bertolak belakang dengan peristiwa sebelumnya. Ia tidak menunjukkan rasa hormat kepada pelaku tindak kekerasan terhadap orang berusia lanjut tetapi berlaku sangat
hormat pada saat menghadapi pemilik senjata api pribadi. Perilaku berlawanan yang ditampilkan Sheldon Bailey dapat menimbulkan kebingungan bagi Sally. Ia
menganggap semua tindakan atasannya mengagumkan dan sudah sepantasnya dilakukan. Rasa takut dan kagum ternyata mengurangi kemampuan Sally untuk
berpikir kritis dalam melakukan suatu penilaian. Polisi pemula harus dapat memadukan pendidikan dan pelatihan yang diperoleh dari akademi polisi dengan
contoh dan pengalaman di lapangan. Kemampuan untuk berpikir kritis diharapkan semakin meningkat dalam diri polisi pemula seperti Sally Weston.
3.2.2.9 Sophia Amadetto, Norm, dan Van
Anti-Crime Squad adalah tempat Sophia bekerja bersama dua rekannya yaitu Norm dan Van. Para anggota regu atau pasukan polisi tersebut bekerja tanpa mengenakan
pakaian seragam seperti detektif dan mereka bekerja dalam tim-tim kecil untuk menangani kasus-kasus yang telah ditentukan. Sophia dan dua rekannya termasuk
salah satu dari tim yang dimaksud. She had been working on a team with Norm for nearly two years now and they
were good friends. Van joined them about six months ago, when their old partner got his gold shield. She liked working with them and knew from talking
to some of the other girls who worked Anti-Crime that her partners were better than a lot of the other choices available Taubman, 1987:167.
Sebuah tim membutuhkan kekompakan di antara anggotanya agar dapat menyelesaikan setiap tugas dengan maksimal. Setiap anggota memegang peranan
penting dan setiap tindakan yang mereka lakukan akan mempengaruhi anggota lainnya selama mereka berada dan bekerja dalam sebuah tim. Perilaku yang positif
sangat penting untuk menciptakan dan menjaga kekompakan tim. “Despite their
oddities, they were good guys and good cops. All three of them liked to work and their team had a good record. When one of them had a court date or was on vacation, the
replacement was usually worse and had even odder quirks” Taubman, 1987:168. Perilaku alami masing-masing anggota dapat dipertahankan atau dimodifikasi agar
dapat menjadi penunjang saat bekerja. Modifikasi perilaku dalam sebuah tim baru dapat terjadi setelah setiap anggota
telah mengenal, mempelajari, dan menguasai baik tugas yang dibebankan maupun perilaku anggota lainnya. Keadaan tersebut pada umumnya tercapai dalam jangka
waktu tertentu dan tidak dapat terjadi secara mendadak. Perubahan dalam tim seperti kepindahan anggota lama atau masuknya anggota baru dapat mempengaruhi proses
modifikasi perilaku yang telah berjalan. Perubahan-perubahan itu sering melatarbelakangi timbulnya perilaku negatif anggota tim yang masih bertahan.
Kepindahan seorang anggota tim yang diandalkan dapat menimbulkan kesedihan atau kebingungan. Anggota baru yang belum berpengalaman atau sombong menimbulkan
perilaku kurang simpatik dari anggota yang lain saat bertugas. Perubahan dalam tim semakin besar kemungkinannya akibat tugas polisi yang beraneka ragam. Sophia
memerlukan waktu sekitar dua tahun bekerja dengan Norm dan enam bulan dengan Vic sebelum ia dapat merasa nyaman dan bekerja maksimal. Tim tersebut
menganggap anggota pengganti saat salah satu dari mereka berhalangan hadir sering menghambat tugas mereka. Penilaian negatif terhadap anggota pengganti tidak
seharusnya terjadi karena modifikasi perilaku bagi setiap polisi harus dapat terjadi sewaktu-waktu pada saat menjalankan tugas melindungi dan melayani masyarakat.
Tim Sophia menerima laporan dari radio tentang penganiayaan anak-anak. Setiap unit yang berada di daerah kejadian diminta untuk mencari tiga orang
tersangka pelaku tindak kejahatan sesuai dengan gambaran yang diperoleh polisi dari
para korban. Sophia dan timnya memutuskan untuk menemui para korban yang masih berada di tempat kejadian. Korban penganiayaan adalah tiga orang anak yaitu dua
anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Petugas patroli yang mendampingi tidak mampu memperoleh keterangan lebih rinci karena para korban masih dalam keadaan
bingung atas kejadian yang mereka alami. Sophia berpendapat hal itu dapat terjadi karena para korban merasa takut melihat pakaian seragam petugas patroli 1987:169-
170. Ia kemudian mencoba untuk bertanya langsung kepada para korban. Sophia menyadari keadaan para korban dan mencoba untuk menggunakan pendekatan yang
lebih tepat dalam mengajukan pertanyaan. Ia membawa mereka ke ayunan dan menciptakan suasana tenang dengan meminta rekannya untuk menjauh. Sophia juga
meyakinkan bahwa mereka tidak akan disakiti lagi dan orangtua mereka akan segara datang menjemput. “Sophia walked over to the two girls, motioning the other cop
away. She took them over to a set of swings and knelt down next to them, handing each a Kleenex” Taubman, 1987:170. Sophia menenangkan mereka dan
mengajukan beberapa pertanyaan dengan lembut. Korban yang tidak mendapat perhatian dari pengarang novel adalah anak laki-laki yang merupakan teman dari dua
anak perempuan yang berbicara pada Sophia. Teks di dalam novel menunjukkan bahwa korban yang banyak memberikan informasi pada polisi adalah dua anak
perempuan tersebut. Cara yang digunakan Sophia berhasil menambah informasi tentang penganiayaan yang telah terjadi dan gambaran para tersangka pelakunya. Tim
Sophia melaporkan informasi tersebut dan berhasil menangkap para tersangka pelaku tindak penganiayaan anak-anak itu. Analisis akan dilakukan pada perilaku para
korban dan perilaku Sophia pada saat ia berusaha mendapatkan keterangan tambahan dari para korban.
