tokoh tersebut dalam sebuah karya sastra disebut penokohan. Dalam sebuah novel, penokohan akan memperkuat penggambaran setiap tokoh. Kenney menggolongkan penokohan menjadi tiga yaitu penokohan diskursif, penokohan dramatik, dan penokohan kontekstual. Dalam penokohan diskursif, pengarang menyebutkan satu demi satu kualitas para tokoh bahkan dapat memberikan pendapat pribadinya. Kelebihan dari penokohan diskursif terdapat pada kesederhanaan namun membatasi imajinasi pembaca. Pada penokohan dramatik, pengarang mengungkapkan kualitas tokoh melalui perkataan dan tindakan mereka. Penokohan ini biasanya terdapat dalam sebuah drama. Kelebihan teknik tersebut yaitu mendorong daya imajinasi pembaca namun lebih rumit dan cenderung menimbulkan penafsiran yang salah terhadap tokoh. Dalam penokohan dramatik, informasi tentang tokoh dapat pula diperoleh dari pembicaraan tokoh lain mengenai tokoh tersebut. Penokohan kontekstual menyajikan kualitas tokoh melalui hal-hal yang melingkupi dan berkaitan dengan tokoh itu. Contohnya, jika tokoh digambarkan dalam hal-hal yang menunjukkan keterkaitan dengan seekor hewan pemangsa, maka pembaca dapat menyimpulkan maksud pengarang. Tiga jenis penokohan tersebut dapat digunakan secara bersamaan dalam sebuah karya sastra 1966:34. Analisis tokoh dan penokohan dilakukan terhadap empat tokoh polisi wanita utama dalam Lady Cop.

2.1.3 Teori tentang Latar