Sophia menciptakan kondisi yang memungkinkan para korban bercerita dengan tenang. Tindakan itu merupakan contoh penerapan classical conditioning.
Stimulus utama adalah tindak penganiayaan terhadap anak-anak, Sophia menyadari bahwa para korban berada dalam keadaan bingung atau shock dan mereka semua
masih tergolong anak-anak. Mereka merasa bingung saat dianiaya dan ketakutan saat polisi berpakaian seragam datang mengajukan banyak pertanyaan. Pertimbangan
tentang keadaan dan usia para korban menjadi conditioned reinforcer dalam menentukan cara bertanya yang tepat. Para korban memberikan response positif atas
cara yang digunakan Sophia dengan memberikan informasi tambahan mengenai kejadian dan tersangka pelaku penganiayaan.
Sophia mengamati dan menjalankan keseluruhan proses tersebut diawali dengan niatnya untuk mencoba. Percobaan yang dilakukan Sophia menunjukkan
adanya proses operant conditioning dalam perilakunya. Ia mencoba untuk bertanya karena belum sepenuhnya yakin pada keterangan awal dari petugas patroli. Sophia
masih belum dapat memastikan kondisi fisik dan mental para korban sehingga keadaan itu menjadi sebuah unconditioned reinforcer. Cara yang ia ciptakan
merupakan sebuah unconditioned response yang memadukan antara keterangan awal dan pengamatan pribadi Sophia. Informasi yang berhasil didapatnya menunjukkan
consequence yang mengandung reward bagi dirinya. Keberhasilan dari percobaan Sophia tidak akan terjadi apabila korban tidak dapat memberikan response yang
positif akibat luka fisik atau mental yang terlalu berat. Tim
dari Anti-Crime Squad yang beranggotakan tiga orang itu bertemu dengan
Wishbone. Ia adalah seorang remaja berkulit hitam yang pernah mereka tangkap beberapa bulan sebelumnya. Wishbone dan seorang temannya ditangkap karena
mereka terlibat dalam sebuah perampokan bersenjata di daerah Lincoln Center
1987:176. Tim Sophia hampir melakukan kesalahan fatal ketika mereka berusaha menangkap remaja itu. Ia dan rekan-rekannya menerima laporan radio bahwa
tersangka pelaku perampokan bersenjata adalah dua orang remaja berkulit hitam, seorang dari mereka memakai celana jengki dan kaus berwarna biru. Penampilan
Wishbone sesuai dengan gambaran para pelaku sehingga tim tersebut berusaha menangkapnya. Kecurigaan Sophia, Norm, dan Van semakin kuat karena remaja itu
berniat melarikan diri saat ia melihat mereka. Van berhasil menangkap Wishbone yang sedang mencari sesuatu di saku celananya. Sophia mengarahkan pistol dan siap
untuk menembak karena ia merasa yakin bahwa Wishbone akan mengeluarkan senjata api yang digunakan pada saat melakukan perampokan.
Even as she pulled the trigger back, Sophia realized that if she fired, the bullet would probably not only hit the kid, but also go through him and hit Van
as well. She managed to stop herself from shooting in time. Van was able to control the struggling kid and Norm came up a second later. They pushed him
against a car and tossed him, searching for the gun. Instead, they found the blue T-shirt Taubman, 1987:167.
Wishbone ternyata tidak membawa pistol melainkan sebuah kaus berwarna biru. Pistol ditemukan pada temannya yang juga berhasil ditangkap. Sophia hampir
menembak seorang remaja yang tidak bersenjata dan melukai Van karena ia tidak dapat menentukan tindakan dengan benar.
Keraguan Sophia untuk menembak Wishbone merupakan sebuah conditioned response yang negatif karena ia menyadari dampak yang akan ditimbulkan oleh
tembakannya. Seorang tersangka atau pelaku kejahatan yang tetap memberontak setelah diberi peringatan oleh polisi membuat situasi menjadi sulit dikendalikan.
Tindakan Wishbone merogoh saku celananya menjadi stimulus yang diperkuat atau memperoleh conditioned reinforcer berupa laporan dari radio bahwa tersangka
menggunakan senjata api dalam perampokan. Sophia menyadari kekuatan peluru yang mampu menembus tubuh Wishbone dan melukai Van di belakangnya. Hal tersebut
menjadi sebuah unconditioned response yang tidak diperkirakan sebelumnya. Jika Van dan Norm tidak berhasil meringkus Wishbone dan remaja itu terbukti membawa
senjata api maka siapapun korban yang akan terluka akan menjadi tanggungjawab Sophia. Hal tersebut adalah suatu kesalahan besar bagi seorang polisi. Situasi sulit
yang dialami Sophia biasanya jarang terjadi namun harus diantisipasi. Upaya antisipasi dapat berupa olahraga, latihan menembak, atau menambah pengalaman di
lapangan. Hasil yang baik atau buruk yang terjadi dalam sebuah situasi sulit belum dapat menjadi penentu kualitas kerja seorang polisi.
3.2.2.10 Mary Frances Devlin dan Sally Weston